Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengaruh Rokok Terhadap Penyakit Katarak Di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG

PENGARUH ROKOK TERHADAP PENYAKIT KATARAK

DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH KECAMATAN

MEDAN HELVETIA TAHUN 2011

Oleh :

FADHILAH NISA T

080100048

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG

PENGARUH ROKOK TERHADAP PENYAKIT KATARAK

DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH KECAMATAN

MEDAN HELVETIA TAHUN 2011

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

FADHILAH NISA T

080100048

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengaruh Rokok Terhadap Penyakit Katarak Di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011

Nama : Fadhilah Nisa T NIM : 080100048

Pembimbing Penguji I

dr. Aryani Atiyatul Amra, Sp.M. dr. Sarah Dina, Sp.OG., (K) NIP. 19640502 200501 2 002 NIP 19680415 199703 2 001

Penguji II

dr. Amira Permatasari, Sp.P. NIP. 19691107 199903 2 002

Medan, Desember 2011 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH NIP. 19540220-198011-1-001


(4)

ABSTRAK

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa, ataupun keduanya. Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya sehingga pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Katarak merupakan penyakit yang sering terjadi pada orang tua dan merupakan penyebab kebutaan paling utama di dunia. Salah satu faktor resiko katarak yang dapat dicegah adalah merokok. Beberapa penelitian telah mengemukakan besarnya hubungan antara merokok dengan katarak. Hal ini merupakan kabar buruk karena tingginya angka perokok di dunia. Artinya semakin banyak orang merokok maka makin banyak orang beresiko menderita katarak dan kebutaan akibat katarak. Untuk itu perlu dinilai pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap katarak.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap penyakit katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian potong lintang dengan cara membagikan kuesioner yang telah valid dan reliabel kepada 96 orang sampel penelitian usia 17-40 tahun yang diambil dengan teknik consecutive sampling.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 40 orang laki-laki dan 56 orang perempuan responden yang memiliki pengetahuan kurang, cukup dan baik secara berurut adalah 70, 21, dan 5 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan kurang.

Penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa hanya sedikit masyarakat yang mengetahui hubungan rokok terhadap katarak. Untuk itu pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap katarak perlu ditingkatkan lagi dengan cara edukasi di bangku sekolah, edukasi masyarakat luas melalui media massa, penyuluhan pemerintah secara berkala, edukasi melalui dokter umum, dokter spesialis mata atau petugas kesehatan lainnya sehingga kesadaran masyarakat akan meningkat.


(5)

ABSTRACT

Cataract is the opacity of the lens due to hydration of lens, denaturation of lens or both. The opacity impedes the passage of light through the lens that causes a cloudy vision or blindness. Cataract often occurs to old fellow and the most prominent that causes blindness in the world. One of the preventable risks of cataract is cigarette smoking. Some researches explained significant relation between smoking cigarette and cataract. Because of high smokers population in the world it means there are many people are at risk of cataract and blindness. Therefore the level of public knowledge about the influence of smoking on cataract needs to be assessed.

The main aim of this study is to determine the level of public knowledge about the influence of smoking on cataract in Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia year 2011. This study is descriptive cross-sectional which is conducted by giving validated questionnaire to 96 respondent aged 17-40 years.

The result of this study shows that 70 respondents have less knowledge, 21 respondents have good enough knowledge and 5 respondents have good knowledge about the influence of smoking on cataract. It shows that most respondents have less knowledge about the influence of smoking on cataract.

The result of this study agrees with several previous studies which stated that only a few people know the influence of smoking on cataract. Therefore the public knowledge about the influence of cigarette smoking on cataract should be increased by school education, public mass education, periodic governmental education, education through doctors, ophthalmologist or other health care workers so that people awareness about the influence of smoking on cataract will increase.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas seluruh rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini tepat waktu.

Penelitian berjudul Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengaruh Rokok Terhadap Penyakit Katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Helvetia Tahun 2011 diajukan penulis untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Aryani Atiyatul Amra, Sp.M. selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan bimbingan, ilmu, dan waktu kepada penulis dalam menyelesaikan proposal ini.

3. dr. T. Siti Harilza Zubaidah, Sp.M. selaku dosen penasihat akademik yang telah banyak membantu penulis selama pendidikan di Fakultas Kedokteran. 4. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan banyak ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis. 5. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pemerintahan Kota Medan

dan pegawai Kantor Lurah Helvetia Tengah, yang memudahkan penulis dalam pengambilan data penelitian.

6. UPT Balai Kesehatan Mata Masyarakat (Pra Balai Kesehatan Indra Masyarakat) Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan banyak informasi yang mendukung penelitian ini.

7. Masyarakat Kelurahan Helvetia Tengah yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

8. Keluarga penulis terutama ayah, ibu, abang, dan adik yang selalu memberikan dukungan moral maupun material kepada penulis.


(7)

9. Teman-teman Cempaka Dewi, Citra Aryanti, Ismayani Lubis, Puteri Wulandari, Sri Ramadhanie, Mutiara Aini dan teman-teman seangkatan lainnya yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penelitian dapat menjadi lebih baik lagi.

Medan, 17 Desember 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Pengetahuan ... 5

2.1.1. Definisi Pengetahuan ... 5

2.1.2. Tingkat Pengetahuan ... 5

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 6

2.2. Lensa ... 8

2.2.1. Anatomi Lensa ... 8

2.2.2. Embriologi Lensa ... 9

2.2.3. Pertumbuhan Lensa ... 9

2.2.4. Histologi Lensa ... 9

2.2.5. Fungsi Lensa ... 11

2.2.6. Komposisi Lensa ... 11


(9)

2.3. Katarak ... 17

2.3.1. Definisi Katarak ... 17

2.3.2. Epidemiologi Katarak ... 17

2.3.3. Klasifikasi Katarak ... 18

2.3.4. Etiologi dan Faktor Resiko Katarak ... 20

2.3.5. Gejala dan Tanda Katarak ... 23

2.3.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Katarak... 24

2.3.7. Stadium Katarak ... 26

2.3.8. Penatalaksanaan Katarak ... 28

2.4. Rokok ... 28

2.4.1. Definisi Rokok... 28

2.4.2. Jenis Asap Rokok ... 29

2.4.3. Kandungan Asap Rokok ... 29

2.4.4. Pola Penyakit Akibat Rokok ... 33

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 34

3.1. Kerangka Konsep ... 34

3.2. Definisi Operasional ... 35

3.2.1. Definisi ... 35

3.2.2. Cara Ukur ... 36

3.2.3. Alat Ukur ... 36

3.2.4. Hasil Ukur ... 36

3.2.5. Skala Pengukuran ... 38

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 39

4.1. Jenis Penelitian ... 39

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 39

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

4.3.1. Populasi ... 40

4.3.2. Sampel ... 40

4.4. Teknik Pengumumpulan Data ... 41

4.4.1. Data Primer ... 41

4.4.2. Data Sekunder ... 42

4.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 43

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

5.1. Hasil Penelitian ... 44

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 44


(10)

5.1.3. Deskripsi Hasil Penilaian Kuesioner Responden ... 48

5.1.4. Deskripsi Tingkat Pengetahuan Responden ... 50

5.2 Pembahasan ... 53

5.2.1. Pembahasan Karakteristik Responden ... 53

5.2.2. Pembahasan Tingkat Pengetahuan Responden ... 54

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1. Kesimpulan ... 57

6.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Hasil Pemeriksaan pada Katarak Senilis ... 25

Tabel 2.2. Perbedaan Stadium Katarak Senilis ... 27

Tabel 3.1. Skor Setiap Pilihan pada Kuesioner ... 37

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian ... 43

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Usia 45 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 46

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 46

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 47

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Petugas Medis/Paramedis atau Tidak ... 47

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Hasil Penilaian Pengetahuan Masyarakat tentang Katarak ... 48

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi dan Persentase Hasil Penilaian Pengetahuan Masyarakat tentang Rokok ... 49

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi dan Persentase Hasil Penilaian Pengetahuan Masyarakat tentang Hubungan Rokok terhadap Katarak ... 50

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pengaruh Rokok terhadap Katarak secara Umum ... 50

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pengaruh Rokok terhadap Katarak Berdasarkan Usia ... 51


(12)

Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pengaruh Rokok terhadap Katarak

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51 Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Pengetahuan

Masyarakat tentang Pengaruh Rokok terhadap Katarak

Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 52 Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Pengetahuan

Masyarakat tentang Pengaruh Rokok terhadap Katarak


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Anatomi Lensa ... 8

Gambar 2.2. Histologi Lensa ... 10

Gambar 2.3. Mekanisme Antioksidan ... 16

Gambar 2.4. Pertukaran Bahan Kimia pada Lensa ... 17


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 : Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian

Lampiran 3 : Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang

Pengaruh Rokok Terhadap Penyakit Katarak

Lampiran 5 : Surat Persetujuan Komisi Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian oleh Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Lampiran 7 : Surat Rekomendasi Penelitian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan

Lampiran 8 : Surat Keterangan Izin Penelitian oleh Kecamatan Medan Helvetia Lampiran 9 : Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian oleh Kelurahan

Helvetia Tengah

Lampiran 10 : Data Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 11 : Output SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 12 : Data Induk Hasil Penelitian


(15)

ABSTRAK

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa, ataupun keduanya. Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya sehingga pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Katarak merupakan penyakit yang sering terjadi pada orang tua dan merupakan penyebab kebutaan paling utama di dunia. Salah satu faktor resiko katarak yang dapat dicegah adalah merokok. Beberapa penelitian telah mengemukakan besarnya hubungan antara merokok dengan katarak. Hal ini merupakan kabar buruk karena tingginya angka perokok di dunia. Artinya semakin banyak orang merokok maka makin banyak orang beresiko menderita katarak dan kebutaan akibat katarak. Untuk itu perlu dinilai pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap katarak.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap penyakit katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian potong lintang dengan cara membagikan kuesioner yang telah valid dan reliabel kepada 96 orang sampel penelitian usia 17-40 tahun yang diambil dengan teknik consecutive sampling.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 40 orang laki-laki dan 56 orang perempuan responden yang memiliki pengetahuan kurang, cukup dan baik secara berurut adalah 70, 21, dan 5 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan kurang.

Penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa hanya sedikit masyarakat yang mengetahui hubungan rokok terhadap katarak. Untuk itu pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap katarak perlu ditingkatkan lagi dengan cara edukasi di bangku sekolah, edukasi masyarakat luas melalui media massa, penyuluhan pemerintah secara berkala, edukasi melalui dokter umum, dokter spesialis mata atau petugas kesehatan lainnya sehingga kesadaran masyarakat akan meningkat.


(16)

ABSTRACT

Cataract is the opacity of the lens due to hydration of lens, denaturation of lens or both. The opacity impedes the passage of light through the lens that causes a cloudy vision or blindness. Cataract often occurs to old fellow and the most prominent that causes blindness in the world. One of the preventable risks of cataract is cigarette smoking. Some researches explained significant relation between smoking cigarette and cataract. Because of high smokers population in the world it means there are many people are at risk of cataract and blindness. Therefore the level of public knowledge about the influence of smoking on cataract needs to be assessed.

The main aim of this study is to determine the level of public knowledge about the influence of smoking on cataract in Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia year 2011. This study is descriptive cross-sectional which is conducted by giving validated questionnaire to 96 respondent aged 17-40 years.

The result of this study shows that 70 respondents have less knowledge, 21 respondents have good enough knowledge and 5 respondents have good knowledge about the influence of smoking on cataract. It shows that most respondents have less knowledge about the influence of smoking on cataract.

The result of this study agrees with several previous studies which stated that only a few people know the influence of smoking on cataract. Therefore the public knowledge about the influence of cigarette smoking on cataract should be increased by school education, public mass education, periodic governmental education, education through doctors, ophthalmologist or other health care workers so that people awareness about the influence of smoking on cataract will increase.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2009). Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter (Vaughan & Asbury, 2007). Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun (Vaughan & Asbury, 2007).

Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%.

Katarak memang dianggap sebagai penyakit yang lumrah pada lansia. Akan tetapi, ada banyak faktor yang akan memperbesar resiko terjadinya katarak. Faktor-faktor ini antara lain adalah paparan sinar ultraviolet yang berlebihan terutama pada negara tropis, paparan dengan radikal bebas, merokok, defesiensi vitamin (A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin, dan beta karoten), dehidrasi, trauma, infeksi, penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, genetik dan myopia. Beberapa faktor-faktor resiko ini tentunya ada yang dapat dihindari masyarakat untuk mencegah percepatan terjadinya katarak, misalnya merokok.


(18)

Hal yang menarik di sini adalah merokok merupakan faktor resiko terjadinya katarak. Tetapi banyak masyarakat yang belum mengetahui bahaya merokok terhadap kesehatan lensa mata. Kebanyakan merokok hanya dikaitkan dengan masalah pernafasan, jantung dan pembuluh darah, kanker, kehamilan, dan seksualitas. Padahal masih banyak efek samping rokok yang belum diketahui masyarakat termasuk katarak.

WHO memperkirakan terdapat 1,25 miliar penduduk dunia adalah perokok dan dua pertiganya terdapat di negara-negara maju, dengan sekurang- kurangnya 1 dari 4 orang dewasa adalah perokok. Berdasarkan data WHO Report on The Global Tobacco Epidemic 2009, prevalensi perokok muda di Indonesia adalah 11,8% dan prevalensi pengguna tembakau usia muda adalah 13,5%. Sedangkan prevalensi perokok yang merokok tiap hari pada kelompok dewasa adalah 24,2% dan perokok yang tidak selalu merokok pada kelompok muda adalah 5,6%.

Besarnya resiko merokok terhadap katarak telah banyak dibuktikan di beberapa penelitian. Tana, Mihardja, dan Rif’ati (2007) mendapatkan resiko perokok mendapatkan penyakit katarak sebesar 2,17 kali dibandingkan dengan bukan perokok. Raju, George, Ramesh, Arvind, Baskaran dan Vijaya (2006) mendapatkan OR perokok terhadap katarak sebesar 1,59. Christen dkk. (1992) melalui penelitian prospektif kohort mendapatkan RR perokok dibandingkan bukan perokok terhadap kejadian katarak sebesar 2,16. Di Indonesia Pujiyanto dan Ismu (2004) mendapatkan resiko katarak pada perokok sebesar OR= 5,8 dibandingkan yang bukan perokok.

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa faktor terpenting dari rokok yang dapat menimbulkan katarak adalah radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan (Murray, 2003). Selain itu peranan kadmium dan NO juga sangat besar terhadap timbulnya katarak. Radikal bebas dan NO dapat memicu terbentuknya senyawa malondyaldehida yang akan membentuk ikatan silang antara protein dan lipid membran sehingga sel menjadi rusak. Kadmium pada rokok dapat berakumulasi di lensa sehingga menghambat kerja enzim antioksidan lensa. Ketiga zat tersebut akhirnya dapat membentuk kekeruhan pada lensa sehingga timbul katarak


(19)

Berdasarkan uraian di atas, yaitu tingginya angka perokok di dunia, termasuk di Indonesia dan signifikannya hubungan antara merokok dan katarak, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap penyakit katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, dapat dirumuskan suatu masalah dalam penelitian ini, yaitu: “Bagaimanakah tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap penyakit katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap penyakit katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap penyakit katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 berdasarkan usia.

2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap penyakit katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 berdasarkan jenis kelamin. 3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh

rokok terhadap penyakit katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 berdasarkan tingkat pendidikan.


(20)

4. Untuk megetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap penyakit katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2011 berdasarkan pekerjaan (medis/paramedis atau bukan).

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan masyarakat sebagai sumber pengetahuan tentang pengaruh rokok terhadap katarak

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi penelitian kesehatan dan ilmu kedokteran

3. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi ilmu kedokteran komunitas tentang tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap penyakit katarak, sehingga apabila diperlukan dapat dilakukan penyuluhan tentang pengaruh rokok terhadap kesehatan mata khusunya katarak.

4. Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan penulis mengenai katarak, rokok, dan hubungan keduanya.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah salah satu domain perilaku. Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010), perilaku dapat dibedakan menjadi tiga area, wilayah, ranah atau domain, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian oleh Bloom ini, perilaku dibagi menjadi tiga ranah untuk kepentingan praktis, yakni pengetahuan, sikap dan tindakan.

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Perubahan pengindraan menjadi pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda.

2.1.2. Tingkat Pengetahuan

Secara garis besarnya pengetahuan dapat dibagi menjadi enam tingkatan, yakni:

1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

2. Memahami (Comprehension), dapat diartikan sebagai suatu bentuk kemampuan dalam menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara tepat dan benar. Individu yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut harus mampu menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan objek yang dipelajarinya.

3. Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi


(22)

di sini dapat diartikan dengan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut, dan masih terkait satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, di mana dapat menggambarkan (membuat bagan atau tabel), membedakan, memisahkan, mengklasifikasikan, dan berbagai hal lainya.

5. Sintesis (Synthesis), menunjukkan suatu bentuk kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis dapat diartikan sebagai suatu bentuk kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang telah ada sebelumya.

6. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada sebelumnya. (Notoatmodjo, 2010).

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.


(23)

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental, taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat adalah kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.

6. Kebudayaan

Kebudayaan akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara langsung. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.

7. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.


(24)

2.2. Lensa

2.2.1. Anatomi Lensa

Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Radius kurvatura anterior 10 mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat usia lanjut. Berat lensa 135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun (Khurana, 2007). Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata (Lang, 2000). Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa dipertahankan di tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar. Serat zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang mengelilingi lensa secara sirkular (Yanoff dan Duker, 2009).

Gambar 2.1: Anatomi Lensa


(25)

2.2.2. Embriologi lensa

Pada bulan pertama kehamilan permukaan ektoderm berinvaginasi ke vesikel optik primitif yang terdiri atas neuroektoderm. Struktur ektoderm murni ini akan berdiferensiasi menjadi tiga struktur, yakni serat geometrik sentral lensa, permukaan anterior sel epithel, dan kapsul hyalin aselular. Arah pertumbuhan struktur epithel yang normal adalah sentrifugal. Sel yang telah berkembang sempurna akan bermigrasi ke permukaan dan mengelupas. Pertumbuhan serat lensa primer membentuk nukleus embrionik. Di bagian ekuator, sel epithel akan berdiferensiasi menjadi serat lensa dan membentuk nukleus fetus. Serat sekunder yang baru ini akan menggantikan serat primer ke arah pertengahan lensa. Pembentukan nukleus fetus yang mendekati nukleus embrionik akan sempurna saat lahir. Laju pertumbuhan lensa fetus adalah 180 mg/tahun. Lensa fetus berbentuk bulat sempurna (Lang, 2000).

2.2.3. Pertumbuhan Lensa

Lensa akan terus tumbuh dan membentuk serat lensa seumur hidup, tidak ada sel yang mati ataupun terbuang karena lensa ditutupi oleh kapsul lensa. Pembentukan serat lensa pada ekuator, yang akan terus berlanjut seumur hidup, membentuk nukleus infantil selama dekade pertama dan kedua kehidupan serta membentuk nukleus dewasa selama dekade ketiga. Arah pertumbuhan lensa yang telah berkembang berlawanan dengan arah pertumbuhan embriologinya. Sel yang termuda akan selalu berada di permukaan dan sel yang paling tua berada di pusat lensa. Laju pertumbuhan lensa adalah 1,3 mg/tahun antara usia 10-90 tahun (Malhotra, 2007).

2.2.4. Histologi Lensa

Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama: 1. Kapsul lensa

Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 µ m), homogen, refraktil, dan kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini


(26)

merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator (14 µm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 µ m). Kapsul lensa bersifat semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi tidak.

2. Epitel subkapsular

Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup dengan terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator lensa. Sel-sel epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa. 3. Serat lensa

Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut kristalin.

Gambar 2.2: Histologi Lensa


(27)

Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi lainnya pada badan siliar. Serat zonula serupa dengan miofibril serat elastin. Sistem ini penting untuk proses akomodasi, yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh dengan mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang istirahat atau memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh zonula pada bidang yang tegak lurus terhadap sumbu optik. Bila melihat dekat, muskulus siliaris akan berkontraksi, dan koroid beserta badan siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan yang dihasilkan zonula akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek dapat dipertahankan (Janqueira dan Carneiro, 2004).

2.2.5. Fungsi Lensa

Lensa adalah salah satu dari media refraktif terpenting yang berfungsi memfokuskan cahaya masuk ke mata agar tepat jatuh di retina. Lensa memiliki kekuatan sebesar 10-20 dioptri tergantung dari kuat lemahnya akomodasi.

2.2.6. Komposisi Lensa

Lensa terdiri atas air sebanyak 65%, protein sebanyak 35% (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dijaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat (Vaughan, 2007).

Protein lensa dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kelarutannya dalam air, yaitu protein laut air (protein sitoplasmik) dan protein tidak larut air (protein sitoskeletal). Fraksi protein larut air sebesar 80% dari seluruh protein lensa yang terdiri atas kristalin. Kristalin adalah protein intraselular yang terdapat pada epithelium dan membran plasma dari sel serat lensa. Kristalin terbagi atas kristalin


(28)

bagian dari famili yang sama sehingga sering disebut sebagai kristalin betagamma.

Kristalin alpha merepresentasikan 32% dari protein lensa. Kristalin alpha adalah protein dengan besar molekul yang paling besar yaitu sebesar 600-4000 kDa, bergantung pada kecenderungan subunitnya untuk beragregasi. Kristalin alpha bukan merupakan suatu protein tersendiri, melainkan gabungan dari 4 subunit mayor dan 9 subunit minor. Setiap polipeptida subunit memiliki berat molekul 20 kDa. Rantai ikatannya merupakan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Kristalin alpha terlibat dalam transformasi sel epithel menjadi serat lensa. Laju sintesis kristalin alpha tujuh kali lebih cepat di sel epitel dari pada di serat kortikal, mengindikasikan penurunan laju sintesis setelah transformasi.

Kristalin beta dan gamma memiliki rangkaian asam amino homolog dan struktur yang sama sehingga dapat dipertimbangkan sebagai satu famili protein. Kristalin beta berkontribusi sebesar 55% dari protein larut air pada protein lensa. Kristalin gamma adalah kristalin yang paling kecil berat molekulnya yaitu sebesar 20 kDa.

Protein lensa yang tidak larut air dapat dibagi menjadi dua, yaitu protein yang larut dalam urea dan yang tidak larut dalam urea. Fraksi yang larut dalam urea terdiri atas protein sitoskeletal yang berfungsi sebagai rangka struktural sel lensa. Fraksi yang tidak larut urea terdiri atas membran plasma serat lensa.

Major Intrinsic Protein (MIP) adalah protein yang menyusun plasma membran sebesar 50%. MIP pertama sekali muncul di lensa ketika serat lensa mulai memanjang dan dapat di jumpai di membran plasma di seluruh masa lensa. MIP tidak dijumpai di sel epitel, maka dari itu MIP berhubungan dengan diferensiasi sel menjadi serat lensa.

Seiring dengan meningkatnya usia, protein lensa menjadi tidak larut air dan beragregasi membentuk partikel yang lebih besar yang mengaburkan cahaya. Akibatnya lensa menjadi tidak tembus cahaya. Selain itu, seiring dengan bertambahnya usia, maka makin banyak protein yang larut urea menjadi tidak larut urea (American Academy of Ophthalmology, 2007).


(29)

2.2.7. Metabolisme Lensa

Tujuan utama dari metabolisme lensa adalah mempertahankan ketransparanan lensa. Lensa mendapatkan energi terutama melalui metabolisme glukosa anaerobik. Komponen penting lain yang dibutuhkan lensa adalah bentuk NADPH tereduksi yang didapatkan melalui jalur pentosa yang berfungsi sebagai agen pereduksi dalam biosintesis asam lemak dan glutation. Metabolisme berbagai zat di lensa adalah sebagai berikut:

1. Metabolisme gula

Glukosa memasuki lensa dari aqueous humor melalui difusi sederhana dan difusi yang difasilitasi. Kira-kira 90-95% glukosa yang masuk ke lensa akan difosforilasi oleh enzim hexokinase menjadi glukosa-6-fosfat. Hexokinase akan tersaturasi oleh kadar glukosa normal pada lensa sehingga apabila kadar glukosa normal telah dicapai, maka akan reaksi ini akan terhenti. Glukosa-6-fosfat yang terbentuk ini akan digunakan di jalur glikolisis anaerob dan jalur pentosa fosfat.

Lensa tidak dilalui pembuluh darah sehingga kadar oksigen lensa sangat rendah. Oleh karena itu, metabolisme utamanya berlangsung secara anaerob yaitu glikolisis anaerob. Sebesar 70% ATP lensa dihasilkan melalui glikolisis anaerob. Walaupun kira-kira hanya 3% dari glukosa masuk ke siklus Krebs, tetapi siklus ini menghasilkan 25% dari seluruh ATP yang dibentuk di lensa.

Jalur lain yang memetabolisme glukosa-6-fosfat adalah jalur pentosa fosfat. Kira-kira 5% dari seluruh glukosa lensa dimetabolisme oleh jalur ini dan dapat distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa. Aktivitas jalur pentosa fosfat di lensa lebih tinggi dibandingkan di jaringan lain untuk menghasilkan banyak NADPH yang berfungsi untuk mereduksi glutation.

Jalur lain yang berperan dalam metabolisme glukosa di lensa adalah jalur sorbitol. Ketika kadar glukosa meningkat, seperti pada keadaan hiperglikemik, jalur sorbitol akan lebih aktif dari pada jalur glikolisis sehingga sorbitol akan terakumulasi. Glukosa akan diubah menjadi sorbitol dengan bantuan enzim yang berada di permukaan epitel yaitu aldosa reduktase. Lalu sorbitol akan


(30)

dimetabolisme menjadi fruktosa oleh enzim poliol dehidrogenase. Enzim ini memiliki afinitas yang rendah, artinya sorbitol akan terakumulasi sebelum dapat dimetabolisme, sehingga menyebabkan retensi sorbitol di lensa. Selanjutnya sorbitol dan fruktosa menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan akan menarik air sehingga lensa akan menggembung, sitoskeletal mengalami kerusakan, dan lensa menjadi keruh.

2. Metabolisme protein

Konsentrasi protein lensa adalah konsentrasi protein yang tertinggi dari seluruh jaringan tubuh. Sintesa protein lensa berlangsung seumur hidup. Sintesis protein utama adalah protein kristalin dan Major Intrinsic Protein (MIP). Sintesa protein hanya berlangsung di sel epitel dan di permukaan serabut kortikal.

Lensa protein dapat stabil dalam waktu yang panjang karena kebanyakan enzim pendegradasi protein dalam keadaan normal dapat diinhibisi. Lensa dapat mengontrol degradasi protein dengan menandai protein yang akan didegradasi dengan ubiquitin. Proses ini berlangsung di lapisan epitelial dan membutuhkan ATP. Lensa protein dirombak menjadi peptida oleh endopeptidase lalu dirombak lagi menjadi asam amino oleh eksopeptidase. Endopeptidase diaktivasi oleh megnesium dan kalsium dan bekerja optimal pada pH 7,5. Substrat utama enzim ini adalah kristalin alpha. Contoh endopeptidase adalah calpain. Calpain dapat diinhibisi oleh calpastatin. Calpastatin adalah merupakan inhibitor netral yang konsentrasinya lebih tinggi daripada calpain.

3. Glutation

Glutation (L-γ-glutamil-L-sisteinglisin) dijumpai dalam konsentrasi yang besar di lensa, terutama di lapisan epitelial. Fungsi glutation adalah mempertahankan ketransparanan lensa dengan cara mencegah aggregasi kritalin dan melindungi dari kerusakan oksidatif.

Glutation memiliki waktu paruh 1-2 hari dan didaur ulang pada siklus γ -glutamil. Sintesis dan degradasi glutation berlangsung dalam kecepatan yang sama. Glutation disintesis dari L-glutamat, L-sistein, dan glisin dalam dua tahap yang membutuhkan 11-12% ATP lensa. Glutation tereduksi juga didapatkan dari


(31)

aqueous humor melalui transporter khusus. Pemecahan glutation mengeluarkan asam amino yang akan didaur ulang untuk pembentukan glutation selanjutnya. 4. Mekanisme antioksidan

Lensa dapat mengalami kerusakan akibat radikal bebas seperti spesies oksigen reaktif. Spesies oksigen reaktif adalah sebutan untuk sekelompok radikal oksigen yang sangat reaktif, merusak lipid, protein, karbohidrat dan asam nukleat. Contoh-contoh radikal oksigen adalah anion superoksida (O2-), radikal bebas

hidroksil (OH+), radikal peroksil (ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen tunggal (O2), dan hidrogen peroksida (H2O2).

Mekanisme kerusakan yang diakibatkan oleh spesies oksigen reaktif adalah peroksidasi lipid membran membentuk malondialdehida, yang akan membentuk ikatan silang antara protein dan lipid membran sehingga sel menjadi rusak. Polimerisasi dan ikatan silang protein tersebut menyebabkan aggregasi kristalin dan inaktivasi enzim-enzim yang berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase.

Lensa memiliki beberapa enzim yang berfungsi untuk melindungi dari radikal bebas seperti glutation peroksidase, katalase dan superoksida dismutase. Mekanisme antioksidan pada lensa adalah dengan cara dismutasi radikal bebas superoksida menjadi hidrogen peroksida dengan bantuan enzim superoksida dismutase. Lalu hidrogen peroksida tersebut akan diubah menjadi molekul air dan oksigen melalui bantuan enzim katalase. Selain itu, glutation tereduksi dapat mendonorkan gugus hidrogennya pada hidrogen peroksida sehingga berubah menjadi molekul air dengan bantuan enzim glutation peroksidase. Glutaion tereduksi yang telah memberikan gugus hidrogennya akan membentuk glutation teroksidasi yang tidak aktif, tetapi NADPH yang berasal dari jalur pentosa akan mengubahnya kembali menjadi glutation tereduksi dengan bantuan enzim glutation reduktase.


(32)

Gambar 2.3: Mekanisme Antioksidan

5. Mekanisme Pengaturan Keseimbangan Cairan dan elektrolit

Aspek fisiologi yang terpenting dalam menjaga ketransparanan lensa adalah pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. Ketransparanan lensa sangat bergantung pada komponen struktural dan makromolekular. Selain itu, hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa.

Lensa mempunyai kadar kalium dan asam amino yang tinggi dibandingkan aqueous dan vitreus dan memiliki kadar natrium dan klorida yang lebih rendah dibandingkan sekitarnya. Keseimbangan elektrolit diatur oleh permeabilitas membran dan pompa natrium dan kalium (Na-K-ATPase). Pompa ini berfungsi memompa natrium keluar dan memompa kalium untuk masuk.

Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas membran di lensa di sebut teori pompa bocor. Kalium dan asam amino ditransportasikan ke dalam lensa secara aktif ke anterior lensa melalui epithelium. Lalu kalium dan asam amino akan berdifusi melalui bagian posterior lensa. Sedangkan natrium masuk ke


(33)

dalam lensa di bagian posterior lensa secara difusi dan keluar melalui bagian anterior lensa secara aktif.

Gambar 2.4: Pertukaran Bahan Kimia pada Lensa

(Sumber: Khurana, 2007) 2.3. Katarak

2.3.1. Definisi Katarak

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2009).

2.3.2. Epidemiologi Katarak

Menurut WHO, katarak adalah penyebab kebutaan terbesar di seluruh dunia. Katarak menyebabkan kebutaan pada delapan belas juta orang diseluruh


(34)

dunia dan diperkirakan akan mecapai angka empat puluh juta orang pada tahun 2020. Hampir 20,5 juta orang dengan usia di atas 40 yang menderita katarak, atau 1 tiap 6 orang dengan usia di atas 40 tahun menderita katarak (American Academy Ophthalmology, 2007).

2.3.3. Klasifikasi Katarak

Klasifikasi katarak dapat dibagi berdasarkan morfologis dan berdasarkan permulaan terjadinya katarak.

1. Klasifikasi berdasarkan morfologis

Berdasarkan morfologisnya, katarak dapat dibagi atas:

a. Katarak kapsular, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa, dapat berupa katarak kapsular anterior dan katarak kapsular posterior. Katarak kapsular dapat disebabkan oleh usia, uveitis yang berhubungan dengan sinekia posterior, obat-obatan, radiasi, dan trauma.

b. Katarak subkapsular, adalah katarak yang melibatkan bagian superfisial korteks atau tepat di bawah kapsul lensa dapat berupa katarak subkapsular anterior dan katarak subkapsular posterior. Katarak subkapsular posterior dapat terjadi akibat usia, radiasi, konsumsi steroid, diabetes, myopia berat dan degenerasi retina. Katarak subkapsular posterior dapat terjadi bersamaan dengan katarak subkapsular posterior dan dapat disebabkan oleh jejas lokal, iritasi, uve itis dan radiasi.

c. Katarak kortikal, adalah katarak yang melibatkan korteks lensa dan merupakan katarak yang paling sering terjadi. Katarak kortikal disebabkan oleh usia dan diabetes. Lapisan kortikal kurang padat dibandingkan nukleus sehingga lebih mudah menjadi sangat terhidrasi akibat ketidakseimbangan elektrolit, yang secepatnya akan mengarah ke kerusakan serat korteks lensa.

d. Katarak nuklear, adalah katarak yang melibatkan bagian nukleus lensa. Katarak nuklear disebabkan oleh faktor usia. Katarak nuklear merupakan sklerosis normal yang berlebihan atau pengerasan dan penguningan nukleus pada usia lanjut.


(35)

e. Katarak supranuklear, adalah katarak yang melibatkan bagian korteks lensa yang paling dalam, tepat di atas nukleus lensa.

f. Katarak polar, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa dan superfisial korteks lensa hanya di regio polar, dapat berupa katarak polar anterior dan katarak polar posterior. Katarak polar biasanya terdapat pada katarak kongenital atau karena trauma sekunder.

g. Katarak campuran, adalah keadaan di mana lebih dari satu tipe katarak muncul bersamaan. Pada awalnya katarak biasanya muncul sebagai satu tipe saja tetapi akan dapat menjadi katarak gabungan ketika bagian lensa yang lain juga mengalami degenerasi. Katarak gabungan mengindikasikan katarak telah lanjut dan perkembangannya harus lebih diperhatikan. Pasien dengan katarak gabungan akan memiliki gejala penurunan visus (Khurana, 2007).

2. Klasifikasi berdasarkan permulaan terjadinya katarak

Berdasarkan permulaan terjadinya, katarak dapat dibagi atas:

a. Katarak kongenital, adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes mellitus, hipoparatirodisme, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histopalsmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Katarak kongenital disebabkan kelainan pada pembentukan lensa sebelum proses kelahiran. Katarak kongenital digolongkan dalam katarak kapsulolentikular di yaitu katarak kapsular dan polaris atau katarak lentikular yaitu katarak kortikal atau katarak nuklear. (Ilyas, 2009)

b. Katarak juvenil, adalah katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang dari sembilan tahun dan lebih dari tiga bulan. Katarak juvenil biasanya


(36)

merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti :

a) Katarak metabolik seperti katarak diabetik, katarak galaktosemik, katarak hopikalsemik, katarak defisiensi gizi, katarak aminoasiduria, penyakit Wilson, dan katarak yang berhubungan dengan penyakit lain.

b) Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun) c) Katarak traumatik

d) Katarak komplikata:

• Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).

• Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).

• Katarak anoksik

• Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, dan besi).

• Lain-lain seperti kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.

• Katarak radiasi (Ilyas, 2009)

c. Katarak senil, adalah katarak semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Tipe utama pada katarak senilis adalah katarak kortikal, katarak nuklear, dan katarak subkapsular posterior. Walaupn katarak sering diawali oleh tipe yang murni tersebut, mereka akan matang menjadi katarak campuran. Selanjutnya akan dibahas lebih mendetail mengenai katarak senilis.


(37)

2.3.4. Etiologi dan Faktor Resiko Katarak 1. Usia

Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan juga. Keistimewaan lensa adalah ia terus menerus tumbuh dan membentuk serat lensa dengan arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak ada sel yang mati ataupun terbuang karena lensa tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat lensa paling tua berada di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada tepat di bawah kapsul lensa (korteks). Dengan pertambahan usia, lensa pun bertambah berat, tebal, dan keras terutama bagian nukleus. Pengerasan nukleus lensa disebut dengan nuklear sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan usia, protein lensa pun mengalami perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang dahulunya larut air menjadi tidak larut air dan beragregasi membentuk protein dengan berat molekul yang besar. Hal ini menyebabkan transparansi lensa berkurang sehingga lensa tidak lagi meneruskan cahaya tetapi malah mengaburkan cahaya dan lensa menjadi tidak tembus cahaya.

2. Radikal bebas

Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan (Murray, 2003). Radikal bebas dapat merusak protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat sel lensa. Radikal bebas dapat dihasilkan oleh hasil metabolisme sel itu sendiri, yaitu elektron monovalen dari oksigen yang tereduksi saat reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom, dan dari agen eksternal seperti energi radiasi. Contoh-contoh radikal oksigen adalah anion superoksida (O2-), radikal bebas hidroksil (OH+),

radikal peroksil (ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen tunggal (O2),

dan hidrogen peroksida (H2O2).

Agen oksidatif tersebut dapat memindahkan atom hidrogen dari asam lemak tak jenuh membran plasma membentuk asam lemak radikal dan menyerang oksigen serta membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih lanjut akan membentuk lipid peroksida lalu membentuk malondialdehida (MDA). MDA ini dapat menyebabkan ikatan silang antara lemak dan protein. Polimerisasi


(38)

dan ikatan silang protein menyebabkan aggregasi kristalin dan inaktivasi enzim-enzim yang berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase. Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.

3. Radiasi ultraviolet

Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV memiliki energi foton yang besar sehingga dapat meningkatkan molekul oksigen dari bentuk triplet menjadi oksigen tunggal yang merupakan salah satu spesies oksigen reaktif.

4. Merokok

Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan hubungan antara merokok dan penyakit katarak. Hasil penelitian Cekic (1998) menyatakan bahwa merokok dapat menyebabkan akumulasi kadmium di lensa. Kadmium dapat berkompetisi dengan kuprum dan mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum penting untuk aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai antioksidan terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan timbullah katarak. Disebutkan juga bahwa kadmium dapat mengendapkan lensa sehingga timbul katarak. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Sulochana, Puntham, dan Ramakrishnan (2002). Bedanya bahwa kadmium juga dapat mengganggu homeostasis zincum dan mangan pada enzim superoksida dismutase.

Hasil penelitian El-Ghaffar, Azis, Mahmoud, dan Al-Balkini (2007) menyatakan bahwa NO yang menyebabkan katarak dengan mekanisme NO bereaksi secara cepat dengan anion superoksida untuk membentuk peroksinitrit sehingga terjadi nitratasi residu tirosin dari protein lensa. Hal ini dapat memicu peroksidasi lipid membentuk malondyaldehida. Malondyaldehida memiliki efek inhibitor terhadap enzim antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase sehingga terjadi oksidasi lensa lalu terjadi kekeruhan lensa dan akhirnya terbentuk katarak.


(39)

5. Defisiensi vitamin A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin dan beta karoten

Zat nutrisi tersebut merupakan antioksidan eksogen yang berfungsi menetralkan radikal bebas yang terbentuk pada lensa sehingga dapat mencegah terjadinya katarak.

6. Dehidrasi

Perubahan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kerusakan pada lensa. Hal ini disebabkan karena perubahan komposisi elektrolit pada lensa dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.

7. Trauma

Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa sehingga timbul katarak.

8. Infeksi

Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering dijumpai sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior lensa. 9. Obat-obatan seperti kortikosteroid

Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna kortikosteroid adalah katarak subkapsular.

10. Penyakit sistemik seperti diabetes

Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa. Tingginya kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol lensa. Sorbitol ini menyebabkan peningkatan tekanan osmotik lensa sehingga lensa menjadi sangat terhidrasi dan timbul katarak.

11. Genetik

Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan percepatan maturasi katarak.

12. Myopia

Pada penederita myopia dijumpai peningkatan kadar MDA dan penurunan kadar glutation tereduksi sehingga memudahkan terjadinya kekeruhan pada lensa (Micell-Ferrari et all, 1996).


(40)

2.3.5. Gejala dan tanda Katarak

Gejala dan tanda penyakit katarak adalah: 1. Penurunan tajam penglihatan

2. Peningkatan derajat myopia 3. Silau

4. Halo (melihat lingkaran disekitar lampu) 5. Diplopia monokuler (pada katarak nuklear) 6. Penurunan sensitivitas kontras

7. Titik hitam di depan mata 2.3.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Katarak

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa katarak adalah:

1. Pemeriksaan tajam penglihatan 2. Illuminasi oblik

3. Test bayangan iris

4. Pemeriksaan dengan menggunakan ophthalmoskop langsung 5. Pemeriksaan dengan menggunakan slit-lamp


(41)

Tabel 2.1: Hasil Pemeriksaan pada Katarak Senilis

Pemeriksaan Katarak nuklear

Immatur Matur Hipermatur (morgagni) Hipermatur (sklerotik) Tajam penglihatan 6/9 hingga persepsi cahaya 6/9 hingga hitung jari Gerakan tangan hingga persepsi cahaya Persepsi cahaya Persepsi cahaya

Warna lensa Abu-abu, kuning

Putih keabu-abuan

Putih mutiara dengan nukleus coklat tenggelam

Putih susu Putih kotor berbintik

Bayangan iris Terlihat Terlihat Tidak terlihat Tidak terlihat Tidak terlihat Ophtalmoskopi Area gelap

sentral dengan fundus merah Area gelap multipel dengan fundus merah Tidak ada fundus merah Tidak ada fundus merah Tidak ada fundus merah

Slit-lamp Opasitas nuklear, korteks jernih Area yang normal dan area kataraktosa Katarak kortikal sempurna Putih susu dengan nukleus coklat tenggelam Lensa katarak berkerut dengan penebalan kapsul lensa anterior

(Sumber: Khurana, 2007) 2.3.7. Stadium Katarak

Stadium pada katarak adalak katarak insipien, imatur, matur dan hipermatur.

1. Katarak insipien. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut:

a. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. b. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior

subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien.


(42)

c. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.

d. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slit-lamp

terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. 2. Katarak Imatur. Katarak imatur ditandai dengan kekeruhan sebagian lensa dan

belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur volume lensa akan dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

3. Katarak matur. Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion kalsium yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Kedalaman bilik mata depan normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.

4. Katarak Hipermatur. Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak


(43)

berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar. Korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni (Ilyas, 2009).

Tabel 2.2: Perbedaan Stadium Katarak Senilis

Kekeruhan Cairan lensa Iris Bilik mata depan Sudut bilik mata Shadow test Penyulit Insipien Ringan Normal Normal Normal Normal Negatif - Imatur Sebagian Bertambah (air masuk) Terdorong Dangkal Sempit Positif Glaukoma Matur Seluruh Normal Normal Normal Normal Negatif - Hipermatur Masif Berkurang (air+masa lensa keluar) Tremulans Dalam Terbuka Pseudopos Uveitis dan glaukoma

(Sumber: Ilyas, 2009)

2.3.8. Penatalaksanaan Katarak

Penatalaksanaan katarak adalah pembedahan. Indikasi pembedahan pada katarak adalah tajam penglihatan sudah sangat menurun sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari, terdapat komplikasi seperti glaukoma atau uveitis, dan mengganggu estetika.

Teknik pembedahan katarak yang dapat dilakukan adalah: 1. Ekstraksi katarak intrakapsular

2. Ekstraksi katarak ekstrakapsular 3. Bedah katarak insisi kecil manual 4. Phakoemulsifikasi


(44)

2.4. Rokok

2.4.1 Definisi Rokok

Pengertian rokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gulungan tembakau (kira-kira sebesar kelingking) yang dibungkus oleh daun nipah, kertas, dan sebagainya. Pengertian rokok dalam Pasal 1 PP No.19 2003 Tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, dapat diartikan sebagai hasil olahan tembakau terbungkus atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nicotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

Komponen utama dalam rokok adalah tembakau (Sitepoe, 2000). Tembakau adalah daun-daun kering yang diolah dari genus Nicotiana; daun-daun kering ini mengandung berbagai alkaloid, dengan yang utama adalah nikotin, memiliki sifat sedatif narkotik sekaligus emetik dan diuretik, serta merupakan depresan jantung dan antispasmodik. (Dorland, 2002).

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudiaan diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Sitepoe, 2000).

Perokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Perokok aktif ialah orang yang merokok secara aktif

b. Perokok pasif ialah orang yang menghirup asap rokok saja, bukan perokoknya sendiri.

Tipe perokok aktif menurut Sitepoe (2000) adalah: a. Perokok ringan (1-10 batang/hari)

b. Perokok sedang (11-20 batang/hari) c. Perokok berat ( >20 batang/hari) 2.4.2. Jenis Asap Rokok

Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen, yaitu:


(45)

a. Komponen yang lekas menguap berbetuk gas (85%)

b. Komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat (15%)

Asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke dan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke

mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif (Sitepoe, 2000). 2.4.3. Kandungan Asap Rokok

Tembakau mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Zat-zat berbahaya pada rokok yang dapat membahayakan kesehatan adalah nikotin, tar, gas karbonmonoksida, dan logam-logam berat. Selain itu, dalam sebatang tembakau juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak kalah beracunnya. Zat-zat yang terkandung dalam rokok antara lain:

1. Nikotin

Nikotin terdapat dalm rokok dan juga pada tembakau yang tidak dibakar. Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0.5 – 3 nanogram, dan semuanya diserap sehingga di dalam cairan darah, yaitu sekitar 40 – 50 nanogram nikotin setiap 1 mililiternya. Sebenarnya nikotin bukan merupakan komponen karsinogenik. Tetapi, hasil pembusukan panas dari nikotin seperti dibensakridin, dibensokarbasol, dan nitrosaminelah yang bersifat karsinogenik. Di saluran nafas nikotin akan menghambat aktivitas silia. Selain itu, nikotin juga memiliki efek adiktif dan psikoaktif. Perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi, dan keterikatan fisik. Hal inilah yang menyebabkan mengapa perokok susah sekali untuk berhenti. Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon katelokamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin tinggi, yang mengakibatkan timbulnya hipertensi. Efek lain adalah merangsang agregasi


(46)

trombosit. Trombosit akan menggumpal dan akan menyumbat pembuluh darah.

2. Tar

Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar. Kadar tar dalam tembakau antara 0.5 – 35 mg/ batang. Tar mengandung suatu zat karsinogenik yaitu polisiklik hidrokarbon aromatis yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paru-paru.

3. Karbon monoksida (CO)

Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang/karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai 3% - 6%, dan gas ini dapat dihisap oleh siapa saja. Seseorang yang merokok hanya akan menghisap 1/3 bagian saja, yaitu arus tengah, sedangkan arus pinggir akan tetap berada di luar. Selain itu perokok tidak akan menelan semua asap tetapi ia semburkan lagi keluar. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin lebih kuat dibandingkan oksigen. Hb akan lebih cepat mengikat CO daripada O2, sehingga O2 yang akan ditransportasikan ke

jaringan berkurang. Sel tubuh yang kekurangan oksigen akan mengalami spasme. Bila proses ini berlangsung terus menerus, maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses penyempitan.

4. Kadmium

Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal. Kadmium juga dijumpai meningkat pada lensa orang yang menderita katarak dengan riwayat perokok.

5. Amoniak

Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada amoniak sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.


(47)

6. Asam sianida (HCN)

HCN merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar, dan sangat efisien untuk menghambat pernafasan selular.

7. Nitrogen oksida

Nitrogen oksida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap dapat menyebabkan hilangnya rasa sakit.

8. Formaldehid

Formaldehid adalah sejenis gas dengan bau tajam. Gas ini tergolong sebagai pengawet dan pembasmi hama. Zat ini juga sangat beracun terhadap semua organisme hidup.

9. Fenol

Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein sehingga menghalangi aktivitas enzim.

10. Asetol

Asetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan alkohol. 11. Asam Sulfida

Asam sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim.

12. Piridin

Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.

13. Metil klorida

Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu dengan hidrokarbon sebagai unsur utama. Zat ini adalah senyawa organik yang beracun.


(48)

14. Metanol

Metanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah terbakar. Meminum atau menghisap methanol mengakibatkan kebutaan bahkan kematian.

15. Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH)

Senyawa ini merupakan senyawa reaktif yang cenderung membentuk epoksida yang metabolitnya bersifat genotoksik. Senyawa tersebut merupakan penyebab tumor.

16. N- nitrosamina

N - nitrosamina dibentuk oleh nitrasasi amina. Asap tembakau mengandung dua jenis utama N- nitrosamina, yaitu Volatile N- Nitrosamina (VNA) dan

Tobacco N-Nitrosamina. Hampir semua Volatile N- Nitrosamina ditahan oleh sistem pernafasan pada inhalasi asap tembakau. Jenis asap tembakau VNA diklasifikasikan sebagai karsinogen yang potensial.

17. Radikal bebas

Mainstream smoke memiliki dua fase yaitu fase partikulat dan fase gas. Fase partikulat berasal dari tar dan mengandung radikal bebas yang stabil seperti semiquinon dan radikal bebas pusat karbon. Komponen lain pada tar rokok yang larut air adalah radikal superoksida, hidrogen peroksida dan radikal hidroksil. Ukuran fase partikulat adalah 0,1-1 µm sehingga dapat memasuki alveolus. Fase gas mengandung zat racun, komponen organik yang menguap dan radikal bebas radikal bebas pusat karbon masa hidup pendek dan radikal bebas pusat oksigen. Sidestream smoke memiliki kandungan yang sama dengan mainstream smoke ditambah radikal bebas masa hidup pendek dan sangat reaktif (Valuanidis, Vlachogianni, dan Fiotakis, 2009). Radikal bebas bukan hanya berasal dari proses pembakaran tembakau, tetapi juga berasal dari reaksi sekundernya (Gosh dan Ionita, 2007).


(49)

2.4.4. Pola Penyakit Akibat Rokok

Penyakit-penyakit yang terpicu akibat merokok adalah sebagai berikut: 1. Penyakit kardiovaskular

2. Penyakit neoplasma

3. Penyakit saluran pernafasan 4. Mengganggu kehamilan 5. Mengganggu organ reproduksi 6. Penyakit saluran pencernaan 7. Meningkatkan tekanan darah 8. Penyakit gondok

9. Penyakit pembuluh darah perifer 10. Penyakit saluran kemih

11. Adiksi (ketagihan) 12. Mempercepat penuaan 13. Katarak


(50)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap penyakit katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011.

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap

penyakit katarak: • Pengertian katarak • Faktor resiko katarak • Gejala katarak

• Komponen utama rokok • Klasifikasi perokok • Tipe perokok aktif • Komponen asap rokok • Jenis asap rokok

• Kandungan asap rokok yang dapat menyebabkan penyakit • Hubungan rokok dengan

penyakit katarak Karakteristik responden:

• Usia

• Jenis Kelamin • Pendidikan • Pekerjaan (medis


(51)

3.2. Defenisi Operasional 3.2.1. Defenisi

1. Pengetahuan adalah mencakup segala sesuatu yang diketahui masyarakat tentang:

a. Pengertian katarak b. Faktor resiko katarak c. Gejala katarak

d. Komponen utama rokok e. Klasifikasi perokok f. Tipe perokok aktif g. Komponen asap rokok h. Jenis asap rokok

i. Kandungan asap rokok yang dapat menyebabkan penyakit

2. Rokok adalah gulungan tembakau (kira-kira sebesar kelingking) yang dibungkus oleh daun nipah, kertas, dan sebagainya.

3. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya.

4. Rokok dapat menimbulkan katarak melalui aktivitas radikal bebas yang dapat merusak komponen lipid dan protein lensa, nitrogen oksida, dan akumulasi kadmium yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa dan akhirnya timbul katarak. 5. Usia, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah lama waktu

hidup.

6. Pendidikan, menurut UU RI No. 2003 tentang pendidikan nasional, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan


(52)

informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah (SMP dan SMA), dan pendidikan tinggi.

7. Pekerjaan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Petugas medis/paramedis adalah orang yang bekerja di bidang kesehatan.

3.2.2. Cara Ukur

Adapun cara pengukuran penelitian ini adalah wawancara menggunakan pertanyaan dalam bentuk angket/kuesioner.

3.2.3. Alat Ukur

Adapun alat ukur dalam penelitian ini adalah kuesioner (angket) yang diberikan kepada responden.

3.2.4. Hasil Ukur

Hasil pengukuran berupa penilaian tingkat pengetahuan dalam bentuk skor. Pada kuesioner akan disediakan 15 pertanyaan, dengan jumlah skor sebanyak 15. Jawaban yang tepat diberi skor 1 dan jawaban yang tidak tepat diberi skor 0.

Skor setiap pilihan pada pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner disajikan dalam tabel berikut ini:


(53)

Tabel 3.1.: Skor Setiap Pilihan pada Kuesioner Nomor

Pertanyaan

Skor Pilihan

A B C

1 0 1 0

2 1 0 0

3 1 0 0

4 1 0 0

5 1 0 0

6 0 1 0

7 0 1 0

8 0 1 0

9 1 0 0

10 0 1 0

11 1 0 0

12 0 0 1

13 0 1 0

14 1 0 0

15 0 1 0

Skor yang diperoleh akan dikategorikan menjadi tiga kriteria yaitu pengetahuan baik, cukup dan kurang (Arikunto, 1998). Kategori tingkat pengetahuan dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh responden 76-100 % (total skor 12 – 15)

2. Pengetahuan cukup, apabila nilai yang diperoleh responden 60-75 % (total skor 9 - 11)

3. Pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh responden < 60 % (total skor 0-8).


(54)

3.2.5. Skala pengukuran


(55)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian potong lintang atau cross sectional. Penelitian ini menggambarkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh rokok terhadap penyakit katarak di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Helvetia tahun 2011. Pada penelitian ini pendekatan atau pengumpulan data dilakukan dalam suatu saat (point time approach).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Desember 2011 di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Helvetia setelah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Adapun alasan memilih Kelurahan Helvetia Tengah sebagai tempat penelitian adalah:

a. Berdasarkan data Balai Kesehatan Mata Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, Kecamatan Medan Helvetia adalah Kecamatan dengan penderita katarak terbanyak, yaitu sebanyak 1.269 orang. b. Berdasarkan data Kecamatan Medan Helvetia Dalam Angka (Medan Helvetia District in Figures) milik Badan Pusat Statistika Kota Medan, kelurahan yang memiliki jumlah penduduk paling banyak adalah Kelurahan Helvetia Tengah dengan jumlah penduduk sebanyak 33.497 penduduk. c. Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Helvetia Tengah beragam.


(56)

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah masyarakat usia 17-40 tahun. Populasi terjangkaunya adalah masyarakat usia 17-40 tahun yang tinggal di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia tahun 2011.

Alasan pemilihan rentang usia tersebut adalah: a. Usia tersebut adalah rata-rata usia aktif merokok

b. Usia tersebut adalah tergolong usia dewasa yang mengetahui bahaya rokok.

c. Penyakit katarak adalah penyakit yang sering pada usia lanjut, tetapi faktor-faktor resikonya dapat terjadi puluhan tahun sebelumnya. Kriteria inklusi populasi pada penelitian ini adalah:

a. Masyarakat usia 17-40 tahun.

b. Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Helvetia Tengah.

c. Bersedia menjadi responden penelitian setelah memperoleh persetujuan setelah penjelasan (informed consent).

d. Mampu baca tulis.

Kriteria eksklusi populasi pada penelitian ini adalah:

a. Responden yang tidak mengisi seluruh jawaban pada pertanyaan kuesioner/angket yang telah diberikan.

4.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara mengambil sampel nonprobabilitas (non-probability sampling) dengan teknik

consecutive sampling, yaitu responden yang telah memenuhi kriteria sampel yang diinginkan peneliti berkesempatan menjadisampel penelitian hingga terpenuhinya jumlah sampel yang telah ditentukan peneliti. Menurut Wahyuni (2007), jumlah sampel minimal akan dihitung dengan menggunakan rumus :


(57)

dengan:

n : besar sampel minimum

Z 1- α/2 : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu p : harga proporsi di populasi

d : kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir N : jumlah populasi

Berdasarkan hasil peninjauan awal peneliti, jumlah masyarakat di Kelurahan Helvetia Tengah adalah 33.497 orang. Sehingga:

dengan N = 33.497 P = 0,50; Z 1- α/2 = 1,96; d = 0,10

n = 33497 . 1,962 . 0,5 . (1-0,5)

(33497 - 1) . 0,12 + (1,96)2 0,5 . (1-0,5) n =

335,9204 32.170,5188 n = 95,768 n = 96

Jadi besar sampel minimum yang diperlukan adalah 96 subyek. 4.4. Teknik Pengumpulan Data

4.4.1. Data Primer

Pada penelitian ini, digunakan data primer yang didapat langsung dari responden. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner diberikan kepada responden yang memenuhi


(58)

kriteria dan telah menandatangani surat persetujuan setelah penjelasan (informed consent).

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini ialah data yang diperoleh dari Kecamatan Medan Helvetia Dalam Angka milik Badan Pusat Statistik yaitu mengenai jumlah penduduk Kelurahan Helvetia Tengah sebesar 33.497 penduduk. Data ini diperlukan untuk menentukan jumlah sampel yang akan diambil pada populasi tersebut.

4.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan cara membagikan kuesioner penelitian kepada 20 orang responden nonsampel penelitian kemudian menguji validitas dan reliabilitasnya menggunakan program SPSS. Sampel dalam uji validitas ini memiliki karakter yang sama dengan sampel dalam penelitian ini, yaitu masyarakat Kelurahan Padang Bulan Selayang II usia 17-40 tahun. Berikut ini adalah hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian yang dilakukan uji validitas dengan Korelasi Pearson dan uji reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach.


(59)

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian

Variabel Nomor Pertanyaan

Total Pearson

Correlation Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0.642 Valid 0.863 Reliabel

2 0.537 Valid Reliabel

3 0.624 Valid Reliabel

4 0.527 Valid Reliabel

5 0.638 Valid Reliabel

6 0.600 Valid Reliabel

7 0.707 Valid Reliabel

8 0.488 Valid Reliabel

9 0.472 Valid Reliabel

10 0.700 Valid Reliabel

11 0.667 Valid Reliabel

12 0.595 Valid Reliabel

13 0.638 Valid Reliabel

14 0.508 Valid Reliabel

15 0.451 Valid Reliabel

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa proses. Proses awal adalah memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Jika ada data belum yang lengkap ataupun ada kesalahan, maka data tersebut tidak digunakan. Selanjutnya data yang lengkap dan tepat tersebut diberi kode secara manual sebelum diolah dengan komputer. Kemudian data dimasukkan ke dalam program komputer dan dilakukan pemeriksaan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data. Setelah itu data disimpan, lalu hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Program statistik yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data penelitian ini berupa SPSS.


(60)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian beserta pembahasannya. Proses pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2011 dengan cara membagikan kuesioner penelitian tentang pengaruh rokok terhadap katarak kepada 96 orang usia 17-40 tahun yang bertempat tinggal di Kelurahan Helvetia Tengah.

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kelurahan Helvetia Tengah Helvetia. Kelurahan Helvetia tengah merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Medan Helvetia yang dipimpin oleh Achyaruddin, S.Sos. Kelurahan ini memiliki luas 150 ha dan dibagi menjadi 22 lingkungan. Penelitian mencakup seluruh lingkungan yang ada di Kelurahan Helvetia Tengah. Secara geografis, kelurahan ini memiliki batas-batas sebagai berikut:

• Utara : Deli Serdang • Barat : Kelurahan Helvetia

• Timur : Kelurahan Helvetia Timur • Selatan : Kelurahan Dwikora.


(61)

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Usia

No. Usia Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 17-19 20 20.8

2. 20-22 37 38.5

3. 23-25 14 14.6

4. 26-28 4 4.2

5. 29-31 7 7.3

6. 32-34 5 5.2

7. 35-37 4 4.2

8. 38-40 5 5.2

Total 96 100

Berdasarkan tabel 5.1. di atas diketahui bahwa usia responden paling banyak adalah 20-22 tahun yaitu berjumlah 37 orang (38.5 %), sedangkan kelompok usia responden paling sedikit adalah 26-28 tahun dan 35-37 tahun yaitu berjumlah 4 orang (4.2%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Laki-laki 40 41.67

2. Perempuan 56 58.33

Total 96 100

Berdasarkan tabel 5.2. di atas diketahui bahwa jumlah responden laki-laki adalah sebanyak 40 orang (41.67 %) dan jumlah responden perempuan sebanyak 56 orang (58.83 %).


(1)

Pertanyaan 14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 33 34.4 34.4 34.4

Benar 63 65.6 65.6 100.0

Total 96 100.0 100.0

Pertanyaan 15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 80 83.3 83.3 83.3

Benar 16 16.7 16.7 100.0

Total 96 100.0 100.0

3. Tingkat Pengetahuan Responden

Tingkat Pengetahuan Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang 70 72.9 72.9 72.9

Cukup 21 21.9 21.9 94.8

Baik 5 5.2 5.2 100.0


(2)

Usia Responden * Tingkat Pengetahuan Responden Crosstabulation Tingkat Pengetahuan

Responden

Total Kurang Cukup Baik

Usia Responden

17-19

Count 14 6 0 20

% within Usia Responden 70.0% 30.0% .0% 100.0% % within Tingkat

Pengetahuan Responden

20.0% 28.6% .0% 20.8%

% of Total 14.6% 6.3% .0% 20.8%

20-22

Count 27 6 4 37

% within Usia Responden 73.0% 16.2% 10.8% 100.0% % within Tingkat

Pengetahuan Responden

38.6% 28.6% 80.0% 38.5%

% of Total 28.1% 6.3% 4.2% 38.5%

23-25

Count 10 3 1 14

% within Usia Responden 71.4% 21.4% 7.1% 100.0% % within Tingkat

Pengetahuan Responden

14.3% 14.3% 20.0% 14.6%

% of Total 10.4% 3.1% 1.0% 14.6%

26-28

Count 3 1 0 4

% within Usia Responden 75.0% 25.0% .0% 100.0% % within Tingkat

Pengetahuan Responden

4.3% 4.8% .0% 4.2%

% of Total 3.1% 1.0% .0% 4.2%

29-31

Count 6 1 0 7


(3)

% within Tingkat Pengetahuan Responden

4.3% 9.5% .0% 5.2%

% of Total 3.1% 2.1% .0% 5.2%

35-37

Count 3 1 0 4

% within Usia Responden 75.0% 25.0% .0% 100.0% % within Tingkat

Pengetahuan Responden

4.3% 4.8% .0% 4.2%

% of Total 3.1% 1.0% .0% 4.2%

38-40

Count 4 1 0 5

% within Usia Responden 80.0% 20.0% .0% 100.0% % within Tingkat

Pengetahuan Responden

5.7% 4.8% .0% 5.2%

% of Total 4.2% 1.0% .0% 5.2%

Total Count 70 21 5 96

% within Usia Responden 72.9% 21.9% 5.2% 100.0% % within Tingkat

Pengetahuan Responden

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(4)

Jenis Kelamin Responden * Tingkat Pengetahuan Responden Crosstabulation

Tingkat Pengetahuan Responden

Total Kurang Cukup Baik

Jenis Kelamin Responden

Laki-laki Count 30 8 2 40

% within Jenis Kelamin Responden

75.0% 20.0% 5.0% 100.0%

% within Tingkat Pengetahuan Responden

42.9% 38.1% 40.0% 41.7%

% of Total 31.3% 8.3% 2.1% 41.7%

Perempuan Count 40 13 3 56

% within Jenis Kelamin Responden

71.4% 23.2% 5.4% 100.0%

% within Tingkat Pengetahuan Responden

57.1% 61.9% 60.0% 58.3%

% of Total 41.7% 13.5% 3.1% 58.3%

Total Count 70 21 5 96

% within Jenis Kelamin Responden

72.9% 21.9% 5.2% 100.0%

% within Tingkat Pengetahuan Responden

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(5)

Tingkat Pendidikan Responden * Tingkat Pengetahuan Responden Crosstabulation

Tingkat Pengetahuan Responden

Total Kurang Cukup Baik

Tingkat Pendidikan Responden

Pend menengah

Count 31 14 1 46

% within Tingkat Pendidikan Responden

67.4% 30.4% 2.2% 100.0%

% within Tingkat Pengetahuan Responden

44.3% 66.7% 20.0% 47.9%

% of Total 32.3% 14.6% 1.0% 47.9% Pend

tinggi

Count 39 7 4 50

% within Tingkat Pendidikan Responden

78.0% 14.0% 8.0% 100.0%

% within Tingkat Pengetahuan Responden

55.7% 33.3% 80.0% 52.1%

% of Total 40.6% 7.3% 4.2% 52.1%

Total Count 70 21 5 96

% within Tingkat Pendidikan Responden

72.9% 21.9% 5.2% 100.0%

% within Tingkat Pengetahuan Responden

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(6)

Petugas Medis/Paramedis * Tingkat Pengetahuan Responden Crosstabulation

Tingkat Pengetahuan Responden

Total Kurang Cukup Baik

Petugas

Medis/Paramedis

Ya Count 11 2 2 15

% within Petugas Medis/Paramedis

73.3% 13.3% 13.3% 100.0%

% within Tingkat Pengetahuan Responden

15.7% 9.5% 40.0% 15.6%

% of Total 11.5% 2.1% 2.1% 15.6%

Tidak Count 59 19 3 81

% within Petugas Medis/Paramedis

72.8% 23.5% 3.7% 100.0%

% within Tingkat Pengetahuan Responden

84.3% 90.5% 60.0% 84.4%

% of Total 61.5% 19.8% 3.1% 84.4%

Total Count 70 21 5 96

% within Petugas Medis/Paramedis

72.9% 21.9% 5.2% 100.0%

% within Tingkat Pengetahuan Responden

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%