Usaha Perbaikan Gizi Keluarga UPGK
pendapatan keluarga; memberikan perhatian pada pemenuhan kecukupan gizi anak balita, ibu hamil dan ibu menyusui, memberikan ASI, MP-ASI dan makanan secara
benar, serta menimbang semua balita setiap bulan di Posyandu Depkes, 1999: 4.
an pembangunan
kes RI, 2006: 1. Namun
h Posyandu, tidak memiliki peralatan yang memadai. 3.
Menurut pemerintah, Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat UBKM, yang dikelola dan diselenggarakan
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggara kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar Dep , kegiatan Posyandu mengalami kemunduran, terutama sejak krisis ekonomi
pada tahun 1997. Kegiatan penimbangan di Posyandu tidak lagi berfungsi seperti pada tahun 1970 dan 1980-an. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Universitas
Andalas Padang, Universitas Hasanuddin Sulawesi Selatan dan Sekolah Tinggi Ilmu Gizi Jawa Timur pada tahun 1999, diperoleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Hanya sekitar 40 dari jumlah Posyandu yang ada, dapat menjalankan
fungsinya dengan baik. 2.
Lebih dari separu Sebagian besar Posyandu tidak memiliki tempat pelayanan yang layak, karena
menyelenggarakan kegiatan di gudang, garasi, atau rumah penduduk. 4.
Pembinaan terhadap Posyandu masih belum merata. 5.
Sebagian besar Posyandu, belum memiliki jumlah kader yang cukup bila dibandingkan dengan jumlah sasaran dan hanya 30 kader yang telah terlatih.
6. Sebagian besar kader belum mampu mandiri, karena sangat tergantung
dengan petugas Puskesmas sebagai Pembina, dan sementara itu penghargaan terhadap kader masih rendah.
, untuk balita yang sebagian besar adalah
dari kader Posyan
ini juga embe
paya preventif, omot
7. Cakupan Posyandu masih rendah
anak usia di bawah 2 dua tahun, cakupannya masih di bawah 50, sedangkan untuk ibu hamil cakupannya hanya sekitar 20.
8. Hampir 100 ibu menyatakan pernah mendengar Posyandu, namun yang
hadir pada saat kegiatan Posyandu kurang dari separuhnya. Salah satu indikator keberhasilan Posyandu adalah kemampuan
du tersebut. Hasil survey yang dilakukan Rienks dalam Dove 1985: 45-47 memberikan hasil yang menarik. Sebanyak 37 kader sama sekali tidak mempunyai
aktivitas apa-apa, 57 hanya aktif sekali-kali dan bergantung pada petunjuk dari petugas kesehatan, dan hanya 5 yang memiliki “self motivated” serta memiliki
standar pelaksanaan tugas sesuai dengan pedoman latihan kader. Survei m
rikan hasil bahwa hanya 7 kader yang mengakui benar-benar mengerti latihan yang diberikan.
Oleh karena itu pemerintahan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM 2004-2009 bidang kesehatan, mengutamakan u
pr if dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu bentuk pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan adalah menumbuh-kembangkan Posyandu kembali Revitalisasi Posyandu. Pemberdayaan masyarakat dalam menumbuhkembangkan
Posyandu merupakan upaya fasilitas agar masyarakat mengenali masalah yang
dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi, kondisi dan kebutuhan setempat Dinkes Prop. Sumut,
2007: 1. 2.3.2.
ita diwujudkan dalam bentuk PMT. n dalam bentuk MP-ASI atau blended food.
an sama
kurangan gizi, tetapi tidak cukup besar bermakna
Program Pemberian Makanan
Program suplementasi makanan merupakan cara efektif untuk meningkatkan status gizi anak yang kurang gizi. Tujuan utama program suplementasi makanan
adalah: 1 untuk meningkatkan status gizi anak, 2 untuk mencegah memburuknya status gizi, 3 untuk membantu pengobatan penyakit infeksi, dan 4 untuk
memfasilitasi program KIE untuk orangtua dan anak Jahari, 2000: 111. Penanggulangan kasus gizi buruk pada bal
PMT diberikan untuk anak usia 6-11 bula Bagi anak usia 12 – 59 bulan diberikan biskuit sebanyak 75 gramhari dan susu bubuk
sebanyak 80 gramhari. PMT ini diberikan selama 90 hari dengan sasaran balita dari keluarga miskin Jahari, 2000: 112; Dinkes Prop. Sumatera Utara, 2005: 2.
Penelitian di NTT Anonymous, 2006: 1 yang berkaitan dengan PMT, memberikan hasil hanya sekitar 34,7 balita gizi buruk yang mengalami kenaikan
berat badan, 60,3 balita gizi buruk tidak mengalami kenaikan berat bad sekali, bahkan terdapat 5 balita mengalami penurunan berat badan.
Studi Thaha, dkk pada tahun 2000, yang dilakukan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan dan Kabupaten Tangerang Jawa Barat, memunculkan suatu
fenomena bahwa program PMT balita hanya mampu menurunkan Z-score hingga batas ‘cut off point’ ke
m nkan rata-rata Z-score Thaha, dkk, 2002: 31. Fenomena ini menunjukkan
bahwa, jika perbaikan status gizi balita ingin tetap dipertahankan maka program PMT harus menjadi sebuah program yang berkesinambungan.
enuru
irekomendasikan untuk memperpanjang
ngambilan keputusan dalam Dengan kata lain, jangka waktu pemberian makanan tambahan harus
diperhatikan, PMT sebaiknya diberikan terus-menerus dengan mempertimbangkan masa pertumbuhan kritis anak. Berdasarkan pengalaman di klinik gizi Bogor, untuk
meningkatkan status gizi dari gizi buruk ke gizi kurang diperlukan jangka waktu pelaksanaan PMT selama sekitar 6 bulan. Dalam program PMT skala besar yang
dilakukan oleh petugaskader setempat, d waktu PMT menjadi 10-12 bulan Jahari, 2000.