Manfaat Penelitian Tinjauan Pustaka
9
Pertama
, Jurnal Nasional yang berjudul “Pemulung Dibutuhkan Sekaligus Ditelantarkan,” ditulis oleh Suci Dian Hayati pada tanggal 08 Februari 2012.
Jurnal tersebut berisi tentang penggusuran warga “Kampung Pemulung” daerah kawasan Rawamangun oleh Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP Jakarta
Timur. Sebelum kampung tersebut digusur menjadi sebuah bangunan atap Flyover, terdapat sebuah keluarga yang memiliki enam anak serta ratusan warga
yang tinggal disana. Mereka sejak tahun 1990 telah menjadi pemulung yang bermukim di daerah tersebut. Namun dengan adanya penggusuran paksa oleh
Satpol PP tanpa diberi penggantian tempat hunian yang baru. Akhirnya sebuah keluarga bersama ratusan warga lainnya berteduh di kolong Flyover, Jalan
Ahmad Yani. Hal ini dikarenakan minimnya penghasilan mereka, yang hanya cukup untuk makan dan tidak cukup untuk mengontrak rumah yang baru.
Menurut Yayat, keberadaan “Kampung Pemulung” dan kampung- kampung illegal lainnya tidak lepas dari ketidakpedulian pemilik lahan tersebut.
Lahan tanpa penjagaan, tidak terawat, terlantar, tanpa batas dan tanpa papan pengumuman yang menunjukkan identitas pemiliknya. Sehingga kondisi tersebut
gampang dimanfaatkan secara illegal oleh sebagian warga pendatang yang saat tiba di Ibu Kota hanya bermodal diri saja. Ini disebabkan oleh kebutuhan lahan di
Jakarta yang cukup sempit, tidak saja sebagai tempat tinggal melainkan juga sebagai tempat usaha mereka.
Didalam analisisnya, Yayat mengatakan bahwa ada tiga alasan dibalik “Ketidak pedulian” pemerintah kota terhadap asetnya yang berlokasi di Jalan
Ahmad Yani, Jakarta Timur, dikarenakan oleh: a.
Dinas pemadam kebakaran terkait tidak memiliki “Masterplan” yang ada didalam susunan rancangan pembangunan dan perawatan untuk aset-asetnya.
10 b.
Dinas pemadam kebakaran tidak memiliki anggaran untuk memanfaatkan lahan yang tidak terpakai.
c. Kemungkinan ada “Permainan-permainan,” baik oleh dinas pemilik lahan
maupun pej abat lokal yang memanfaatkan kebutuhan “Warga urban” atas
lahan tempat tinggal mereka selama di Ibu Kota.
Kedua , Skripsi yang berjudul
“Realita, Peran dan Keberadaan Pemulung di Tempat Pembuangan Akhir TPA sampah Benowo melalui video
documenter,” ditulis oleh Achmad Abidin, D4 Komputer Multimedia, STIKOM Surabaya. Skripsi tersebut mengenai hasil penelitian dari karya yang telah
dibuatnya maka keberadaan pemulung di Daerah Benowo memunculkan suatu peran yang sangat berarti bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Hal ini
menunjukkan bahwa profesi sebagai pemulung ini merupakan pilihan hidup yang harus dipertanggungjawabkan karena itu merupakan pilihan hidupnya. Berprofesi
sebagai pemulung bukan merupakan suatu pekerjaan yang hina seperti persepsi negatif masyarakat umumnya. Hal ini dibuktikan dengan fakta yang ada bahwa
pemulung mampu menghidupi keluarganya dan bahkan terdapat pemulung yang sukses dalam meniti karir yang diawali dari profesi sebagai pemulung ini.
Persepsi negatif dari sebagian masyarakat dapat sedikit diubah melalui tayangan film dokumenter. Di film tersebut ditunjukkan beberapa fakta yang
terdapat di lapangan dengan harapan dapat membuat masyarakat tidak meremehkan, menghina mereka atau menganggap profesi pemulung itu sama
dengan pencuri maling.
Ketiga, Hasil penelitian sebuah Tesis yang berjudul
“Pola Solidaritas kelompok pedagang warung angkringan di kota Ponorogo,” ditulis oleh Slamet
11 Santoso, Program Pasca Sarjana, Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2008.
Hasil penelitian dari sebuah tesis ini berisi bahwa terdapat beberapa hal penting, diantaranya:
a. Kelompok pedagang warung angkringan di kota Ponorogo mayoritas adalah
seorang pedagang pendatang dari daerah Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Sukoharjo, Solo, Klaten, Wonogiri dan Yogyakarta. Mereka mampu
mengembangkan usahanya dengan ditandai oleh bertambahnya jumlah pedagang dari tahun ketahun. Hal tersebut disebabkan karena jalinan solidaritas
yang kuat diantara mereka. Jalinan solidaritas yang terjadi di pedagang warung angkringan ini tidak hanya terjadi antara ketua dengan anggota kelompoknya,
tetapi juga terjadi diantara sesama anggota kelompoknya, bahkan diantara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Tak hanya itu solidaritas terjadi
dikalangan antara ketua kelompok dengan anggota kelompoknya membentuk pembagian kerja yang jelas, seperti ketua kelompok memiliki wewenang untuk
membuat jajanan dan hasil makananyang akan dijual sendiri maupun yang akan dijual anggota kelompoknya, ketua juga membantu para anggotanya dalam
mencari lokasi strategis guna membuka usaha dan lain sebagainya. b.
Solidaritas yang terjadi antara sesama kelompok berbentuk saling membantu dalam modal usaha, saling membantu jika ada acara hajatan serta saling
mematuhi kesepakatan yang telah dibuat bersama. Selain itu Solidaritas yang terjadi diantara kelompok yang satu dengan yang lain dalam bentuk kesepatan
penentuan lokasi usaha yang strategis, aturan pengambilan jajanan dan makanan serta saling membantu dalam acara hajatan.
12
Keempat,
Skripsi yang berjudul “Strategi Pemulung dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup,” ditulis oleh Fauzan Abdulloh, Skripsi UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta tahun 2011. Dalam penelitian sebuah skripsi ini berisi mengenai Kehadiran pemulung memang bukan hal baru, tetapi ada perubahan mendasar
dalam pola kehidupan mereka. Pemulung dengan gerobaknya yang berukuran 2x1 m sebagai alat produksi saat ini semakin marak. Mereka inilah yang disebut
dengan pemulung. Pada siang hari mereka berkeliling dari satu tempat sampah ke tempat sampah lainnya. Pada malam hari mereka pulang di tempat tinggal mereka
masing-masing untuk beristirahat. Situasi kemiskinan di pedesaan tersebut yang mendorong penduduk pedesaan tersebut untuk bergeser ke kota sebagai urban
poor kaum miskin kota. Pada umumnya mereka ini terjun di bidang self employed atau sering disebut dengan sektor informal, mengingat mereka juga
mempunyai bobot pendidikan dan keterampilan yang rendah dan tidak memadai. Salah satu orang atau kelompok masyarakat yang dikategorikan sektor informal
dalam statusnya sebagai urban poor kaum miskin kota adalah para pemungut sampah atau dikenal dengan sebutan pemulung. Kisah-kisah para pemulung
menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseharian mereka. Untuk makan sehari-hari, kadang mereka pun harus berutang.
Realitas tersebut menunjukkan bahwa hidup dan kehidupan pemulung dalam kondisi terjepit. Selain mereka bergelut dengan lingkaran kemiskinan yang
dihadapi dalam kehidupannya, juga eksistensi dirinya dan pekerjaannya seringkali dihadapkan pada berbagai pelecehan. Selama ini masalah kemiskinan, terutama
penyebabnya, selalu didominasi oleh dua pendekatan teoretis, yaitu kultural kemiskinan dan kemiskinan struktural. Kedua pendekatan ini sangat memengaruhi
cara pandang pemerintah dan berbagai elemen masyarakat dalam upaya
13 penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Bahkan pemerintah menganggap
pemulung sebagai pengganggu ketentraman masyarakat, dan mereka dianggap sebagai kelompok illegal atau tidak mempunyai ketentuan hukum, tegasnya
mereka itu dianggap liar. Untuk itu agar tidak terjadi plagiarisme peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul studi kasus Kelompok Pemulung Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui
bagaimana latar belakang terbentuknya hubungan patron-klien dalam kelompok- kelompok pemulung yang berada di daerah Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta
Timur. Baik hubungan antara pemulung lapak yang satu dengan lapak yang lain, ketua kelompok pemulung dengan anggota kelompok pemulung masing-masing
lapak maupun para ketua kelompok lapak pemulung dengan anggota kelompok lapak pemulung I dan II ataupun dengan masyarakat sekitarnya, bukan meneliti
penilaian masyarakat mengenai keberadaan pemulung dan bukan juga tentang strategi pemulung dalam memenuhi kebutuhannya. Selain itu lokasi dalam
penelitian ini dekat dari tempat saudara saya dan tempat saya mengajar, sehingga mudah saya mendapatkan datanya.