Infeksi pada Balita Faktor-Faktor Peny
Penyebab balita gizi buruk tidak hanya karena kedua faktor langsung tersebut, tetapi ada juga faktor tidak langsung yang berkaitan dan mempengaruhi status gizi
balita,
i seimbang, tetapi anak juga harus m
bkan rendah
yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan Unicef, 1990; Marpaung, 2006: 14.
Asuhan gizi adalah praktek yang dilakukan di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya, untuk
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak tidak hanya mendapat makanan yang bergiz
endapat perhatian dan kasih sayang. Dalam hal ini, peranan ibu sangat kuat. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan sabar dan penuh kasih sayang, apalagi
ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat Posyandu dan kebersihan, meskipun miskin akan dapat mengasuh dan memberi makan anak dengan
baik sehingga anaknya tetap sehat. Lagi-lagi unsur pendidikan dan pengetahuan gizi serta kesehatan pada perempuan mempengaruhi kualitas pengasuhan anak.
Menurut Soekirman 2005: 1, faktor kemiskinan dan pendidikan orangtua yang rendah serta kurangnya pengetahuan soal gizi dan kesehatan, merupakan
penyebab utama tingginya angka penderita gizi buruk. Kemiskinan menyeba nya kualitas intake zat gizi, penyakit infeksi, buruknya pengetahuan dan
praktek keluarga berencana, yang pada akhirnya berpengaruh pada rendahnya status gizi balita dan ibu hamil. Namun, selain disebabkan ketidakmampuan ekonomi, kasus
gizi buruk juga dapat disebabkan pola asuh ibu atau keluarga yang salah. Dengan kata
lain pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan balita.
Kemiskinan selalu didengung-dengungkan menjadi penyebab gizi buruk, tetapi tidak semua keluarga miskin memiliki balita gizi buruk. Hal ini dikuatkan oleh
penelitian mengenai penyimpangan positif positive deviance, yang dilakukan oleh Jus’at, dkk 2000: 145-156 di DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor. Penelitian ini
membe
pak memiliki gizi lebih baik dibandingkan jika an
gizi buruk. Adakalanya pantangan tersebut didasarkan kepada keagamaan, tetapi adapula yang merupakan tradisi yang turun-temurun.
Pada masyarakat Indonesia, memberikan makan balita masih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan atau mitos yang berkembang, sehingga memantangkan
jenis makanan tertentu untuk balita. Sampai saat ini masih ada anggapan bahwa “anak tidak boleh makan ikan, nanti cacingan, atau anak tidak boleh makan telur, nanti
rikan hasil bahwa status ekonomi keluarga-keluarga yang relatif sama, belum tentu memiliki balita dengan status gizi yang sama juga.
Mengapa keluarga dengan status ekonomi yang rendah tetapi memiliki balita dengan status gizi baik. Hal ini ditentukan oleh pola pengasuhan ibu, usaha ibu untuk
‘mengusahakan’ anak mau makan, berdam ak dibiarkan mengikuti kemauannya saja yaitu tidak mau makan. Pengasuhan
anak yang berpindah ke tangan ‘kedua’ misalnya pembantu atau nenek, juga mempunyai dampak pada keadaan gizi anak Jus’at, dkk, 2000: 155-156.
Faktor pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu dapat mempengaruhi terjadinya
bisulan”. Padahal ini semua akan merugikan si anak. Ikan dan telur adalah salah satu sumber protein yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut FosterAnderson 2005: 311, masalah gizi bergantung juga dengan kepercayaan-kepercayaan yang keliru mengenai hubungan antara makanan dan
kesehatan. Kepercayaan, pantangan dan upacara-upacara yang ada di masyarakat mencegah orang untuk memanfaatkan makanan yang tersedia bagi mereka.
Ketahanan pangan di keluarga juga salah satu faktor tidak langsung yang menyebabkan balita gizi buruk. Menurut Tabor, dkk 2000: 49 ketika kemiskinan
menimpa keluarga maka kemampuan daya beli untuk memenuhi kebutuhan pangan utama telah menurun, sehingga mengancam ketahanan pangan keluarga yang dapat
menyebabkan gangguan pada status gizi. pok
masalah yang ada di masyarakat, berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung ini berkaitan dengan ok
baik serta ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia, seperti terlihat pada Gambar 2.1:
S r: Tabor, dkk dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2000: 45
Banyak orang beranggapan bahwa faktor utama penyebab gizi buruk adalah kemiskinan, sehingga gizi buruk hanya dapat diperbaiki dengan p
umbe Gambar 2.1. Penyebab Kurang Gizi
erbaikan status osial ekonomi masyarakat. Dalam usaha pembangunan, jawaban yang paling banyak
na cara menyediakan hidangan lebih baik bagi a
s terdengar terhadap pertanyaan “bagaima
nak-anak masyarakat miskin”, adalah “pertumbuhan ekonomi”. Dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penghasilan, maka perbaikan gizi, menurut
pandangan tersebut, akan terpecahkan dengan sendirinya Berg, 1987: 49.
Tingkat penghasilan, belum tentu dengan sendirinya dapat memecahkan persoalan gizi buruk di masyarakat. Pertanyaan yang harus dijawab dengan
mening
a antar w
uan dari pengobatan adalah untuk emul
katnya penghasilan, yaitu: seberapa besar pengeluaran untuk pangan keluarga; seberapa besar pengeluaran nonpangan keluarga; jenis pangan apa yang dibeli,
apakah bergizikah; dan siapa anggota keluarga yang lebih diutamakan dalam mendapat pangan, orang tua atau anak-anak ?
Masalah gizi memiliki dimensi yang luas, tidak hanya merupakan masalah kesehatan tetapi juga meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh,
pendidikan, dan lingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbed ilayah ataupun antar kelompok masyarakat, bahkan akar masalah ini dapat
berbeda antar kelompok usia balita. Apapun faktor yang menyebab balita gizi buruk, penderita gizi buruk harus
segera mendapat pengobatan. Adapun tuj m
ihkan kesehatan secepatnya dan menurunkan angka kematian. Penderita gizi buruk memerlukan perawatan berhubung karena keadaannya yang mengkhawatirkan
dan terdapatnya berbagai komplikasi yang membahayakan hidupnya.