Hubungan patron-klien dalam kelompok pemulung (studi kasus kelompok pemulung kelurahan Jatinegara,kecamatan Cakung,Jakarta Timur

(1)

(2)

HUBUNGAN PATRON-KLIEN DALAM KELOMPOK PEMULUNG

(STUDI KASUS PADA PEMULUNG KELURAHAN JATINEGARA, KECAMATAN CAKUNG, JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

Nur Indah Sari 108032200025

Pembimbing

Ahmad Abrori, M. Si NIP: 19760225 200501 1 005

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2013/1435


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

HUBUNGAN PATRON-KLIEN DALAM KELOMPOK PEMULUNG

(Studi kasus pemulung di Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur) Oleh:

Nur Indah Sari 108032200025

Telah dipertahankan dalam siding ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos) pada Program Studi Sosiologi.

Ketua Seketaris

Dr. Zulkifli, MA Iim Halimatusa’diyah, MA

NIP: 19660813 199103 1 004 NIP: 19810112 201101 2 009

Penguji I Penguji II

Fathun Karib, MA Jaharotul Jamilah M. Si NIP: 19680816 199703 2 002

Telah diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 06 Januari 2014. Dosen Pembimbing

Ahmad Abrori, M. Si NIP: 19760225 200501 1 005


(4)

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

HUBUNGAN PATRON-KLIEN DALAM KELOMPOK PEMULUNG (Studi kasus kelompok pemulung di Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur).

1. Merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1(satu) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari tulisan ini terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi ketentuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 06 Januari 2014


(5)

i

ABSTRAKSI

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan patron-klien dalam kelompok pemulung Kelurahan Jatinegara. Kelompok pemulung di Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur ini merupakan masyarakat pendatang yang sebagian besarnya berasal dari Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan di daerah belakang Pasar Pulo Jahe, samping SDN Jatinegara dan belakang PIK (Pulo Gadung Industri Kecil), Rawa Badung.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, bertujuan untuk menjelaskan fenomena tersebut melalui pengumpulan data, baik itu data primer yang dikumpulkan melalui metode wawancara dan observasi (pengamatan langsung) maupun data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Selanjutnya metode studi kasus ini untuk menerangkan suatu peristiwa yang sedang terjadi. Wawancara dilakukan dengan informan sebanyak dengan jumlah informan sebanyak 13 orang, 2 orang diantaranya para suami dari ketua kelompok lapak I dan ketua kelompok lapak II, 5 orang dari anggota kelompok lapak I dan 6 orang dari anggota kelompok lapak II.

Teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah definisi patron-klien oleh Eric Wolf tentang hubungan antara atasan (patron) dengan bawahan terdapat hubungan yang tidak seimbang karena adanya posisi status sosial ekonomi, kedudukan, wewenang serta pengaruh berada lebih tinggi dari seorang bawahan (klien). Kemudian teori Modal sosial Putnam tentang hubungan sosial (jaringan), kepercayaan dan norma diantara mereka. Modal sosial yang dimiliki oleh kedua kelompok pemulung ini tidak dilihat dari segi ekonominya melainkan dari jaringan, kepercayaan dan hubungan timbal balik berat sebelah yang mereka miliki.

Hasil penelitian menunjukkan, sebagai berikut. Pertama, terbentuknya hubungan patron-klien dalam kedua kelompok ini terjadi karena ajakan si ketua kelompok (patron) kepada para anggota kelompok (klien) di kampung yang sedang mengganggur (tidak bekerja) melalui mulut ke mulut, dari saudara ke saudara, dari saudara ke teman maupun dari teman ke teman untuk ikut bekerja dengan dirinya. Kedua, unsur-unsur yang membentuk patron-klien ini terbagi menjadi tiga unsure yakni; jaringan, kepercayaan (Trust) dan norma. Unsur jaringan terbentuk karena adanya kerjasama dalam sebuah ikatan kelompok. Kerjasama ini terbagi menjadi dua yaitu; kerjasama dalam lapak seperti menjual dan membeli barang-barang pulungan (barang-barang bekas) yang di peroleh anggota maupun masyarakat sekitarnya serta kerjasama dalam hal saling tolong-menolong diantara mereka, selain itu kerjasama di luar lapak seperti, menjual hasi pulungan anggota dan kerjasama dalam bentuk arisan. Unsur kepercayaan ini berupa pemberian pinjaman uang yang dilakukan oleh para klien kepada patronnya (Casbon), dan unsur norma yang berupa hak dan kewajiban bagi patron maupun klien.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul, “Hubungan Patron-Klien Dalam Kelompok Pemulung (Studi kasus pada pemulung Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur),” meskipun skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, dengan penuh ketulusan penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bakhtiar Effendi, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta.

2. Bapak Ahmad Abrori, M.Si selaku pembimbing penulis sekaligus dosen pembimbing akademik dengan kesediannya meluangkan waktu yang banyak untuk membimbing penulis dengan sabar, mengarahkan penulis secaraa baik dalam penulisan skripsi serta memberikan bantuan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai secara tepat waktu.

3. Bapak Dr. Dzulkifli, MA selaku Ketua Jurusan Sosiologi, serta Ibu Iim

Halimatusa’diyah, MA selaku Seketaris Jurusan Sosiologi,

4. Bapak Fathun Karib, MA selaku Penguji I dan Ibu Joharotul Jamilah, M.Si, selaku Penguji II, serta para staf pengajar dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membagi ilmu yang bermanfaat dan pengalamannya kepada penulis selama masa-masa kuliah.


(7)

iii

5. Kedua orang tua penulis, Bapak Misno dan Ibu Satikem. Terimaa kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan untuk kedua orang tua penulis, berkat doa yang terus menerus dipanjatkan oleh Allah SWT beserta dorongan untuk selalu semangat dan pantang menyerah serta kasih sayangnya yang selalu menemani penulis disaat-saat susah sekalipun, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. penulis berharap semoga dengan skripsi ini dapat membahagiakan Mama dan Bapak karena skripsi ini merupakan bukti penulis bersungguh-sungguh untuk segera mendapatkan gelar Strata 1 yaitu agar dapat membahagiakan kedua orang tua penulis.

6. Teman seangkatan 2008 dan kakak kelas angkatan2007 di UIN Syarif Hidayatullah ini, Devi Agustina dan Atirohayati yang telah membantu penulis untuk meminjami buku-buku yang bermanfaat serta memberikan dorongan dan motivasi untuk terus maju dan pantang menyerah selama proses penyelesaian skripsi ini.

7. Kakak sepupu saya, Joko Mulyono selaku warga Pulo Jahe yang sudah banyak membantu penulis dengan sabar dalam proses kegiatan penulisan skripsi tersebut sehingga kegiatan penyelesaian skripsi dapat berjalan dengan baik dan lancer.

8. Ibu Siska Leonita S.STP, selaku wakil lurah Jatinegara atas kesediannya untuk menerima penulis agar dapat melaksanakan penelitian serta pengumpulan data di kelurahan, beserta seluruh staf kelurahan Jatinegara yang tidak bisa saya sebut satu persatu.

9. Seluruh Informan, ketua kelompok lapak I dan lapak II yang sudah meluangkan waktunya untuk mendengarkan instruksi penulis dengan


(8)

iv

baik serta menyediakan waktunya untuk penulis wawancarai, guna menjawab semua pertanyaan yang dibutuhkan penulis dalam penelitian skripsi ini.

10.Teman-teman kuliah Sosiologi (2008) Jamal hilmi, Muhammad Yasir, dan Suhairi. Terima kasih atas semuanya, yang selalu memberikan bantuan serta motivasi yang penuh terhadap penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Saudara-saudari dari pihak Mama dan Bapak, serta pihak-pihak lain yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini akan menambah informasi serta pengetahuan bagi pembaca sekaligus menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.

Jakarta, 07 Januari 2014

Nur Indah Sari


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK………... i

KATA PENGANTAR……….. ii

DAFTAR ISI………. v

DAFTAR TABEL……….. vii

DAFTAR GAMBAR ……… viii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Pernyataan Masalah ………. 1

B. Pertanyaan Penelitian ……….. 8

C. Tujuan Penelitian ……….… 8

D. Manfaat Penelitian ………... 8

E. Tinjauan Pustaka ….………. 8

F. Kerangka Teori ……….…………... 13

G. Definisi Konsep dan Operasional Konsep ...………... 18

H. Metodologi Penelitian ...………. 19

1. Pendekatan Penelitian ………...…… 20

2. Metode Penelitian ………. 20

3. Subjek Penelitian ……….. 20

4. Jenis Data Penelitian ………. 22

5. Teknik Analisis Data ……… 23

6. Waktu dan Lokasi Penelitian ……… 23

I. Sistematika Penulisan ………... 25

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBJEK PENELITIAN ……….…………. 26

A. Letak Geografis dan Demografi ………... 26

B. Kehidupan Sosial, Ekonomi, Agama, Pendidikan dan Kesehatan ………... 30

1. Kehidupan Penduduk Kelurahan Jatinegara di Bidang Sosial ……….………... 30

2. Kehidupan Penduduk Kelurahan Jatinegara di Bidang Ekonomi ……….………... 31

3. Kehidupan Penduduk Kelurahan Jatinegara di Bidang Agama ……….………... 34

4. Kehidupan Penduduk Kelurahan Jatinegara di Bidang Pendidikan ……….……….. 35

5. Kehidupan Penduduk Kelurahan Jatinegara di Bidang Kesehatan .……….…... 36

C. Profil Informan Penelitian ………... 38


(10)

vi

BAB III ANALISIS DATA SOLIDARITAS KELOMPOK

PEMULUNG ……… 47

A. Terbentuknya Hubungan Patron-KLien dalam kelompok Pemulung ………….……….………... 47

B. Unsur-unsur Yang Membentuk Hubungan Patron-Klien Dalam Kelompok Pemulung ……….…….. 54

BAB IV PENUTUP ………...………... 63

A. Kesimpulan ……….. 63

B. Saran ……….... 64

DAFTAR PUSTAKA ……….…… 66


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.A.1 Penduduk DKI Jakarta 2000 dan 2010-2013 ……..………….. 2 Tabel 1.A.2 Jumlah Penduduk Miskin, Presentase Penduduk Miskin (Po),

Garis Kemiskinan (GK), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi DKI

Jakarta, Maret 2009-2012 ……….. 5 Tabel I.A.3 Timbunan Sampah di Provinsi DKI Jakarta

tahun 2005-2010……….... 7

Tabel I.G.1 Tabel Operasional Konsep ………... 19 Tabel I.H.1 Nama-nama Informan Berdasarkan Usia, Status Perkawinan,

Agama, Etnis dan Pendidikan………... 21 Tabel II.A.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin April 2013 ... 30 Tabel II.A.2 Jumlah Kelahiran, Kematian, Datang dan Pindah Menurut

Data Kelurahan Jatinegara 2011 ……….. 28 Tabel II.A.3 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Umur ……… 29 Tabel II.B.1 Jumlah Kepala Keluarga Miskin Per-Rumah Warga (RW),

Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur ………...…… 31 Tabel II.B.2 Sarana perekonomian yang ada di Kelurahan Jatinegara …... 32 Tabel II.B.3 Koperasi dan Waserda Kelurahan Jatinegara 2013 ………….. 33 Tabel II.B.4 Data Agama yang dianut oleh Masyarakat

Kelurahan Jatinegara 2013 ……….. 34 Tabel II.B.5 Data Fasilitas Peribadatan 2013 ….………. 34 Tabel II.B.6 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Tamatan/Lulusan SD,

SMP, SMA dan Banyaknya Sekolahan Kelurahan Jatinegara 2013 ………..……… 35 Tabel II.B.7 Sarana Kesehatan di Wilayah Kelurahan Jatinegara 2013 …... 36 Tabel II.C.1 Karakteristik Pemulung Berdasarkan Usia, Status Perkawinan,

Jumlah Anak, Lama Bermukim Pada Masing-masing Lapak Dan Pendidikannya ……….…….… 38 Tabel II.C.2 Nama-nama Informan kelompok lapak I ………..… 39 Tabel II.C.3 Nama-nama Informan kelompok lapak II ……… 41


(12)

viii

Tabel II.C.4 Perbandingan harga hasil barang pulungan antara kelompok pemilik lahan dengan penyewa lahan………...… 44

DAFTAR GAMBAR Gambar II.A.1

Gambar II.A.1 Peta Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur ……… 26


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini memfokuskan penelitian pada hubungan sosial antara ketua dengan anggota kelompok di kalangan pemulung. Hubungan social diantara ketua dan anggota kelompok pemulung ini dilandaskan oleh hubungan patron-klien. Patron dalam penelitian ini adalah sesorang yang yang memiliki wewenang, pengaruh, kedudukan dan kekuasaan tertinggi dibanding klien dalam mengatur segala urusan usaha pemulungan di lapak atau kelompok tersebut (ketua kelompok). Sedangkan klien (anggota) itu berada di bawah kedudukan patron, ia menjalankan perintah yang diberikan kepadanya oleh seorang ketua (patron), dan mengikuti aturan-aturan didalam kelompok pemulung tersebut. Hubungan sosial antara patron dan klien ini merupakan hubungan yang saling terkait antara satu sama lain. Sehingga dalam penelitian ini akan menjelaskan bagaimana cara terbentuknya hubungan patron-klien ini dan apa saja bentuk-bentuk hubungan patron-klien di kalangan pemulung.

Salah satu kondisi yang memprihatinkan dari Jakarta ini adalah tingginya angka kepadatan jumlah penduduk yang tidak diimbangi oleh tingkat pertumbuhan ekonomi kota yang disebabkan oleh adanya migrasi penduduk yang tinggal didesa pindah ke kota atau yang kita kenal dengan nama urbanisasi. Kepadatan jumlah penduduk ini terjadi karena jumlah angka laju pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan rata-rata hingga 1,125% pada tiap tahunnya. Sebagaimana tabel berikut di bawah ini (Informasi Umum Penduduk DKI Jakarta 2010-2013. 2013. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Diakses pada


(14)

2

tanggal 13 Juli 2013 (http:bps.go.id/fileupload

publikasi/2013_07_08_08_02_51.pdf):

Tabel I.A.1

Penduduk DKI Jakarta Dari Tahun 2010-2013

Uraian Satuan 2010 (1) 2011

(2)

2012 (2)

2013 (2)

1. Jumlah Penduduk Ribu

orang

9.607,8 9.891,9 9.991,8 10.090,3

a. Laki-laki Ribu

orang

4.870,9 4.998,9 5.042,9 5.087,1

b. Perempuan Ribu

orang

4.736,8 4.893,0 4.948,9 5.003,2

2. Laju Pertumbuhan Penduduk

Persen 1,42 1,08 1,01 0,99

3. Rasio Jenis

Kelamin (Sex

Ratio)

Laki-laki per100 wanita

102,8 102,2 101,9 101,7

4. Kepadatan Penduduk

Penduduk/ Km2

14.506 14.935 15.085 15.234

Sumber: 1= Sensus Penduduk 2013

2= Angka Proyeksi Penduduk 2013

Peningkatan ini salah satunya disebabkan oleh urbanisasi yaitu bertambahnya perpindahan penduduk dari di desa ke kota atau Jakarta. Ada beberapa faktor yang mendorong orang desa pindah ke kota seperti; pertama, cara pandang bahwa kota (Jakarta) sebagai tempat tinggal masyarakat yang heterogen akan latar budaya dan aktivitas yang beragam (Taufiqurrahman Dhohuri 2002:72). Kedua, sebagai pusat kemajuan dan pembangunan. Dari kedua macam daya tarik kota tersebut memotivasi orang di daerah pedesaaan untuk berdatangan ke daerah perkotaan.

Selain itu, urbanisasi yang terjadi diperkotaan didorong oleh beberapa alasan yaitu; Pertama, kesempatan mendapatkan pekerjaan dan pendidikan yang lebih baik. Di banding pedesaan, kota lebih memberikan peluang untuk orang mendapatkan pekerjaaan dengan upah yang menarik danmemiliki kemungkinan kesempatan mendapatkan pendidikan di sekolah atau kursus keterampilan dibidang teknik maupun administrasi (Rahmat Bintarto 1984:33). Kedua, dalam


(15)

3

bidang pembangunan daerah perkotaan tidak sekedar sebagai tempat pemukiman para penduduk, pusat kegiatan sosial, ekonomi, politik, namun sebagai pusat penyediaan berbagai sarana fasilitas yang memajukan kehidupan manusia dalam bidang industri, perdagangan, modal, tenaga kerja dan lain sebagainya.

Ketiga, dalam bidang ekonomi. Masyarakat yang berurbanisasi ke kota karena faktor ekonomi memiliki pandangan bahwa di perkotaan itu tempat yang mudah untuk mendapatkan uang, dapat mengubah nasib kehidupan mereka menjadi lebih baik dibanding mereka bekerja di kampung (Hans-Dieter Evers 1982:58) dan pada umumnya masyarakat yang berurbanisasi ke Jakarta ini merupakan masyarakat kalangan bawah atau masyarakat miskin (baik harta, ilmu, moral maupun skill) yang tidak memiliki kedudukan yang tinggi di desanya. Sebagaimana dengan penjelasan Gunawan Sumodiningrat dalam bukunya Owin Jamasy (2004: 31) mengenai empat bentuk kemiskinan yakni:

“Kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural dan

kemiskinan kultural. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang didasarkan pada tingkatan pendapatan di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang pendapatannya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dari pendapatan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan struktural yakni kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi miskin akibat pengaruh pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakatnya, sehingga hal tersebut menyebabkan ketimpangan pada pendapatan. Serta kemiskinan kultural ini mengacu kepada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan, malas, boros, tidak kreatif meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya (Gunawan Sumodiningrat 1996:17-18).”

Sehingga kata kemiskinan ini diartikan sebagai suatu standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan seseorang yang rendah, baik yang berpengaruh langsung dengan keadaan kesehatannya, kehidupan moral maupun harga dirinya secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat


(16)

4

keadaan kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri mereka yang tergolong sebagai orang miskin (Supardi Suparlan 1995:21). Terjadinya kemiskinan tidak datang secara tiba-tiba, melainkan ada beberapa faktor penyebabnya. Beberapa aktor penyebab kemiskinan di perkotaan menurut Owin Jamasy, yaitu; pertama, kemiskinan yang disebabkan oleh tidak adanya kesempatan kerja, sehingga masyarakat miskin, baik miskin materi, skill maupun ilmu, sehingga dirinya tidak memperoleh penghasilan guna kehidupannya. Kedua, upah kerja yang minim, produktivitas yang rendah dan lain-lainnya.

Disamping itu pula, bahwa kemiskinan itu memiliki ciri-ciri identik, yaitu; kemiskinan, fisik yang lemah, kerentaan, keterisolasian dan ketidakberdayaan” (1994:23). Kemiskinan yang dimaksud oleh beliau adalah seseorang yang selalu kekurangan uang (materi) untuk membeli makanan pokok sehari-hari, termasuk juga didalamnya kekurangan sandang, dan tidak memiliki rumah yang sah milik sendiri. Fisik yang lemah berarti orang yang miskin yang tidak memiliki daya tahan terhadap penyakit, karena kurangnya gizi makanan. Kerentaan ialah orang miskin yang selalu mudah untuk mendapat masalah baik masalah penyakit maupun masalah keuangan. Keterisolasian menurutnya ialah orang miskin yang terikat dengan kehidupan mereka yang miskin sehingga mereka tidak mampu untuk mencoba sesuatu yang baru. Selain itu ketidakberdayaan berarti orang yang miskin yang tidak memiliki kemampuan untuk berkarya dan membela hak-haknya (H. S. Pulungan 1994:23-24).

Oleh karena itulah dengan adanya urbanisasi ini, penduduk yang datang ke kota tanpa di bekali oleh keahlian (skill) yang dibutuhkan ekonomi perkotaan, modal yang cukup, terpaksa mereka bekerja dengan mengandalkan fisiknya seperti, kuli bangunan, kuli supir dan lain sebagiannya. Maka hal itu akan


(17)

5

mengakibatkan peningkatan pada angka jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta.

Sama halnya tabel dibawah ini (“Beberapa Indikator Sosial Provinsi DKI Jakarta.” 2012. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2013

(http:bps.go.id/fileupload publikasi/2013_07_08_08_02_51.pdf):

Tabel 1.A.2 Jumlah Penduduk Miskin, Presentase Penduduk Miskin (Po), Garis Kemiskinan (GK), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi DKI Jakarta, Maret 2009-2012

Sumber: Diolah dari data Susenas Tahun 2012

Menurut tabel jumlah persentase penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta dari bulan Maret 2009- September 2012 diatas, mengalami kenaikan setiap tahunnya kecuali di bulan Maret 2010. Di bulan maret tahun selanjutnya 2011 mengalami kenaikan yang cukup tinggi dibanding dengan tahun yang selanjutnya (Maret 2010-Maret 2011), dari yang 3,48 persen hingga 3,75 persen. Meskipun mengalami sedikit penurunan bulan September 2011 yakni mencapai 3,64 persen, tetapi pada tahun-tahun berikutnya jumlah penduduk miskin Jakarta terus mengalami peningkatan.

Berdasarkan uraian-uraian mengenai kemiskinan, bahwasanya penduduk seperti uraian diatas, pada umumnya bekerja sebagai pemulung. Maksud pemulung dalam hal ini merupak salah satu kegiatan sektor informal yang ada di perkotaan dengan cara mengumpulkan barang-barang bekas tanpa mendapatkan upah (bayaran) dari orang-orang sekitar, namun kegiatan ini menghasilkan

Uraian Maret

2009

Maret 2010

Maret 2011

Septembe r 2011

Maret 2012

September 2012

Jumlah Penduduk Miskin (000) 323,17 312,18 363,42 355,20 363,20 366,77

Presentase Penduduk Miskin (P0) 3,62 3,48 3,75 3,64 3,69 3,70

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)

316.936 331.16 9

355.480 368.415 379.052 392.571

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 0,571 0,450 0,599 0,459 0,499 0,557


(18)

6

pendapatan yang cukup lumayan bagi mereka yang tidak memiliki ijazah; modal; dan lainnya demi menyambung hidupnya, meski pendapatan yang diperolehnya itu masih dibawah rata-rata pendapatan orang-orang yang bekerja lainnya. Pemulung ini identik dengan orang-orang miskin yang tinggal di tempat-tempat kumuh dan sebagainya, sebagaimana dengan ungkapan dari Pak Tariani, salah satu anggota kelompok lapak II:

“Mendapatkan uang dengan cara halal tapi dengan kerja yang gak terlalu berat dan gak terlalu banyak peraturan. Yang bisa kerjanya dimana-mana, gak perlu pake ijazah sekolah yang tinggi-tinggi (Wawancara Pribadi dengan Pak Tariani, 31/08/2013, 28 Tahun).”

Aktivitas pemulung ini, pada umumnya banyak dilakukan oleh orang-orang dalam berbagai usia, pendidikan, suku, agama, jenis kelamin, dan kegiatan memulung ini biasanya terjadi di berbagai tempat seperti, di pasar, sekolahan, pemukiman penduduk, pertokoan, terminal-terminal dan lain-lainnya. Keberadaan pemulung di Jakarta ini akibat dari ketidak adanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang tidak memiliki ijazah, tidak memiliki modal yang cukup serta tidak memiliki keterampilan khusus (skill) dalam memasuki dunia kerja, sehingga masyarakat tersebut bekerja sebagai pemungut dan pencari barang-barang bekas demi memenuhi kebutuhan keluarganya.

Dalam realitas adanya kalangan pemulung di perkotaan ini bukan hanya sebagai penyebab meningkatnya jumlah kemiskinan di DKI Jakarta, namun juga sebagai pahlawan bangsa yang melakukan mengurangi volume timbunan sampah-sampah yang berserakan sekaligus menjadi pemandangan buruk bagi DKI Jakarta. Timbunan-timbunan sampah tersebut mereka (kalangan pemulung) kelola sehingga menjadi barang komoditi (Sutardji 1998:20). Namun tetap saja sebagian masyarakat memandang pemulung sebagai pekerjaan yang menjijikan, terhina dan


(19)

7

lain sebagainya (memandang sebelah mata). Berikut tabel timbunan sampah dibawah ini:

Tabel I.A.3 Timbunan Sampah di Provinsi DKI Jakarta tahun 2005-2010

Tahun 2005 20006 2007 2008 2009 2010

Jumlah sampah per hari (m³/hari)

26.264 26.444 27.966 29.217 28.286 24.773

Sumber: Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta

Kedudukan kalangan pemulung di dalam penelitian ini memiliki beragam kedudukan seperti, ada yang mengatur segala urusan di suatu perlapakan (patron), sehingga memberikan pengaruh besar dalam menjalankan usaha perlapakannya, baik dalam hal pemberian upah, membuat dan menetapkan peraturan-peraturan di perlapakan tersebut dan lain-lain ( patron atau ketua kelompok). Dan adapun yang bertindak dalam menjalankan kegiatan memulung tersebut agar usaha perlapakan tersebut dapat berjalan serta mentaati segala perintah orang yang atau berkuasa dalam mengatur usaha perlapakan (klien atau anggota kelompok).

Dengan demikian hubungan patron-klien ini merupakan hubungan sosial yang terjadi antara ketua dengan anggota kelompoknya yang bersifat timbal balik, saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling ketergantungan. Walaupun di dalam hubungan ini terdapat ketimpangan dalam hasil pendapatan yang diperoleh dan rasa ketergantungan klien yang selalu mengharapkan bantuan dari patron, tetap saja mereka saling membuthkan antar satu sama lain.

Dengan demikian, dari pernyataan-pernyataan masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Hubungan Patron

Klien Dalam Kelompok Pemulung (Studi kasus kelompok pemulung di Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur).”


(20)

8

B. Pertanyaan Penelitian

Dilihat dari paparan permasalahan yang ada, maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut:

1. Bagaimana terbentuknya hubungan patron-klien dalam kelompok pemulung? 2. Apa saja bentuk-bentuk hubungan patron-klien yang terjadi dalam kelompok

pemulung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dari pernyataan dan pertanyaan yang dikemukakan sebelumnya, maka peneliti melakukan penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data deskriptif, memahami proses terbentuknya hubungan patron-klien dalam kelompok pemulung dan menganalisa sejauh mana bentuk-bentuk hubungan patron-klien yang terjadi dalam kelompok pemulung.

D. Manfaat Penelitian

Berkaitan dengan tujuan diatas, adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi; Pertama, manfaat akademik adalah dapat menambah dan memperkaya Ilmu Sosiologi dalam permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat, terutama mengenai hubungan patron-klien. Kedua, manfaat praktis yaitu menjadi tambahan informasi bagi pembahasan penelitian yang serupa di waktu mendatang dan dapat menjadi masukan bagi seluruh masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan, tidak memandang sebelah mata kalangan pemulung.

E. Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan penulisan skripsi ini, peneliti telah membaca beberapa Jurnal dan Skripsi yang terkait dengan tema yang diangkat oleh peneliti.


(21)

9

Pertama, Jurnal Nasional yang berjudul “Pemulung Dibutuhkan Sekaligus Ditelantarkan,” ditulis oleh Suci Dian Hayati pada tanggal 08 Februari 2012.

Jurnal tersebut berisi tentang penggusuran warga “Kampung Pemulung” daerah

kawasan Rawamangun oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Timur. Sebelum kampung tersebut digusur menjadi sebuah bangunan atap Flyover, terdapat sebuah keluarga yang memiliki enam anak serta ratusan warga yang tinggal disana. Mereka sejak tahun 1990 telah menjadi pemulung yang bermukim di daerah tersebut. Namun dengan adanya penggusuran paksa oleh Satpol PP tanpa diberi penggantian tempat hunian yang baru. Akhirnya sebuah keluarga bersama ratusan warga lainnya berteduh di kolong Flyover, Jalan Ahmad Yani. Hal ini dikarenakan minimnya penghasilan mereka, yang hanya cukup untuk makan dan tidak cukup untuk mengontrak rumah yang baru.

Menurut Yayat, keberadaan “Kampung Pemulung” dan kampung

-kampung illegal lainnya tidak lepas dari ketidakpedulian pemilik lahan tersebut. Lahan tanpa penjagaan, tidak terawat, terlantar, tanpa batas dan tanpa papan pengumuman yang menunjukkan identitas pemiliknya. Sehingga kondisi tersebut gampang dimanfaatkan secara illegal oleh sebagian warga pendatang yang saat tiba di Ibu Kota hanya bermodal diri saja. Ini disebabkan oleh kebutuhan lahan di Jakarta yang cukup sempit, tidak saja sebagai tempat tinggal melainkan juga sebagai tempat usaha mereka.

Didalam analisisnya, Yayat mengatakan bahwa ada tiga alasan dibalik

“Ketidak pedulian” pemerintah kota terhadap asetnya yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Jakarta Timur, dikarenakan oleh:

a. Dinas pemadam kebakaran terkait tidak memiliki “Masterplan” yang ada didalam susunan rancangan pembangunan dan perawatan untuk aset-asetnya.


(22)

10

b. Dinas pemadam kebakaran tidak memiliki anggaran untuk memanfaatkan lahan yang tidak terpakai.

c. Kemungkinan ada “Permainan-permainan,” baik oleh dinas pemilik lahan maupun pejabat lokal yang memanfaatkan kebutuhan “Warga urban” atas lahan tempat tinggal mereka selama di Ibu Kota.

Kedua, Skripsi yang berjudul “Realita, Peran dan Keberadaan Pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Benowo melalui video

documenter,” ditulis oleh Achmad Abidin, D4 Komputer Multimedia, STIKOM Surabaya. Skripsi tersebut mengenai hasil penelitian dari karya yang telah dibuatnya maka keberadaan pemulung di Daerah Benowo memunculkan suatu peran yang sangat berarti bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa profesi sebagai pemulung ini merupakan pilihan hidup yang harus dipertanggungjawabkan karena itu merupakan pilihan hidupnya. Berprofesi sebagai pemulung bukan merupakan suatu pekerjaan yang hina seperti persepsi negatif masyarakat umumnya. Hal ini dibuktikan dengan fakta yang ada bahwa pemulung mampu menghidupi keluarganya dan bahkan terdapat pemulung yang sukses dalam meniti karir yang diawali dari profesi sebagai pemulung ini.

Persepsi negatif dari sebagian masyarakat dapat sedikit diubah melalui tayangan film dokumenter. Di film tersebut ditunjukkan beberapa fakta yang terdapat di lapangan dengan harapan dapat membuat masyarakat tidak meremehkan, menghina mereka atau menganggap profesi pemulung itu sama dengan pencuri (maling).

Ketiga, Hasil penelitian sebuah Tesis yang berjudul “Pola Solidaritas


(23)

11

Santoso, Program Pasca Sarjana, Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2008. Hasil penelitian dari sebuah tesis ini berisi bahwa terdapat beberapa hal penting, diantaranya:

a. Kelompok pedagang warung angkringan di kota Ponorogo mayoritas adalah seorang pedagang pendatang dari daerah Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Sukoharjo, Solo, Klaten, Wonogiri dan Yogyakarta. Mereka mampu mengembangkan usahanya dengan ditandai oleh bertambahnya jumlah pedagang dari tahun ketahun. Hal tersebut disebabkan karena jalinan solidaritas yang kuat diantara mereka. Jalinan solidaritas yang terjadi di pedagang warung angkringan ini tidak hanya terjadi antara ketua dengan anggota kelompoknya, tetapi juga terjadi diantara sesama anggota kelompoknya, bahkan diantara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Tak hanya itu solidaritas terjadi dikalangan antara ketua kelompok dengan anggota kelompoknya membentuk pembagian kerja yang jelas, seperti ketua kelompok memiliki wewenang untuk membuat jajanan dan hasil makananyang akan dijual sendiri maupun yang akan dijual anggota kelompoknya, ketua juga membantu para anggotanya dalam mencari lokasi strategis guna membuka usaha dan lain sebagainya.

b. Solidaritas yang terjadi antara sesama kelompok berbentuk saling membantu dalam modal usaha, saling membantu jika ada acara hajatan serta saling mematuhi kesepakatan yang telah dibuat bersama. Selain itu Solidaritas yang terjadi diantara kelompok yang satu dengan yang lain dalam bentuk kesepatan penentuan lokasi usaha yang strategis, aturan pengambilan jajanan dan makanan serta saling membantu dalam acara hajatan.


(24)

12

Keempat, Skripsi yang berjudul “Strategi Pemulung dalam Memenuhi

Kebutuhan Hidup,” ditulis oleh Fauzan Abdulloh, Skripsi UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta tahun 2011. Dalam penelitian sebuah skripsi ini berisi mengenai Kehadiran pemulung memang bukan hal baru, tetapi ada perubahan mendasar dalam pola kehidupan mereka. Pemulung dengan gerobaknya yang berukuran 2x1 m sebagai alat produksi saat ini semakin marak. Mereka inilah yang disebut dengan pemulung. Pada siang hari mereka berkeliling dari satu tempat sampah ke tempat sampah lainnya. Pada malam hari mereka pulang di tempat tinggal mereka masing-masing untuk beristirahat. Situasi kemiskinan di pedesaan tersebut yang mendorong penduduk pedesaan tersebut untuk bergeser ke kota sebagai urban poor (kaum miskin kota). Pada umumnya mereka ini terjun di bidang self employed atau sering disebut dengan sektor informal, mengingat mereka juga mempunyai bobot pendidikan dan keterampilan yang rendah dan tidak memadai. Salah satu orang atau kelompok masyarakat yang dikategorikan sektor informal dalam statusnya sebagai urban poor (kaum miskin kota) adalah para pemungut sampah atau dikenal dengan sebutan pemulung. Kisah-kisah para pemulung menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseharian mereka. Untuk makan sehari-hari, kadang mereka pun harus berutang. Realitas tersebut menunjukkan bahwa hidup dan kehidupan pemulung dalam kondisi terjepit. Selain mereka bergelut dengan lingkaran kemiskinan yang dihadapi dalam kehidupannya, juga eksistensi dirinya dan pekerjaannya seringkali dihadapkan pada berbagai pelecehan. Selama ini masalah kemiskinan, terutama penyebabnya, selalu didominasi oleh dua pendekatan teoretis, yaitu kultural kemiskinan dan kemiskinan struktural. Kedua pendekatan ini sangat memengaruhi cara pandang pemerintah dan berbagai elemen masyarakat dalam upaya


(25)

13

penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Bahkan pemerintah menganggap pemulung sebagai pengganggu ketentraman masyarakat, dan mereka dianggap sebagai kelompok illegal atau tidak mempunyai ketentuan hukum, tegasnya mereka itu dianggap liar.

Untuk itu agar tidak terjadi plagiarisme peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul (studi kasus Kelompok Pemulung Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur). Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui bagaimana latar belakang terbentuknya hubungan patron-klien dalam kelompok-kelompok pemulung yang berada di daerah Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur. Baik hubungan antara pemulung lapak yang satu dengan lapak yang lain, ketua kelompok pemulung dengan anggota kelompok pemulung masing-masing lapak maupun para ketua kelompok lapak pemulung dengan anggota kelompok lapak pemulung I dan II ataupun dengan masyarakat sekitarnya, bukan meneliti penilaian masyarakat mengenai keberadaan pemulung dan bukan juga tentang strategi pemulung dalam memenuhi kebutuhannya. Selain itu lokasi dalam penelitian ini dekat dari tempat saudara saya dan tempat saya mengajar, sehingga mudah saya mendapatkan datanya.

F. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan suatu teori, yaitu:

Secara umum, teori patron-klien diilhami oleh Eric Wolf tentang hubungan patron-klien. Menurut Eric Wolf, hubungan patron-klien sebagai suatu pertukaran hubungan ikatan persahabatan yang berat sebelah antara seseorang dari status sosial ekonomi lebih tinggi (patron), yang sangat berpengaruh dalam mengatur sumber daya sendiri untuk memberikan perlindungan pada klien yang


(26)

14

membalasnya dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan kepada patron (1966:1-22).

Adapun yang menjelaskan patron klien menurut bahasa yakni, istilah patron berasal dari ungkapan bahasa Spanyol, secara etimologis berarti seseorang yang memiliki kekuasaan (power), status, wewenang atau pengaruh atau berada dalam posisi yang lebih tinggi (superior). Sedangkan klien berarti bawahan atau berada dalam posisi yang lebih rendah (inferior) dibanding patron (Sunyoto Usman 2004:132).

Dalam hal ini hubungan patron-klien tersebut terjadi sebuah ketimpangan, ketimpangan ini terjadi ketika pemberian perlindungan maupun dalam bentuk materi yang dilakukan oleh patron (posisi yang lebih tinggi) kepada klieennya tidak sebanding dengan pemberian jasa (tenaga) maupun loyalitas seorang klien kepada patronnya. Seorang patron membutuhkan tenaga klien untuk membantu menjalankan usahanya dan seorang klien juga seperti itu, ia mengharapkan pemberian bantuan-bantuan patron, jika ia sedang membutuhkannya. Walaupun didalam hubungan tersebut terdapat unsur eksploitasi ekonomi yang dilakukan patron oleh kliennya ataupun unsur pindah karena harapan yang dia harapkan dari seorang patron tidak terjadi. Sehingga bisa saja, baik seorang patron maupun kliennya pindah ke patron maupun klien lain (George Ritzer dan Douglas J. Goodman 2009:459).

Selain itu, di dalam hubungan patron-klien ini terdapat pula modal sosial. Modal sosial yang dimaksud adalah suatu sistem yang mengacu kepada hasil kepercayaan, pertukaran timbal balik, pertukaran ekonomi dan informasi serta asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya. Sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Cullen Colleta


(27)

15

dan Pengembangan Masyarakat (Fakultas Pertanian IPB) Durkheim 2000:31). Modal sosial dalam kelompok pemulung ini dapat diciptakan dari hasil kepercayaan antar sesamanya, baik antar sesama anggota kelompok ataupun sesama ketua kelompok, hubungan timbal balik yang mereka miliki serta jaringan informasi untuk menunjang kebutuhan yang mereka penuhi.

Adapun yang mengartikan modal sosial sebagai modal yang memiliki dimensi sosial berupa sumber daya yang dimiliki seseorang maupun sekelompok orang yang mengandalkan jaringan, kepercayaan dan norma-norma yang terbentuk antar kelompok yang dimilikinya. Dalam hal ini sesuai dengan

pengutipan Putnam mengenai modal sosial

(http://www.psychologymania.com/2012/12/definisi-modal-sosial.html):

Modal sosial menurut Putnam (1995) meliputi hubungan sosial berupa

jaringan, kepercayaan dan norma sosial.”

Berikut dibawah ini penjelasan mengenai jaringan, kepercayaan dan norma, yaitu (Robert M.Z. Lawang, 2004:45-70):

a. Jaringan (network). Menurut Robert M.Z. Lawang jaringan adalah hubungan kerjasama antar individu (antar orang) dalam mengatasi masalah secara efisien dan efektif. Fungsi jaringan dalam modal sosial ini sebagai media informasi terhadap keberhasilan suatu usaha produktif satu sama lain. Berdasarkan pengertian jaringan diatas, maka jaringan yang dibangun dalam penelitian ini berbentuk materi dan lahan. Fungsi jaringan di dalam penelitian ini sebagai media untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dalam kedua belah kelompok tersebut yakni kelompok pemilik lahan lapak dan kelompok penyewa lapak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Granovetter (Damsar 1997:48) memperlihatkan bahwa kuatnya suatu


(28)

16

jaringan memudahkan seseorang untuk mengetahui ketersediaan pekerjaan. Dalam hal ini, jaringan sosial juga memerankan hal penting dalam hal berurbanisasi dan pekerjaan. Jaringan tersebut merupakan ikatan antar pribadi yang mengikat para urban melalui kekerabatan, persahabatan dan komunitas asal daerah yang sama. Dan di dalam sebuah jaringan terdapat sebuah kepercayaan, kepercayaan ini guna mencapai tujuan bersama tanpa ada yang merasa dirugikan.

b. Kepercayaan (trust) ialah sebuah harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah kelompok atau komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang oleh para anggotanya. Suatu kepercayaan akan terbangun dengan sendirinya dalam suatu kelompok atau komunitas, baik antar kelompok pemulung atau pun dengan kelompok atau komunitas umum lainnya. Kepercayaan yang terjadi di dalam suatu kelompok membuat persoalan yang dimiliki tersebut dapat teratasi dan sebuah kepercayaan tersebut bersifat menguntungkan kedua belah pihak sebagai hasil dari interaksi. Sehingga inti dari kepercayaan ini terbagi menjadi tiga yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu; pertama, kepercayaan itu tercipta dalam hubungan sosial antara dua orang atau lebih; kedua, didalam kepercayaan atau rasa saling percaya mengandung sebuah harapan yang menguntung kedua belah pihak tersebut; ketiga, terciptanya kepercayaan karena adanya interaksi dan dari interaksi tersebut menghasilkan sebuah harapan. Dengan demikian bahwa kepercayaan itu terjalin dalam hubungan antar individu atau antar kedua belah yang mengandung sebuah harapan yang saling menguntungkan bagi keduanya melalui interaksi sosial. Namun tak hanya melalui interaksi sosial saja,


(29)

17

tetapi tindakan sosial dalam hubungan kepercayaan. Karena sebuah kepercayaan yang menghasilkan harapan tidak akan terwujud tanpa tindakan maupun interaksi sosial. Dalam penelitian ini, hubungan kepercayaan tercipta dalam hubungan antara pemilik lahan lapak dengan penyewa lahan lapak maupun ketua kelompok lapak masing-masing dengan anggota kelompok lapak.

c. Norma (norm). Norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan. Norma. Norma-norma sosial, menurut Alvin, dapat dikatakan sebagai patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan di dalam situasi-situasi tertentu atau yang disebut dengan kebiasaan (Rahmat Rais 2009:118). Kebiasaan inilah yang terkadang dilakukan dalam situasi-situasi tertentu. Norma itu muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan. Norma itu bersifat resiprokal, yaitu isi yang terkandung dalam norma tersebut menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak yang menjamin keuntungan dari suatu kegiatan tertentu. Serta jaringan yang tercipta sejak lama dan menguntungkan kedua belah pihak, maka akan memunculkan norma keadilan. Sehingga dengan kata lain bahwa norma dalam penelitian ini mengacu pada keuntungan timbal balik, baik antara kelompok pemilik lahan dengan kelompok penyewa lahan maupun ketua kelompok lapak dengan anggota kelompok lapak.

Dari uraian-uraian diatas, dengan kata lain hubungan patron-klien ini didasarkan atas pertukaran jasa, patron membantu berupa uang atau barang-barang sekaligus melindungi kliennya terhadap pengaruh luar dan klien membalas bantuan atau kebaikan-kebaikan dari patron (Christian Palras 1971:1), yang


(30)

18

didasarkan pada rasa kepercayaan antar keduanya, terbentuknya sebuah jaringan atau kerjasama di dalamnya dan norma-norma yang terdapat didalamnya.

Sebagaimana pula hubungan patron klien dalam penelitian ini adalah hubungan timbal balik antara atasan dan bawahan. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan atasan ialah pemilik lahan lapak maupun masing-masing ketua kelompok. Sedangkan yang dimaksud dengan bawahan adalah penyewa lahan lapak maupun anggota kelompok, baik yang bekerja maupun tinggal di lapak masing-masing lapak tersebut maupun yang hanya bekerja di masing-masing lapak tersebut.

G. Definisi Konsep dan Operasional Konsep

Konsep merupakan suatu gagasan yang dinyatakan oleh simbol atau kata. Untuk memperoleh maksud dan pengertian mengenai konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis membatasi konsep-konsep yang digunakan. Pemakaian konsep ini diperlukan untuk menuntun peneliti dalam menangani rangkaian proses penelitian yang bersangkutan serta dalam menjelaskan hasil penelitian. Adapun definisi konsep dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Patron klien adalah hubungan yang berat sebelah

2. Patron adalah seseorang yang memiliki kekuasaan, wewenang, status, pengaruh atau posisi yang lebih tinggi dari klien.Klien adalah seseorang yang memiliki kekuasaan, wewenang, status, pengaruh atau posisi yang lebih rendah dari patron.

3. Modal sosial adalah modal yang memiliki dimensi sosial berupa sumber daya yang dimiliki seseorang maupun sekelompok orang yang mengandalkan jaringan, kepercayaan dan norma-norma yang terbentuk antar kelompok yang dimilikinya.


(31)

19

4. Jaringan (Network) adalah kerjasama antar individu untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi.

5. Kepercayaan (Trust) adalah harapan yang menguntungkan kedua belah pihak sebagai hasil interaksi.

6. Norma (Norm) adalah hak dan kewajiban kedua belah pihak yang menjamin keuntungan.

Selain itu adapun operasional konsep adalah sebagaimana berikut:

Tabel I.G.1 Operasional Konsep

H. M e H .

H. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah seperangkat langkah atau cara sehingga penelitian ilmiah yang dijalankan tersusun secara sistematis dan logis guna mencapai tujuan yang hendak dicapai.

No. Konsep Dimensi Indikator

1. Patron Klien Hubungan harapan Kekuasaan

Status Wewenang

Pengaruh

Patron Atasan

Dipatuhi

Klien Bawahan

Loyalitas

Resiprositas Memberi

Menerima

Keuntungan Uang

Barang Pekerjaan sampingan

Kekeluargaan

2. Modal Sosial Jaringan (network) Kerjasama, di dalam

maupun di luar lapak. Ikatan kelompok berupa

perkumpulan arisan.

Kepercayaan (trust) Peminjaman uang


(32)

20

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena melalui pengumpulan data yang sedalam-dalamnya (Rahmat Kriyantono 2009:58), dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada dan membutuhkan waktu yang relative lama (Burhan Bungin 2001:75). Dalam penelitian kualitatif, metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen (Lexy J. Moleong 2010:5).

Pendekatan penelitian ini digunakan untuk menjelaskan tentang terbentuknya hubungan patron-klien yang terjadi dalam kedua kelompok lapak I dan lapak II dan bentuk-bentuk hubungan patron klien dalam kedua kelompok lapak tersebut.

2. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Metode studi kasus digunakan karena peneliti ingin menerangkan suatu peristiwa yang sedang terjadi. Tujuannya untuk menerangkan peristiwa bukan untuk menguji suatu variabel atau menguji suatu hipotesis.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini terdiri dari 13 orang informan, yaitu informan utama yang berkaitan secara langsung dengan permasalahan penelitian, yakni tediri atas 11 (sebelas) anggota yang terdiri atas dua kelompok pemulung yang berada di belakang pasar Pulo Jahe dan di Samping SDN Jatinegara, Rawa Badung. Kedua kelompok tersebut termasuk dalam kategori pengumpul barang-barang bekas (Pemulung) atau dikenal dengan nama lapak. Dan 2 (dua) orang ketua kelompok yang terdiri dari pemilik lahan sekaligus ketua lapak I dan penyewa lahan sekaligus ketua lapak II. Pemilihan informan utama diambil


(33)

21

dengan teknik purposive sampling dengan tujuan memperoleh data sesuai dengan permasalahan penelitian yang diteliti agar mendapatkan data sebanyak-banyaknya dan fokus pada criteria permasalahan yang diambil. Menurut Sugiyono, purposive sampling merupakan teknik penentuan subjek penelitian dengan berbagai pertimbangan tertentu (2011:229). Hal ini dimaksudkan agar nantinya data yang diperoleh tidak timpang dan sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Agar lebih jelas maka akan diuraikan sebagai berikut:

Tabel I.H.1 Nama-nama Informan Berdasarkan Usia, Status Perkawinan, Agama, Etnis dan Pendidikan

Informan Usia Status

Perkawinan

Agama Etnis Pendidikan

Kelompok I

Pemilik lahan lapak sekaligus ketua lapak kelompok I (Pak KS) Pak KS

(Suami dari ketua lapak

I )

31 Tahun

Menikah Islam Sunda, Jawa Barat

(Indramayu)

SD

Pak WN 35

Tahun

Menikah Islam Sunda, Jawa Barat

(Indramayu)

SD

Ibu MR 48

Tahun

Janda (meninggal)

Islam Jawa, Jawa Tengah

(Purwerejo)

Tidak sekolah

Pak SN 49

Tahun

Bercerai Islam Jawa, Jawa Tengah

(Magelang)

Tidak Sekolah

Ibu NT 23

Tahun

Menikah Islam Jawa, Jawa Timur

(Purbalingga)

SMP

Ibu KP 25

Tahun

Istri Islam Sunda, Jawa Barat

(Indramayu)

SD

Ibu ID 27

Tahun

Janda (di tinggal nikah)

Islam Jawa, Jawa Tengah

(Purwerejo)

Tidak Sekolah Kelompok

II

Penyewa Lahan Lapak sekaligus suami ketua lapak kelompok II (Pak AN) Pak AN (Suami Ketua lapak II) 43 Tahun

Menikah Islam Sunda, Jawa Barat

(Indramayu)

SMP

Ibu IT 20

Tahun

Menikah Islam Sunda, Jawa Barat

(Indramayu)

Tidak Lulus SD

Pak AB 35

Tahun

Menikah Islam Jawa, Jawa Tengah

(Purwerejo)

SD

Ibu TU 48

Tahun

Menikah Islam Jawa, Jawa Tengah

(Purbalingga)

Tidak sekolah

Pak TA 28

Tahun

Menikah Islam Sunda, Jawa Barat

(Indramayu)

SMP

Ibu DS 35

Tahun

Menikah Islam Jawa, Jawa Tengah

(Purwerejo)

Tidak sekolah Sumber: Wawancara langsung dengan ketua lapak I dan Ketua Lapak II


(34)

22

Oleh karena itu, jumlah subjek penelitian dalam penelitian ini 13 informan, yang terdiri dari 11 orang anggota pemulung, yang terdiri dari; 7 orang anggota kelompok lapak I dan 6 orang anggota kelompok lapak II. Dan sisanya 2 orang yang berkedudukan sebagai ketua kelompok dari tiap masing-masing lapak. Kelompok lapak pertama ini berposisi juga sebagai pemilik lahan lapak, sedangkan kelompok lapak kedua ini, selain sebagai ketua kelompok dalam lapak II juga berposisi sebagai penyewa lahan lapak.

4. Jenis Data Penelitian

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen (Lexy Moleong 2009:157). Berdasarkan hal itu, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari penelitian yang langsung dari sumber asli. Data primer yang dimaksud adalah data yang dikumpulkan melalui metode wawancara dan pengamatan langsung. Teknik yang digunakan adanal dengan pencatatan lapangan saat wawancara. Maksudnya peneliti mencatat langsung hasil wawancara yang kemudian peneliti tabulasi dengan cara melihat poin-poin penting yang mendukung untuk analisis hasil penelitian.

b. Data sekunder, merupakan data yang peneliti peroleh secara tidak langsung. Peneliti menggunakan teknik kepustakaan, yaitu mempelajari buku-buku, artikel, skripsi, tesis, serta data-data dari internet yang berhubungan dengan penelitian.


(35)

23

5. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif dilakukan setelah hasil penelitian data diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, rekaman, gambar atau foto, data-data lapangan dan pengamatan. Pengolahan data bermula dengan cara menelaah data-data yang ada kemudian data-data tersebut diabstraksi dengan cara merangkum bagian inti dari persoalan yang akan diangkat agar sesuai dengan jalurnya.

Kemudian bagian inti tersebut dikategorisasikan sambil membuat koding sehingga urutan data dapat terpola. Tahap akhir dari analisis data ini adalah pemeriksaan keabsahan data. Hal ini berguna untuk memahami kesesuaian hasil dengan masalah yang diteliti agar mempermudah dalam penyusunan data dan pelaporan dikemudian hari.

6. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penyusunan Skripsi ini dari awal sampai dengan terselesaikannya dalam bentuk laporan penelitian skripsi membutuhkan waktu dari Juni 2012 sampai dengan September 2013. Waktu ini dapat dirinci sebagai berikut; tahap pertama, yaitu proposal terhitung dari bulan Juni-Juli 2012; tahap kedua, penyusunan kerangka teori dari bulan 05 Mei-06 Juni 2013; tahap ketiga adalah penelitian lapangan dari 13 Juni- 15 Juli 2013; terakhir, tahap penyusunan laporan-laporan penelitian dari 20 Juli- 20 September 2013.

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Kota Administrasi Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta Timur, karena alasan padatnya penduduk yang tidak diimbangi dengan wilayah yang ada. Selain itu penduduk yang berada di garis kemiskinan sangat banyak dibanding Provinsi Jakarta yang lainnya. Bahkan bagi pemulung yang telah lama berada di Jakarta merupakan hal yang beragam dan makin kompleks. Sehingga adanya pemulung


(36)

24

karena sektor ekonomi formal yang masih memungkinkan dan membutuhkan ekonomi informal.


(37)

25

I. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini akan terdiri dari empat bab yang meliputi:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas pernyataan masalah, pertanyan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN SUBJEK PENELITIAN

Dalam bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum lokasi penelitian dan subjek penelitian seperti kondisi sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan agama warga Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur, serta gambaran ragam aktivitas keseharian pemulung dan profil informan.

BAB III ANALISA DATA

Sedangkan pada bab III memaparkan temuan penelitian di lapangan dengan menganalisa hasil penelitian. Bagaimana terbentuknya hubungan patron-klien dalam kelompok pemulung dan bentuk-bentuk apa saja yang terdapat dalam hubungan patron-klien didalam kelompok pemulung tersebut.

BAB IV PENUTUP

Terakhir pada bab IV yaitu bab penutup penulis menyimpulkan bab-bab sebelumnya yaitu bab I-III, serta saran dari penulis yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas agar nantinya berguna untuk kemaslahatan masyarakat pada umumnya.


(38)

26

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBJEK PENELITIAN

A. Letak Geografis dan Demografis

Pada umumnya, pembahasan dalam bab ini mengenai letak geografis, secara umum bertujuan untuk mengetahui lokasi kelurahan yang ditempati oleh kedua kelompok pemulung dalam penelitian ini. Hal ini sebagaimana yang telah tertera pada gambar peta di bawah ini:

Gambar II.A.1

Peta Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur

Berdasarkan peta diatas warna kuning merupakan Kelurahan Jatinegara. Kelurahan tersebut merupakan salah satu Kelurahan dari 7 (tujuh) Kelurahan yang ada diwilayah Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur. Kelurahan Jatinegara ini terletak di Jalan raya Bekasi Km 18, Jakarta Timur. Kelurahan ini terletak dekat terminal dan pasar Pulo Gadung serta dekat pula dengan Kawasan Industri Pulo Gadung. Selain itu Kelurahan ini dapat dikatakan sebagai kelurahan


(39)

27

yang unik, karena ⅓ area wilayah kelurahan ini adalah Pusat Industri atau yang

biasa kita sebut dengan sebutan Kawasan Industri Pulo Gadung dan merupakan sentra Mebel Kayu dan Produk Furniture lainnya atau yang dikenal dengan sebutan Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung (JIEP).

Kelurahan Jatinegara berbatasan pula dengan kelurahan lain. Disebelah utara berbatasan dengan saluran kali, Kelurahan Rawa Terate, Kecamatan Cakung. Di bagian timur berbatasan dengan saluran air kali Buaran, Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung. Di bagian Selatan berbatasan dengan rel kereta api, Kelurahan Klender, Kecamatan Duren Sawit. Serta di bagian barat berbatasan dengan Jalan raya Bekasi, Kelurahan Jatinegara Kaum, Kecamatan Pulo Gadung.

Kelurahan Jatinegara adalah salah satu kelurahan yang terletak di wilayah kecamatan Cakung kota administrasi Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta. Kelurahan Jatinegara memiliki luas 659,75 ha (hektar are) dan pada akhir April 2013 wilayah ini dihuni oleh 100,018 jiwa yang tersebar dalam 13 RW dan 160 RT, dan terdiri dari 37.813 Kepala Keluarga (KK). Dengan luas wilayah yang ada, kelurahan Jatinegara merupakan wilayah yang berpenduduk padat sehingga wilayah ini rentan tehadap berbagai gangguan keamanan ketertiban masyarakat serta masalah kesehatan, sosial dan ekonomi lainnya.

Adapun Jumlah Penduduk berdasarkan jenis kelamin, sebagaimana dalam tabel di bawah ini:

Tabel II.A.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin April 2013

Warga Negara Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

WNI 53.304 46.714

WNA - -

Jumlah 53.304 46.714

Total Keseluruhan 100.018

Sumber: Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara April 2013.


(40)

28

Berdasarkan tabel di atas, penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini mungkin terjadi karena banyak warga yang mengontrak memilih tinggal di wilayah ini selama bertahun-tahun untuk mencari nafkah sedangkan keluarganya di kampung halamannya (Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara April 2013:6). Disamping itu, ada pula data jumlah kelahiran, kematian dan lain-lainnya menurut per-Kelurahan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, hal ini guna menunjukkan, bahwa Kelurahan Jatinegaralah yang menunjukkan angka kelahiran terbesar kedua setelah Kelurahan Penggilingan. Sebagaimana dengan data di bawah ini (Cakung Dalam Angka 2012: 29):

Tabel II.A.2

Jumlah Kelahiran, Kematian, Datang Dan Pindah per-Kelurahan, Kecamatan Cakung 2011*

Sumber: Registrasi Penduduk

D= Dalam DKI Jakarta/ Inside Of Jakarta Capital City L= Luar DKI Jakarta/ Outside Of Jakarta Capital City *= Penduduk Akhir Tahun/ End Year Population Kelurahan

(Village)

Lahir/Birth Mati/Death Datang/Incoming Pindah/Moving

L (M) P (F) L+P M+F L (M) P (F) L+P M+F L (M) P (F) L+P M+F L (M) P (F) L+P M+F

Jatinegara 381 300 681 114 102 216 514 526 1.040 1.261 1.125 2.386

Penggilingan 593 577 1.170 227 182 409 735 722 1.457 1.105 1.039 2.144

Pulo Gebang 364 289 653 153 115 268 624 537 1.161 463 398 861

Ujung menteng 138 130 268 56 41 97 410 436 846 348 368 716

Cakung Timur 270 201 471 105 58 163 448 435 883 393 347 740

Cakung Barat 159 152 311 103 88 191 186 168 354 494 542 1.036

Rawa Terate 206 204 410 53 33 86 186 216 402 356 383 739


(41)

29

Tabel II.A.3

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Umur

Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

0-4 8.900 6.800 15.700

5-9 4.986 4.550 9.536

10-14 2.690 2.804 5.494

15-19 3.341 3.449 6.790

20-24 4.672 4.812 9.484

25-29 4.402 5.399 9.801

30-34 4.203 2.609 6.812

35-39 3.810 3.415 7.225

40-44 4.572 2.362 6.934

45-49 4.572 2.795 7.367

50-54 876 1.617 2.493

55-59 1.269 1.285 1.482

60-64 765 1.629 1.467

65-69 621 935 1.171

70-74 385 1.610 743

Di atas 75 124 709 241

Total 53.368 46.780 100.148

Sumber : Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara Juni 2013.

Berdasarkan klasifikasi penduduk berdasarkan umur, maka dapat disimpulkan bahwa usia produktif warga Jatinegara mencapai angka 44. 612 jiwa, sedangkan usia tidak produktif sebesar 55.536 jiwa. Data di atas menunjukkan jumlah usia produktif yang besar, namun demikian kenyataannya tidak sesuai dengan fakta yang ada di wilayah ini, terbukti dengan masih banyaknya penduduk yang berada digaris kemiskinan. Hal ini bisa jadi karena warga yang berada pada usia produktif itu sebagian besar berpendidikan rendah sehingga banyaknya penduduk yang menganggur, karena tidak memiliki pendidikan yang standar dalam zaman ini atau karena faktor kemalasan.


(42)

30

B. Kehidupan Penduduk Jatinegara di Bidang Sosial, Ekonomi, Agama, Pendidikan dan Kesehatan

Kelurahan Jatinegara ini memang memiliki tingkat keberagaman yang sangat menarik. Hal tersebut terjadi akibat bermacam-macam orang yang tinggal di wilayah ini datang dengan membawa kearifan lokal masing-masing yang berasal dari daerah asal mereka. Keheterogenan itu juga muncul dari ajaran agama, pendidikan dan kehidupan ekonomi mereka.

1. Kehidupan Penduduk Kelurahan Jatinegara di Bidang Sosial

Di bidang sosial, kelurahan Jatinegara ini mengadakan bakti sosial pada masyarakat yang kurang mampu, baik berupa kebutuhan sembako maupun bantuan keringanan biaya sekolah tiap 3 bulan sekali. Kegiatan bakti sosial ini dimaksud untuk meringankan kehidupan penduduk yang berada di sekitar kelurahan Jatinegara dan jumlah penerima bakti sosial ini berdasarkan data dari RW masing-masing. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah satu pegawai di Kelurahan Jatinegara, ketika peneliti meminta data kelurahan:

“Ya biasa Mba, disini mah kegiatan sosialnya kaya kelurahan-kelurahan yang lain, 3 bulan sekali, ngasih sembakolah, ngasih biaya sekolah bagi warga yang benar-benar miskin, nama-nama orangnya data dari

masing-masing RW (Tini Suhatini, 38 Tahun, 12 Juli 2013).”

Berikut ini data penduduk miskin Per- RW (Rumah Warga), Kelurahan Jatineagara:


(43)

31

Tabel II.B.1

Jumlah Kepala Keluarga Miskin Per-Rumah Warga (RW), Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur

Sumber: Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara April 2013.

2. Kehidupan Penduduk Kelurahan Jatinegara di Bidang Ekonomi

Kelurahan Jatinegara merupakan wilayah yang memiliki potensi perekonomian yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dengan kawasan industri dan banyaknya tempat usaha baik bergerak dibidang perdagangan maupun jasa. Untuk mengetahui jumlah sarana perekonomian yang terdapat di Kelurahan Jatinegara, dibawah ini data sarana perekonomian yang ada di Kelurahan Jatinegara:

No. RW Kepala Keluarga (KK) Miskin

(Juni- Desember 2012)

Kepala Keluarga (KK) Miskin ( Januari-Maret 2013)

1. 01 233 194

2. 02 342 320

3. 03 503 440

4. 04 197 178

5. 05 328 273

6. 06 637 590

7. 07 401 346

8. 08 518 453

9. 10 167 143

10. 11 67 40

11. 12 495 458

12. 13 158 139

13. 14 254 223


(44)

32

Tabel II.B.2

Menurut Sarana Perekonomian Yang Terdapat di Kelurahan Jatinegara 2013

No. Sarana perekonomian Jumlah Keterangan

1. Pasar resmi (Pasar Klender SS) 1 -

2. Pasar K-5 4 Pasar Pulo Jahe

(RW 05) Pasar H. Sebun

(RW 06) Pasar kaget (RW 04)

Pasar Klender

3. Pasar Swalayan 9 -

4. Toko Meubel 57 -

5 Toko Kelontong 31

6. Toko Matrial 29 -

7. Bengkel Mobil/Motor 18 -

8. Pangkalan kayu jati 45

9. Industri kecil 100 -

10. Industri sedang 150

11. Industri besar 242 -

12. Wartel 52 -

13. Panti pijat -

14. Warung 98 -

15. Pedagang K-5 275 -

Jumlah 1.111 -

Sumber: Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara April 2013.

Kawasan industri di Kelurahan Jatinegara ini terdiri dari 100 industri kecil, 150 industri sedang, dan 242 industri besar. Industri yang bergerak di bidang Meubel, bengkel mobil dan motor, pembatikan, kosmetik tradisional, pemotongan kertas dan pompa tangan termasuk kedalam industri kecil. Industri konveksi, makanan, sepeda, alat suntik garmen, bahan kimia, kosmetik, farmasi, percetakan, alat pendidikan, spare-part kendaraan bermotor, plastik, instrument musik, alat kantor, alat rumah tangga termasuk kedalam industri sedang. Sedangkan industri logam berat, elektronik, perminyakan, pipa, aluminium, perkayuan, kimia, pertanian, kabel, makanan dan minuman dalam kemasan, sabun, deterjen dan komponen kendaraaan bermotor termasuk kedalam industri besar (Data Pemerintahan Kelurahan kelurahan Jatinegara April 2013:33).


(45)

33

Dalam meningkatkan usaha ekonomi lemah di kelurahan ini diadakan pembinaaan juga diberikan pinjaman modal yang berasal dari dana PPMK bidang sosial yang disalurkan oleh lembaga masyarakat kelurahan yang berupa pinjaman dana bergulir sesuai dengan usulan TPK RW masing-masing dan diharapkan dengan adanya pinjaman tersebut dapat meningkatkan taraf hidup bagi usaha ekonomi lemah. Dibawah ini merupakan data Koperasi dan Waserda dari kelurahan Jatinegara (Data Pemerintahan Kelurahan kelurahan Jatinegara April 2013:32):

Tabel II.B.3

Koperasi dan Waserda Kelurahan Jatinegara 2013

No. Jenis Volume Keterangan

1. Koperasi serba usaha 1 Tidak aktif

2. Koperasi simpan pinjam 1 RT 1 dan RT08

3. Waserda 2 RW 03 dan RW11

4. Koperasi tahu tempe 2 RW 05 dan RW 07

5 Koperasi Naguler 1 RW 01, 02 dan 03

6. Koperasi Pasar Klender 1 RW 01

Sumber: Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara April 2013.

Selain itu sebagian besar wilayah Kelurahan Jatinegara adalah kawasan Industri yang berada dibawah naungan PT. JIEP. Dan untuk mempermudah komunikasi anatara masyarakat dengan perusahaan yang terdapat di wilayah Kelurahan Jatinegara. Maka PT. JIEP membentuk wadah yaitu Job Center untuk menampung para calon tenaga kerja khususnya warga masyarakat yang ada di sekitar perusahaan guna memberikan pelatihan serta keterampilan sehingga diharapkan para pencari kerja terutama masyarakat sekitar perusahaan memiliki keterampilan yang memadai untuk bekal mereka dalam bekerja.


(46)

34

3. Kehidupan Penduduk Kelurahan Jatinegara di Bidang Agama dan Fasilitas Peribadatan

Tabel II.B.4

Data Agama Yang Dianut Oleh Penduduk Kelurahan Jatinegara 2013

S

Sumber: Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara Mei 2013.

Berdasarkan data diatas Kelurahan Jatinegara bulan Mei 2013 mayoritas warga Jatinegara beragama Islam sebanyak 99 Persen, kristen protestan dan kristen katolik sama-sama sebanyak 2,62 persen, hindu 0,14 persen dan buddha sebanyak 0,30 persen dari jumlah penduduk yang ada (Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara bulan Mei 2013:20). Namun hal tersebut tidak menjadikan mereka saling membedakan dalam pergaulan kehidupan sehari-hari.

Selain itu di wilayah kelurahan Jatinegara ini terdapat fasilitas-fasilitas maupun sarana yang menunjang kegiatan masyarakat dalam menjalankan ibadahnya menurut kepercayaan masing-masing. Berikut data fasilitas peribadatan dan jumlah penduduk menurut pendidikan dan banyaknya bangunan sekolah yang berada di Kelurahan Jatinegara:

Tabel II.B.5

Data Fasilitas Peribadatan Kelurahan Jatinegara 2013

No. Jenis Tempat Ibadah Jumlah

1. Masjid 19

2. Musholla 57

3. Gereja 1

Jumlah 77

Sumber: Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara Mei 2013.

No. Agama yang dianut Jumlah (%)

1. Islam 94,32

2. Kristen Protestan 2,62

3. Kristen Katolik 2,62

4. Hindu 0,14

5. Budha 0,30


(47)

35

Menurut Tabel diatas, Fasilitas peribadatan yang dibangun di Kelurahan Jatinegara ini 99 persennya (%) di bangun tempat peribadatan penduduk yang menganut agama Islam, seperti Masjid dan Mushalla. Selebihnya Gereja (Data Pemerintahan Kelurahan kelurahan Jatinegara April 2013:20).

4. Kehidupan Penduduk Kelurahan Jatinegara di Bidang Pendidikan

Tabel II.B.6

Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Tamatan/Lulusan SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi dan Jumlah Sekolahan Yang Terdapat Di Kelurahan

Jatinegara 2013

No. Pendidikan Jumlah (Banyaknya

Sekolahan)

Jumlah (Banyaknya Orang)

1. SD Negeri 15 720

2. SD Swasta 5 240

3. SMP Negeri 90 1 480

4. SMP Swasta 5 351

5 MTS Swasta 7 290

3. SMU Negeri 107 1 395

4. SMK Swasta 7 350

5. SMK Negeri 1 720

6. MA Negeri 1 240

7. MA Swasta 7 480

8. PGTK Islam 2 351

Jumlah 52 3.313

Sumber: Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara Maret 2013.

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan masyarakat kelurahan Jatinegara adalah lulusan SMA/SMK yang mencapai 720 orang dan lulusan SD mencapai 720 orang. Keduanya terjadi keseimbangan (Sumber: Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara Maret 2013). Mungkin hal tersebut terjadi mungkin karena masih banyaknya keluarga penduduk yang berada di garis kemiskinan, sehingga yang berada atau terlahir dalam keluarga miskin, mereka mendapatkan pendidikan yang tidak sesuai dengan program 9 tahun milik pemerintah (Data Pemerintahan Kelurahan kelurahan Jatinegara April 2013:4). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu WT (Istri Pak KS):


(48)

36

“Saya mah gak lulus SD, Mba. Makanya anake jangan sampe kaya mamake karo bapake. Dulu mah SMP itu buat orang-orang yang mampu aja. Sekarang mah orang-orang kota saingan untuk sekolah sampe yang tinggi-tinggi (Wawancara pribadi dengan Pak KS dan Istri, 31 tahun, 01

Maret 2013).”

5. Kehidupan Penduduk Jatinegara di Bidang Kesehatan

Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya, di Kelurahan Jatinegara ini tersedia berbagai sarana. Sarana-sarana tersebut diantaranya sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana olahraga maupun sarana sosial lainnya. Berikut data sarana kesehatan yang terdapat di wilayah Kelurahan Jatinegara di bawah ini (Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara April 2013, 21):

Tabel II.A.7

Sarana Kesehatan di Wilayah Kelurahan Jatinegara 2013

No. Sarana kesehatan Jumlah

1. Puskesmas 2

2. Bidan praktek 19

3. Dokter praktek 11

4. Pos kesehatan 10

5. Rumah sakit 1

6. UPGK 6

7. Apotik 2

8. Dukun beranak 3

9. Klinik kesehatan 3

10. Klinik KB 2

Jumlah 63

Sumber: Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara bulan April 2013.

C. Profil Informan Penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah, maka peneliti memfokuskan penelitian pada tiga belas informan. Yang terdiri dari sebelas anggota kelompok dari dua pemilik lahan sekaligus ketua kelompok lapak I dan penyewa lahan sekaligus ketua kelompok lapak II, kedua kelompok ini tidak hanya menerima pulungan dari anggotanya masing-masing, melainkan pula menerima (membeli) barang-barang bekas dari masyarakat sekitar. Dan sebagian besar anggota kedua kelompok pemulung kedua lapak dalam penelitian ini, para Istri turut membantu suaminya


(49)

37

dalam mencari barang-barang pulungan guna menambah pendapatan mereka, agar dapat terpenuhi semua kebutuhan keluarganya sehari-hari. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibu NT:

“Sekarang ini kan sering hujan, jadi pendapatan berkurang. Kalo saya gak nyari, gimana buat makan besok. Kalo ngandelin bapake itu gak cukup untuk keperluan semuanya. Kalo dia dapet hasil banyak, kalo gak gimana. Anak segini kan suka minta jajan mulu. Entar kalo gak dikasih gimana, nangis terus. Tapi kan sekarang lagi musim hujan dan anake juga lagi gak enak badan (Ibu NT, 23 tahun, 15 Juni 2013).”

Sebagian besar para pemulung dalam kedua lapak tersebut memiliki pendidikan yang rendah ataupun tidak merasakan sekolah sama sekali (tidak sekolah).

Berdasarkan wawancara di lapangan menunjukkan bahwa para anggota pemulung di kedua kelompok lapak tersebut menunjukkan bahwa para pemulung tersebut berpenampilan kumuh dan kotor, sewaktu mereka mencari barang-barang bekas. Dengan beban gerobak yang mereka tarik dari tempat satu ketempat yang lain, bau busuk dari sampah serta sifat buruk (seperti mengutil) yang kadang kala dilakukan oleh beberapa pemulung mengakibatkan mereka banyak dicaci dan dipandang negatif oleh sebagian masyarakat sekitar. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu TU (salah satu anggota kelompok lapak II):

“….Senang gak senanglah kerja begini, yang penting halal buat makan. Nista dan hina sering banget didapatin, malah pernah jadi sasaran maling, karena ada warga yang kehilangan barang-barang yang ada di luar rumah mereka. (Wawancara Pribadi dengan Ibu TU, 48 Tahun, 28 Agustus 2013).”

Berikut tabel di bawah ini akan menguraikan karakteristik pemulung berdasarkan Usia, Status Perkawinan, Jumlah Anak, lama bermukim, baik yang berada di lapak tersebut maupun di gubuknya masing-masing dan pendidikan yang mereka miliki, sebagaimana yang terlihat pada tabel di bawah ini:


(50)

38

Tabel II.C.1

Karakteristik Pemulung Berdasarkan Usia, Status Perkawinan, Jumlah Anak, Lama Bermukim, Baik Yang Tinggal Di Lapak Maupun

Di Gubuknya Masing-masing dan Pendidikannya

No. Informan Usia Status

Perkawi nan

Jumlah Anak Lama

Bermukim

Pendidikan

I Kelompok

I

Ketua Kelompok Lapak I dan Pemilik lahan lapak (Ibu WT, Istri Pak KS)

1 Pak KS 31

Tahun

Menikah 1 (SD) 6 Tahun SD

2 Pak WN

(adik Pak KS)

35 Tahun

Menikah 1 (SMP Kelas VII) 10Tahun SMP

3 Ibu MR 48

Tahun

Janda (meningg

al)

5 (3 Perempuan, 1 laki-laki dan sisanya

sudah pada pindah/ tidak tinggal disitu).

5Tahun Tidak

sekolah

4 Pak SN 49

Tahun

Bercerai 2 (20Tahun dan 15 Tahun)

1Tahun SD

5 Ibu NT 23

Tahun

Menikah 1 (20 Tahun) 5Tahun SD

6 Ibu KP 25

Tahun

Menikah 1 (1 Tahun) 2Tahun SMP

7 Ibu ID

(anak ke 3Ibu MR) 27 Tahun Janda (di tinggal nikah)

2 (1 dan 7 Tahun) 5Tahun SD

II Kelompok II

Ketua Kelompok Lapak II Sekaligus Penyewa Lahan Lapak (Ibu HW, Istri Pak AN)

1. Pak AN

(Bos )

43 Tahun

Menikah SMP 10Tahun SMP

2. Ibu IT 20

Tahun

Menikah Belum punya anak 3Tahun Tidak Lulus

SD

3. Ibu DS 35Tah

un

Menikah 2 (9 Bulan dan 4 Tahun)

12Tahun Tidak

sekolah

4. Ibu TU 48

Tahun

Menikah 3 (salah satu anaknya kerja sebagai pemulung

dan tinggal bersamanya)

3Tahun Tidak

sekolah

5. Pak TA 28

tahun

Belum menikah

- 2Tahun SMP

6. Pak AB 35

tahun

Menikah 2 (1 Tahun dan 6 Tahun)

9Tahun SD


(51)

39

TABEL II.C.2

Nama-nama Informan Kelompok lapak I beserta Keterangan

No Nama-nama

Informan

Keterangan 1. Pak KS Suami ketua kelompok lapak I, tinggal di lapak.

2. Pak WN Adik suaminya ketua kelompok lapak I, tinggal di lapak.

3. Ibu MR Orang tuanya Istri dari kakak suaminya ketua kelompok lapak I, tinggal di lapak.

4. Pak SN Tinggal di lapak.

5. Ibu NT Tinggal di lapak.

6. Ibu KP Istri dari sepupunya ketua kelompok lapak I, tinggal di lapak.

7. Ibu ID Adik perempuannya Istri dari kakak suaminya ketua kelompok lapak I, tinggal di lapak.

Sumber Wawancara Pribadi dengan suami ketua kelompok lapak I (Pak KS), 01 Maret 2013)

TABEL II.C.3

Nama-nama Informan Kelompok Lapak II beserta Keterangan

No. Nama Keterangan

1. Pak AN Suami ketua kelompok lapak II, tinggal di lapak

2. Ibu IT Keponakan dari suami ketua kelompok lapak II, tinggal di

lapak

3. Pak AB Kerja di lapak II, tinggal di gubuknya sendiri

4. Ibu TU Kerja di lapak II, tinggal di gubuknya sendiri

5. Pak TA Sepupu dari suami ketua kelompok lapak II

6. Ibu DS Kerja di lapak II, tinggal di gubuknya sendiri

Sumber: Wawancara Pribadi dengan suami ketua kelompok lapak II (Ibu Wat, Istri Pak KS), 03 Maret 2013)

Lapak kelompok pemulung yang pertama ini berada di belakang pasar Pulo Jahe. Kelompok tersebut berukuran 16 m², berbentuk persegi. Di dalam lapak kelompok pemulung yang pertama ini terdapat sepuluh gubuk, satu gubuk yang berada khusus buat bujangan, dua gubuk yang berada di bagian kanan, satu gubuk yang berada di kiri, tujuh gubuk yang berada sejajar dan suatu ruangan yang kecil hanya bertutupan seng untuk kamar mandi dan di belakang lapak ini masih ada kebun kosong yang mereka buat untuk WC umum. Masing-masing gubuk tersebut terkadang di dalamnya berisi 2-3 keluarga. Jumlah penghuni lapak ini berjumlah 15 – 20 keluarga. Hanya 1 keluarga saja yang tinggal dan bekerja sebagai pengamen, 12 orang telah bekeluarga dan sisanya 2 orang bujangan


(52)

40

(belum bekeluarga) yang tinggal sekaligus bekerja di lapak tersebut dan di lapak ini setiap anggota pemulung yang mencari barang-barang bekas diberikan masing-masing gerobak, satu alat pencungkil (ganco) dan 3 karung bekas untuk menempati hasil dari mereka mulung oleh ketua lapak pertama ini. Lapak kelompok pemulung pertama ini dibangun sejak 2008. Lahan lapak pertama ini sebelumnya adalah lahan kosong kepunyaan warga penduduk Jakarta yang tinggal di Penggilingan, namun saat ini keluarga pemilik lahan tersebut sudah pindah di daerah Bogor. Ketua lapak kelompok pertama itu mendapatkan informasi dari orang satu kampung mengenai lahan ini ingin di jual cepat karena kebutuhan mendesak dari keluarga pemilik lahan tersebut.

Menurut penuturan yang dikemukakan ketua kelompok pertama ini (Ibu Wat, Istri Pak KS) ia membeli lahan tanpa surat seharga 100.000.000,- secara kredit. Dia telah membayar uang muka 15.000.000,-. Namun dia diperbolehkan membayar angsurannya 5.000.000/tahun selama 20 tahun. Angsuran pertama ia bayar dari uang hasil jual warisan tanah di kampung kepunyaan Istrinya dan uang pinjaman dari Kakak dari Istrinya (Ibu Watiah, Istri Pak KS).

Sementara Lapak kelompok pemulung yang kedua ini berada di Rawa Badung, samping SDN Jatinegara, Cakung. Kelompok ini berukuran 20m² yang berbentuk persegi panjang, kanan dan kiri dibangun gubuk-gubuk kecil, di tengah-tengah gubuk tersebut dikasih jalan untuk umum, di pinggir kiri lapak tersebut terdapat sawah kepunyaan orang lain dan di pinggir kanannya terdapat kali yang cukup besar secara kontrak. Di lapak tersebut terdapat 10 gubuk, terdiri dari 6 gubuk di bawah, 1 gubuk diatas dan 3 gubuk punya pemilik yang hanya bekerja atau menimbang barang pulungannya di lapak itu. Jumlah penghuni di lapak II ini baik yang tinggal sekaligus kerja di lapak tersebut maupun yang hanya kerja


(53)

41

(menjual atau menimbang barang-barang hasil pulungannya ke lapak tersebut) berjumlah 20 – 25 keluarga. 1 orang bujangan, 3 orang duda berusia tua, 13 orang telah bekeluarga yang tinggal sekaligus kerja di lapak tersebut serta 3 keluarga yang hanya bekerja saja di lapak tersebut. Kadang di dalam gubuk-gubuk tersebut terdapat 2 – 3 keluarga. Di lapak kelompok pemulung yang kedua ini hanya diberikan alat pencungkil sampah (ganco) dan karung-karung bekas. Lapak kelompok pemulung kedua ini dibangun sejak 2003. Lahan lapak kedua ini sebelumnya adalah kontrak dari warga asli Jakarta yang tinggal di Penggilingan, namun saat ini keluarga pemilik lahan sekaligus pemilik lahan lapak di kelompok pertama tersebut sudah pindah di daerah Bogor. Namun, sayangnya dia tidak memiliki modal banyak untuk membeli lahan tersebut. Akhirnya pada saat keluarga Pak KS membeli lahan tersebut (lahan lapak kelompok pertama dan kedua), ia akhirnya membayar uang sewa ke Pak KS. Sebelum lahan tersebut dibeli oleh Pak KS, ia bayar sewaan lahan tersebut seharga 50.000, namun saat lahan tersebut sudah dibeli Pak KS, mengalami kenaikkan harga sewaan lahan menjadi Rp100.000,-/bulan. Namun, saat ini seiring dengan harga-harga kebutuhan pokok yang melunjak, harga sewaan tersebut juga mengalami kelunjakan sampai Rp200.000,-/ bulan.

Sebagian besar keluarga yang diwawancarai adalah keluarga yang sudah menetap di Jatinegara selama bertahun-tahun, pindahan dari suatu tempat maupun dari kampung. Baik itu angota pemulung yang tinggal dilapak itu dan bekerja disitu, tinggal dilapak tersebut namun tidak bekerja di lapak tersebut maupun anggota pemulung yang tidak tinggal disitu namun bekerja di lapak tersebut. Selain itu dalam satu keluarga pemulung yang tinggal di lapak tersebut tidak semua bekerja namun hanya beberapa saja. Salah satu kekhasan lapak-lapak


(54)

42

kedua ini adalah menerima barang-barang bekas dari warga sekitar lapak tersebut dan sebagian besar bagi para istri di kedua lapak ini juga ikut memulung untuk membantu ekonomi keluarganya maupun ikut membantu menyortir hasil barang pulungan suaminya dan bagi para istri yang tidak memiliki suami (janda) mereka ikut membantu menyortir barang pulungan hasil dari ibu mereka.

Dengan kata lain pemulung dapat diartikan sebagai orang yang bekerja mengumpulkan barang-barang bekas yang sudah tidak layak lagi terpakai dengan membawa peralatan, seperti: Ganco, karung maupun gerobak sampah. Setelah itu para pemulung tersebut menjualnya ke bos mereka masing-masing. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu MT (Istri Pak WN):

“Setelah dapat hasil mulungnya, saya lapor ke WT, lalu dikasih surat penanda karung saya, terus sorenya ditimbang dan langsung dibayar mba. Kalo gak dibayar, makannya besok apa (Wawancara Pribadi dengan Ibu Mastari, Istri Pak WN, 32 tahun, 13Juni 2013).”

Tabel II.C.4

Perbandingan Harga Hasil Barang Pulungan Antara Kelompok Pemilik Lahan dengan Penyewa Lahan (Kelompok lapak I dengan Kelompok Lapak II)

No. Jenis barang pulungan Harga perkilo (Rp)

Lapak Ibu WT Lapak Ibu HW

1 Kardus bekas 1.300 1.000

2 Kertas putih 2.000 1.000

3 Koran 1.500 1.000

4 Majalah 1.000 1.000

5 Bekas gelas air Aqua 7.500 7.000

6 Bekas gelas air warna 5.000 3.000

7 Bekas botol air mineral 2.000 3.000

8 Tutup botol air mineral 3.000 -

9 Plastik yang bunyi 500 1.500

10 Plastik yang tidak bunyi 1.000 1.000

11 Bekas botol kecap 300 500

12 Bekas botol bir 500 1.000

13 Kaleng 1.200 1.500

14 Besi, tembaga, aluminium 2.500 2.500


(1)

9. Para Informan di lapak I sedang bersantai, bercanda dan mengobrol bersama

1. Gambaran lingkungan kelompok lapak I


(2)

B. Foto-Foto Kelompok Pemulung Lapak II

1. Gambaran tempat tinggal ketua kelompok lapak II (Pak AN)

2. Gambaran samping tempat tinggal ketua lapak II yang digunakan untuk menaruh barang-barang bekas hasil pulungan anggotanya


(3)

3. Salah satu Informan (Suami Ibu IT) anggota kelompok lapak II sedang menyortir barang pulungan


(4)

4. Gambaran hasil pulungan kelompok lapak II

5. Lokasi tempat tinggal Ibu TU dan Suami


(5)

6. Para informan (Pak AB dan Istri, Ibu DS, Ibu IT dan Istri Pak AN (Ibu HW) sedang asyik mengobrol dan santai bareng


(6)

7. Gambaran lingkungan kelompok lapak II

8. Salah satu anggota kelompok pemulung lapak II yang amati (Pak AB), sedang mencari pulungan dari satu tempat ke tempat lain dengan membawa gerobak , yang saya amati (salah hasil observasi)