Strategi Perencanaan Wilayah Kecamatan Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan

(1)

STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN

TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN

TESIS

Oleh

VIKTOR FREDDY SIAGIAN

097003005/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2011

S

E K O L AH P

A

S C

A S A R JA NA


(2)

STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN

TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

VIKTOR FREDDY SIAGIAN

097003005/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN

LAHAN

Nama Mahasiswa : Viktor Freddy Siagian Nomor Pokok : 097003005

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) K e t u a

(Ir. Supriadi, M.S) (Drs. Rujiman. M.A) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,


(4)

Tanggal lulus : 18 Agustus 2011 Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Rahmanta, M.Si Anggota : 1. Drs. Rujiman, MA

2. Ir. Supriadi, MS

3. Prof. Dr. lic,re,reg, Sirojuzilam, SE 4. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Strategi Perencanaan Wilayah Kecamatan Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Medan, Agustus 2011

Viktor Freddy Siagian NIM 097003005


(6)

STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN

ABSTRAK

Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat wilayah tersebut. Kecamatan Tarutung terus mengupayakan terjadinya perubahan atau dinamika yang ada dalam masyarakat melalui kegiatan pembangunan. Kemampuan lahan merupakan salah satu survei sumberdaya lahan yang bertujuan mengetahui kemampuan lahan Kecamatan Tarutung dan menentukan penggunaan lahan beserta pengelolaannya yang tepat sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal atau sedikit menimbulkan kerusakan lahan. Kelas kemampuan sangat bermanfaat untuk penilaian awal sebagai dasar perencanaan Tujuan penelitian menganalisis kelas kemampuan lahan dan strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengharkatan (scoring) untuk mengevaluasi kemampuan lahan. Analisis SWOT menganalisis strategi perencanaan wilayah Kota Tarutung berbasis kemampuan lahan yang mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan tantangan (threats).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum berdasarkan evaluasi sumberdaya lahan di Kecamatan Tarutung menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas I (Pertanian sangat intensif). Berdasarkan analisis Strengths Weaknesses Opportunitie Threats (SWOT) dirumuskan enam strategi pengembangan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis evaluasi kemampuan lahan. strategi pertama yang dilakukan dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung yakni dengan mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dalam memacu tumbuhnya sektor-sektor unggulan, strategi kedua adalah memanfaatkan lahan belum terbangun dengan kebijakan penggunaan lahan dalam konteks otonomi daerah, strategi ketiga adalah memaksimalkan penggunaan lahan dengan menjalin kerjasama dengan daerah sekitar, strategi keempat adalah memanfaatkan potensi lahan untuk pembangunan jalan sehingga dapat memfasilitasi pertumbuhan sektor-sektor unggulan, strategi kelima adalah memanfaatkan lahan permukiman dengan teknologi SIG dan strategi keenam adalah mengimplementasikan teknologi SIG dalam pemanfaatan kemampuan lahan pertanian.


(7)

LAND CAPABILITY-BASED REGIONAL PLANNING STRATEGY OF TARUTUNG SUBDISTRICT

ABSTRACT

Regional development is a regional dynamics to achieve a progress as desired by the people of the region. Tarutung Subdistrict keeps on trying to realize the changes or dynamics found in the community members through development activities. Land capability is one of the land resource surveys conducted to find out the land capability of Tarutung Subdistrict and to determine its land use and appropriate management to achieve an optimum productivity that it can reduce land degradation. The level of capability is an advantage to get a preliminary evaluation as the basis for planning activity. Therefore, the purpose of this study was to analyze the level of land capability and regional planning strategy for Tarutung Subdistrict.

This study employed scoring research method to evaluate the land capability. SWOT Analysis was used to analyze the land capability-based regional planning strategy of Tarutung Subdistrict that identified various factors to formulate the strategy. This analysis was based on the logic that can maximize the strengths and opportunities, yet simultaneously can minimize the weaknesses and threats.

In general, the result of this study based on the land resource evaluation done at Tarutung Subdistrict showed that most of the land belonged to land capability Class I (very intensive agricultural activities). Based on SWOT analysis, 6 (six) land capacity-based regional development strategies of Tarutung Subdistrict were formulated as follows: first strategy is to optimalize the potentials of the undeveloped land in promoting the growth of leading sectors, second strategy is to use the undeveloped land under the land use policy in the context of local autonomy, third strategy is to maximize the use of land by cooperating with the neighboring regions, fourth strategy is to use the land potential for road construction that it can facilitate the growth of leading sectors, fifth strategy is to use the residential land through SIG technology, and sixth strategy is to implement the SIG technology in using the agricultural land capability


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan pada Bulan April s/d Juni 2011 ini adalah Strategi Pengembangan Wilayah Kecamatan Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ir.Rahmanta, M. Si selaku Ketua Komisi Pembimbing.

2. Bapak Ir. Supriadi, M.S dan Drs. Rujiman, M.A sebagai Anggota Komisi

Pembimbing.

3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan

Ir.Jeluddin Daud sebagai Komisi Pembanding.

4. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE dan Ir. Supriadi, M.S selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE selaku Bupati dan Wakil Bupati Tapanuli Utara, Drs. Sanggam Hutagalung, MM selaku Sekretaris Daerah Tapanuli Utara, Drs. John Harry, MMA selaku Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara dan segenap jajaran Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara.

6. Rekan-rekan PWD angkatan 2009 atas segala doa, dukungan dan kerjasamanya. 7. Yusuf, Putra, Arman Siregar, istri tercinta dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Akhirnya ucapan terima kasih yang setinggi-tinginya atas doa, dukungan dan pengertian dari seluruh keluarga di rumah.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Medan, Agustus 2011


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada Tanggal 04 Desember 1975 dari ayah (Alm) N.A.B Siagian, BA dan ibu Helmi Lubis. Penulis merupakan putra kedelapan dari delapan bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Fakultas Pertanian USU Medan dan lulus Tahun 1999.

Pada Tahun 2006 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara sebagai Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), pada tahun yang sama penulis dialihtugaskan pada Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan dengan jabatan yang sama. Pada Tahun 2009 penulis ditugaskan menjadi Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Tarutung. Pada Tahun 2010 penulis ditugaskan pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara sebagai Kasubbag Program, selanjutnya di tahun yang sama penulis dialihtugaskan menjadi Kaseksi Produksi Tanaman Perkebunan hinggga pada saat ini. Penulis mengikuti Seleksi Tahun 2009 dan diterima pada Program Studi Perencanaan Wilayah Daerah (PWD) di USU. Penulis menikah dengan Diana Hotmauli Hutauruk dan saat ini telah dikaruniakan 2 (dua) orang anak, Suluh Tianggur Siagian dan Daniel Anugerah Siagian.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... .... 3

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Perencanaan Wilayah ... 4

2.2.Teori Pengembangan Wilayah... 6

2.3. Perencanaan Wilayah ... ... 11

2.4. Kemampuan Lahan ... .... 12

2.5. Penelitian sebelumnya... 13

2.6. Kerangka Konseptual ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3.2. Variabel Penelitian... 17

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 17

3.3.1. Observasi Lapangan ... ... 17


(11)

3.3.3. Studi Kepustakaan ... ... 18

3.3.4. Studi Interpretasi ... ... 18

3.4. Alat Penelitian ... 19

3.4.1. Alat Pengumpulan Data ... 19

3.4.2. Alat Laboratorium ... ... 19

3.5. Metode Analisa Data ... 19

3.6. Analisis SWOT ... 22

3.7. Definisi Variabel Operasional ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara... 25

4.2. Gambaran Umum Kecamatan Tarutung... 32

4.3. Identifikasi Kelas Kemampuan Lahan... 35

4.4. Strategi Perencanaan... ... 41

4.5. Perumusan Strategi ... 50

4.6. Arahan Penggunaan Lahan ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1. Kesimpulan ... 54

5.2. Saran ... 55


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Kriteria Pengharkatan Kedalaman Efektif Tanah ... 20

3.2. Kriteria Pengharkatan Tekstur Tanah ... 21

3.3. Kriteria Pengharkatan Permeabilitas Tanah ... .. 21

3.4. Kriteria Pengharkatan Tingkat Kelerengan ... ... 21

3.5. Kriteria Pengharkatan Tingkat Bahaya Banjir ... ... 22

3.6. Kriteria Pengharkatan Sebaran Batuan ... 22

4.1. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Ketinggian di Atas Permukaan Laut ... ... 27

4.2. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarka Tingkat Kemiringan/ Lereng Tanah ... ... 28

4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara ... .... 30

4.4. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tarutung ... ... 34

4.5. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan Faktor Kelas Kemampuan... . 36

4.6. Kriteria Tekstur ... ... 37

4.7. Kriteria Kedalaman Efektif ... 37

4.8. Kriteria Lereng Permukaan ... .... 38

4.9. Kemampuan Lahan Kecamatan Tarutung ... ... 39

4.10. Analisis Faktor Internal Pengembangan Wilayah Kecamatan Tarutung ... 45

4.11. Analisis Faktor Eksternal Pengembangan Wilayah Kecamatan Tarutung ... 47


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1. Analisis SWOT ... 23

4.1. Peta Administratif Kabupaten Tapanuli Utara ... .... 26

4.2. Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara ... 29

4.3. Peta Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara. 31 4.4. Peta Administrasi Kecamatan Tarutung ... 33

4.5. Peta Penyebaran Penduduk Kecamatan Tarutung ... 35

4.6. Peta Kelas Kemampuan Lahan Kecamatan Tarutung ... 41

4.7. Peta Eksisiting Penggunaan Lahan Kecamatan Tarutung ... 44


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Peta Kontur Kecamatan Tarutung ... ... 58

2. Peta Rawan Longsor Kecamatan Tarutung... .. 59

3. Peta Kondisi Batuan/Geologi Kecamatan Tarutung... ... 60

4. Peta Curah Hujan Kecamatan Tarutung... ... 61

5. Peta Jenis Tanah Kecamatan Tarutung ... ... 62

6. Peta Kedalaman Efektif tanah KecamatanTarutung... ... 63

7. Peta Tingkat Kelerengan Kecamatan Tarutung ... ... 64


(15)

STRATEGI PERENCANAAN WILAYAH KECAMATAN TARUTUNG BERBASIS KEMAMPUAN LAHAN

ABSTRAK

Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat wilayah tersebut. Kecamatan Tarutung terus mengupayakan terjadinya perubahan atau dinamika yang ada dalam masyarakat melalui kegiatan pembangunan. Kemampuan lahan merupakan salah satu survei sumberdaya lahan yang bertujuan mengetahui kemampuan lahan Kecamatan Tarutung dan menentukan penggunaan lahan beserta pengelolaannya yang tepat sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal atau sedikit menimbulkan kerusakan lahan. Kelas kemampuan sangat bermanfaat untuk penilaian awal sebagai dasar perencanaan Tujuan penelitian menganalisis kelas kemampuan lahan dan strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengharkatan (scoring) untuk mengevaluasi kemampuan lahan. Analisis SWOT menganalisis strategi perencanaan wilayah Kota Tarutung berbasis kemampuan lahan yang mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan tantangan (threats).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum berdasarkan evaluasi sumberdaya lahan di Kecamatan Tarutung menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas I (Pertanian sangat intensif). Berdasarkan analisis Strengths Weaknesses Opportunitie Threats (SWOT) dirumuskan enam strategi pengembangan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis evaluasi kemampuan lahan. strategi pertama yang dilakukan dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung yakni dengan mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dalam memacu tumbuhnya sektor-sektor unggulan, strategi kedua adalah memanfaatkan lahan belum terbangun dengan kebijakan penggunaan lahan dalam konteks otonomi daerah, strategi ketiga adalah memaksimalkan penggunaan lahan dengan menjalin kerjasama dengan daerah sekitar, strategi keempat adalah memanfaatkan potensi lahan untuk pembangunan jalan sehingga dapat memfasilitasi pertumbuhan sektor-sektor unggulan, strategi kelima adalah memanfaatkan lahan permukiman dengan teknologi SIG dan strategi keenam adalah mengimplementasikan teknologi SIG dalam pemanfaatan kemampuan lahan pertanian.


(16)

LAND CAPABILITY-BASED REGIONAL PLANNING STRATEGY OF TARUTUNG SUBDISTRICT

ABSTRACT

Regional development is a regional dynamics to achieve a progress as desired by the people of the region. Tarutung Subdistrict keeps on trying to realize the changes or dynamics found in the community members through development activities. Land capability is one of the land resource surveys conducted to find out the land capability of Tarutung Subdistrict and to determine its land use and appropriate management to achieve an optimum productivity that it can reduce land degradation. The level of capability is an advantage to get a preliminary evaluation as the basis for planning activity. Therefore, the purpose of this study was to analyze the level of land capability and regional planning strategy for Tarutung Subdistrict.

This study employed scoring research method to evaluate the land capability. SWOT Analysis was used to analyze the land capability-based regional planning strategy of Tarutung Subdistrict that identified various factors to formulate the strategy. This analysis was based on the logic that can maximize the strengths and opportunities, yet simultaneously can minimize the weaknesses and threats.

In general, the result of this study based on the land resource evaluation done at Tarutung Subdistrict showed that most of the land belonged to land capability Class I (very intensive agricultural activities). Based on SWOT analysis, 6 (six) land capacity-based regional development strategies of Tarutung Subdistrict were formulated as follows: first strategy is to optimalize the potentials of the undeveloped land in promoting the growth of leading sectors, second strategy is to use the undeveloped land under the land use policy in the context of local autonomy, third strategy is to maximize the use of land by cooperating with the neighboring regions, fourth strategy is to use the land potential for road construction that it can facilitate the growth of leading sectors, fifth strategy is to use the residential land through SIG technology, and sixth strategy is to implement the SIG technology in using the agricultural land capability


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan dan langkanya lahan-lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian diperlukan adanya tekhnologi yang tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumberdaya lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan terutama tanaman-tanaman yang mempunyai arti ekonomi cukup baik.

Kota Tarutung merupakan ibukota Kabupaten Tapanuli Utara dan terletak di Kecamatan Tarutung. Potensi-potensi Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara saat ini baik yang sudah digali maupun belum digali merupakan modal dasar bagi pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Utara. Potensi-potensi yang ada bila tidak mendapat perhatian khusus, selamanya akan menjadi potensi saja bukan keluaran produknya yang sangat penting. Salah satu potensi yang di miliki oleh Kabupaten Tapanuli Utara adalah potensi pertanian dan perkebunan.

Kecamatan Tarutung merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara yang mempunyai potensi lahan cukup baik dalam berbagai segi peruntukannya


(18)

misalnya sebagai lahan permukiman, lahan pertanian, dan sebagainya. Kecamatan Tarutung posisinya cukup strategis karena terletak 1,2 Km dari pusat Kabupaten Tapanuli Utara (Kecamatan Tarutung Dalam Angka, BPS Tahun 2010).

Agar harapan tersebut dapat berwujud maka diperlukan suatu usaha agar dapat mengetahui secara pasti tentang potensi wilayah di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara dengan cara mengetahui kemampuan lahan di daerah tersebut yang selanjutnya dapat dilakukan strategi perencanaan wilayah di Kecamatan Tarutung.

Pembukaan suatu wilayah yang baru sebaiknya didahului dengan survei dan evaluasi tentang kemampuan lahan, sehingga di wilayah itu dapat digolongkan menurut penggunaannya yang tepat (Soeranegara, dalam Jamulyo dan Sunarto, 1996). Kemampuan lahan merupakan salah satu survei sumberdaya lahan yang bertujuan mengetahui kemampuan lahan suatu daerah dan menentukan penggunaan lahan beserta pengelolaanya yang tepat sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal atau sedikit menimbulkan kerusakan lahan.

Berkaitan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil judul “Strategi Perencanaan Wilayah Kecamatan Tarutung Berbasis Kemampuan Lahan”.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana kelas kemampuan lahan di wilayah Kecamatan Tarutung Kabupaten

Tapanuli Utara ?

2. Bagaimana strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis

kemampuan lahan ?


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kelas kemampuan lahan di wilayah Kecamatan Tarutung Kabupaten

Tapanuli Utara

2. Menganalisis strategi perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis

kemampuan lahan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk menyumbang pikiran bagi pemerintah daerah setempat yang berkaitan

dengan kegiatan perencanaan kawasan.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara

dalam penyusunan kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan penggunaan lahan.

3. Sebagai menambah referensi pengetahuan bagi pembaca mengenai potensi wilayah

Kabupaten Tapanuli Utara khususnya yang berkaitan dengan perencanaan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis kemampuan lahan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perencanaan Wilayah

Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah. Perencanaan ruang wilayah biasanya dituangkan dalam perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan aktivitas biasanya tertuang dalam rencana pembangunan wilayah, baik jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Perencanaan wilayah sebaiknya dimulai dengan penetapan visi dan misi wilayah (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Visi adalah cita-cita tentang masa depan wilayah yang diinginkan. Visi

seringkali bersifat abstrak tetapi ingin menciptakan ciri khas wilayah yang ideal sehingga berfungsi sebagai pemberi inspirasi dan dorongan dalam perencanaan pembangunan wilayah. Misi adalah kondisi antara atau suatu tahapan untuk mencapai visi tersebut.

Misi adalah kondisi ideal yang setingkat di bawah visi tetapi lebih realistik untuk mencapainya. Dalam kondisi ideal, perencanaan wilayah sebaiknya dimulai setelah tersusunnya rencana tata ruang wilayah, karena tata ruang wilayah merupakan landasan sekaligus sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Akan tetapi dalam praktiknya, cukup banyak daerah yang belum memiliki rencana tata ruang, tetapi berdasarkan undang-undang harus menyusun rencana pembangunan wilayahnya karena terkait dengan penyusunan anggaran. Seandainya tata ruang itu sudah ada dan


(21)

masih berlaku, penyusunan rencana pembangunan daerah haruslah mengacu pada rencana tata ruang tersebut.

Kajian literatur regional planning sebagai pendekatan dalam pengembangan wilayah melalui sistem perwilayahan pembangunan, antara lain adalah teori tentang kutub pertumbuhan, tempat pusat dan konsepsi simpul jasa distribusi. Konsep kutub pertumbuhan dan pusat pertumbuhan telah dipergunakan baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Konsep tersebut dipergunakan untuk mempercepat perkembangan daerah terbelakang melalui pemusatan investasi dalam suatu daerah tertentu, sehingga terjadi keuntungan ekonomi pada daerah pengaruh (Hansen, 1972: Richardson, 1976 dalam Warsilan, 1993).

Perencanaan wilayah di berbagai negara tidak sama, tergantung kepada kehidupan ekonomi dan masalah yang dihadapi. Secara historis setidaknya terdapat tiga pendekatan perencanaan wilayah (Jayadinata, 1999), yaitu:

1. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada masalah kota yang

bersifat sosial. Pelaksanaannya meliputi perbaikan bagian kota yang keadaan yang telah rusak dan tidak memenuhi standar, pemugaran kota, pembuatan kota satelit untuk membantu meringankan kota industri yang terlalu padat penduduknya. Titik berat perencanaan wilayah semacam ini ditujukan pada kota yang besar dan wilayah sekelilingnya (hinterland) yang dapat menunjang kota dalam perencanaan kota dan wilayah.

2. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada wilayah yang


(22)

khusus). Dalam wilayah seperti ini, pemerintah perlu mengatur intensif pembiayaan, pengaturan rangsangan untuk prasarana industri, pengaturan konsesi pajak dan sebagainya, sehingga industri tertentu dapat berlokasi di wilayah itu.

3. Perencanaan wilayah yang memperhatikan wilayah pedesaan, dengan

pengembangan tanah bagi sektor pertanian dan rekreasi (perencanaan pedesaan dan wilayah). Hal ini dilakukan untuk memperkecil perbedaan kemakmuran antara pedesaan dan perkotaan.

Untuk meratakan pembangunan, harus digunakan pendekatan perwilayahan atau regionalisasi, yaitu pembagian wilayah nasional dalam satuan wilayah geografi, sehingga setiap bagian mempunyai sifat tertentu yang khas (dapat juga menurut satuan daerah tata praja atau daerah administrasi). Di samping itu, diperlukan desentralisasi yaitu kebijaksanaan yang diputuskan oleh pemerintah regional dan lokal. Dalam desentralisasi itu harus terdapat koordinasi yang baik.

2.2. Teori Pengembangan Wilayah

Dalam banyak kepustakaan tentang pembangunan, terdapat beberapa pendekatan dan teori. Menyebut beberapa diantaranya adalah growth theory, rural development theory, agro first theory, basic needs theory, dan lain sebagainya. Teori-teori pembangunan itu memuat berbagai pendekatan ilmu sosial yang berusaha menangani masalah keterbelakangan. Teori pembangunan benar-benar lepas landas hanya setelah diketahui bahwa persoalan pembangunan di Dunia Ketiga bersifat khusus dan secara kualitatif berbeda dari “transisi orisinil”. Sepanjang evolusinya, teori pembangunan menjadi semakin kompleks dan nondisipliner. Dengan demikian,


(23)

tidak akan ada definisi baku dan final mengenai pembangunan, yang ada hanyalah usulan mengenai apa yang seharusnya diimplikasikan oleh pembangunan dalam konteks tertentu (Hettne, 2001).

Salah satu teori pembangunan wilayah adalah pertumbuhan tak berimbang (unbalanced growth) yang dikembangkan oleh Hirscham dan Myrdal. Pengembangan wilayah merupakan proses perumusan dan pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan dalam skala supra urban. Pembangunan wilayah pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan sumber daya alam secara optimal melalui pengembangan ekonomi lokal, yaitu berdasarkan kepada kegiatan ekonomi dasar yang terjadi pada suatu wilayah.

Teori pertumbuhan tak berimbang memandang bahwa suatu wilayah tidak dapat berkembang bila ada keseimbangan, sehingga harus terjadi ketidakseimbangan. Penanaman investasi tidak mungkin dilakukan pada setiap sektor di suatu wilayah secara merata, tetapi harus dilakukan pada sektor-sektor unggulan yang diharapkan dapat menarik kemajuan sektor lainnya. Sektor yang diunggulkan tersebut dinamakan sebagai leading sektor.

Sesungguhnya teori pembangunan terkait erat dengan strategi pembangunan, yakni perubahan struktur ekonomi dan pranata sosial yang diupayakan untuk menemukan solusi yang konsisten dan langgeng bagi persoalan yang dihadapi para pembuat keputusan dalam suatu masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya, muncul berbagai pendekatan menyangkut tema-tema kajian tentang pembangunan. Satu diantaranya adalah mengenai isu pembangunan wilayah. Secara luas,


(24)

pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri, 2004).

Perencanaan pembangunan wilayah semakin relevan dalam mengimplementasikan kebijakan ekonomi dalam aspek kewilayahan. Hoover dan Giarratani (dalam Nugroho dan Dahuri, 2004), menyimpulkan tiga pilar penting dalam proses pembangunan wilayah, yaitu:

1. Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor). Pilar ini berhubungan

dengan keadaan dtemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara fisik relatif sulit atau memiliki hambatan untuk digerakkan antar wilayah. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor lokal (bersifat khas atau endemik, misalnya iklim dan budaya) yang mengikat mekanisme produksi sumber daya tersebut sehingga wilayah memiliki komparatif. Sejauh ini karakteristik tersebut senantiasa berhubungan dengan produksi komoditas dari sumber daya alam, antara lain pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan, dan kelompok usaha sektor primer lainnya.

2. Aglomerasi (imperfect divisibility). Pilar aglomerasi merupakan fenomena

eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa meningkatnya keuntungan ekonomi secara spasial. Hal ini terjadi karena berkurangnya


(25)

biaya-biaya produksi akibat penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan distribusi produk.

3. Biaya transpor (imperfect mobility of good and service). Pilar ini adalah yang paling kasat mata mempengaruhi aktivitas perekonomian. Implikasinya adalah biaya yang terkait dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam proses produksi dan pembangunan wilayah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah antara lain dipengaruhi oleh aspek-aspek keputusan lokasional, terbentuknya sistem perkotaan, dan mekanisme aglomerasi. Istilah pertumbuhan wilayah dan perkembangan wilayah sesungguhnya tidak bermakna sama. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah merupakan suatu proses kontiniu hasil dari berbagai pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi suatu wilayah.

Pertumbuhan dan perkembangan wilayah dapat digambarkan melalui lima tahapan.

1. Wilayah dicirikan oleh adanya industri yang dominan. Pertumbuhan wilayah

sangat bergantung pada produk yang dihasilkan oleh industri tersebut, antara lain minyak, hasil perkebunan dan pertanian, dan produk-produk primer lainnya. Industri demikian dimiliki oleh banyak negara dalam awal pertumbuhannya.

2. Tahapan ekspor kompleks. Tahapan ini menggambarkan bahwa wilayah telah

mampu mengekpsor selain komoditas dominan juga komoditas kaitannya. Misalnya, komoditas dominan yang diekspor sebelumnya adalah minyak bumi mentah, maka dalam tahapan kedua wilayah juga mengekspor industri (metode)


(26)

teknologi penambangan (kaitan ke belakang) dan produk-produk turunan dari minyak bumi (kaitan ke depan) misalnya premium, solar dan bahan baku plastik.

3. Tahapan kematangan ekonomi. Tahapan ketiga ini menunjukkan bahwa aktivitas

ekonomi wilayah telah terdiversifikasi dengan munculnya industri substitusi impor, yakni industri yang memproduksi barang dan jasa yang sebelumnya harus diimpor dari luar wilayah. Tahapan ketiga ini juga memberikan tanda kemandirian wilayah dibandingkan wilayah lainnya.

4. Tahapan pembentukan metropolis (regional metropolis). Tahapan ini

memperlihatkan bahwa wilayah telah menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk mempengaruhi dan melayani kebutuhan barang dan jasa wilayah pinggiran. Dalam tahapan ini pengertian wilayah fungsional dapat diartikan bahwa aktivitas ekonomi wilayah lokal berfungsi sebagai pengikat dan pengendali kota-kota lain. Selain itu, volume aktivitas ekonomi ekspor sangat besar yang diiringi dengan kenaikan impor yang sangat signifikan.

5. Tahapan kemajuan teknis dan profesional (technical professional virtuosity).

Tahapan ini memperlihatkan bahwa wilayah telah memberikan peran yang sangat nyata terhadap perekonomian nasional. Dalam wilayah berkembang produk dan proses-proses produksi yang relatif canggih, baru, efisien dan terspesialisasi. Aktivitas ekonomi telah mengandalkan inovasi, modifikasi, dan imitasi yang mengarah kepada pemenuhan kepuasan individual dibanding kepentingan masyarakat. Sistem ekonomi wilayah menjadi kompleks (economic reciproating


(27)

system), mengaitkan satu aktivitas dengan aktivitas ekonomi lainnya (Nugroho dan Dahuri, 2004).

Dalam kerangka pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian “wilayah” yakni ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Dalam kerangka pembangunan nasional, perencanaan pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil perbedaan pertumbuhan kemakmuran antar wilayah atau antar daerah. Di samping itu, diusahakan untuk memperkecil perbedaan kemakmuran antara perkotaan dan pedesaan (Jayadinata, 1999).

2.3. Pembangunan Wilayah

Pembangunan wilayah, meliputi perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Dari segi pemerintahan, pembangunan daerah merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah untuk makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Pembangunan daerah di Indonesia memiliki dua aspek yaitu: bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial di daerah yang relatif terbelakang, dan untuk lebih memperbaiki dan meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan pembangunan melalui kemampuan menyusun perencanaan sendiri dan pelaksanaan program serta proyek secara efektif (Sari, 2008).


(28)

Pembangunan merupakan proses alami untuk mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata. Proses alami tersebut harus diciptakan melalui intervensi pemerintah melalui serangkaian kebijaksanaan pembangunan yang akan mendorong terciptanya kondisi yang memungkinkan rakyat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Proses pembangunan yang memihak rakyat merupakan upaya sinergi dalam langkah pemberdayaan masyarakat. Peran pemerintah adalah sebagai katalisator dalam mewujudkan langkah pemberdayaan masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan harus dipandang sebagai suatu rangkaian proses perubahan yang berjalan secara berkesinambungan untuk mewujudkan pencapaian tujuan (Sumodiningrat, 1999 dalam Sari, 2008).

Secara historis kegagalan program-program pembangunan didalam mencapai tujuannya bukanlah semata-mata kegagalan dalam pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Teori-teori pembangunan selalu berkembang dan mengalami koreksi, sehingga selalu melahirkan pergeseran tentang nilai-nilai yang dianggap benar dan baik dalam proses pembangunan. Pembangunan wilayah bukan hanya fenomena dalam dimensi lokal dan regional, namun merupakan bagian tak terpisahkan dari kepentingan skala nasional bahkan global (Rustiadi et al., 2007).

2.4. Kemampuan Lahan

Lahan yang dimanfaatkan oleh manusia pada dasarnya mempunyai

kemampuan yang berbeda. Untuk mengetahui kemampuan suatu lahan maka perlu dilakukan klasifikasi kemampuan lahan. Klasifikasi kemampuan lahan (Land


(29)

Capability Classification) adalah penilaian lahan (komponen - komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokkanya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat – sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaanya secara lestari. Kemampuan disini dipandang sebagi kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum.

Salah satu konsep yang dapat dilakukan dalam strategi pengembangan wilayah berbasis evaluasi lahan adalah melakukan evaluasi kelas kemampuan lahan. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) Evaluasi kemampuan lahan merupakan penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, di samping dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lain. Setelah dilakukan evaluasi kelas kemampuan lahan maka akan didapat lokasi-lokasi tertentu yang sesuai untuk pengembangan pertanian, kawasan permukiman, pembangunan jalan, jembatan dan fasilitas-fasilitas lainnya.

Klasifikasi kemampuan lahan terdiri dari 3 kategori utama yaitu kelas, subkelas dan satuan kemampuan (Arsyad, 1989).

2.5. Penelitian Sebelumnya

Ejasta (1997) dalam penelitiannya “Kualitas, Kemampuan dan Penggunaan Lahan pada Bentuk Lahan Asal Denudasional di Kecamatan Dawan Kabupaten Daerah Tingkat II Kelungkung”. Metode yang digunakan adalah teknik interpretasi foto udara, analisis peta dan pengamatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan kualitas lahan dari bentuk lahan asal denudasional kurang menguntungkan untuk penggunaan lahan


(30)

yang produktif, kemampuan lahannya dari kelas V sampai kelas VII. Unit lahan dari bentuk lahan asal denudasional yang digunakan untuk tanaman perkebunan dan yang merupakan semak belukar kemampuan lahan sesuai dengan penggunaan lahannya, dan unit lahan yang digunakan untuk tanaman semusim ditemukan tidak sesuai.

Wirosuprojo (2006) dalam penelitiannya “Klasifikasi Lahan untuk Perencanaan Penggunaan Lahan di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei dengan cara mengumpulkan data-data karakteristik lahan (tanah, lereng, banjir, erosi, keairan) pada setiap bentuklahan. Pengukuran dilakukan berdasarkan pada pengambilan sampel secara dengan unit dan evaluasi satuan bentuk lahan. Analisis data dilakukan dengan cara menilai karakteristik lahan pada setiap satuan bentuk lahan dengan kriteria klasifikasi lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kemampuan lahan I hingga IV merupakan lahan potensial untuk budidaya pertanian yang menempati bentuk lahan vulkanik meliputi dataran aluvial gunung api, dataran lereng kaki gunung api dan lereng bawah gunung api. Kelas kemampuan lahanV dan VI merupakan lahan potensial untuk penggunaan hutan dan perkebunan yang menempati lereng tengah dan atas gunung api serta perbukitan terisolasi, perbukitan denudasional. Kelas kemampuan lahan VII dan VIII merupakan lahan untuk pelestarian fungsi lindung bawahan sehingga sangat sesuai untuk hutan lindung. Arahan rencana penggunaan lahan secara umum di daerah penelitian dapat diaplikasikan untuk identifikasi fungsi kawasan budidaya dan lindung.

Susanti (2000) dalam penelitiannya yang berjudul “Kemampuan Lahan di Kecamatan Gondabgrejo Kabupaten Karanganyar” bertujuan menentukan kelas


(31)

kemampuan lahan dan menentukan faktor penghambat. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan menggunakan cara stratified random sampling yaitu pengambilan sampling secara acak dengan strata wilayah. Pedoman klasifikasi modifikasi Sitanala Arsyad (1989) dengan parameter yang digunakan: kedalaman efektif tanah, drainase tanah, permeabilitas, tekstur, bahan organik, kemiringan lereng, kenampakan erosi dan sebaran batuan serta ancaman banjir dan genangan. Hasil yang diperoleh adalah peta kemampuan lahan dan evaluasi lahan terhadap penggunaan lahan.

Rahayu (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kemampuan Lahan terhadap Produktifitas Pertanian di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri” bertujuan mengetahui tingkat kemampuan lahan, mengetahui faktor-faktor pembatas yang mempengaruhi kelas kemampuan lahan terhadap produktifitas pertanian di daerah penelitian. Hasil yang diperoleh Peta analisis kemampuan lahan skala 1 : 50.000

2.6. Kerangka Konseptual

Kecamatan Tarutung dievaluasi sumber daya lahannya melalui peta-peta yang berhubungan dengan penelitian sehingga dapat ditentukan kelas kemampuan lahannya. Dengan menganalisa kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung melalui analisis SWOT, maka diharapkan dapat menjawab perumusan masalah yang dihadapi Pemerintah Kecamatan Tarutung yaitu berupa Strategi perencanaan wilayah sebagaimana digambarkan pada skema:


(32)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian Kecamatan Tarutung

Kelas Kemampuan Lahan

Strategi Perencanaan Wilayah Evaluasi Sumber Daya Lahan - Peta Tanah - Peta CH - Peta Lereng - Peta Admin - Peta Geologi - Peta Eksisting

- Peta Kedalaman Efektif

Karakteristik Lahan

Analisis SWOT Pengharkatan


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di Wilayah Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara dan dilaksanakan pada bulan Maret s/d Juli 2011.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel adalah gejala-gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenisnya maupun alam tingkatannya (Sutrisno, 2000). Dalam penelitian ini variabel yang digunakan antara lain:

1. Iklim

2. Kemiringan Lereng 3. Kedalaman Tanah 4. Tekstur Tanah 5. Permeabilitas Tanah 6. Kondisi Batuan 7. Ancaman Banjir

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Observasi Lapangan

Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung dilapangan agar diperoleh data yang aktual (Sumaatmadja, 1981). Kegiatan observasi


(34)

Lapangan dilakukan untuk melakukan cek lapangan terhadap data-data yang di peroleh dari instansi yang berkaitan maupun data sekunder lainnya.

3.3.2. Studi Dokumentasi

Menurut Sumaatmadja, (1981) menjelaskan bahwa penggunaan sumber dokumentasi dalam penelitian dilakukan dengan cara melakukan seleksi terhadap dokumen-dokumen yang relevan dengan tujuan penelitian. Melalui studi dokumentasi ini di peroleh data sekunder yang terdapat di instansi-instansi yang berkaitan seperti BAPPEDA. Data Sekunder yang dikumpulkan antara lain:

a. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000 b. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000 c. Peta Bentuk Lahan Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000 d Peta Tanah Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000

e. Peta Kedalaman Efektif Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000 f. Peta Administrasi Kecamatan Tarutung skala 1 : 50.000 3.3.3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari kepustakaan yang sesuai dengan apa yang sedang kita lakukan (Sumaatmadja, 1981)

3.3.4. Studi Interpretasi

Metode ini dilakukan dengan cara menginterpretasikan peta.


(35)

3.4. Alat Penelitian

3.4.1. Alat Pengumpul Data

Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan populasi. Populasi merupakan himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas, jadi populasi adalah semua objek yang akan diselidiki (Bintarto dan Surastopo, 1978). Dalam penelitian ini tentu akan berhadapan dengan sekelompok subyek, karena luasnya subyek penelitian maka perlu dibagi atau ditentukan daerah yang akan dijadikan subyek penelitian tersebut. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah satuan lahan yang terdapat di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara. Dari populasi tersebut ditentukan sampel yang merupakan sebagian dari populasi, Jadi sampel merupakan sejumlah satuan lahan yang dipilih sebagai wakil dari populasi yang ada.

3.4.2. Alat Laboratorium

Alat laboratorium ini berupa perangkat komputer yang meliputi: 1 set komputer, Hardisk, Ploppy disk, Printer, Scanner dan perangkat lunak yaitu sistem Arc/View versi 3.3 yang digunakan untuk membuat peta tematik dan melakukann verlay peta-peta tematik tersebut. Alat ini juga digunakan untuk penulisan dan pengolahan penulisan data.

3.5. Metode Analisis Data

Analisis data atau pengolahan data merupakan salah satu langkah yang paling penting dalam penelitian sebab analisis yang salah dapat menimbulkan kesalahan


(36)

dalam pengambilan kesimpulan. Suatu kesimpulan biasanya di ambil dari pengolahan data (analisa data) yang telah dibuat sebelumnya.

Dalam penyusunan tesis ini metode analisis data yang digunakan adalah :

Metode pengharkatan (scoring) untuk mengevaluasi kemampuan lahan. Metode ini dilakukan dengan cara menilai potensi lahan dengan memberikan nilai pada masing-masing karakteristik lahan, sehingga dapat di hitung nilainya dan dapat ditentukan harkatnya. Penilaian kemampuan lahan dengan pengharkatan ini dianggap mempunyai kualitas yang berbeda perencanaan. Dalam metode pengharkatan untuk menentukan klasifikasi kemampuan lahan terdapat faktor menguntungkan dan faktor merugikan, dimana faktor-faktor tersebut selanjutnya di nilai (di harkat). Berikut pedoman dan kriteria yang digunakan untuk menentukan harkat faktor -faktor kemampuan lahan:

a. Faktor Menguntungkan 1) Kedalaman Efektif Tanah

Tabel 3.1. Kriteria Pengharkatan Kedalaman Efektif Tanah

No Kedalaman Tanah Keterangan Harkat

1 2 3 4

< 25 cm 25 – 50 cm

50 – 75 cm

> 75 cm

Dangkal Sedang Dalam Sangat Dalam 1 2 3 4 Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996

2) Tekstur Tanah

Tabel 3.2. Kriteria Pengharkatan Tekstur Tanah

No Tekstur Tanah Harkat


(37)

2 3 4 5 Agak Kasar Sedang Agak Halus Halus 2 3 4 5 Sumber: Jamulyo dan Sunarto, 1996

3) Permeabilitas Tanah

Tabel 3.3. Kriteria Pengharkatan Permeabilitas Tanah

No Permeabilitas (cm/jam) Keterangan Harkat

1 2 3 4 5 > 12,50 6,25 – 12,50 2,00 – 6,25 0,50 – 2,00 < 0,50 Cepat Agak Cepat Sedang Agak Lambat Lambat 1 2 3 4 5 Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996

4) Lereng

Tabel 3.4. Kriteria Pengharkatan Tingkat Kelerengan

No Lereng (%) Keterangan Harkat

1 2 3 4

< 3 3 – 8 8 – 15 > 15 Datar Landai Miring Curam 0 -1 -2 -3 Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996

b. Faktor Merugikan 1) Banjir

Tabel 3.5. Kriteria pengharkatan Tingkat Bahaya Banjir

No Banjir Harkat

1 2 3 4 Tanpa Jarang Sering Selalu 0 -1 -2 -3 Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996


(38)

2) Batu Permukaan

Tabel 3.6. Kriteria Pengharkatan Sebaran Batuan

No Batu Harkat

1 2 3 4 Tanpa Sedikit Sedang Banyak 0 -1 -2 -3 Sumber : Jamulyo dan Sunarto, 1996

3.6. Analisis SWOT

Analisis SWOT menganalisis strategi perencanaan wilayah Kota Tarutung berbasis kemampuan lahan yang mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan tantangan (threats).

Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Selanjutnya untuk mengetahui hasil analisis berada di posisi mana, dapat dilihat pada gambar berikut ini (Rangkuti, 2000).

3. Mendukung stratrgi turn around 1. Mendukung strategi agresif

BERBAGAI PELUANG


(39)

4. Mendukung strategi defensif 2. Mendukung strategi diversifikasi

Gambar 3.1. Analisis SWOT

Kuadran 1 : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan, organisasi memiliki

peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan yang agresif.

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi masih memiliki

kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus digunakan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang. Kuadran 3 : Organisasi menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi di lain pihak

harus menghadapi beberapa kendala/kelemahan interal. Fokus strategi organisasi adalah meminimalkan masalah-masalah internal organisasi.

Kuadran 4 : Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, organisasi

menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan.

3.7. Definisi Variabel Operasioanl

1. Strategi perencanaan wilayah merupakan strategi Pemerintah Kecamatan Tarutung

dalam perencanaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah. BERBAGAI ANCAMAN


(40)

2. Kemampuan lahan merupakan sifat dakhil/inheren lahan yang menyatakan kesanggupannya untuk memberikan hasil pertanian pada tingkat produksi tertentu.

3. Penggunaan lahan merupakan pemanfaatan lahan yang selama ini dilaksanakan

oleh Pemerintah Kecamatan Tarutung dalam pembangungan wilayahnya.


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu daerah Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Topografi dan kontur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu tergolong datar (3,16 persen), landai (26,86 persen), miring (25,63 persen) dan terjal (44,35 persen).

Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara sekitar 3.800,31 Km2 terdiri dari luas dataran 3.793,71 Km2 dan luas perairan Danau Toba 6,60 Km2. Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara terletak di antara 1o20’ – 2o41’ Lintang Utara dan 98o05’ – 99o

Secara administratif, batas-batas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat pada gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Tapanuli Utara sebagai berikut:

16’ Bujur Timur. Ibukota Kabupaten Tapanuli Utara adalah Tarutung.

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan

3. Sebelah Timur berbatasan dengan abupaten Labuhan Batu.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli


(42)

Gambar 4.1. Peta Admisnitrasi Kabupaten Tapanuli Utara

Kabupaten Tapanuli Utara beriklim tropis dan memiliki suhu udara berkisar 12,7o C sampai dengan 25o C, dengan kelembaban udara rata-rata 88 persen. Seperti daerah lainnya, di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Januari, sedangkan musim hujan kedua mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei.


(43)

Sebagian besar wilayah Kabupaten Tapanuli Utara terletak di daerah dataran tinggi yang berada 300 meter hingga 1.500 meter di atas permukaan laut dengan perbandingan luas daerah ketinggian sebagai berikut:

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Ketinggian di Atas Permukaan Laut

No. Tingkat Ketinggian (Meter di atas Permukaan

Laut)

Luas Wilayah (Km2

Persentase

) (%)

1. < 500 137,84 3,63

2. 500 – 1.000 1.480,72 38,96

3. 1.000 – 1.500 2.169,19 57,08

4. > 1.500 5,96 0,34

Total 3.800,31 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Angka, 2010

Daerah ketinggian Kabupaten Tapanuli Utara yang berada antara 501 sampai dengan 1.000 meter di atas permukaan laut, yakni mencapai 38,96 persen. Daerah ketinggian antara 1.001 sampai dengan 1.400 meter di atas permukaan laut mencapai 57,08 persen. Sedangkan daerah ketinggian > 1.400 meter di atas permukaan laut terdapat 0,34 persen.

Pada Gambar 4.2 peta kemirigan lahan Kabupaten Tapanuli Utara dapat

dikategorikan atas lahan datar (dengan tingkat kemiringan lahan mencapai dua persen); lahan landai (tingkat kemiringan lahan antara 2,1 hingga 15 persen); lahan miring (tingkat kemiringan lahan antara 15,1 hingga 40 persen); serta lahan terjal (tingkat kemiringan di atas 40 persen).


(44)

Tabel 4.2. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Kemiringan/Lereng Tanah

No. Tingkat Kemiringan Luas Wilayah (Km2) Persentase (%)

1. Datar 119,76 3,15

2. Landai 1.019,03 26,81

3. Miring 972,3 25,58

4. Terjal 1.682,62 44,45

Total 3.800,31 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Angka, 2010

Wilayah dengan tingkat kemiringan tanah 2, 1 – 15% (landai) di Kabupaten Tapanuli Utara mencapai 26,81 persen; disusul kemudian lahan curam (tingkat kemiringan 40,1 %) mencapai 44,45 persen. Sedangkan lahan miring (tingkat kemiringan 15,1 – 40% ) berkisar 25,58 persen. Dan lahan datar (tingkat kemiringan 2%) mencapai 3,15 persen.

Secara administrasi Kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari 15 Kecamatan dan 243 desa/kelurahan (232 desa dan 11 kelurahan), memiliki total penduduk 312.300 jiwa dengan rata-rata tingkat kepadatan penduduk mencapai 146,81 jiwa per km2.


(45)

Gambar 4.2. Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Tapanuli Utara

Berdasarkan pembagian desa/kelurahan di Kabupaten Tapanuli Utara, yang terbanyak berada di Kecamatan Tarutung sebanyak 31 desa/kelurahan, disusul kemudian Kecamatan Sipahutar sebanyak 23 desa dan Kecamatan Pangaribuan sebanyak 22 desa.


(46)

Tabel 4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara

No. Kecamatan Banyaknya Desa/ Kelurahan Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas Wilayah (Km2 Kepadatan ) Penduduk Tiap Km2

1. Parmonangan 14 12.989 257,35 50,47

2. Adian Koting 14 13.499 502,90 26,84

3. Sipoholon 14 21.182 189,20 111,96

4. Tarutung 31 39.859 107,68 370,16

5. Siatas Barita 12 12.402 92,92 133,47

6. Pahae Julu 19 12.591 165,90 75,00

7. Pahae Jae 13 10.943 203,20 53,90

8. Purbatua 11 6.463 191,80 33,70

9. Simangumban 8 7.418 150,00 49,45

10. Pangaribuan 22 25.004 459,25 54,45

11. Garoga 12 16.448 567,58 28,98

12. Sipahutar 23 22.959 408,22 56,24

13. Siborong-borong 21 40.669 279,91 145,29

14 Pagaran 14 16.693 138,05 120,92

15 Muara 15 13.468 79,75 168,88

Jumlah 243 272.587 3.793,71 71,85

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara dalam Angka, 2010

Pada Gambar 4.3 peta jumlah penduduk per kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara dapat diketahui penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Siborong-borong yang berjumlah 40.669 jiwa dan Kecamatan Tarutung sebagai ibukota Kabupaten yang berjumlah 39.859 jiwa. Jumlah penduduk yang terendah terdapat di Kecamatan Purbatua berjumlah 6.463 jiwa.

Kecamatan terluas berada di Kecamatan Garoga yang luas wilayahnya mencapai 567,58 km2, dan Kecamatan Adian Koting dengan luas wilayah 502,90 km2, sedangkan terendah di Kecamatan Muara seluas 79,75 km2.


(47)

Gambar 4.3. Peta Jumlah Penduduk Perkecamatan Di Kab. Tapanuli Utara Dilihat berdasarkan tingkat kepadatan penduduk, Kecamatan Tarutung merupakan wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk terpadat yakni 370,16

jiwa per km2. Sedangkan Kecamatan yang terjarang penduduknya adalah Kecamatan

Adian Koting dan Garoga, masing-masing 26,84 jiwa per km2 dan 28,98 jiwa per km2 Kabupaten Tapanuli Utara dikenal sebagai daerah penghasil berbagai buah-buahan dan bunga-bungaan, dan mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah usaha pertanian dan perkebunan rakyat. Sektor pertanian merupakan bagian terpenting .


(48)

dalam perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Peranan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tapanuli Utara adalah sekitar 62,58%. Sektor pertanian ini dikelompokkan menjadi beberapa sub sektor, yakni sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan.

4.2. Gambaran Umum Kecamatan Tarutung

Kecamatan Tarutung merupakan salah satu daerah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara.Luas wilayah Kecamatan Tarutung sekitar 107,68 Km2. Secara geografis Kecamatan Tarutung terletak di antara 1o54’ – 2o07’ Lintang Utara dan 98o52’ – 99o

Secara administratif wilayah Kecamatan Tarutung dapat kita lihat pada Gambar 4.4 peta Administratif Kecamatan Tarutung di mana batas-batas wilayahnya sebagai berikut:

04’ Bujur Timur.

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sipoholon Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pahae Julu Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Adian Koting.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Siatas Barita dan Sipahutar.

Penduduk terbanyak di Kecamatan Tarutung terdapat di Desa Hutatoruan VII yang berjumlah 4.970 jiwa dan Desa Hutatoruan X sebagai yang berjumlah 4.470 jiwa. Jumlah penduduk yang terendah terdapat di Desa Hutatoruan III berjumlah 313 jiwa.

Desa terluas berada di Desa Jambur Nauli yang luas wilayahnya mencapai 8,76 km2, Desa Siandar-andar dengan luas wilayah 8,50 km2, dan Desa Hutapea Banarea


(49)

dengan luas wilayah 8,25 km2, sedangkan terendah di Desa Hutatoruan XI Muara seluas 0,2 km2

Gambar 4.4. Peta Administrasi Kecamatan Tarutung .

Dilihat berdasarkan tingkat kepadatan penduduk pada Gambar 4.5 peta Penyebaran Penduduk Kecamatan Tarutung Desa Hutatoruan XI merupakan wilayah

yang memiliki tingkat kepadatan penduduk terpadat yakni 4.575,96 jiwa per km2.

Sedangkan desa yang terjarang penduduknya adalah Desa Siandor-andor dan Hutatoruan III, masing-masing 67,76 jiwa per km2 dan 71,36 jiwa per km2.


(50)

Tabel 4.4. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tarutung

No. Kecamatan Jumlah

Penduduk (Jiwa) Luas Wilayah (Km2 Kepadatan ) Penduduk Tiap Km2

1. Siandor-andor 576 8,50 67,76

2. Hutapea Banuarea 1.009 8,25 122,30

3. Parbubu Pea 528 1,25 422,40

4. Parbubu II 731 4,50 162,44

5. Porbubu Dolok 1.135 7,94 142,95

6. Hutatoruan VIII 401 3,50 114,57

7. Parbubu I 1.053 4,75 221.68

8. Hutatoruan I 1.771 2,00 885,50

9. Sosunggulan 946 2,62 361,07

10. Porbaju Toruan 1.247 4,55 274,07

11. Hopoltahan 932 1,44 647,22

12. Hutatoruan IV 874 0,87 1.004,60

13. Aek Siansimun 1.239 4,56 247,80

14 Hutatoruan V 775 1,59 516,67

15 Hutatoruan VI 635 3,26 195,38

16 Hutatoruan XI 1.537 0,20 7.685,00

17. Hutatoruan IX 1.221 0,85 1.436,47

18. Hutatoruan X 4.759 1,04 4.575,96

19. Hutatoruan VII 4.990 2,00 2.495,00

20. Partali Toruan 2.406 0,62 3.880,65

21. Parbaju Tonga 1.026 3,50 293,14

22 Simamora 2.027 3,40 596,18

23. Hutagalung Siwaluompu 1.194 3,20 373,13

24. Siraja Oloan 1.210 3,75 322,67

25. Hutahuruk 495 2,19 226,03

26. Parbaju Julu 988 3,50 282,29

27. Partali Julu 999 2,00 499,50

28. Sitampurung 816 7,75 93,15

29 Jambur Nauli 1.016 8,76 131,10

30 Sihujur 439 5,00 87,80

31 Hutatoruan III 314 0,44 71,36

Jumlah 39.289 107,68 350,54


(51)

Gambar 4.5. Peta Penyebaran Penduduk Kecamatan Tarutung

4.3. Identifikasi Kelas Kemampuan Lahan

Sistem klasifikasi kemampuan lahan mengacu pada sistem yang digunakan Amerika Serikat (United States Departement of Agriculture). Pengelompokan kelas kemampuan lahan dalam sistem tersebut dilakukan secara kualitatif dan merupakan pendekatan pertama dari pendekatan dua tahap menurut FAO (1976). Sistem ini mengenal tiga kategori, yaitu kelas, sub-kelas dan unit. Penggolongan kedalam kelas, sub-kelas dan unit didasarkan atas kemampuan lahan tersebut memproduksi komoditas


(52)

pertanian secara umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang. Dalam sistem ini sifat kimia tanah tidak digunakan sebagai pembeda karena sifat kimia tanah sangat mudah berubah, sehingga kurang relevan untuk digunakan. Sifat-sifat tanah/lahan yang digunakan sebagai pembeda hanyalah sifat-sifat fisik/morfologi tanah yang dapat dapat diamati di lapangan (Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007).

Dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya faktor-faktor penghambat. Tanah dikelompokkan kedalam kelas I sampai kelas VIII, di mana semakin tinggi kelasnya kualitas lahan semakin jelek, berarti resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan penggunaan lahan yang dapat diterapkan semakin terbatas. Tanah kelas I sampai dengan IV merupakan lahan yang sesuai untuk pertanian. Sedangkan kelas V sampai VIII tidak sesuai dengan usaha pertanian atau diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengelolaannya (Tabel 4.5).

Tabel 4.5. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan Faktor Kelas Kemampuan

I II III IV V VI VII VIII Tekstur tanah (t)

a. Lapisan atas (4 cm) b. Lapisan bawah

t2/t 3 t2/t 4 t1/t4 t1/t4 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) t5 t5

Lereng permukaan (%) i0 i1 i2 i3 (*) i4 i5 i6 Kedalaman efektif k0 k0 k1 k2 (*) k3 (*) (*) Kerikil/batuan b0 b0 b0 b1 b2 (*) (*) b3 Banjir O0 O1 O2 O3 O4 (*) (*) (*) Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007

(*): dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat dari kelas lebih rendah (**): permukaan tanah selalu tergenang air

Karakteristik lahan dalam klasifikasi kemampuan lahan merupakan faktor-faktor penghambat yang bersifat permanen atau sulit diubah seperti tekstur tanah,


(53)

lereng permukaan, drainase, kedalaman efektif tanah, tingkat erosi yang terjadi, liat masam (cat clay), batuan di permukaan tanah, ancaman banjir atau genangan air yang tetap dan iklim. Faktor-faktor tersebut digolongkan berdasarkan besarnya intensitas faktor penghambat atau ancaman (Arsyad dalam Hardjowigeno, 2007).

Beberapa faktor yang menentukan kelas kemampuan lahan menurut Haedjowigeno dan Widiatmaka, (2007) adalah:

Tabel 4.6. Kriteria Tekstur Tekstur (t)

t1 : halus : liat berdebu, liat

t2 : agak halus : liat berpasir, lempung liat

berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir

t3 : sedang : debu, lempung berdebu,

lempung

t4 : agak kasar : lempung berpasir

t5 : kasar : pasir berlempung, pasir

Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007

Tabel 4.7. Kriteria Kedalaman Efektif

Kedalaman efektif (k)

K0 : dalam : > 90 cm

K1 : sedang : 90 – 50 cm

K2 : dangkal : 50 – 25 cm

K3 : sangat dangkal : < 25 cm

Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007

Tabel 4.8. Kriteria Lereng Permukaan

Lereng Permukaan (i)

I0(A) : 0 – 3 % : datar

I0(B) : 3 – 8 % : landai/berombak

I0(C) : 8 – 15 % : agak miring/bergelombang

I0(D) : 15 – 30 % : miring berbukit

I0(E) : 30 – 45 % : agak curam


(54)

I0(G) > 65 % : sangat curam Sumber: Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007

Analisis kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung, diperoleh dengan cara mencocokkan karakteristik dan kualitas lahan dengan beberapa kriteria kemampuan lahan yang terdapat pada Tabel 4.5 sampai dengan Tabel 4.8. Setelah didapatkan satuan lahan maka langkah selanjutnya memasukan kriteria kemampuan lahan untuk membuat kelas kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung.

Berdasarkan hasil pembuatan kelas kemampuan lahan di Kecamatan Tarutung didapat bahwa sebagian besar lahan di Kecamatan Tarutung berada pada Kelas I dengan luas 4.913 Ha (45,63%), Kelas II seluas 2.933 Ha (27,24%), Kelas III dengan luas 2.535 Ha (23,54%) dan Kelas IV luasnya kecil 387 Ha (3,59 %). Pada lahan Kelas II yang menjadi faktor pembatas adalah lereng (i1) dan tekstur (t1) sesuai dengan kondisi di Kecamatan Tarutung didominasi kelerangan (3–8% = landai/berombak) dan tekstur tanah liat berdebu (Tabel 4.9).

Tabel 4.9. Kemampuan Lahan Kecamatan Tarutung No Kemampuan

Lahan

Desa Luas

(Ha)

Sektor

1 Kelas I Parbubu II, Parbubu I, Hutatoruan

I, Parbaju Toruan, Hutatoruan IV, Hutatoruan VII, Parbaju Tonga, Hutagalung SW, Siraja Oloan, Partbaju Julu, Jambar Nauli, Sitampurung

4.913 Pertanian

sangat intensif

2 Kelas II Hutapea Banuarea, Parbubu Dolok,

Sosunggulon, Hutatoruan VI. Partali Toruan, Simamora, Partali Julu, Parbubu Pea

2.933 Pertanian

intensif


(55)

Hutatoruan V, Hutatoruan VIII, Hutatoruan IX, Aek Siam Simun, Sihujar

sedang

4 Kelas IV Hutatoruan III, Hutatoruan X,

Hutatoruan XI, Hutauruk

3.87 Pertanian

terbatas Pada Lahan Kelas I tidak mempunyai faktor pembatas yang dapat menurunkan kelasnya dalam kriteria klasifikasi kemampuan lahan. Lahan kelas III di Kecamatan Tarutung mempunyai faktor pembatas lereng (i2) (8–15% = agak miring bergelombang) dan Kedalaman efektif (k1) (sedang: 90–50 cm). Lahan kelas IV mempunyai faktor pembatas Kedalaman efektif (k2) (dangkal: 50–25 cm). Secara umum di Kecamatan Tarutung mempunyai karakteristik lahan sebagai faktor pembatas adalah Kelerangan, Tekstur dan Kedalaman efektif tanah.

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) lahan yang berada pada Kelas I berarti lahan tersebut sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam, bertekstur agak halus atau sedang dan responsif terhadap pemupukan sehingga penggunaan sesuai untuk pertanian sangat intensif. Di Kecamatan Tarutung terdapat lahan kelas I seluas 4.913 Ha, hal tersebut menunjukkan bahwa 45,63% lahan yang ada di Kecamatan Tarutung sangat mempunyai kemampuan dalam pertanian sangat intensif. Lahan kelas II mempunyai faktor pembatas sehingga kelas kemampuan lahannya turun, tetapi masih dapat digunakan untuk pertanian intensif. Faktor pembatas yang ada dapat diperbaiki sesuai tingkat pembatasnya. Pengawetan tanah yang tingkatnya sedang, pengolahan sesuai kontur, pergiliran tanaman, pembuatan guludan merupakan usaha untuk mengantisipasi faktor-faktor pembatas. Terdapat


(56)

lahan seluas 2.933 Ha (kelas II) di Kecamatan Tarutung atau 27,24% dari luas wilayah yang dapat digunakan untuk pertanian intensif dengan melakukan usaha-usaha untuk mengantisipasi faktor pembatas yang ada. Lahan kelas III mempunyai faktor penghambat yang agak berat yang mengurangi jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang khusus atau kedua-duanya. Tetapi lahan ini masih mampu diusahakan untuk pertanian dengan tingkat sedang. Terdapat lahan seluas 2.535 Ha di Kecamatan Tarutung yang termasuk dalam kelas tersebut.

Lahan kelas IV mempunyai penghambat berat yang membatasi pilihan tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati, atau kedua-duanya. Oleh sebab itu lahan tersebut mempunyai kemampuan untuk komoditas tanaman pertanian tertentu saja.

Pada Gambar 4.6 peta Kelas Kemampuan Lahan di Kecamatan Tarutung diketahui bahwa sebagian besar desa termasuk dalam kemampuan lahan kelas I (pertanian sangat intensif) seperti Desa Parbubu II, Parbubu I dan seterusnya. Pada lahan kelas II (pertanian intensif) berada di Desa Hutapea Banuare, Parbubu Dolok dan seterusnya. Sedangkan desa yang berada pada kemampuan lahan kelas IV (pertanian terbatas) termasuk pada desa yang mempunyai tingkat kepadatan tinggi yaitu: Desa Hutatoruan XI, dan Hutatoruan X.


(57)

Gambar 4.6. Peta Kelas Kemampuan Lahan

4.3. Strategi Perencanaan

Dalam menyusun suatu strategi pengembangan wilayah, sebelumnya perlu dilakukan suatu analisa yang mendalam. Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah dengan Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats Analysis), yaitu analisis potensi/kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/kendala. Analisis ini diawali dengan inventarisasi dan klasifikasi terhadap permasalahan/kelemahan dan kelebihan/kekuatan baik secara internal pengembangan


(58)

wilayah di Kecamatan Tarutung, maupun secara eksternal yang berasal dari lingkungan di luar Kecamatan Tarutung.

Analisis Data Input

Proses analisis dimulai dengan pendalaman atau identifikasi lingkungan strategis, kemudian dilanjutkan dengan analisis faktor internal dan faktor eksternal. Proses analisis akan menghasilkan beberapa asumsi atau peluang strategis untuk mendapatkan faktor-faktor kunci keberhasilan (Utami, 2008).

Analisis Lingkungan Strategis yang mempengaruhi kinerja dalam proses perencanaan dan pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung dibagi atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal, mencakup kekuatan (S = Strengths) dan kelemahan (W = Weakness). Sementara yang tergolong dalam faktor eksternal adalah peluang (O = Opportunities) dan ancaman (T = Threaths). Dari hasil pengamatan dan wawancara di lapangan, diperoleh daftar faktor internal dan eksternal dalam usaha pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung sebagaimana berikut:

Faktor Internal

Faktor internal yang merupakan suatu kekuatan untuk pengembangan wilayah adalah:

1. Luas lahan kelas I (pertanian sangat intensif) seluas 4.913 Ha.

2. Kecamatan Tarutung termasuk daerah pertanian, sehingga potensi pengembangan

sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan masih besar.

3. Luas wilayah Kecamatan Tarutung seluas 107,68 Km2

Faktor internal yang merupakan suatu kelemahan adalah sebagai berikut: .


(59)

1. Kecamatan Tarutung merupakan wilayah ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara sehingga pengembangan sektor di luar pertanian akan berkembang.

2. Pertambahan penduduk yang terus meningkat akan mengakibatkan pertambahan

lahan terbangun.

3. Adanya alih fungsi lahan pertanian untuk permukiman Analisis Faktor Internal

Hasil analisis Gambar 4.7 peta Eksisting Penggunaan Lahan menunjukkan lahan belum tebangun masih luas.Luas lahan kelas I (pertanian sangat intensif) cukup besar 4.913 Ha.


(60)

Gambar 4.7. Peta Eksisting Penggunaan Lahan

Kecamatan Tarutung termasuk daerah pertanian, sehingga potensi pengembangan sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan masih besar, dan

luas wilayah Kecamatan Tarutung yang sedang (107,68 Km2

Tabel 4.10. Analisis Faktor Internal Pengembangan Wilayah Kecamatan Tarutung

) memudahkan dalam perencanaan pengembangan wilayah. Kecamatan Tarutung merupakan wilayah ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara sehingga pengembangan sektor di luar pertanian akan berkembang, pertambahan penduduk yang terus meningkat akan mengakibatkan pertambahan lahan terbangun dan perubahan penggunaan lahan pertanian untuk permukiman. Faktor–faktor tersebut merupakan bagian dari kekuatan dan kelemahan yang perlu diperhitungkan atau mempengaruhi dalam pengembangan wilayah Adapun secara rinci hasil analisis faktor internal pada Tabel 4.10.

1. Faktor Internal Strategis Bobot Rating Skor 1. Kekuatan

a. Luas lahan kelas I (pertanian sangat intensif) cukup besar 4.913 Ha.

b. Kecamatan Tarutung termasuk daerah pertanian, sehingga peluang pengembangan sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan masih besar.

c. Luas wilayah Kecamatan Tarutung seluas 107,68 Km2

0,20 0,20 0,10 4 3 1 0,80 0,60 0,10

Jumlah 0,50 1,50

2. Kelemahan

a. Kecamatan Tarutung merupakan wilayah ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara sehingga pengembangan sektor di luar pertanian akan berkembang.

b. Pertambahan penduduk yang terus meningkat akan mengakibatkan pertambahan lahan terbangun. 0,20 0,15 -3 -2 -0,60 -0,30


(61)

c. Perubahan penggunaan lahan pertanian untuk permukiman

0,15 -2 -0,30

Jumlah 0,50 -1,20

Jumlah (1 + 2) 1,00 0,30

Sumber: Hasil Analisis, 2011 Faktor Eksternal

Beberapa peluang yang mendukung pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung adalah:

1. Berkembangnya teknologi sistem informasi geografi (SIG) dalam perencanaan

evaluasi sumberdaya lahan.

2. Kebijakan pemerintah pusat tentang otonomi daerah sehingga Kecamatan Tarutung

mempunyai otoritas dalam pengembangan wilayah.

3. Kerjasama atau kemitraan dengan daerah sekitar dalam pengembangan wilayah

cukup besar.

4. Kebutuhan produk pertanian yang terus meningkat.

Faktor lingkungan yang menjadi ancaman pengembangan wilayah yakni:

1. Perkembangan kecamatan lain dalam mengembangkan sektor-sektor

perekonomiannya menjadi sektor unggulan termasuk sektor pertanian.

2. Luas wilayah kecamatan lain di Kabupaten Tapanuli Utara yang lebih besar

dibanding Kecamatan Tarutung.

3. Pasar komoditi pertanian yang tidak stabil

4. Adanya perdagangan bebas yang menyebabkan produk pertanian bersaing dengan

produk negara lain. Analisis Faktor Eksternal


(62)

Hasil identifikasi faktor eksternal selanjutnya dilakukan tahap analisis faktor eksternal yakni peluang dan ancaman sebagaimana Tabel 4.11 berikut:

Tabel 4.11. Analisis Faktor Eksternal Pengembangan Wilayah Kecamatan Tarutung

Faktor Eksternal Strategis Bobot Rating Skor

1. Peluang

a. Berkembangnya teknologi SIG dalam

perencanaan evaluasi sumberdaya lahan

b. Kebijakan pemerintah pusat tentang otonomi

daerah memberikan wewenang dalam pengembangan wilayah

c. Kerjasama atau kemitraan dengan daerah

sekitar dalam pengembangan wilayah

d. Kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri

terhadap produk pertanian

0,10 0,15 0,05 0,20 2 3 1 4 0,20 0,45 0,05 0,80

Jumlah 0,50 1,50

2. Ancaman

a. Perkembangan kabupaten/kota lain dalam

mengembangkan sektor-sektor perekonomian menjadi sektor unggulan

b. Pasar komoditi pertanian yang tidak stabil

c. Perdagangan bebas yang menyebabkan produk

pertanian bersaing dengan produk negara lain.

0,20 0,15 0,15 -3 -2 -2 -0,60 -0,30 -0,30

Jumlah 0,5 -1,20

Jumlah (1+2) 1,00 0,30

Sumber: Hasil Analisis, 2011

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor eksternal yang dominan adalah perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) evaluasi sumberdaya lahan, potensi kemitraan dengan daerah sekitar, kebijakan pemerintah pusat tentang otonomi daerah dan kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri terhadap produk pertanian. Perkembangan kabupaten/kota lain dalam mengembangkan sektor-sektor perekonomian menjadi sector unggulan, pasar komoditi pertanian yang tidak stabil


(63)

dan adanya perdagangan bebas yang menyebabkan produk pertanian bersaing dengan produk negara lain.

Perkembangan faktor ini berada di luar wilayah Kecamatan Tarutung, sehingga dibutuhkan kerjasama antar wilayah terkait untuk memaksimalkan kemampuan dan meminimalkan ancaman yang dimulai sejak penyusunan perencanaan pengembangan wilayah. Perkembangan teknologi SIG dalam evaluasi sumberdaya lahan dapat digunakan dalam pengembangan wilayah sehingga data-data spasial evaluasi sumberdaya lahan yang dihasilkan dapat menjadi referensi perencanaan pengembangan wilayah.

Pada Tabel 4.11 diperoleh jumlah skor faktor strategi internal (kekuatan dan kelemahan) adalah sebesar 0,3. Faktor eksternal (peluang dan ancaman) adalah sebesar 0,3. Selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada tabel internal dan eksternal, maka kwadran SWOT dapat digambarkan sebagai berikut:


(64)

1 O

III I

0,30

W -1 0,30 1 S

IV II

-1 T

Gambar 4.8. Kwadran SWOT

Dari gambar kwadran SWOT tersebut di atas dapat dilihat bahwa posisi SWOT berada pada kuadran I, yaitu kemampuan Lahan Kecamatan Tarutung menghadapi peluang yang sangat besar dan memiliki kekuatan-kekuatan internal. Fokus strategi yang harus dilakukan adalah memaksimalkan kekuatan-kekuatan internal.

Pencocokan

Langkah berikutnya adalah tahap pencocokan. Dengan menggunakan strategi silang, tahap pencocokan dengan matrik TOWS atau SWOT dalam Analisis SWOT dihasilkan beberapa asumsi strategis sebagai bahan untuk pencapaian kemungkinan alternatif strategi pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung. Strategi dan hasil dari pencocokan tersebut selanjutnya dilakukan proses penetapan ”Asumsi Alternatif Strategis”. Berdasarkan matrik SWOT, diperoleh berbagai asumsi alternatif strategi


(65)

yang dapat dilakukan dalam upaya pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung yaitu:

Strategi Strenghts-Opportunities, yaitu: memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang, dengan strategi yang mungkin dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Memanfaatkan potensi lahan dengan teknologi SIG.

2. Memanfaatan lahan belum terbangun dengan kebijakan penggunaan lahan dalam

konteks otonomi daerah.

3. Memaksimalkan penggunaan lahan dengan menjalin kerjasama dengan daerah

sekitar.

Strategi Weaknesses-Opportunities, yaitu: meminimalkan kelemahan untuk mencapai dan memanfaatkan peluang yang ada, dengan strategi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mengimplementasikan teknologi SIG dalam pemanfaatan kesesuaian lahan

pertanian.

2. Meningkatkan kerjasama dengan daerah sekitar dalam menumbuhkan sektor-sektor

unggulan.

Strategi Strengths-Threats, yaitu: strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk mengurangi ancaman, dengan strategi alternatif yang dapat dilakukan adalah mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dalam memacu tumbuhnya sektor-sektor unggulan.

Strategi Weaknesses-Threats, yaitu: merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan internal serta menghindar dari


(66)

ancaman-ancaman lingkungan, dengan strategi alternatif yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan potensi lahan untuk memfasilitasi pertumbuhan sektor-sektor unggulan.

4.4 Perumusan Strategi

Setelah dilakukan identifikasi tentang potensi/kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman menggunakan Analisis SWOT dalam konteks pengembangan wilayah maka langkah selanjutnya adalah perumusan strategi. Hasil dari perumusan strategi menunjukkan bahwa strategi pengembangan wilayah dikecamatan Tarutung dapat diurutkan sebagai berikut:

Strategi pertama yang dilakukan dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Tarutung yakni dengan mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dalam memacu tumbuhnya sektor-sektor unggulan.

Strategi kedua adalah memanfaatkan lahan belum terbangun dengan kebijakan penggunaan lahan dalam konteks otonomi daerah.

Strategi ketiga adalah memaksimalkan penggunaan lahan dengan menjalin kerjasama dengan daerah sekitar.

Strategi keempat adalah memanfaatkan potensi lahan untuk pembangunan jalan sehingga dapat memfasilitasi pertumbuhan sektor-sektor unggulan.

Strategi kelima adalah memanfaatkan lahan permukiman dengan teknologi SIG. Strategi keenam adalah mengimplementasikan teknologi SIG dalam pemanfaatan kemampuan lahan pertanian.

Pelaksanaan keenam strategi tersebut dapat dilakukan secara bertahap dengan melihat situasi dan konteks yang dibutuhkan. Hal yang paling mendasar untuk


(67)

melakukan evaluasi sumberdaya lahan di Kecamatan Tarutung yakni dengan melakukan pemetaan potensi sumberdaya lahan dengan skala detil. Melihat luas wilayah Kecamatan Tarutung yang kecil hendaknya peta yang menjadi acuan yakni Peta Landsystem skala 1:50.000 atau bahkan 1:25.000. Peta Landsytem Kecamatan Tarutung skala detil belum tersedia saat ini, oleh sebab itu dimungkinkan untuk pembuatan peta tersebut mengingat luas wilayah Kecamatan Tarutung yang kecil maka lebih mudah untuk melakukan survey tanah dilapangan.

Setelah memetakan potensi sumberdaya lahan dengan skala detil maka dapat diketahui informasi karakteristik lahan, jenis-jenis tanah dan sifat-sifat lahan yang lebih rinci. Sehingga akan didapat informasi kelas kemampuan dan kesesuaian lahan di Kecamatan Tarutung yang lebih rinci dan akurat. Hasil dari pemetaan yang lebih detil dapat menjadi referensi langsung di lapangan. Sehingga lahan-lahan di Kecamatan Tarutung dapat dikembangkan sesuai dengan kelas dan potensi yang ada.

4.5. Arahan Penggunaan Lahan

Arahan pengembangan wilayah Kecamatan Tarutung dilakukan dengan menganalisis kelas kemampuan lahannya dengan kondisi eksisting penggunaan lahan. Prosesnya dilakukan dengan metode overlay peta kelas kemampuan lahan dengan peta eksisting penggunaan lahan Kecamatan Tarutung.

Berdasarkan pada bentuk lahan dan arahan penggunaan lahan maka dapat dijelaskan bahwa daerah yang memiliki lereng datar-landai dengan tanah yang subur dan sumber air yang cukup secara terus menerus merupakan kawasan pertanian lahan basah yang dapat dimantapkan sebagai sentra tanaman pangan. Daerah dengan


(68)

kemiringan agak curam dengan tanah yang subur tetapi kesulitan air sebaiknya dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan (agropolitan), sedangkan daerah yang berlereng curam-sangat curam sebaiknya dimanfaatkan untuk tanaman hutan tanaman produksi terbatas, hutan lindung dan cagar alam. Lahan yang potensial untuk pertanian yang berada di pinggiran kota maupun disekitar jalan secara perlahan beralih fungsi ke budidaya non pertanian termasuk untuk pemukiman.

Masalah utama yang dihadapi Kecamatan Tarutung ditinjau dari aspek lahan adalah adanya ketimpangan dan perubahan penggunaan lahan yang kurang didukung oleh suatu rencana penggunaan lahan pedesaan dan perkotaan secara umum hingga secara detil. Hal ini dapat berakibat pada menurunnya fungsi kawasan resapan, menyempitnya kawasan lahan basah yang produktif yang menghasilkan kebutuhan pangan masyarakat.

Pada saat ini Kabupaten Tapanuli Utara sedang berjuang untuk menjadi Ibukota Propinsi Tapanuli di mana usulan pemekaran Propinsi Tapanuli sudah direkomendasikan DPRD Sumatera Utara ke Mendagri. Untuk menyambut rencana ini Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara mulai dari sekarang sudah harus berbenah untuk mempersiapkan Kecamatan Tarutung untuk menjadi ibu kota propinsi yaitu mempersiapkan fasilitas yang mempunyai standard untuk menjadi sebuah wilayah ibukota propinsi seperti mempersiapakan lahan untuk wilayah pemukiman, wilayah perkantoran, pertokoan,wilayah untuk membangun fasilitas umum dan lain sebagainya yang tentunya membutuhkan lahan yang luas. Untuk mencapai rencana ini Pemerintah


(69)

Kabupaten Tapanuli Utara harus memasukkannya di dalam Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).


(70)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan serta dengan memperhatikan kaitannya dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Secara umum berdasarkan evaluasi sumberdaya lahan di Kecamatan Tarutung

menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas I (Pertanian sangat intensif).

2. Berdasarkan analisis Strengths Weaknesses Opportunitie Threats (SWOT) dapat

dirumuskan enam strategi pengembangan wilayah Kecamatan Tarutung berbasis evaluasi kemampuan lahan, yaitu: strategi pertama adalah mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dalam memacu tumbuhnya sektor-sektor unggulan, strategi kedua adalah memanfaatkan lahan belum terbangun dengan kebijakan penggunaan lahan dalam konteks otonomi daerah, strategi ketiga adalah memaksimalkan penggunaan lahan dengan menjalin kerjasama dengan daerah sekitar, strategi keempat adalah memanfaatkan potensi lahan untuk pembangunan jalan sehingga dapat memfasilitasi pertumbuhan sektor-sektor unggulan, strategi kelima adalah memanfaatkan lahan permukiman dengan teknologi SIG dan strategi keenam adalah mengimplementasikan teknologi SIG dalam pemanfaatan kemampuan lahan pertanian dan jalan.


(71)

5.2. Saran

1. Pembangunan sarana dan parasarana wilayah perlu memperhatikan hirarki wilayah

yang ada untuk pemerataan sebaran fasilitas publik.

2. Kelengkapan dan keakuratan data-data informasi spasial di Kecamatan Tarutung

masih terbatas perlu adanya terobosan dalam Teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk mengantisipasi kekurangan tersebut.

3. Strategi pengembangan wilayah dapat memprioritaskan untuk menggerakkan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)