Ekonomi Pendekatan Partisipatif Dalam Perencanaan Konservasi Lingkungan Di Dta Danau Toba

Jurnal Wawasan, Oktober 2005, Volume 11, Nomor 2 lapisan atas top soil dan gambut untuk tujuan tertentu. Umumnya tanah di DTA Danau Toba masih muda, struktur lemah yang didominasi oleh tekstur kasar dan erodibilitas tinggi. Kegi- atan manusia yang intensif di tanah hutan maupun di lahan pertanian, curah hujan tinggi, erodibilitas tanah tinggi, terjal, dan lerengnya panjang, penutupan lahan kurang mengakibatkan degradasi lahan di daerah ini berlangsung cepat. Lahan yang mempunyai nilai tingkat bahaya erosi TBE dengan katagori bahaya sampai sangat bahaya seluas 129.424 ha dengan rata-rata potensi kehilangan tanah mencapai 330 tonhatahun Siregar, 1998. Dengan erosi yang demikian besar kerusakan tanah cepat berlangsung sehingga perlu segera ditanggulangi antara lain dengan mengendalikan erosi permukaan, erosi parit dan tanah longsor. Perairan Danau Toba dimanfaatkan untuk usaha perikanan air tawar, industri, irigasi, pariwisata, air bersih, sumber energi dan juga transportasi. Pencemaran yang terjadi di Danau Toba berasal dari pemukiman, kawasan pariwisata, kegiatan pertanian, residu dari alat transportasi dan sedimentasi. Di beberapa tempat, kualitas air Danau Toba menurun karena tingginya konsentrasi BOD, COD dan E. Coli, seperti di Parapat, Tomok, Pangururan, dan Balige Siregar 1997. Umumnya limbah cair dari pemukiman, kawasan pariwisata dan lainnya mengalir masuk ke Danau Toba tanpa ada pengolahan limbah. Berbagai masalah dan persoalan yang berkaitan dengan Danau Toba muncul, seperti berkurangnya penutupan hutan sehingga terganggu fungsi hidrologis, nilai TBE tinggi dan menurunnya kualitas air Danau Toba akibat limbah dan material yang terbawa arus masuk ke dalam Danau Toba. Menurunnya kualitas lingkungan tersebut akan mengancam kelestarian DTA – Danau Toba. PEMBAHASAN Masalah dan Penanggulangannya 1. Biofisik Daerah Tangkapan Air Danau Toba merupakan dataran tinggi Toba sebagai hasil dari letusan gunung selama zaman Pleocene sampai awal zaman Pleisticne, sehingga tanahnya merupakan bahan vulkanik yang mudah tererosi. Formasi geologi dari DTA Danau Toba terdiri dari formasi pre-tersier, formasi tersier, formasi kwarter, formasi aluvial kwarter dan breksi liparit serta trachit kwarsa. Pada daerah yang miring di tepi danau, sebagian besar arealnya sudah ditumbuhi alang-alang dan sanggar serta tanaman tusam yang tumbuh secara terpencar- pencar. Sebagian besar areal merupakan hutan lindung yang sudah kosong. Areal ini biasanya terbakar setiap musim kemarau dan masyarakat kurang antusias memadamkan api tersebut karena kurang merasa ikut memiliki kegiatan yang ada di lahan tersebut dan masyarakat juga tidak merasa jelas untungnya kalau daerah tersebut tidak terbakar. Selanjutnya bentuk lapangan merupakan cekungan dan danau merupakan titik terendah. Karena bentuknya yang merupakan cekungan ke arah danau maka sebagian aliran air termasuk limbah rumah tangga masuk ke danau. Menurut Oldeman dalam Darwis dan Las 1978 zona agroklimat DTA Danau Toba dapat dibagi sebagai berikut: a. C1 yang berarti bulan basah 5-6 bulan dan bulan kering kurang dari dua bulan berada di sebelah selatan bagian timur Danau Toba. b. C2 yang berarti bulan basah 5-6 bulan dan bulan kering 2-3 bulan berada sebelah se- latan yang dekat ke Danau Toba, sebelah selatan P. Samosir dan di daratan sebelah Timur antara Sionggang Selatan - Sirungkungon. c. D2 yang berarti bulan basah 3-4 bulan dan bulan kering 2-3 bulan berada sebelah barat dan Utara Danau Toba dan bagian tengah selatan P.Samosir. d. E2 yang berarti bulan basah kurang dari tiga bulan dan bulan kering 2-3 bulan berada di sebelah Utara P.Samosir dan sebelah tepi barat sampai utara Danau Toba.

2. Ekonomi

Daerah DTA Danau Toba yang dekat dengan danau sebagian besar tanahnya berbatu-batu dan dulunya merupakan penghasil bawang merah yang berkualitas baik, tetapi sejak dua tahun belakangan ini tanaman bawang merah tidak dapat diusahakan lagi karena adanya serangan penyakit yang belum dapat ditanggulangi sampai saat ini. Sebagai penggantinya masyarakat mulai mengusahakan tanaman buah-buahan seperti 48 Simanihuruk, Pendekatan Partisipatif… mangga, adpokat dan kemiri. Yang menjadi masalah adalah adanya angin kencang pada bulan Mei dan Juni akan menggugurkan bunga tanaman yang berbunga pada saat itu, sehingga tidak akan terjadi buah sama sekali. Atas pertimbangan itu maka masyarakat mengharapkan agar para peneliti mencarikan cara merubah musim berbunga tanaman buah- buahan ke bulan-bulan yang tidak ada angin kencangnya. Sebaliknya tanah di bagian atas plato umumnya relatif subur dan dapat ditanami tanaman sayuran dataran tinggi dan buah- buahan. Pada akhir-akhir ini tanaman kopi khususnya kopi ateng berkembang secara pesat. Yang menjadi persoalan adalah fluktuasi harga produksi tanaman sayur dan kopi yang sangat besar. Sebagai contoh pada saat ini harga kopi glondong di Sumbul Dairi berkisar antara Rp 3.000 – Rp 3.500kg, sedang kopi biji kering di Siborong-Borong berkisar antara Rp 4.000 – Rp 4.500kg. Cabai di Sumbul Dairi hanya mencapai Rp 1.000kg. Sedang harga kol di Tanah Karo hanya mencapai Rp 200kg dan Sribudolok Rp 150kg. Kegiatan untuk menumbuhkan minat berusaha khususnya di bidang “usaha kecil industri pengolahan” yang berbasis hasil pertanian setempat seperti kopi , ubi kayu , jagung dan sayuran masih sangat jarang dilakukan oleh mayoritas penduduk. Pada umumnya penduduk lebih senang dengan menjual secara langsung hasil bumi mereka , hal ini berakibat berkurangnya nilai tambah yang diterima para petani. Dari hasil wawan- cara pada saat investigasi tambahan di lapangan ternyata ditemui beberapa permasala- han sebagai berikut. a. Kurangnya informasi mengenai jenis- jenis usaha industri yang layak untuk dikembangkan. b. Terbatasnya permodalan, terutama modal yang mudah diakses oleh penduduk dan murah . Saat ini cara memperoleh modal yang mudah adalah menghubungi rentenir dan pengijon yang mengenakan bunga sangat tinggi , sehingga tidak layak untuk menjadi modal usaha. Sebaliknya meskipun suku bunga cukup rendah, pihak perbankan masih belum tertarik untuk memberikan permodalan kepada mereka karena risiko tinggi dan tidak ada jaminan. c. Pasar yang tidak menjamin bahwa hasil industri yang diproduksi mereka laku untuk dijual. Bidang pariwisata merupakan sektor yang dapat meningkatkan pendapatan penduduk setempat. Berbagai obyek pariwisata yang menarik sangat layak dan potensial untuk dikembangkan di wilayah DTA Danau Toba. Tetapi sektor ini juga banyak menghadapi permasalahan antara lain: a. Sarana dan prasarana menuju ke obyek wisata kurang memadai. b. Kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan kawasan wisata kurang. c. Kurangnya promosi secara berkelanjutan. d. Tidak adanya acara yang terjadwal dan atraksi yang menarik. e. Kurangnya dana untuk mengembangkan sektor kepariwisataan.

3. Sosial Budaya