Konsep Pola Asuh TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pola Asuh

Secara garis besar, ada 3 kebutuhan dasar anak untuk pertumbuhan dan perkembangan: 1. Kebutuhan akan asah, yaitu kebutuhan akan rangsangan untuk anak, berupa permainan dan latihan-latihan. 2. Kebutuhan akan asih, yaitu kebutuhan emosi, seperti kebutuhan akan rasa aman dan kasih sayang orang tua. 3. Kebutuhan akan asuh Tanuwidjaya, 2002. Pola asuh didefinisikan sebagai perilaku yang dipraktekkan oleh pengasuh ibu, bapak, nenek, kakak, atau orang lain dalam memberikan kasih sayang, pemeliharaan kesehatan, dukungan emosional, pemberian pendidikan, pemberian makanan, minuman dan pakaian. Dengan kata lain, pola asuh adalah memberikan bimbingan kepada anak berkaitan dengan kepentingan hidupnya Amal, 2002. Maccoby 1980 menggunakan istilah pola asuh untuk menggambarkan interaksi orang tua dan anak yang didalamnya orang tua mengekspresikan sikap- sikap, nilai-nilai, minat-minat dan harapan-harapannya dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak. Menurut Garbarino dan Benn 1992, pengasuhan atau parenting adalah suatu perilaku yang pada dasarnya mempunyai kata-kata kunci yaitu hangat, sensitif, penuh penerimaan, ada pengertian dan respon yang tepat terhadap kebutuhan anak. Emiralda : Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Terjadinya Balita Malnutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas…, 2007 USU e-Repository © 2008 6 Pengasuhan atau parenting merupakan suatu ketrampilan, dengan pola yang berbeda-beda, pola asuh yang banyak muncul adalah pola asuh yang didasari oleh kontrol, tuntutan dan perhatian Andayani, 2004. Keluarga sebagai tempat pertama dimana anak lahir, tumbuh dan berkembang. Selama masa bayi dan balita fungsi dan tanggungjawab keluarga yang utama adalah mengasuh anak. Orang tua adalah aktor utama yang memainkan peranan penting dalam pengasuhan anak Barus, 2003. Diana Baumrind Dalam Steinberg, 1993 menggambarkan adanya dua aspek pola asuh orang tua terhadap anak yaitu parental responsiveness dan parental demandingness. Responsiveness menunjukkan sejauh mana orang tua menanggapi kebutuhan-kebutuhan anak dalam suatu sikap menerima atau mendukung. Demandingness menunjukkan sejauh mana orang tua mengharapkan dan menuntut perilaku yang bertanggungjawab dari anaknya. Orang tua memiliki keragaman, beberapa orang tua memperlihatkan kadar responsiveness yang tinggi seperti tampak pada sikap hangat dan menerima, sementara yang lain tidak responsiveness dengan menelantarkan anak. Dalam hal demandingness, beberapa orang tua tampak menuntut dan mengharapkan banyak sekali dari anak mereka, sementara yang lain serba membolehkan dan menuntut terlalu sedikit. Ada beberapa tipe pola asuh orang tua: 1. Authoritative Parenting Orang tua authoritative berperilaku hangat tetapi tegas. Mereka membuat seperangkat standard untuk mengatur anak-anaknya tetapi membangun harapan- Emiralda : Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Terjadinya Balita Malnutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas…, 2007 USU e-Repository © 2008 harapan yang disesuaikan dengan perkembangan, kemampuan dan kebutuhan anaknya, menunjukkan kasih sayang dan kesabaran, menanamkan kebiasaan- kebiasaan rasional, memegang teguh perilaku disiplin Rice, 1996. 2. Authoritarian Parenting Orang tua authoritarian menuntut kepatuhan dan disiplin yang tinggi dari anak-anaknya. Mereka cenderung lebih suka menghukum, bersikap diktator dan disiplin kaku, menekankan larangan-larangan dan melakukan pemaksaan terhadap anak agar mematuhi kehendaknya Rice, 1996. 3. Indulgent Parenting Orang tua indulgent atau permissive berperilaku serba melunak, menerima dan lebih pasif dalam pembiasaan disiplin. Mereka mengumbar cinta kasih, tetapi menempatkan sedikit sekali tuntutan terhadap perilaku anak dan memberi kebebasan yang tinggi bagi anak untuk bertindak sesuai dengan kemampuan anak. Anak dapat makan atau tidur kapan saja mereka suka atau melakukan apa saja sesuka hati tanpa adanya pembatasan-pembatasan atau aturan-aturan yang mengikat. Orang tua dengan tipe pola asuh ini cenderung memanjakan anak, menjauhkan anak dari pemaksaan dan keharusan serta enggan meluruskan penyimpangan perilaku anak Rice, 1996. 4. Indifferent Parenting Orang tua yang indifferent mencoba melakukan apa saja dengan maksud untuk meminimalkan waktu dan tenaga buat mempedulikan anak. Mereka menunjukkan sedikit sekali komitmen dalam mengasuh anak. Orang tua ini sering Emiralda : Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Terjadinya Balita Malnutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas…, 2007 USU e-Repository © 2008 kelimpahan berbagai stress dan tekanan dalam hidup mereka, sehingga mereka hanya sedikit memberikan waktu dan perhatian untuk anak. Biasanya mereka mengekspresikan perilaku penganiayaan terhadap anak dengan cara menelantarkan anak, kebutuhan-kebutuhan anak diabaikan, akibatnya akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak Steinberg, 1993. Praktek pola asuh anak berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya karena perbedaan budaya. Nilai-nilai atau norma-norma dalam budaya biasanya lebih menekankan pengasuhan anak sebagai kewajiban seorang ibu artinya masalah yang berkaitan dengan mengasuh anak dimulai sejak melahirkan, menyusui, merawat anak adalah tugas ibu. Ibu yang tidak kompeten dalam mengasuh anak dianggap tidak normal Andayani, 2004. Sementara pada daerah lain, peranan ayah lebih menonjol dalam mengasuh anak karena alasan-alasan kondisi di lingkungan keluarga Anshar, 2005. Menurut Miller et. al 1993, pengasuhan anak yang baik adalah pengasuhan yang dilakukan secara bersama-sama oleh ayah dan ibu yang dikenal dengan “Pola Asuh Berwawasan Gender”, artinya ayah dan ibu mempunyai tanggung jawab yang sama dalam pengasuhan anak, saling melengkapi, saling mendukung, bekerjasama sehingga menghasilkan kualitas pengasuhan yang baik yaitu pengasuhan yang memahami kebutuhan anak. Secara normal mengasuh anak harus dilakukan oleh kedua orang tua yaitu bapak dan ibu karena kedua orang tua yang paling mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak, tetapi pada kenyataannya masih banyak orang tua yang belum menyadari pentingnya keterlibatan mereka secara langsung dalam mengasuh anak sehingga Emiralda : Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Terjadinya Balita Malnutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas…, 2007 USU e-Repository © 2008 pengasuhan anak dilakukan oleh orang lain kakak, saudara, pembantu, tetangga, hal ini akan merugikan pertumbuhan dan perkembangan anak Rini, 1999. Peran ibu dalam mengasuh anak sangat penting karena dalam berinteraksi dengan anak sehari-hari ibu dapat memainkan berbagai peran yang secara langsung akan berpengaruh pada anak. Bila ibu bekerja di luar rumah dan anak diasuh oleh sanak saudara, tetangga atau tempat penitipan anak, hubungan anak dan ibu menjadi kurang erat, sangat berbeda dengan hubungan anak dan ibu dalam keluarga yang ibunya tidak bekerja di luar rumah, hubungan mereka erat karena ibu mencurahkan seluruh waktu dan perhatiannya terhadap anak dan rumah tangga Hurlock, 1991. Anak dapat berkembang secara normal apabila kualitas asuhan ibu baik. Kualitas asuhan ibu yang baik mempunyai ciri-ciri di antaranya: 1. Adanya hubungan kasih sayang. 2. Adanya kelekatankeeratan hubungan. 3. Hubungan yang tidak putus. 4. Interaksi yang memberikan rangsangan. 5. Hubungan dengan satu orang. 6. Melakukan di rumah sendiri Karyadi, 1985. Peran ayah juga tidak kalah pentingnya dalam mengasuh anak. Ayah mempunyai tanggung jawab dalam pengawasan anak terhadap kestabilan emosi, dan ayah biasanya akan menjadi panutan bagi anak. Peranan ayah dalam mengasuh anak semakin menarik untuk dikaji mengingat makin banyak ibu yang semula sebagai ibu rumah tangga kini menjadi wanita karir Emiralda : Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Terjadinya Balita Malnutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas…, 2007 USU e-Repository © 2008 sehingga kesempatan, perhatian dan perlakuannya terhadap anak menjadi kurang. Konsekuensinya, ayah disamping tetap harus berkonsentrasi sebagai tulang punggung ekonomi keluarga yang tetap bekerja, juga dituntut untuk berperan dalam mengasuh anaknya Amal, 2002. 2.2. Konsep Pola Asuh Makan Pola asuh makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibupengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan. Pemberian makanan pada anak diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi yang cukup untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas, pertumbuhan dan perkembangan. Secara fisiologik, makan merupakan suatu bentuk pemenuhan atau pemuasan rasa lapar. Untuk seorang anak, makan dapat dijadikan media untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai, dan memilih makanan yang baik Santoso Ranti, 1995. Di Indonesia pola asuh makan terhadap anak sangat dipengaruhi oleh budaya, unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan dalam masyarakat yang diajarkan secara turun temurun kepada seluruh anggota keluarganya padahal kadang-kadang unsur budaya tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi Suhardjo, 2003. Misalnya di Kalimantan masih ada yang beranggapan bahwa ibu hamil harus menghindari makan 27 jenis ikan, apabila dimakan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada ibu seperti mabuk, merusak badan, sulit melahirkan, bila Emiralda : Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Terjadinya Balita Malnutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas…, 2007 USU e-Repository © 2008 berlangsung lama hal ini dapat menyebabkan ibu hamil menjadi kurang gizi Budiyanto, 2002. Di Aceh, air susu ibu dianggap kurang memadai sebagai makanan bayi sehingga biasanya bayi diberi makan pisang wak yang telah dilumatkan kemudian disulang ke mulut bayi. Setelah berumur tiga bulan, bayi diberi pisang ditambah dengan nasi yang telah digiling halus diatas piring yang terbuat dari tanah liat kemudian disulangkan pada bayi sambil bayi dibaringkan diatas lonjoran kaki pengasuh. Setelah umur delapan bulan bayi diberi makanan yang sama jenisnya dengan makanan orang dewasa Alfian, 1997. Aspek budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat dan kebiasaan masyarakat. Sampai saat ini aspek budaya sangat mempengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia Suhardjo, 2003. Praktek-praktek pengasuhan pemberian makan terhadap anak terdiri dari: 1. Pemberian makanan yang sesuai umur anak: - Jenis makanan yang diberikan. - Frekuensi makan dalam sehari. 2. Kepekaan ibu mengetahui saat anak makan: - Waktu makan 3. Upaya menumbuhkan napsu makan anak: - Cara memberikan makan sebaiknya dengan membujuk anak sehingga menumbuhkan napsu makan anak. Emiralda : Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Terjadinya Balita Malnutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas…, 2007 USU e-Repository © 2008 4. Menciptakan situasi makan yang baik, hangat dan nyaman Engle et. al, 1997. Jenis makanan dan frekuensi makan anak harus disesuaikan dengan umur anak: Depkes.RI, 2005, yaitu: - Umur 12-23 bulan: - ASIPASI sesuai keinginan anak. - Nasi lembik 3x sehari, ditambah telurayamikan tempetahudaging sapiwortelbayamkacang hijau santanminyak. - Makanan selingan 2x sehari diantara waktu makan seperti bubur kacang hijau, biscuit, nagasari, dan sebagainya. - Sari buah. - Umur 24-35 bulan: - Makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3x sehari yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah. - Beri makanan selingan 2x sehari. - Umur 36-59 bulan: - Pemberian makanan sama dengan anak umur 24-35 bulan, yaitu 3x sehari terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah. Napsu makan anak dipengaruhi oleh rasa lapar dan emosi Santoso dan Ranti, 1995. Maka, pemberian makan pada anak sebaiknya pada saat anak lapar sehingga ia dapat menikmatinya, tidak perlu dengan membuat jadwal makan yang terlalu kaku Emiralda : Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Terjadinya Balita Malnutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas…, 2007 USU e-Repository © 2008 terlalu disiplin terhadap waktu, karena mungkin saja bila kita memaksakan anak makan pada jam yang telah ditentukan, anak belum merasa lapar sehingga ia tidak mempunyai napsu untuk makan. Mungkin juga pada saat jam makan yang ditentukan anak masih merasa lelah setelah bermain, sebaiknya biarkan anak beristirahat terlebih dahulu Pudjiadi, 2005. Memberi makan pada anak harus dengan kesabaran dan ketekunan, sebaiknya menggunakan cara-cara tertentu seperti dengan membujuk anak. Jangan memaksa anak bila dipaksa akan menimbulkan emosi pada anak sehingga anak menjadi kehilangan napsu makan Pudjiadi, 2005. Sikap ibupengasuh yang hangat, ramah, menciptakan suasana yang nyaman, tenang, mengungkapkan kasih sayang dengan senyuman dan pelukan, dapat menimbulkan napsu makan anak Hurlock, 1991. Pola asuh makan sangat menentukan status gizi anak. Ibu yang dapat membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan bergizi akan meningkatkan gizi anak Anwar, 2004. Sebaliknya pola asuh makan yang tidak memadai dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi pada anak UNICEF, 1999, Kurniawan,et.al, 2001. Emiralda : Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Terjadinya Balita Malnutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas…, 2007 USU e-Repository © 2008 2.3. Malnutrisi 2.3.1. Definisi