Pemberdayaan Keluarga dan Masyarakat

1984 yang dikutip oleh Notoadmotjo 2005: 24, strategi promosi kesehatan secara global terdiri dari 3 hal yaitu advokasi advocacy, dukungan sosial social support, dan pem romosi kesehatan yang ditujukan kepada t berdayaan masyarakat empowerment. Pemberdayaan adalah upaya meningkatkan kemampuan kelompok sasaran sehingga kelompok sasaran mampu mengambil tindakan tepat atas berbagai permasalahan yang dialami Notoatmodjo, 2005: 254. Sasaran utama pemberdayaan adalah masyarakat yang terpinggirkan, termasuk kaum perempuan, karena kaum perempuan adalah orang yang paling menentukan dalam pola asuh dan pola pemberian makanan pada anak. Pemberdayaan adalah strategi p masyarakat langsung. Tujuan pemberdayaan adalah membantu masyarakat memperoleh kemampuan untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan yang terkait dengan diri mereka. Pemberdayaan dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan kemampuannya. Bentuk pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan, antara lain: penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan masyaraka Notoadmotjo, 2005: 255. Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat merupakan proses pengorganisasian masyarakat yang dimulai dari mengidentifikasi masalah yang dihadapi di masyarakat, kemudian menyusun urutan prioritas masalah. Setelah prioritas masalah diperoleh, lalu masyarakat mengupayakan untuk mencari sumber daya, baik yang ada di masyarakat itu sendiri maupun di luar lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Sumberdaya tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah yang ada melalui tindakan-tindakan yang diperlukan dengan cara kerjasama engan anggota masyarakat lainnya. Jadi pada dasarnya penggerakan dan t adalah suatu proses kegiatan masyarakat yang bersifat etempat yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahtera elalui emberian pengalaman belajar dan secara bertahap dikembangkan pendekatan yang ersifat patif dalam bentuk an wewenang peran ang sem esar kepada masyaraka Proses pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk ikan potensi yang sudah dimiliki sendiri an emberdayaan masyarakat titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya asyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka endiri. ntuk m t dan m u melepaskan diri dari perangkap kemiskinan n Setiana, 2005: 6. Penanggulangan gizi buruk yang menggunakan strategi pemberdayaan akan lebih m d pemberdayaan masyaraka s an masyarakat m p b partisi akin b pendelegasi t. dan pemberian y mengaktualisas oleh masyarakat. Pendekat p m s Masyarakat mampu u eningkatkan harka artabat serta mamp dan keterbelakanga emampukan masyarakat untuk dapat berupaya mengatasi masalah yang ada, dengan pemberdayaan akan meningkatkan kemandirian keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan dan gizi, sehingga masyarakat dapat memberikan andil dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Semua ini dapat terwujud dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat dalam bidang kesehatan dan gizi, meningkatnya kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatannya sendiri, meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyar Gambar 2.2. Kerangka Pikir Kerangka pikir penyebab balita gizi buruk ini ditulis berdasarkan asumsi- asumsi yang terbangun dari beberapa literatur-literatur kepustakaan yang saya baca sebelum melakukan penelitian. Balita mengalami gizi buruk disebabkan infeksi dan kurangnya asupan zat gizi. Kurangnya asupan zat gizi ini disebabkan oleh pola pengasuhan ibu. Sedangkan keberhasilan program penanggulangan gizi buruk yang akat, dan terwujudnya pelembagaan upaya kesehatan masyarakat di tingkat lapangan Depkes RI, 2007: 2.

2.5. Kerangka Pikir

Balita Menderita Gizi Buruk Kurangnya Gizi Asupan Zat Pola Ibu Pengasuhan PenyakitInfeksi Program Penanggulangan Gizi Buruk Sentralisasitop down Promosi Program Petugas Kesehatan dilakukan pemerintah, berkaitan dengan petugas kesehatan, promosi program dan sentralisasi program yang di Setelah pelaksanaan penelitian di lapangan, kerangka pikir ini mengalami emukan beberapa sebab-sebab dekat yang saling berkaitan dengan uan-temuan tersebut maka s buat secara ’top down’. beberapa perubahan. Dit sebab-sebab jauh sehingga balita mengalami gizi buruk. Temuan-temuan ini memberikan suatu rangkaian yang lebih terperinci mengenai penyebab balita menderita gizi buruk, terutama yang berkaitan dengan pola pengasuhan ibu. Begitu juga dengan penanggulangan gizi buruk yang dilakukan keluarga balita dan juga yang dilakukan oleh pemerintah, lebih memberikan gambaran mengapa permasalahan gizi buruk sampai saat ini tidak dapat dituntaskan. Berdasarkan tem aya mencoba membangun suatu kerangka pikir yang baru, yang dapat dilihat pada BAB 7.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi menaruh minat pada ‘dunia kehidupan life world’ pribadi individu dan kelompok, serta bagaimana life world tersebut n, serta komunikasi mereka Daymon, 2001: 218. Pendek sus gizi buruk dan upaya penanggulangan yang telah dilakuk dialokasi PMT-P untuk 12 orang balita penderita gizi buruk. mempengaruhi motif, tindaka atan fenomenologi untuk melihat bahwa kenyataan bukanlah seperti apa yang tampak, tetapi kenyataan ada di masing-masing kepala individu. Pendekatan fenomenologi akan membantu untuk memasuki sudut pandang orang lain, dan berupaya memahami bagaimana mereka menjalani hidupnya dengan cara tertentu, serta pemahaman bahwa realitas masing-masing individu itu berbeda. Dalam penelitian ini, fenomena yang ingin digali adalah faktor-faktor penyebab terjadinya ka an.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas, karena sampai saat ini pada wilayah ini masih ditemukan balita penderita gizi buruk. Dan pada tahun 2008 telah Selain itu, wilayah ini sangat dipahami oleh peneliti, sehingga akan memudahkan untuk melakukan pengamatan observasi dan wawancara mendalam indept 3.3. enderita gizi buruk tersebut dan orang- orang terdekat yang turut serta membantu dalam pengasuhan balita tersebut. Selain a adalah orang-orang yang dapat menjelaskan dan m h interview mengenai faktor mendasar penyebab terjadinya gizi buruk dan langkah-langkah penanggulangan yang telah dilakukan. Pelaksanaan penelitian ini telah berlangsung sejak Januari 2009 sampai dengan Maret 2009. Pemilihan Informan Ada 12 orang balita penderita gizi buruk yang mendapat PMT-P 4 di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam, dan yang menjadi subjek penelitian adalah sebanyak 5 orang dari 4 kelurahandesa, dan seorang balita yang belum mendapat PMT-P dari kelurahan lainnya. Jadi ada 6 balita seluruhnya. Penelitian kualitatif menuntut suatu penggalian informasi yang mendalam berkaitan dengan objek atau permasalahan penelitian, oleh sebab itu tidak memungkinkan untuk mengambil subjek penelitian dengan jumlah banyak. Informan adalah orang tua dari balita p orang tua balita, informan selanjutny emberi keterangan atas pertanyaan-pertanyaan yang terus berkembang di lapangan. Jadi tidak menutup kemungkinan akan terus bertambahnya jumlah 4 PMT-P diberikan untuk balita usia 12-59 bulan yang mengalami gizi buruk. informan, sesuai kebutuhan-kebutuhan akan informasi lanjutan untuk melengkapi data yang ada. Pada saat melakukan penelitian, yang menjadi informan pertama sekali adalah ibu dari subjek penelitian balita penderita gizi buruk. Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan dengan ibu balita, juga pengamatan terhadap balita itu sendiri, serta berdasarkan ‘field note’ dan analisis yang terus berlangsung, maka informan lanjutan terus bertambah sesuai dengan kebutuhan data penelitian. Informan lanjutan tersebut adalah kader Posyandu, petugas kesehatan, kakak balita, tetangga, atau orang-orang yang ada di sekitar balita, baik yang didatangi secara engetahui perkembangan dari subjek penelitian. Walaupun begitu, rvasi dilakukan sengaja atau orang-orang yang ikut ‘nimbrung’ secara tidak sengaja ketika berlangsungnya wawancara mendalam ataupun pengamatan. Orang-orang yang secara tidak sengaja ‘ambil bagian dalam wawancara’ ini tetap merupakan orang- orang terdekat dan m selama penelitian berlangsung proses analisis tetap saya lakukan, sehingga terjadi pemilahan data yang layak atau tidak layak untuk berperan serta dalam proses menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi. Wawancara dilakukan terhadap informan dengan mendatangi informan ke tempat tinggalnya. Obse terhadap subjek penelitian yang berkaitan dengan tingkah laku dan segala tindakan ataupun perlakuan yang diterimanya. Uji keabsahan data dilakukan dengan tehnik triangulasi data. Peneliti akan memastikan bahwa catatan harian wawancara dengan informan dan catatan harian observasi telah terhimpun. Kemudian dilakukan uji silang terhadap materi catatan- catatan harian, untuk memastikan tidak ada informasi yang bertentangan antara catatan harian wawancara dan catatan harian observasi. Jika ada perbedaan informasi atau informasi tidak relevan, peneliti akan menelusuri sumber perbedaan tersebut dan engon n data yaitu alat tulis, ‘note b gga sangat rentan terhada dalam memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan. m firmasi perbedaan tersebut pada informan dan sumber-sumber lainnya. Proses trianggulasi dilakukan terus-menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan-perbedaan, dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada informan Bungin, 2007: 252. Alat bantu yang digunakan dalam proses pengumpula ook’ dan kamera. Data hasil pengamatan dan wawancara umumnya langsung saya tulis di tempat penelitian dalam bentuk tulisan-tulisan singkat. Tulisan-tulisan singkat ini kemudian dikembangkan ke dalam bentuk ‘field note’ yang lebih rinci dan lengkap. Ada juga yang ditulis setelah berlalu sekian lama, sehin p kemungkinan untuk terlupakan. Alat perekam tidak saya gunakan dalam pengumpulan data, untuk menghindarkan kecemasan atau kecanggungan informan Data primer yang pertama ingin diketahui adalah data asupan zat gizi balita walaupun tetap tidak mengesampingkan data-data lain. Metode yang digunakan untuk m n juga penimbangan terhadap beberapa makana nsumsi balita pada jam-jam emperoleh data asupan zat gizi balita yaitu gabungan metode ‘food recall’ 5 dan pengamatan terhadap makanan yang dimakan oleh balita-balita tersebut. Pengamatan terhadap makanan yang dimaksud di sini adalah saya melihat secara langsung makanan yang dikonsumsi balita dan mencatat jumlah makanan yang dimakan. Jika memungkinkan, dilakuka n tertentu. Dalam melakukan pengamatan terhadap makanan yang dikonsumsi oleh balita tersebut, saya lakukan dengan cara mengunjungi rumah keluarga balita pada jam yang berbeda-beda. Kunjungan pada pagi hari sekitar jam 7.00 WIB untuk mengamati makan pagi. Kunjungan pada siang hari sekitar jam 11.00 WIB untuk mengamati makan siang, dan untuk pengamatan makan sore atau malam hari kunjungan ke rumah balita dilakukan sekitar jam 18.00 WIB. Sedangkan ‘food recall’ dilakukan untuk mengetahui ko di luar dari pengamatan. Maksudnya, ‘food recall’ dilakukan untuk mengetahui konsumsi balita selain pada saat pengamatan dilakukan, sehingga akan diperoleh data konsumsi makanan balita dalam satu hari 24 jam. Pengamatan, penimbangan dan ‘food recall’, terhadap makanan balita tidak dilakukan dalam tiga hari berturut-turut, tetapi diberi jarak 1 atau 2 hari. Dalam 5 Lihat Supariasa, dkk 2001: 94-95. pelaksa dengan kebutu Menurut Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana hitungkan untuk menentukan i mana kondisi balita sangat gBB, kemudian fase transisi denga i en gBB, terakhir memasuki fase rehabil yaitu 150 kkalkgBB, dari hasil perkalian itu diperoleh kebutuhan energi sehari masing-masing balita perhitungan kebutuhan zat gizi dapat dilihat pada Lampiran 3. naannya, kedatangan saya tidak pernah dijanjikan hari dan jamnya, sehingga memang terlihat jelas apa yang dikonsumsi oleh balita sehari-hari. Untuk mengetahui asupan zat gizi dari data konsumsi makanan tersebut dilakukan dengan bantuan program ‘Nutrisurvey’. Konsumsi makanan selama tiga hari tersebut direkapitulasi dan komposisi zat gizi yang dihasilkan sudah merupakan nilai rata-rata dalam sehari. Nilai gizi rata-rata ini kemudian dibandingkan han zat gizi masing-masing balita. Penghitungan kebutuhan zat gizi balita dalam sehari dengan mempertimbangkan umur, berat badan, dan fase 6 pemberian makanan yang disandangnya saat penelitian dilakukan. Gizi Buruk Buku II, ada fase-fase yang harus diper kebutuhan zat gizinya. Dimulai dengan fase stabilisasi d buruk, diberikan konsumsi energi sebesar 50-100 kkalk n konsums ergi sebesar 100-150 kkalk itasi dengan konsumsi energi sebesar 150-220 kkalkgBB. Berdasarkan keadaan klinis balita, maka perhitungan angka kebutuhan zat gizi balita dilakukan dengan mengelompokkan balita ke dalam fase rehabilitasi, di mana kondisi balita sudah membaik melewati masa-masa kritis sesuai dengan kriteria pada tahap ini. Angka yang diambil adalah angka yang paling rendah pada tahap ini 6 Lihat Buku II yaitu Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Depkes RI, 2005: 11. Untuk kebutuhan 7 protein, lemak dan karbohidrat, sudah ada persentase yang ditentukan yaitu kebutuhan protein sebesar 10-15 dari kebutuhan total energi, lemak tuhan karbohidrat, sehingga total keseluruhan adalah 100. Nilai rata-rata asupan gizi balita kemudian dibandingkan dengan nilai l perbandingan tersebut kemudian disesua angka kebutuhan gizi c. emeriksaan feses pada laboratorium. Botol yang sudah diberi kode untuk tempat sebesar 15-30 dari kebutuhan total energi dan karbohidrat sebesar 55-75 dari kebutuhan total energi Almatsier, 2002: 44,72. Dalam hal ini, angka yang diambil adalah angka 15 untuk kebutuhan protein, 20 untuk kebutuhan lemak dan 65 untuk kebu kebutuhan zat gizi balita, persentase dari hasi ikan dengan tingkatan asupan zat gizi dibagi menjadi empat ‘cut off points’ 8 , sebagai berikut Supariasa, 2002: 114: a. Baik : ≥ 100 angka kebutuhan gizi b. Cukup : 80 – 99 Kurang : 70 – 79 angka kebutuhan gizi d. Defisit : 70 angka kebutuhan gizi Untuk mengetahui status kecacingan pada balita-balita gizi buruk ini, maka dilakukan p sampel feses, diberikan kepada ibu balita pada sore hari, dan disampaikan untuk mengambil sampel feses balitanya pada keesokan paginya. Pada jam 08.00 WIB, botol-botol sampel itu kemudian saya ambil dari rumah balita dan langsung Lihat Penuntun Diit Anak, RSCM Persagi 1992: 5. 8 Lihat Supariasa, dkk 2001: 114. 7 dibawa ke laboratorium Dinas Kesehatan Deli Serdang. Pemeriksaan feses dilakukan pada 4 empat orang balita yang sudah berusia ≥ 2 tahun. Sedangkan data untuk letak geografis, kependudukan dan mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Lubuk Pakam, diambil dari laporan yang ada di Puskesmas Lubuk Pakam, termasuk laporan Badan Pusat Statistik yang ada di Kantor Kecamatan Lubuk Pakam.

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Hal yang ingin dicapai dalam melakukan analisis data kualitatif adalah menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena dan memperoleh gambaran tuntas terhadap proses tersebut, serta menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena. Pengolahan data dilakukan dengan menganalisis jawaban-jawaban yang diberikan oleh informan. Penganalisisan data dilakukan dengan tehnik “on going analysis” yaitu analisis yang terjadi di lapangan berdasarkan data-data yang diperoleh. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan mengetahui sebab-sebab dekat terjadinya gizi buruk. Kemiskinan merupakan suatu penyebab terjadinya gizi buruk pada balita, tetapi itu bukan merupakan sebab yang secara langsung berkaitan dengan status gizi buruk pada balita. Kemiskinan masih merupakan penyebab jauh sehingga balita mengalami gizi buruk, ada sebab dan akibat antara serta sebab dan akibat yang ‘countiguous’ dengan kejadian tersebut, hingga akhirnya dapat mencapai sua aitan dengan sebab jauhnya. Prinsip ‘countiguous causation’-nya 08: 53-56, juga digunakan untuk melakukan analisis data pada penelitian ini. tu keterk Vayda, 1996; Zuska, 20 BAB 4

4.1. Kecamatan Lubuk Pakam

4.1.1. Letak dan Geografis

Kecamatan Lubuk Pakam luasnya ± 31,19 km2 3.119 Ha, terdiri dari 13 desakelura 107 dusun. Kecamatan Lubuk Pakam dibagi berdasarkan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas Lubuk Pakam mengelola 10 kelurahandesa sebagai wilayah kerjanya, se 3 de an wil rja P e ti. k Pakam merupakan daerah pantai dengan ketinggian 0-8 m r t. Adapun batas-batas kecamatan ini, yaitu: S la tasan dengan Ke tan Berin S la r : berbatasan dengan Ke tan Pagar Merbau S la rbatasan dengan Ke tan Tanjung Morawa Sebelah Selatan atasan dengan K edua musim ini dipengaruhi oleh kedua arah angin yang terdiri usim kemarau hanya pada bulan Januari, Pebruari dan Mei. GAMBARAN UMUM han 7 kelurahan dan 6 desa, serta dangkan sa merupak ayah ke usk smas Pagarja Kecamatan Lubu ete dari permukaan lau ebe h Utara : berba cama gin ebe h Timu cama ebe h Barat : be cama : berb ecamatan Pagar Merbau Daerah Kecamatan Lubuk Pakam beriklim sedang yang terdiri dari musim hujan dan musim kemarau, k dari angin laut dan angin gunung. Curahan hujan yang menonjol terjadi pada bulan Maret, April, Juni sd Desember, dan m

4.1.2. Kependudukan

Berdasarkan data statistik maka j lah penduduk pada Kecamatan Lubuk Pakam 92.57 a, n j u i- ar jiw d bes 46.91 jiwa. pen an p duk per Km2 di Kecamatan Lubuk Pakam, seperti terlihat pada Tabel 4.1: Tabel 4.1. Luas DesaKelurahan, Ju ah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per m2 di Kecama ubu kam No DesaKelurahan Luas Km lah Penduduk Kepadatan Km um adalah sebesar 9 jiw denga umlah pend duk lak laki sebes 45.668 a an perempuan se ar 1 Adapun luas desakelurahan, jumlah duduk dan kepadat endu ml K tan L k Pa 2 Jum 2 1 Paluh Kemiri 1,45 2 1836 266 2 Petapahan 1,99 4 1223 3 5, 748 bau III 5,72 833 5 d 0,48 882 0,18 5902 32789 7 Lubuk Pakam III 0,43 9525 22151 8 L 9 B 243 Tanjung Garbus 1 Pagar Mer 12 3831 4 4766 4235 Syahma 3 6 Lubuk Pakam III ubuk Pakam Pekan 0,69 9032 13090 akaran Batu 2,82 9393 3331 10 Sekip 3,64 17663 4852 11 Cemara 0,78 8722 11182 12 Pasar Melintang 5,59 7160 1280 13 Pagarjati 2,3 7254 3154 Jumlah 31,19 92579 2968 Keterangan: desa yang termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas Pagarjati Sumber: BPS Deli Serdang, 2007

4.1.3. Mata Pencaharian

Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian pada wilayah kerja uskesmas Lubuk Pakam, seperti pada Tabel 4.2: P Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian pada Wilayah Kecamatan Lubuk Pakam Mata Pencaharian No DesaKelurahan PNS ABRI Karyawan Petani Pedagang Lainnya 1 Lubuk Pakam Pkn 100 24 1330 28 705 502 2 Lubuk Pakam I - II 194 4 407 37 178 858 3 Lubuk Pak hm 52 5 370 31 67 467 pa 38 2 496 6 Paluh Kemiri 17 3 175 236 ekip 218 14 1 1912 381 619 ran 85 6 agar M u III 194 26 us I 72 3 emara 135 11 12 Pasar Melintang 177 11 198 807 43 184 3 P Jumlah 2723 201 10779 8955 3997 8082 am III 212 5 335 117 294 513 4 Sya 5 Peta ad han 83 54 68 87 38 7 S 363 8 Baka Batu 314 415 115 493 9 P erba 471 11 57 72 10 Tanjung Garb 360 110 44 223 11 C 456 116 266 328 1 agar Jati 182 6 165 1362 88 94 Sumber: BPS Deli Serdang, 2007 Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa distribusi mata pencaharian penduduk yang berada pada Kecamatan Lubuk Pakam yang terbesar adalah sebagai karyawan, diikuti oleh pekerjaan lainnya. Peke rjaan lainnya yang dimaksud di sini adalah pekerjaan yang tidak tetap atau serabutan. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa sebagian besar orang tua balita penderita gizi buruk mempunyai pekerjaan pada kelompok ‘lainnya’, yaitu tidak memiliki pekerjaan yang tetap, yang dapat memberikan hasil yang tetap setiap bulannya.

4.2. Subjek Penelitian

Balita yang menjadi subjek penelitian ini berjumlah 6 orang, dengan umur dan lokasi tempat tinggal yang berbeda. Adapun karakteristik dari subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3: Tabel 4.3. Karakteristik Balita Penderita Gizi Buruk BB kg Pekerjaan Nama Umur Jumlah Kandung Balita bln Lahir Nop.08 Jan.09 Saudara Ayah Ibu Santi 48 2,5 9,5 11,5 5 orang Satpam IRT Bima 21 2,5 5,6 7,0 5 orang Penarik becak Jualan Intan 36 2,0 9,0 9,7 5 orang - Buruh Putra 6 3,8 4,5 5,0 6 orang Syahnan 28 2,0 6,3 8,2 6 orang Mocok-mocok IRT Aini 28 2,2 6,0 7,9 14 orang Mocok-mocok Jualan Pesuruh SD Jualan Berdasarkan karakteristik balita penderita gizi buruk ini, telah dapat menggambarkan bagaimana situasi dan kondisi balita tersebut, baik dari segi umur, BB lahir, jumlah saudara kandung serta pekerjaan orang tua balita segi ekonomi. Dengan gambaran ini akan memudahkan untuk memahami mengapa si balita bisa menderita gizi buruk. Agar pemahaman tentang subjek penelitian ini lebih sempurna, maka di sini diuraikan juga secara singkat bagaimana situasi atau kondisi dari keluarga-keluarga balita secara satu persatu. Maksudnya, untuk memudahkan pembaca membayangkan keadaan yang dialami balita dalam penelitian ini, sehingga dalam membaca BAB selanjutnya telah terjalin ‘benang merah’ dari kajian ini. Adapun uraian singkat tersebut, yaitu:

4.2.1. Santi

Santi dilahirkan sebagai anak kelima dari lima bersaudara. Abang tertua Santi sudah SMU, kakaknya saat ini kelas 3 SMP, kemudian dua orang abangnya di SD dan kelas 2. Dulu bapak Santi bekerja sebagai penarik becak bermotor berjualan sayuran karena engal ’ mencuci dan menggosok dengan luas tanah 5 x 30 meter dan luas bangunan 5 x 20 meter. Rumah ini cukup at gsung seng rumah. negeri kelas 4 betor, dan ibunya bekerja sebagai pedagang sayuran di kaki lima pasar tradisional. Tapi lebih setahun yang lalu, karena merasa penghasilannya tidak cukup memenuhi kebutuhan keluarga maka bapak Santi merantau ke Pekanbaru dan menjadi Satpam perusahaan swasta di sana. Ibu Santi juga berhenti m ami kerugian, akibat terlalu banyak yang berjualan sayuran sedangkan pembeli sedikit, sehingga sayuran banyak yang tidak laku. Setiap bulan bapak Santi mengirim uang Rp.1.300.000 untuk keperluan anak- anaknya. Ibu Santi sebenarnya merasa tidak cukup dengan kiriman suaminya, tetapi tampak pasrah dan masih berupaya untuk bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Baru-baru ini ibu Santi bekerja pada sebuah ‘laundry pakaian karyawanpekerja pembangunan lapangan terbang. Pekerjaan ini menuntutnya untuk meninggalkan Santi di rumah sendirian beberapa jam, sementara abang dan kakaknya sekolah. Penghasilan tambahan yang diharapkan oleh ibu Santi adalah beternak babi di belakang rumah. Rumah Santi merupakan rumah toko satu dinding dengan rumah sebelahnya sederhana, karena rumah memiliki 2 buah kamar berdinding tripleks yang bagian asnya tidak tertutup, karena plafon rumah belum diasbes lan Lantai terbuat dari semen biasa, tidak ada perabotan yang cukup ‘layak’ 9 di dalam rumah tersebut, selain sebuah TV 14 inci hitam putih. Tetapi rumah ini sudah emili ulan. a bekerja sebagai penarik becak motor betor sewaan dengan rata- pati oleh adik ibunya yang sudah erkelu m ki penerangan listrik dan sumber air bersih PAM.

4.2.2. Bima

Bima dilahirkan sebagai anak keempat dari lima bersaudara. Abang tertua Bima sudah duduk di kelas 3 SDN, sedangkan dua orang lagi di atasnya yaitu abang dan kakaknya belum bersekolah usia 5,5 tahun dan 3,5 tahun. Bima memiliki seorang adik laki-laki yang saat ini sudah berusia 6 b Ayah Bim rata penghasilan Rp.18.000hari, sedangkan ibu Bima sambil mengurusi anak- anaknya juga berjualan es aneka rasa seperti Finto, Teh Sisri, Top Ice di depan rumahnya kebetulan rumah yang ditempati oleh keluarga ini berseberangan dengan 4 buah SD dan sebuah SMPN. Jika hari panas Ibu Bima bisa menjual 14 set, satu set terdiri dari 10 bungkus dengan harga Rp.500bungkus. Keluarga Bima masih menumpang di rumah adik ibunya. Rumah tersebut adalah warisan kakeknya dari pihak ibunya yang diberikan untuk adik laki-laki ibunya. Rumah tersebut 2 pintu, satu ditem b arga, satu pintu lagi milik adik ibunya tetapi karena masih SMA belum berkeluarga, jadi ditempati oleh keluarga Bima. Ibu Bima mendapat warisan ba m 9 Layak yang dimaksud di sini adalah perabotan rumah seperti lemari pakaian dan kursi dalam kondisi ik tidak mengalami kerusakan pada bagian-bagian tertentu. Perabotan di rumah ini sudah engalami kerusakan di beberapa bagian, tetapi masih tetap dipergunakan. sebidang tanah yang tidak jauh dari rumah ini, tetapi karena ketiadaan dana maka belum dapat dibangun sampai sekarang. Rumah yang ditempati keluarga Bima berukuran 6 x 7 meter, memiliki sebuah kamar dan sebuah kamar mandi yang digunakan secara bersama dengan rumah n anak keenam dari 6 bersaudara, empat laki-laki dan dua erempuan. Dua abang Syahnan yang paling tua sudah tidak bersekolah lagi, sebelahnya adik ibu Bima. Ruangan yang tersisa digunakan untuk ruang tamu, tempat nonton TV, tempat ayunan dan tempat masak. Rumah Bima sama sekali tidak memiliki halaman, hanya berjarak 1,5 meter antara rumah dengan jalan utama. Penerangan listrik dan sumber air bersih dari PAM.

4.2.3. Syahnan

Syahnan merupaka p harusnya mereka sudah SMP dan kelas 6 SD, tetapi sejak kelas 5 SD mereka berdua berhenti dari sekolahnya. Ibu Syahnan mengatakan bahwa mereka yang tidak mau bersekolah, karena itu ibu Syahnan tidak ingin memaksa anaknya untuk kembali sekolah. Ibu merasa rugi untuk menempah baju sekolah jika anak memang malas bersekolah, ibu merasa mengatur anak di saat sekarang terasa sulit. Anak yang lainnya masih bersekolah di sebuah SD negeri. Ibu Syahnan saat ini tidak mempunyai pekerjaan tetap, terkadang ‘meleles’ 10 ke sawah orang lain yang sedang panen, terkadang ikut membantu cuci piring 10 Meleles adalah mengumpulkan butir-butir padi sisa panen yang masih tertinggal pada tangkai- milik ladangsawah. Tehnik merontokkan sisa butir padi ini dengan cara tangkai padi tersebut. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada ladangsawah orang lain, dan dilakukan atas seizin pe di rumah tetangga yang mengadakan pesta, Ayah Syahnan juga bekerja serabutan mocok-mocok, terkadang bekerja sebagai ‘kenek’ tukang bangunan, terkadang bu, atau juga ikut meleles padi. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengha membawa Syahnan berobat ke h. Memiliki menebang bam silan mereka tidak tetap setiap bulannya. Sejak kecil Syahnan gampang sakit, seperti batuk, pilek, mencret dan demam, sehingga imunisasinya tidak lengkap sampai dia berusia 40 bulan saat ini. Ketika Syahnan sakit ibunya tidak pernah langsung Puskesmas atau Rumah Sakit, tindakan pertama ibu adalah membeli obat di warung sesuai dengan sakit yang dialami anaknya, jika sakitnya tidak sembuh barulah ibu membawa ke Puskesmas. Rumah Syahnan berukuran 5 x 10 meter, cukup sederhana dan sempit untuk jumlah penghuni mencapai 8 orang. Berdinding papan sebagian, sebagian lagi dinding dari anyaman bambu tepas. Atap rumah juga begitu, bagian depan terbuat dari seng, bagian belakang beratap rumbia. Setali tiga uang dengan lantai rumah, 4 meter kedepan berlantai semen, maka dari ruang tamu ke belakang masih berlantai tanah batu bata yang disusun, sebagian telah tertutupi oleh tana penerangan dari listrik tetapi tidak memiliki sumber air bersih walaupun itu hanya sebuah sumur. Jadi keluarga ini untuk keperluan mandi, cuci, kakus dilakukan disebuah sungai kecil yang tidak jauh dari rumah tersebut sekitar 10 meter, memukul-mukul tumpukan jerami dengan sebatang bambu atau kayu. Kemudian butir padi dipisahkan dari jerami. sedangkan untuk air minum, ibu mengambil dari sumur di rumah nenek Syahnan berjarak 2 rumah dari rumah Syahnan.

4.2.4. Intan

Kelahiran Intan cukup menyedihkan, karena setelah lahir Intan ditelantarkan ‘ayahnya’ 11 . Intan lahir sangat kecil, untunglah rumah kader posyandu berdekatan hnya sehingga begitu lahir Intan langsung dibawa oleh kader Posyandu rum ng banyaknya buah yang dikupas. Rumah yang ditempati keluarga ini merupakan hadiah dari Bupati Deli disumbanglah dana Rp.5.000.000.- untuk membangun rumah tersebut. Rumah Intan dengan ruma ke ah sakit untuk dirawat di dalam inkubator. Ibu Intan tidak mempunyai pekerjaan tetap, dahulu menjadi buruh cuci di rumah tetangga, sekarang berganti menjadi buruh harian mengupas buah untuk manisan pada sebuah industri rumah tangga yang tidak jauh dari rumahnya. Setiap hari Ibu Intan digaji Rp.7.000 -10.000, tergantu Setiap ibu pergi bekerja, maka Intan ditinggal berdua di rumah bersama abangnya usia 5,5 tahun, pintu depan rumah tidak ditutup tetapi diberi penghalang papan agar Intan tidak keluar rumah. Ibu memasrahkan penjagaan Intan hanya kepada Tuhan. Kakak Intan ada yang sudah berumah tangga, tinggal di tempat lain, ada juga kakaknya yang ikut dengan ayahnya ibu dan ayahnya sudah bercerai. Serdang. Intan yang mengalami gizi buruk mendapat perhatian dari Camat Lubuk Pakam dan Bupati Deli Serdang, mereka terenyuh dengan tempat tinggal Intan, maka Ayahnya Intan menikah di bawah tangan dengan ibu Intan. Ayah Intan sangat menginginkan anak laki-laki, karena dari istri sebelumnya tidak diperoleh anak laki-laki. Ternyata Intan lahir sebagai anak perempuan, sehingga ayahnya meninggalkan mereka. 11 berukuran 7 x 6 meter, bagian depan berdinding papan, sedangkan bagian samping dan belakang berdinding tepas. Lantai rumah dari semen, hanya saja rumah ini pun saja dirawat di rumah sakit a dengan perawat yang menyuntiknya sewaktu dirawat. tidak memiliki sarana air bersih, mandi dan cuci dilakukan di sebuah sungai kecil yang mengalir di belakang rumah mereka, atau terkadang di rumah tetangga yang kasihan melihat kondisinya.

4.2.5. Aini

Aini tampak cemas dan takut jika bersua dengan orang yang belum dikenalnya. Kata ibunya itu bermula karena Aini baru selama 10 hari, Aini traum Aini tampak kecil jika dibandingkan dengan anak lain yang seusianya. Kulitnya tampak kering dan rambutnya kusam kemerahan. Dahulu ayah Aini supir truk luar kota, kecelakaan 8 tahun yang lalu meninggalkan cacat pada kaki yang menyebabkan ayahnya tidak bisa lagi menjadi supir. Sejak itu ibu Aini yang bekerja sebagai tulang punggung keluarga. Siang atau sore hari ibu Aini berjualan ‘monza’ 12 ke kampung-kampung tetangga sampai malam hari, sedangkan pagi hari ibu terkadang ‘meleles padi’ bersama suami di sawah orang lain. Aini sejak berusia 2 bulan sudah ditinggal oleh ibu untuk bekerja, terkadang diasuh ayahnya, terkadang oleh neneknya, terkadang juga oleh abang-abangnya 12 Monza adalah istilah untuk baju-baju bekas eks luar negeri. Ibu Aini memperoleh monza dengan cara membeli sisa-sisa dagangan pedagang monza yang lebih besar yang mampu beli perkarung. Perpotong pakaian dijual den Aini ke bengkel-bengkel moto gan harga Rp.2000-3000. Pakaian yang sudah tidak laku dijual Ibu r dengan harga sekitar Rp.500-1000 perpotong. se ibu pergi bekerja. Sekarang Aini lebih sering diasuh kakaknya yang sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Dahulu keluarga Aini tinggal di rumah neneknya Aini saudara sepupu Syahnan, rumah neneknya masih berlantai tanah. Sejak Nopember 2008 yang lalu Aini sudah tinggal dirumah sendiri, yang dibangun dari hasil menjual warisan dan bantuan dari abangnya yang sudah bekerja di kota lain. Rumah ini cukup bersih dan layak dihuni, namun sama dengan rumah Syahnan, untuk urusan mandi, cuci dan kakus semuanya dilakukan di sungai kecil dekat rumah. lama

4.2.6. Putra

Putra anak keenam dari enam baersaudara, abang paling tua sudah SMP, sedangkan kakaknya dan abang yang lain masih SD, bahkan ada yang belum bersekolah. Putra lahir dengan sehat, namun ketika berusia 2 bulan penyakit batuk 100 hari menyerangnya, yang menurut ibu menyebabkan berat badannya turun dengan cepat. Sewaktu menderita batuk, Putra hanya dibawa ke Puskesmas, itupun tidak rutin karena ketiadaan biaya, dan ibu mendengarkan saran tetangga bahwa batuk itu akan berhenti jika telah mencapai 100 hari, jadi tidak ada upaya pengobatan yang maksimal untuk Putra. Ayah Putra merupakan pesuruh SD sehingga mereka mendapat rumah tempat tinggal di lokasi SD tersebut. Ibu Putra membuka warung di depan rumahnya, karena merasa gaji sebagai pesuruh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga ayah Putra pegawai honor, digaji dari dana BOS, yang dibayarkan setiap 3 bulan sekali sebesar Rp.300.000bulan. Rumah yang ditempati keluarga ini berukuran 8 x 6 meter, berdinding semi permanen seb apan terlihat udah lapuk, namun memiliki sarana air bersih dari PAM dan penerangan listrik. mpai ke depan dibangun warung sederhana, untuk m agian tembok sebagian kayu. Beberapa bagian dinding p s Di samping rumah ini, memanjang sa enjual bermacam-macam makanan seperti mie goreng, nasi goreng, bakwan, goreng pisang, es lengkong, donat dan beberapa jenis jajanan ringan anak-anak buatan pabrik. Beberapa makanan ini diadakan dengan modal sendiri, beberapa yang lain seperti donat dan tape, merupakan titipan orang lain.

BAB 5 PENYEBAB BALITA MENGALAMI GIZI BURUK

5 nya Asu at G k faktor y apat ebab alit gala i buru api s lang adala ngn pa gizi diper ari m dimaka ap h , da ngn lita alami penyakit infeksi status kesehatan yang rend um a zi b dapat eh d kuka d rec eng n d nim n terh pa y an oleh ba Maka beser mlahnya kem direk lasi p h d prog ’, gga tlah a akro energi, protein, lemak dan karbohidrat dan zat gizi mikro vitamin dan mineral. Dari asupan yang diperoleh kemudian diband .1. Kurang pan Z izi Banya ang d meny kan b a men mi giz k, tet ebagai penyebab sung h kura ya asu n zat yang oleh d akanan yang n seti arinya n seri ya ba meng ah. J la p h asu n zat gi alita diperol engan cara mela n ‘foo all’, p amata an pe banga adap a ang dimak lita. nan ta ju udian apitu erhari, lalu diola engan ram ‘Nutrisurvey sehin didapa rata-rata supan zat gizi balita perhari. Jenis zat gizi meliputi zat gizi m ingkan dengan kebutuhan zat gizi masing-masing balita Lampiran 4, sehingga dapatlah dipersentasekan asupan zat gizi, seperti pada Tabel 5.1 berikut: Tabel Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2009 Putra Santi Bima Aini Intan Syahnan 5.1. Persentase Asupan Zat Gizi Balita Gizi Buruk di Wilayah Kerja Zat Gizi Energi kkal 72,6 46,2 68,0 50,8 49,9 71,2 Protei Lemak gr 92,7 61,8 102,4 65,3 51,8 90,7 Vitamin A RE 64,7 48,8 76,9 48,9 37,2 47,4 Kalsium mg 140,9 60,5 117,5 55,1 17,8 58,2 ,8 4,1 Seng mg 70,0 28,0 40,0 24,0 23,0 30,0 Phosp n gr 55,7 40,8 79,7 45,9 42,1 59,4 Karbohidrat gr 71,7 42,3 53,5 47,0 50,3 67,4 Tiamin mg 66,7 33,3 60,6 40,0 60,0 40,0 Riboflavin mg 133,3 50,0 100,0 60,0 60,0 60,0 Piridoksin mg 300,0 66,7 80,0 100,0 80,0 100,0 Vitamin C mg 67,3 27,6 50,5 28,3 17,0 24,0 Besi mg 4,2 3,4 5,6 2,8 2 horus mg 353,8 111,5 159,5 95,5 97,1 107,7 Keterangan : Baik = ≥ 100 Cukup = 80 – 99 Kurang = 70 – 79 Defisit = 70 Pada Tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa asupan zat gizi makro balita secara keselur u gizi buru rabun senja, ka uhan berada pada tingkat kurang 70-79, bahkan ada yang pada tingkat defisit 70. Sedangkan asupan zat gizi mikro yaitu Tiamin, Vitamin A, Vitamin C, Besi Fe dan Seng Zn, untuk semua balita berada pada posisi defisit. Rendahnya asupan zat gizi ini, sudah jelas menjadi penyebab balita menderita gizi kurang ata k, bahkan dapat diperberat dengan penyakit anemia gizi besi dan rena kekurangan asupan zat gizi mikro. A lita ini dipengar angnya asupan z ualitas makanan Y akanan yang dib dengan umur dan a mutu akanan yang diberikan kepada balita, di mana makanan yang diberikan tidak memenuhi semua komponen zat gizi, baik zat gizi makro maupun zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan balita tersebut. B sesuai dengan ra dan pengama kualitas makanan

5.1.1. Makanan yang Diberi ‘Disambil’

Makanan yang diberi ‘disambil’ adalah perhatian ibu balita tidak sepenuhnya kepada balitanya ketika memberi makan, perhatian ibu terbagi ke beberapa kegiatan lain, bahkan tidak hanya terbagi tetapi juga dilakukan secara bersamaan saat memberi makan balitanya. Penggambaran pemberian makanan yang disambil oleh ibu, yaitu: Di piring makan Bima piring makan kecil berwarna jingga dari goreng, dan sedikit tumisan tauge. Ibu menyuapi Bima dengan memuntahkannya ke lantai Bima makan sambil berjalan-jalan supan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan zat gizi ba uhi oleh banyak hal. Tetapi yang menjadi sebab paling dekat kur at gizi dalam penelitian ini adalah kurangnya kuantitas dan k yang diberikan pada balita tersebut. ang dimaksud dengan kurangnya kuantitas adalah jumlah berat m erikan kepada balita tersebut tidak mencukupi kebutuhannya sesuai berat badannya. Sedangkan kurangnya kualitas adalah kurangny m anyak hal menyebabkan balita tidak mendapatkan makanan yang kebutuhannya untuk bertumbuh dan berkembang. Hasil wawanca tan yang dilakukan menunjukkan bahwa rendahnya kuantitas dan ini disebabkan: bahan melamin, ada sekitar 50 gram nasi, sepotong kecil ikan sebuah sendok makan, tetapi Bima mengunyah sedikit kemudian di sekitar rumah. Dua suapan sudah diterima Bima walaupun karena kehadiran pembeli, ibu meletakkan piring makan Bima ibu kembali menyuapi Bima. Ibu terlihat jenuh dan bosan ka satu suapan terbuang ke lantai . Acara makan Bima terganggu dengan sembarang, kemudian melayani pembeli. Setelah selesai, rena harus mengejar-ngejar Bima sambil menyuapinya Bima selalu kemudian terhenti lagi karena adanya pembeli, ibu kembali sendiri kau’ dalam piring masih ada sisa nasi. Ibu kembali orang. Setelah selesai melayani pembeli, adik Bima yang tidur melupakan piring makan Bima. Penggambaran dari keluarga yang berbeda mengenai pemberian makanan yang disambil kakak Putra kemudian berlari menuju kelasnya. Putra minum susu dari botol susu sendirian di kamar ibu nomi keluarga. Pekerjaan ibu sudah cukup ingin keluar rumah. Empat sendok makan diterima Bima, yang meletakkan piring makan Bima sambil berkata ‘sudahlah makan melayani pembeli yang saat ini datangnya cukup ramai ada 6 diayunan terbangun, ibu kemudian menggendong sang adik dan ini, yaitu: Ibu Putra dan suaminya sibuk di warungnya melayani pembeli anak-anak SD. Saat itu bertepatan dengan jam istirahat, kakak Putra yang juga bersekolah di SD tersebut melaporkan ke ibu bahwa Putra menangis. Ibu menyuruh kakak membuatkan susu untuk Putra. Kakak membuat susu dan memberikannya untuk Putra. Belum setengah susu yang ada di dalam botol susu diminum Putra, bel sekolah berbunyi, menganggap Putra sudah bisa makan dan minum sendiri. Dari gambaran kedua kasus tersebut, terlihat bahwa sebenarnya balita masih sangat bergantung dengan orang-orang yang memberinya makanan. Jumlah, variasi dan kebersihan makanan sangat ditentukan oleh orang yang memberi makan si balita. Tindakan ibu memberi makan balita dengan cara disambil, disebabkan karena ibu berperan juga sebagai penopang eko banyak; ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan ibu bersamaan dengan waktu makan balita, sehingga untuk menyelesaikan semua itu dilakukan dengan disambil. Seperti kasus di atas tadi, yang dialami Bima dan Putra, ibu memberikan makan sambil tetap melayani pembeli yang datang ke warungnya, sehingga perhatian ibu terbagi oleh dua kegiatanpekerjaan yang dilakukan secara bersamaan. , ibu juga dibebani oleh pekerjaan-pekerjaan rumah agi sudah sibuk menyiapkan jualan, lalu berjualan, selesai berjualan maka ibu masih harus pekerjaan kecil lain yang cukup menyita perhatian ibu. Belum lagi “Capek dan jenuh lho kak, rasanya mau berhenti aja berjualan, jualan dari mana uang beli susu Putra, makanya kalo malam hari cucianku pun gak banyak”. Oleh sebab itu, ibu tidak lagi secara khusus menyiapkan makanan anak- anaknya. Abang dan kakak Putra lebih sering di siang hari mengkonsumsi makanan yang tidak habis dijual oleh ibunya di warung. Seperti yang dilakukan oleh abang tertua Putra, ketika pulang sekolah, dia langsung mengambil piring makan, mengisin bersisa di warun B h ayah dan abang-abangnya, maka ibu mengambil jalan pintas dengan membeli bakso atau Selain bekerja mencari nafkah yang sudah rutin, seperti mencuci, memasak, mengasuh anak. Situasi ini tentunya sangat menyita seluruh perhatian ibu, sehingga dalam penyediaan makanan keluarga, ibu sepertinya melakukannya ‘apa adanya’. Pengungkapan ini menggambarkan keletihan ibu Putra: Ibu mengeluh merasa capek, pagi-p memikirkan mencuci pakaian, menyetrika, serta pekerjaan- harus ke pasar untuk berbelanja bahan-bahan berjualan esok hari. untungnya sedikitnya tapi capeknya luar biasa, cuma kalo gak Putra kupakekan ‘diapers’, biar malam aku bisa istirahat dan ya dengan nasi dan ditambah mie kuning goreng yang masih g tidak ada ikan atau sayuran. egitu juga dengan Bima, ketika makan malam sudah dihabiskan ole miso se

5.1.2. Ib

Ib h balita. Ibu terp ehingga pemberia dialihkan ke orang lain seperti kakak, ayah atau neneknya. Bahkan balita d a kenyang, dan apa yang dimakannya. Pemberian makan yang tidak jelas ini dap pagi ibu sudah berangkat ke ‘pajak’ untuk berjualan sayur- abang dan kakak Santi sudah berangkat ke sekolah, Santi tertidur menjenguk Santi. Santi baru bersua dengan ibunya sekitar jam mangkuk sebagai lauk makan. Jelas saja, nasi dan mie kuning yang dimakan abang Putra; nasi dan baksomiso yang dimakan Bima; kurang memenuhi kandungan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam sehari. u Pekerja di Luar Rumah u bekerja juga mempengaruhi kuantitas makanan yang diterima ole aksa meninggalkan balitanya di rumah untuk beberapa saat, s n makan itinggalkan sendiri atau bersama abang atau kakaknya yang sebenarnya untuk mengurus dirinya sendiri pun belum mampu. Hal ini terjadi pada Santi, ketika Santi masih bayi, ibu ikut bekerja untuk menambah penghasilan suami yang dia rasakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Santi harus ditinggal untuk beberapa jam, dalam waktu yang ditinggalkan tersebut, kebutuhan makanannya menjadi terlantar. Ibu tidak memiliki waktu untuk memberi perhatian mengenai apakah balita sudah makan atau tidak, meras at menyebabkan balita mengalami kelaparan yang tersembunyi. Balita kurang memperoleh makanan yang cukup dapat digambarkan pada narasi berikut: Santi ketika usia 5 bulan sudah ditinggal sendirian di rumah, jam 3 13 sayuran. Suaminya jam 5 pagi mencari sewa becaknya, jam 7 pagi sendirian dalam ayunan, sesekali bapak Santi pulang ke rumah 11.00 WIB. 13 Pajak adalah sebutan untuk pasar tradisional. Hal yang sama juga dialami oleh Intan. Ibu Intan yang menjadi orang tua tunggal harus bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan makan anak-anaknya. Keadaan Intan selama ibu pergi bekerja digambarkan oleh narasi berikut: Ibu bekerja setengah hari pada industri rumah tangga, mengupas buah-buahan untuk manisan. Ketika ibu pergi bekerja, Intan tahun, pintu rumah ditutup oleh sebuah papan berukuran 75 cm agar Intan tidak keluar rumah. pergi bermain keluar. Intan baru makan jika ibu pulang dari tempat seperti Santi ketika usia 5 bulan da sangat diperluka nyaman atau tidak D -anaknya ‘sendirian’ dikatakan rsendiri yang dapat menyebabkan mereka meninggalkan adiknya sendirian k tetapi mengham itarnya. Santi, A ndirian di rumah, jarang diajak berkomunikasi sehingga sampai saat ini mereka belum ditinggal bersama abangnya usia 5,5 Intan terkadang bermain sendiri di rumah, karena abangnya juga bekerja. Tidak jauh berbeda dengan yang dialami oleh Aini dan Syahnan, ibu mereka juga bekerja walaupun pekerjaan ini tidak dilakukan setiap hari, tergantung situasi, namun tetap juga membuat mereka meninggalkan anak-anaknya di rumah, dan mengalihkan pengasuhan ke orang lain. Yang lebih beratnya adalah ibu-ibu ini telah meninggalkan balitanya ketika masih berusia bulanan, n Aini ketika usia 2 bulan. Di usia tersebut, tentunya perhatian ibu n, ibu yang lebih mengetahui anak merasa lapar atau tidak, merasa . ampak ibu yang meninggalkan anak sendirian karena walaupun ada abang atau kakaknya, tetapi mereka juga memiliki kegiatan te , tidak hanya menyebabkan balita mengalami gizi buru bat kemampuan berbicara dan kemampuan bersosialisasi dengan sek ini, dan Intan adalah contoh anak yang sering ditinggal ibu se m berbicara dan selalu tampak takut dan menghindar jika melihat orang lain yang tidak dikenalnya. Padahal anak-anak normal usia 18 bulan telah memiliki kemampuan berbicara, dan dapat bersosialisasi dengan orang-orang atau lingkungan sekitarnya.

5.1.3. Ketersediaan Makanan yang Kurang

Rendahnya kuantitas makanan balita disebabkan juga oleh ketersediaan makanan dalam tingkat rumah tangga yang tidak memenuhi kebutuhan untuk semua individu-individu yang ada dalam rumah tersebut. Ke ampu tersediaan makanan yang urang suami. “Dia kan kepala rumah tangga, cari makan untuk keluarga; kadang-kadang, kalau malam, ikan dan sayur sudah dihabiskan dari Bima , jadi kami ibu, Bima dan seorang kakak Bima, jajan angkok, dimakan sama nasi. abangnya belum juga makan malam. Menurut ibu, Syahnan baru lapar. “Nanti malam dia makan bu, sekalian aja sama ayahnya” Syahnan belum juga pulang dari bekerja. k adalah ketersediaan makanan yang tidak cukup untuk mengenyangkan setiap anggota keluarga terutama anak-anak yang ada dalam rumah tersebut. Ketersediaan makanan ini juga tidak memperhatikan individu mana yang lebih diutamakan dalam perolehan makanan. Hal ini tergambar dalam narasi ini: Menurut ibu Bima, yang paling diutamakan makannya adalah jadi harus makan banyak agar kuat cari makan” katanya. Memang oleh suami dan anak-anakku maksudnya anak yang lebih besar bakso sem Pengutamaan kepala keluarga dalam hal makan juga tampak tergambar dalam narasi berikut ini: Setelah mandi sekitar jam 18.30 WIB, Syahnan beserta abang- jajan tadi sore, sehingga ibu beranggapan bahwa Syahnan belum terang ibu Syahnan. Sampai jam melewati pukul 19.00 WIB, ayah Masyarakat yang patriarkhat memang masih lebih mengutamakan suami sebagai kepala keluarga, walaupun jelas terlihat bahwa tidak hanya suami yang h, anak-anak cukup makan ‘seadanya saja’. P kepala keluarga, akanan tersebut merasa capek un ngga mengambil jalan pintas dengan membe n anaknya. F iskinan menggam dengan peningka u keluarga yang dikateg mencari nafkah dalam penelitian ini para ibu juga memberi andil yang cukup banyak untuk membantu perekonomian keluarga. Ibu masih menganut paham bahwa ‘suami harus dihormati, dilayani dan diperhatikan’, sehingga makanan untuk suami lebih khusus dari pada untuk anak-anak. Kondisi budaya yang menomorsatukan ayah sebagai kepala keluarga, menyebabkan akses terbesar pada sumber pangan keluarga ada pada aya engadaan makanan yang kurang ini, selain karena pengutamaan untuk ibu juga sudah enggan untuk menyiapkan lagi makanan jika m sudah habis dikonsumsi oleh anggota keluarga yang lain. Ibu sudah tuk memasak makanan lagi, sehi li makanan yang dijajakan, seperti mie bakso, mie instant, seakan ibu beranggapan bahwa ‘pokoknya anak sudah diberi makan, sudah kenyang’. Ibu mengabaikan segi kuantitas dan kualitas makanan yang seharusnya sangat diperluka aktor lainnya adalah kemiskinan pada keluarga. Kem barkan rendahnya pendapatan, penurunan pendapatan ini terkait erat tan kerawanan pangan dan terjadinya masalah gizi. Suat orikan sebagai miskin, untuk memenuhi kebutuhan pangan utama, tidak mempunyai daya beli yang dapat digunakan untuk menjamin ketahanan pangan keluarganya. Pada saat ketahanan pangan menjadi ancaman, maka status gizi dari kelompok rawan pangan akan terganggu Tabor, dkk, 2000: 49-50. Keluarga-keluarga balita ini termasuk keluarga yang miskin. Untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga setiap harinya, maka orang tua balita, apakah ayah atau ibu atau keduanya harus bekerja. Pekerjaan yang mereka lakukan termasuk pekerjaan hasilan setiap hari, bukan penghasilan bulanan. Narasi ini dapat Rp.7.000-10.000hari tergantung jumlah buah yang dikupas. menjawab, “Ah malas kali aku menunggu sebulan, lama kali. uang. Kalo begini, aku bisa beli ikan arsik tiga ribu perak, udah ya. Jumlah anak yan balita, cukup me ut: Dari narasi di atas terlihat bahwa orang tua balita penderita gizi buruk tidak memiliki . Biaya untuk ma n yang yang memberikan peng menggambarkan bagaimana keluarga-keluarga ini memenuhi kebutuhan pangannya: Ibu Intan bekerja sebagai pengupas buah harian dengan gaji antara Ketika ditanya; mengapa tidak gajian bulanan saja, maka ibu Intan Lagian apa yang kami makan, kalo pulang kerja aku tidak bawa bisa kami makan bertiga”, katan Keadaan yang tidak jauh berbeda juga dialami oleh keluarga Aini. g diberi makan lebih dari 5 orang, ditambah dua cucu yang masih mbuat ibu Aini bekerja keras untuk memenuhinya, seperti narasi berik Pagi tadi ibu Aini bersama suaminya pergi meleles padi selama setengah hari, hasil yang diperoleh hari ini satu karung padi dengan berat sekitar 30 kg. Dijemur, kemudian digiling menjadi beras sekitar 5 kg. Menurut Ibu Aini, penghasilan padi hari ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan beras esok hari, “jadi sekarang sore hari sekitar jam 18.00 WIB, saya pergi jualan monza ke Punden untuk beli sayur dan lauknya”, katanya. suatu penghasilan yang tetap setiap harinya atau setiap bulannya kan hari esok harus dicari dahulu pada hari ini. Sumber penghasila ada setia hasilan lainnya b ereka meleles p harian untuk me ing jika dibutuhkan tetangga atau kerabat yang mengadakan pesta.

5.1.4. P

K punyai kaitan at apatkan makanan tidak disadari akanan yang disa dapat disimak d ang, dan ini tidak digantikan oleh ibunya dengan menambah kembali makanan Aini. II : Sore itu Santi sedang disuapi kakaknya makan sore hari jam 18.00 WIB. Piring makan kaleng berwarna hijau muda itu tampak penuh aya mengomentari makanan p hari hanyalah dari berjualan atau menjadi buruh upahan saja. Peng ergantung dengan situasi atau musim. Ketika musim panen tiba, m adi, ketika musim tanam tiba, mereka menjadi buruh dengan upah nanam padi di sawah orang lain, atau menjadi tenaga pencuci pir ersaingan etersediaan makanan yang rendah dalam keluarga-keluarga ini mem au sebagai penyebab terjadinya ‘persaingan’ antar anak untuk mend . Persaingan adalah terjadinya suatu tindakan atau tingkah laku yang untuk mendapatkan makanan orang lain yang lebih lemah karena m jikan kurang jumlahnya. Sebagai gambaran terjadinya persaingan ini ari beberapa narasi berikut ini: I : Aini duduk di lantai, didepannya tergeletak sebuah piring makan berisi nasi beserta 4 potong kentang dan kuahnya. Tidak tampak ikan sama sekali. Aini makan sendiri. Ia meraup nasi dengan tangannya dan memasukkannya ke mulutnya. Beberapa butir nasi berjatuhan di sekitarnya. Dua suapan sudah Aini makan, sekonyong-konyong datang anak kakaknya berusia 4 tahun, tubuhnya jauh lebih besar dari Aini. Tiba-tiba meraup nasi yang ada di piring Aini, memasukkan ke mulutnya, kemudian segera kabur. Aini tampak kesal dan marah, dia berusaha memukul-mukul dengan tangannya. Kejadian ‘perampokan’ nasi ini berulang hingga 2 kali. Akibat ’perampokan’ ini, ceceran nasi disekitar piring Aini bertambah banyak. Perampokan ini membuat jumlah makanan Aini berkur berisi nasi, sayur daun singkong dan seekor ikan kembung disambal ukuran sedang. Sewaktu s Santi yang cukup banyak, kakak Santi tertawa, menurutnya yang Santi makan cukup lambat Santi punya riwayat makan 14 menyebabkan ia mengunyah dengan lambat, apalagi gigi geligi banyak ke mulut kakak Santi. Seluruh ikan habis dimakan kakak Set dipiring itu makanan untuk mereka berdua, bukan untuk Santi saja. ’dimemeh’ sampai usia menjelang 4 tahun , hal ini semuanya Santi mengalami keropos. Akhirnya, suapan lebih Santi diperkirakan Santi hanya makan nasi sepertiga bagian saja. III : Pagi jam 8.00 WIB Bima bangun, lalu dimandikan oleh ibunya. elah mandi dan berpakaian, maka Bima diajak makan oleh sang ibu. Bima didudukkan di atas sebuah tempat tidur kayu ukuran 3 nasi, telur dadar, dan lima potong labu siam beserta kuahnya. Bima dikunyah dengan lancar sambil menonton TV. Dua orang kakak menghampiri sang ibu dan merengek minta makan. Ibu tersebut, sambil diselingi juga suapan ke mulut Bima. Dipiring nasi memintanya ke sang ibu, ibu memberikannya, dengan cepat sisa- yang lagi duduk di bangku panjang menjaga warung. Ditangan ungkus kue lepat. Satu meter lagi Bima baru akan sampai ke tempat ibunya, tiba-tiba abang Bima berlari menyambar rumah dengan kue tersebut. Wajah Bima terlihat sedih, dia bungkusnya. Ibu menyuapkan kue tersebut untuk Bima dan berjalan-jalan, setiap kue habis di mulutnya dia kembali ke ibu mendapat suapan kue, ternyata kue sudah habis, Bima memandang kaki. Ibu menghampiri Bima dengan sebuah piring kecil berisi makan dengan penuh semangat, dua kali ibu menyuapinya, semua Bima belum bersekolah, usia 5,5 tahun dan 3,5 tahun, menyendok nasi dari piring Bima dan menyuapi kedua kakaknya tersebut tertinggal sedikit lagi, salah seorang kakak Bima sisa nasi itu dihabiskan oleh kakak Bima. IV : Siang itu dengan setengah berlari Bima menuju ke arah ibunya Bima ada 2 b satu kue ditangan kiri Bima. Sang abang langsung berlari keluar menyodorkan kue yang satu lagi dengan maksud ibu membukakan adiknya adiknya dalam pangkuan ibu. Bima makan kue sambil untuk disuapi lagi. Ketiga kalinya Bima kembali ke ibu untuk ibunya dengan sedih. 14 Dimemeh adalah makanan dilumatkan di mulut yang memberikan makan, kemudian makanan yang telah lumat tersebut disuapkan ke mulut anak. Terjadi persaingan untuk mendapatkan makanan dikarenakan ketersediaan makanan yang kurang, dan jumlah anak yang banyak dalam keluarga. Dari semua keluarg yang disediakan yang masih tidak mencukupi kebutuhan mengalami kelaparan yang tidak disadari oleh orang tuanya, ditamb hingga begitu anggota keluarga lain ‘yang lebih lemah’ sedang makan lalu disebutkan sebagai akar , maka penelitian ini dapat membantah asumsi a dalam penelitian ini, memiliki anak berjumlah ≥ 5 orang, bahkan ada satu keluarga memiliki anak mencapai 14 orang. Jika dirata-ratakan maka satu keluarga memiliki 5 orang anak dengan usia yang tidak terpaut jauh ada tiga balita dalam satu keluarga. Jumlah makanan anak sehingga anak ah lagi jumlah anak yang cukup banyak membuat terjadinya persaingan ‘tersembunyi’ antar anak. Persaingan ini menggambarkan bahwa anak-anak yang tinggal dalam keluarga tersebut sebenarnya merasa belum ‘kenyang’ dengan makanan yang ada di rumah, se menjadi sasaran untuk mengambil bagian demi kepuasan makan yang belum terpenuhi sebelumnya. Jadi jika selama ini kemiskinan yang se permasalahan terjadinya gizi buruk pada balita tersebut. Kemiskinan tidak selalu menjadi penyebab dari status gizi buruk pada balita. Seperti hasil penelitian ‘Positive Deviance’ yang menyebutkan bahwa tidak semua keluarga miskin memiliki balita gizi buruk. Beberapa literatur tidak secara tuntas menjawab terjadinya ’Positive Deviance’. Jawaban yang ada selalu sama, yaitu pola asuh ibu yang kurang. Tetapi pola asuh yang bagaimana juga tidak terjawab. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini dapatlah dijawab pertanyaan tersebut. Kemiskinan memang tidak bisa dipungkiri menyebabkan ketersediaan pangan tingkat rumah tangga menjadi kurang. Kemiskinan juga memaksa ibu untuk ikut berjuang memenuhi kebutuhan keluarga. Tetapi pada penelitian ini, kemiskinan pada keluarga balita ‘diperberat’ oleh beberapa kondisi-kondisi lain, sehingga balita mengalami gizi buruk.

5.1.5. Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu keadaan di mana keluarga memiliki jumlah pendap n yang berada di sekitar lingkungan kemiskinan menjad atan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan yang setingkat di atas kebutuhan yang paling mendasar Durning, 1989; UNDIESA, 1991; Jacobson dalam Koblinsky, 1997: 2. Beberapa kondisi atau keadaa i faktor yang menyertai timbulnya gizi buruk pada keluarga-keluarga ini. Faktor ini memperberat kemiskinan itu sendiri, yaitu:

1. Besarnya Jumlah Anak dalam Keluarga

Besarnya jumlah anak dalam keluarga adalah jumlah anak dalam keluarga yang melebihi standart Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera NKKBS, yaitu memiliki 2 dua orang anak. Jumlah anak dalam keluarga-keluarga ini cukup banyak. Sebuah keluarga memiliki anak rata-rata 5 orang. Besarnya jumlah keluarga tentunya memperberat perekonomian keluarga, terlebih dalam pengadaan makanan yang cukup untuk semua anggota keluarga. Jumlah keluarga yang besar tentunya membutuhkan persediaan makanan dengan jumlah yang cukup banyak juga. angan anak dengan baik. Dan, hal yang pen butuhan zat giziny

2. Jumlah Balita dalam Keluarga

i bawah lima tahu a dalam keluarga gi, dan tingkat k P h anak lebih dar a ada 4 empat keluarga yang memiliki jum G ian ibu juga jadi u. Ibu tidak bisa sepenuhnya me dengan pekerjaan kerjaan membant rumah; Keluarga-keluarga miskin dengan anggota keluarga lebih sedikit jumlah anak 2 atau 3 orang, memiliki kemungkinan yang kecil anaknya menderita gizi buruk, karena perhatian ibu untuk memberi makan dapat dilakukan secara penuh. Ibu juga lebih memperhatikan kesehatan serta perkemb ting, anak mendapat makanan dengan cukup sehingga dapat memenuhi ke a setiap hari. Jumlah balita dalam keluarga adalah terdapatnya anak yang berusia d n dengan jumlah lebih dari 2 dua orang. Banyaknya jumlah balit mencerminkan suatu kebutuhan akan perhatian yang cukup ting elahiran yang cukup dekat. ada penelitian ini, ditemukan 5 lima keluarga yang memiliki jumla i 4 empat orang, dan diantarany lah balita 3 tiga orang, yaitu keluarga Bima, Aini, Syahnan dan Putra. izi buruk karena balita ‘kesundulan’ adiknya adalah benar. Perhat terbagi-bagi, terutama oleh kelahiran adik bar mperhatikan kebutuhan balita tersebut, karena perhatian ibu tersita juga -pekerjaan rumah tangga yang sudah rutin dan menyita waktu; pe u perekonomian keluarga, yang membuat ibu harus meninggalkan