PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM

BAB IV PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM

PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK PERSEROAN TERBATAS Sebagaimana yang telah diuraikan pda bab sebelumnya, bahwa UUPT sudah mengadopsi prinsip business judgement rule dalam pasal 97 ayat 5. Berikut ini akan diuraikan bagaimana menerapkan prinsip tersebut dalam pertanggung jawaban Direksi Bank Perseroan Terbatas, dengan menguraikan satu persatu ini dari pasal 97 ayat5 tersebut dan disesuaikan dengan karekteristik bisnis perbankan. A. Kerugian bukan karena kesalahan atau kelalaian Direksi UUPT tidak menjelaskan ukuran apa yang dipakai sehingga seorang Direksi dapat digolongkan telah melakukan “kesalahan” dan “kelalaian”. Untuk dapat melakukan pendepatan yang lebih terarah, perlu dipahami arti kata “kesalahan” dan “kelalaian” dan ukuran yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai apakah kebijakan Direksi tergolong salah atau lalai. 1. Pengertian kesalahan dan kelalaian Sebagaimana diketahui bahwa pasal 136 KUH Perdata 127 mensyaratkan adanya unsur kesalahan schuld terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Sudah merupakan tafsiran umum dalam ilmu hukum bahwa unsur kesalahan tersebut dianggap ada jika memenuhi salah satu diantara 3 tiga syarat sebagai berikut : _ 127 Pasal 1365 KUH Perdata berbunyi Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 a. ada unsur kesengajaan, atau b. ada unsur kelalaian negligence, culpa 128 dan c. Tidak ada alasan pemaaf rechtvaardigings-grond, atau keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain 129 Ditinjau dari segi berat ringannya derajat kesalahan dari pelaku perbuatan melawan hukum, maka dibandingkan dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan denganunsur kelalaian, maka perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan unsur kesengajaan derajat kesalahannya lebih tinggi. Jika seseorang yang dengan sengaja merugikan orang lain baik untuk kepentingannya sendiri atau bukan, berarti dia telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum tersebut dalam arti yang sangat serius ketimbang dilakukannya hanya sekedar kelalaian belaka. 130 2. Ukuran bench mark dari kelalaian dan kelalaian Dari definisi di atas bahwa dibalik kata kesalahan atau kelalaian itu terkandung pengertian bahwa ada suatu perbuatan melanggar hukum. Hukum dalam konteks industri perbankan harus ditafsirkan secara luas mengingat begitu banyak aturan yang diberlakukan pada industri perbankan. Selanjutnya akan diidentifikasi ketentuan- ketentuan yang harus dipatuhi oleh Direksi Bank. Ada beberapa ketentuan-ketentuan di _ 128 Pasal 367 KUH Perdata berbunyi “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya. 129 Munir Fuady, Perbuatan melawan hokum, pendekatan kontemporer, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2005. 130 Ibid, hal. 45-46 Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 atas dunia perbankan yang harus dipedomani Direksi dalam menjalankan tugasnya antara lain : a. Undang-undang yang berlaku dan ketentuan-ketentuan di bawahnya b. Seluruh ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia c. Komitmen dengan bank Indonesia. Komitmen biasanya diminta oleh Bank Indonesia setelah melakukan pemeriksaan dan pembinaan terhadap Bank, Komitmen berisi langkah-langkah perbaikan yang harus dilakukan Bank; d. Anggaran Dasar perusahaan. Di dalam anggaran dasar biasanya tercantum hak, kewajiban, wewenang Direksi , bisi dan misi perusahaan; e. Standar operasional dan prosedur SOP yang mengatur langkah-langkah yang harus ditempuh dalam memproses suatu pekerjaan sejak awal sampai pekerjaan selesai; f. Pendapat yang dikeluarkan oleh Direktur Kepatuhan atas hasil uji kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Direksi, sebagaimana yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa salah satu tugas Direktur Kepatuhan adalah mencegah Direksi Bank agar tidak menempuh kebijakan danatau menetapkan keputusan yang menyimpang dari peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku serta tetap memperhatikan unsur kehati-hatian; g. Kesepakatan-kesepakatan yang sudah diratifikasi baik bilateral maupun multilateral. Sebagai contoh adalah : 1 Ketentuan-ketentuan harus dipenuhi oleh bank-bank yang beroperasional di Indonesia yaitu Bank for International Settlement BIS atau yang dikenal Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 dengan Basel Accord. Perbankan Indonesia harus tunduk kepada aturan dan metodologi penerapan manajemen risiko yang ditetapkan dalam Basel Accord karena Indonesia telah menyatakan diri tunduk atas aturan-aturan yang ditetapkan dalam Basel Accord tersebut; 2 Pemberian fasilits letter of Credit LC. Oleh karena pelaksanaannya melibatkan kegiatan jasa perbankan yang masing-masing berada di negara berlainan, maka sangat perlu adanya kesesuaian cara pembayaran yang dilakukan oleh bank-bank itu dalam bentuk peraturan yang mengandung sifat keseragaman baik dalam cara maupun mengenai pengertiannya. Upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut telah dilakukan oleh International Chamber of Commerce ICC yang telah berhasil menyusun suatu peraturan bersifat internasional dikenal dengan nama Uniform Customs and Practice for Documentary Credit UCPDC. h. Kelaziman dan kebiasaan yang berlaku dan sudah diakui sebagai best practice Ilmu dibidang perbankan yang sudah dipraktekkan secara luas juga dapat dikategorikan dalam golongan ini. Salah satu contoh adalah praktek dalam bidang perkreditan. Untuk menilai kelayakan calon nasabah debitur, Bank wajib menilai kelayakannya minimal melalui 5 lima unsur yang dikenal dengan Five Cs 5 C, yaitu ; 1 Character Aspek ini meliputi sifat, pola hidup maupun kebiasaan calon nasabah penerima kredit debitur. Karakter sangat penting karena akan sangat menentukan kelancaran suatu kredit. Bank harus menghindari penyaluran kredit kepada pemohon Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 kredit yang memiliki pola hidup, kebiasaan dan sifat negatif seperti; pemboros, sulit membayar hutang, penjudi, pembohong, tidak tertib, dll. Gambaran mengenai calon nasabah bisa diperoleh dengan beberapa teknik, seperti dengan wawancara, meneliti daftar riwayat hidup calon debitur, mencari informasi melalui sistem informasi debitur, dan informasi lainnya dari pihak yang kredibel, dll. 131 2 Capital Capital adalah modal yang dimiliki oleh calon debitur. Calon debitur wajib memiliki modal sendiri yang merupakan partisipasinya di dalam menjalankan bisnis. Hal ini penting untuk memastikan tanggung jawab finansial calon debitur dan juga bonafiditasnya di dalam menjalankan usaha yang akan dibiayai tersebut. Menurut kelazimannya,modal sendiri self financing ini biasanya lebih besar dari kredit yang dimohonkan ke Bank. 132 3 Collateral Collateral adalah jaminan atau agunan yang dimiliki oleh calon debitur sebagai jaminan untuk pelunasan hutang. Manfaat collateral adalah sebagai alat pengaman apabila usaha yang dibiayai dengan kredit gagal oleh sebab apappun juga. Harus disadari bahwa jaminan tidak memperbaiki tingkat kelayakan feasibility suatu usaha proyek, karena objek utama pembiayaan adalah prospek usaha yang _ 131 Teguh Pujo Muljono, Manajemen Perkredita Bagi Bank Komersiil, Yogyakarta : BPFE, 2001, hal. 12-13. 132 Ibid, hal. 15. Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 akan dibiayai dengan kredit Bank. Namun jaminan tetap diperlukan agar proyek yang feasible tersebut menjadi Bankable artinya layak untuk dibiayai Bank 133 4 Capacity Capacity adalah kemampuan calon debitur dalam mengelola perusahaan atau proyek yang akan dibiayai sehingga nantinya hasil usaha tersebut dapat melunasi kredit. Pengukuran kapasitas calon debitur dapat dilakukan melalaui berbagai pendekatan antara lain : a Pendekatan historis yaitu menilai past performance dari nasabah yang bersangkutan apakah usahanya banyak mengalami kegagalan atau selalu menunjukkan perkembangan yang baik dari waktu ke waktu. b Pendekatan finansial, yaitu dengan menilai posisi neraca dan laporan RugiLaba dalam beberapa tahun terakhir atau menilai ratio-ratio keuangannya apakah sehat atau tidak. c Pendekatan kualitas sumber daya manusia, yaitu menilai kemampuan sumber daya manusia yang menjalankan perusahaan tersebut, antara lain pendidikan, pelatihan dan pengalamannya d Pendekatan yuridis, yaitu menilai apakah calon debitur mempunyai kapasitas sebagai subjek hukum untuk mewakili dirinya ataupun badan hukum yang diwakilinya dalam pengikatan perjanjian kredit dengan Bank. e Pendekatan manajerial, yaitu menilai kemampuan calon debitur dan perusahaannya memiliki sistem manajemen yang baik. 134 _ 133 Ibid, hal. 16 Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 5 Candidat of Economic Pengertian kondisi ekonomi adalah dalam artian luas termasuk dalam pengertian ini adalah situasi ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu kurun awktu tertentu yang kemungkinannya akan mempengaruhi kelancaran usaha dari calon debitur. 135 Setiap aspek tersebut di atas wajib dituangkan dalam pedoman perusahaan dan setiap person di perusahaan termasuk Direksi wajib mempedomaninya. Dengan demikian setiap keputusan atau kebijakan Direktur Bank dapat dipertanggungjawabkan dengan memakai buku pedoman atau menerbitkan buku pedoman yang tidak mengakomodir 8 aspek tersebut, maka hal itu menjadi tanggung jawab Direksi dan dapat dikategorikan sebagai kesalahan atau kelalaian Direksi. Jika akibat hal tersebut bank mengalami kerugian, business judgement rule tidak berlaku. Menurit Bismar Nasution dengan mengutip Dine, menyatakan bahwa untuk menghindari unsur kesalahan dan kelalaian dan menjamin terpenuhinya unsur kehati- hatian dalam keputusannya, seorang Direksi harus : a. Mendapat informasi yang cukup mengenai kebijakan kepengurusan atau keputusan yang akan diambil; _ 134 Ibid, hal. 14 135 Ibid, hal. 17 Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 b. Agenda dan dokumen pendukung mengenai aspek-aspek kepengurusan dan keputusan bisnisnya harus tersedia dalam proses pengambilan keputusan c. Mengungkapkan pertanyaan atau pernyataan dengan pikiran yang tidak memihak dalam proses pengambilan keputusan. d. Membuat catatan dan dokumen tentang partisipasi mereka dalam proses pengambilan keputusan e. Membentuk sebuah komite untuk menjamin hal-hal penting yang berkaitan dengan keputusan yang akan diambil telah diperiksa para ahli di bidang tersebut dalam hal yang tidak dapat ditangani atau dipahami oleh manajemen. 136 B. Direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. 1. Melakukan pengurusan dengan itikad baik Seorang Debitur hanya dapat dikategorikan memiliki itikad baik di dalam mengelola perusahaan jika telah melaksanakan prinsip fiduciary duty dan tidak melakukan kegiatan ultra vires. Sedangkan untuk dapat melaksanakan prinsip fiduciary duty dan tidak terjebak pada kegiatan ultra vires , Bank wajib melaksanakan GCG sebagaimana yang telah diatur oleh Bank Indonesia. _ 136 Bismar Nasution, Op. Cit., hal. 16 Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 Secara umum prinsip utama GCG itu terdiri dari: 137 a. Transparansi Pengungkapan informasi kinerja perusahaan baik ketepatan waktu maupun akurasinya keterbukaan dalam proses ,decision making, control, fariness, quality, standardization, effeciency time cost. Transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan. Dengan transparansi, pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana dan atas dasar apa keputusan- keputusan tertentu dibuat serta bagaimana perusahaan di kelola. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa masalah-masalah strategik harus dipublikasikan sehingga akan mengurangi keunggulan bersaing perusahaan. b. Akuntabilitas Penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan antara Board of Commissioners, Board of Directors Shareholder dan auditor Pertanggungjawaban wewenang, traceable, reasonable. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perseroan. Dalam hal ini Direksi bertanggungjawab atas keberhasilan pengurusan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah disetujui oleh pemegang saham c. Responsibilities Pertanggungjawaban perusahaan sebagai bagian dari masyarakat kepada stakeholders dan lingkungan dimana perusahaan itu berada. _ 137 Amin Widjaja Tunggal Corporate Governance Suatu Pengantar, Jakarta : Harvarindo, 2007, hal. 6 – 8 Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 d. Independensi Independensi atau kemandirian adalah sebagai keadaan dimana dalam proses pengambilan keputusan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan yang sehat dan rasional. e. Fairness Perlindungan kepentingan minority shareholders dari penipuan, kecurangan, perdagangan dan penyalahgunaan oleh orang dalam selfdealing atau insider trading. Keadilan adalah kesetaraan perlakuan dari perusahaan terhdap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhada perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang dalam. 2. Melakukan pengurusan dengan kehati-hatian Direksi perseroan juga dituntut untuk mengelola perusahaan dengan kahati- hatian. Prinsip ini sejalan dengan prinsip pengelolaan bank yang harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian prudential banking principle. Beberapa pengaturan oleh UU Perbankan dan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap Bank agar terhindar dari masalah dan tidak terjebak dengan kredit bermasalah Non Performing Loan, antara lain : a. Bank umum dilarang melakukan kegiatan sebagai berikut : 1 Melakukan penyertaan modal, kecuali : Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 a Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank atau perusahaan lain dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketetentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia b Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2 Melakukan usaha perasuransian 3 Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan pasal. 7. 138 4 Membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang mewajibjan Bank untuk memberikan penyediaan dana yang akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPK. 5 Memberikan penyediaan dana yang mengakibatkan pelanggaran BMPK 6 Memberikan penyediaan dana kepada pihak terkait, apabila : a Bertentangan dengan prosedur umum penyediaan dana yang berlaku b Tanpa persetujuan Dewan Komisaris Bank c Membeli aktiva berkualitas rendah dari pihak terkait. 139 _ 138 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 139 Peraturan Bank Indonesia nomor 73PBI2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang batas maksimum pemberian kredit BMPK sebagaimana telah diubah dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 813PBI2006 tanggal 5 Oktober 2006 Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 Di samping pengaturan yang telah disebutkan di atas, Bank Indonesia juga mewajibkan setiap bank untuk mengelola risikonya dengan membangun Risk Control System agar operasional bank terhindar dari risiko kerugian yang dapat menggerus modal bank dan pada akhirnya akan membahayakan kelangsungan operasionalnya. Manajemen risiko itu meliputi serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha Bank. Sedangkan risiko yang harus dikelola meliputi Risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik dan risiko kepatuhan. Sebagai wujud dari kehati-hatian dalam mengelola setiap risiko, Bank wajib menetapkan limit risiko yang mencakup ; a. Limit secara keseluruhan b. Limit per jenis risiko c. Limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur risiko. 140 Besarnya limit risiko tentunya harus melalui perhitungan dengan metodologi yang tepat dan sesuai dengan data historis bank. Penetapan besar limit risiko juga tergantung kepada “risk appetite” dan ”risk tolerance” Bank. Risk appetite adalah jenis dan tingkat risiko yang bersedia ditanggung oleh bank atas suatu produk atau bidang usaha. Semakin besar keuntungan yang ada di balik suatu risiko, maka semakin besar daya tarik untuk mengambil risiko tersebut. Namun risk appetite untuk boleh menjadi satu-satunya pertimbangan Direksi dalam mengambil keputusan atau _ 140 Pasal 9 ayat 3, PBI No. 58PBI2003 Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 kebijakan. Harus juga dihitung seberapa besar risiko kerugian yang dapat ditanggung oleh Bank jika hal yang terburuk terjadi. Dengan metodologi dan cara perhitungan statistik, perkiraan risiko dengan range tertentu dapat diperkirakan dan sampai seberapa besar bank mampu menanggung risiko kerugian bila risiko tersebut benar- benar menjadi kenyataan. Batas maksimum kemampuan Bank untuk menanggung kerugian akibat keputusan bisnis yang bisa di terima tanpa membahayakan kelangsungan usaha Bank disebut dengan risk tolerance. Risk tolerance sangat tergantung kepada tipikal Direksi, karena perkiraan risiko itu sendiri biasanya merupakan suatu perhitungan statistik yang memperkirakan suatu kemungkinan risiko berdasarkan data historis yang dimiliki Bank. Artinya Direksi mempunyai ruang untuk menetapkan apakah bank melalui keputusan Direksi akan mengambil risiko tersebut atau menghindarinya. Bagi Direksi yang memiliki tipikal risk taker akan lebih berani mengambil risiko. Tetapi bagi Direksi yang tergolong risk averse tentunya akan menolak setiap transaksi yang memiliki kemungkinan risiko besar, walaupun dibaliknya terdapat kemungkinan keuntungan yang besar. Jika diperhatikan karakteristik usaha Bank yang memiliki 8 delapan jenis risiko, maka mustahil Direksi dapat mengelola risiko tersebut tanpa ada kelengkapan yang mendukungnya. Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan proses dan sistem manajemen risiko yang efektif, Direksi wajib membentuk; a. Komite Manajemen Risiko, anggotanya sekurang-kurangnya terdiri dari, mayoritas Direksi dan pejabat eksekutif terkait. Wewenang dan tanggungjawabnya adalah Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama, yang sekurang-kurangnya meliputi : 1 Penyusunan kebijakan, strategi dan pedoman penerapan manajemen risiko 2 Perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan manajemen risiko berdasarkan hasil eveluasi pelaksanaan dimaksud; 3 Penetapan justification hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal irregularities. b. Satuan Kerja Manajemen Risiko, yang memiliki kriteria sebagai berikut : 1 Satuan kerja manajemen risiko harus independen terhadap satuan kerja operasional risk taking unit dan terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern 2 Satuan kerja manajemen risiko bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama atau kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus Wewenang dan tanggung jawab Satuan Kerja Manajemen Risiko meliputi: a Pemantauan pelaksanaan strategi manajemen risiko yang telah disetujui oleh Direksi ; b Pemantauan posisi risiko secara keseluruhan composite, perjenis risiko dan perjenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing; c Kaji ulang secara berkala terhadap proses manajemen risiko; d Pengkajian usulan aktivitas dan atau produk baru; Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 e Evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk mengukur risiko, bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern intern model; f Memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional risk taking unit dan atau kepada Komite Manajemen Risiko, sesuai kewenangan yang dimiliki; g Menyusun dan menyampaikan laporan profilkomposisi kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus dan komite manajemen Risiko secara berkala. 141 Salah satu contoh yang lazim dilakukan dalam manajemen risiko Bank untuk menanggulangi risiko yang patut dilakukan oleh Direksi untuk melindungi Bank, antara lain: a. Mitigasi risiko Mitigasi risiko adalah suatu teknik mengatasi risiko dengan cara mengalihkan risiko tersebut kepada pihak lain. Salah satu contoh mitigasi risiko adalah dengan cara mengasuransikan. Dengan demikian risiko beralih kepada Bank penanggung risiko yaitu perusahaan asuransi. Praktek mitigasi risiko misalnya adalah mengasuransikan barang agunan, sehingga jika terjadi sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan nilai barang agunan tersebut misalnya terbakar maka pihak asuransi akan menggantinya kepada Bank. _ 141 Ibid Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 b. Hedging Disamping mitigasi risiko, cara lain mengatasi risiko adalah dengan transaksi hedging. Hedging dalah teknik mengunci risiko akibat gejolak nilai tukar uang. Teknik ini bisanya digunakan dalam perdagangan Valuta Asing. Beberapa contoh teknik hedging adalah : 1 Inflation Rate Hedging Technique Masyarakat kita sadar atau tidak, di dalam teknik dan pelaksanaannya sehari-hari sudah biasa melakukannya. Perusahaan-perusahaan yang mendapatkan keuntungan atau pribadi-pribadi yang memiliki harta cair, sementara keuntungan atau harta cairnya belum ditanam dalam asset produktif, di belikan ke emas untuk kemudian di jual kembali saat memerlukan uang tunai, emas sejak beradab-abad yang lewat menduduki fungsi pengukur inflasi secara awam. Harga emas naik bila inflasi naik dan karenanya memiliki fungsi terbalik dengan nilai uang di dalam negeri, artinya inflasi naik sama dengan nilai tukar turun. Tindakan masyarakat, apakah perusahaan atau pribadi seperti digambarkan di atas memerlukan tindakan awam dan sederhana dari hedging inflation. 142 2 Inter Currencies Hedging Techniques Melalui pasar devisa spot, apabila perusahaan memiliki kewajiban yang harus diselesaikan pada waktu tertentu dikemudian hari, agar perusahaan tidak menghadapi beban tambahan akibat nilai tukar uang menjadi mata uang yang diperjanjikan menaik pada saat tanggal penyelesaian kewajiban jatuh tempo, perusahaan membeli mata uang _ 142 Raflus Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 yang diperjanjikan melalui pasar spot, kemudian disimpan di bank sampai tanggal jatuh temponya kewajiban yang bersangktuan. 143 3 Inter Currencies Swap Pada dasarnya merupakan teknik keuangan dalam mengendalikan Asset and Liabilities dalam denominasi mata uang asing. Di lihat dari sudut jual beli devisa, merupakan transaksi menjual dan membeli mata uang asing atau devisa, yang dilakukan secara serempak sehingga tidak menimbulkan posisi terbuka, tetapi menimbulkan perbedaan penyerahan dengan nilai tukar yang telah disepakati pada saat transaksi dilakukan. 144 c. Credit Line Facilities Credit line facilities dipakai untuk menanggulangi risiko likuiditas. Bank melakukan kerja sama atau perjanjian dengan bank lain yang isinya berupa komitmen Bank lain untuk menyediakan jumlah dana jika Bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengambilan keputusan Direksi harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang manajemen risiko serta memperhatikan analisa dan rekomendasi dari komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko. Jika didalam pengambilan keputusan bisnis Direksi tidak mengambil tindakan yang lazim digunakan dalam dunia perbankan dan mengabaikan rekomendasi kedua kelengkapan manajemen risiko tersebut, maka Direksi dapt dikategorikan tidak berhati-hati. _ 143 Ibid, hal. 1000 144 Ibid., hal. 102 Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 3. Melakukan pengurusan sesuai kepentingan, maksud dan tujuan perusahaan Setiap pendirian suatu perseroan pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu atau yang dikenal dengan misi dan visi. Misi adalah pernyataan untuk menjawab mengapa suatu perusahaan tersebut didirikan. Sedangkan visi adalah suatu pernyataan untuk menjawab akan menjadi seperti apakah perseroan dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu setiap pengambilan keputusan Direksi harus diarahkan dan sejalan dengan visi dan misi perusahaan yang telah ditetapkan Menurut pandangan konsep balanced scorecard, ada empat perspektif yang harus menjadi sasaran perusahaan, yaitu : pelanggan, proses internal, proses pembelajaran dan peningkatan keterampilan karyawan serta aspek keuangan perusahaan. Pencapaian visi dan misi oleh Direksi harus direalisasikan melalui pembenahan dari empat perspektif tersebut, yaitu : a. Keputusan dan kebijakan Direksi harus memiliki dampak meningkatkan value perusahaan dimata pelanggan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan. Ukuran atas keputusan Nasabah Bank secara umum dapat dilihat antara lain dari indikator; 1 Market share pangsa pasar meningkat, baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyediaan dana perkreditan; 2 Jumlah keluhan nasabah berkurang; 3 Hasil survey kepuasan nasabah menunjukkan peningkatan kepuasan, dll. Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 b. Keputusan dan kebijakan yang diambil Direksi tersebut harus memiliki dampak memperbaiki proses internal sehingga perusahaan berjalan lebih efesien dan efektif. Indikator atas perbaikan proses internal dapat dilihat antara lain dari : 1 Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan transaksi semakin cepat ; 2 Frekuensi fraud menurun; 3 Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk suatu transaksi semakin berkurang dll. c. Keputusan dan kebijakan yang diambil Direksi tersebut harus meningkatkan kepuasan dan ketrampilan karyawan sehingga mereka bekerja lebih produktif dan profesional. Untuk mengukur aspek ini dapat dilihat dari : 1 Biaya pendidikan dan latihan minimal harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia yaitu 5 dari total biaya tenaga kerja; 2 Tingkat pemerataan pendidikan untuk seluruh pegawai harus semakin membaik; 3 Tingkat kesalahanyang diakibatkan kurangnya skill dan pengetahuan pegawai semakin berkurang; 4 Rasio keluar dan masuknya pegawai ke bank Labour Turn Over Ratio semakin kecil; 5 Survey kepuasan pegawai menunjukkan adanya peningkatan dikalangan pegawai; dll. d. Tindakan atas seluruh keputusan dan kebijakan 3 tiga perspektif sebelumnya harus memberikan dampak kepada peningkatan laba serta penguatan keuangan perusahaan. Aspek keuangan khusus untuk perbankan dapat dinilai dengan Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 menggunakan kriteria yang diterapkan oleh Bank Indonesia dalam Surat Edaran No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004 sbb : 1 Modal Capital, penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut ; a Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM terhadap ketentuan yang berlaku; b Komposisi permodalan c Trend depanproyeksi Kemampuan Pemenuhan Modal Minimum; d Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank; e Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan laba ditahan; f Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha ; g Akses kepada sumber permodalan 2 Kualitas aset Asset Quality Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif, banch marknya lebih kecil dari 3. Sedangkan klasifikasi kualitas aktiva produktif adalah sebagai berikut ; Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 1 Lancar 2 Dalam perhatian khusus 3 Kurang lancar 4 Diragukan; atau 5 Macet; 145 b Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit; c Perkembangan aktiva produktif bermasalah non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif, tingkat non performing loan NPL lebih kecil dari 5 d Tingkat kecukupan pembentukan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif PPAP, bench marknya adalah minimal 3 e Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif; f Sistem kaji ulang review internal terhadap aktiva produktif; g Dokumentasi aktiva produktif; dan h Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah 3 Rentebalitas Earnings Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a. Return on Asset ROA, benchmarknya adalah minimal 1,25. 146 _ 145 Peraturan Bank Indonesia Nomor 71PBI2005, tanggal 20 Januari 2005, tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. 146 ROA = Laba sebelum pajak x 100 rata-rata total aset Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 b. Return on Equity ROE, benchmarknya adalah harus lebih besar dari tingkat deposito rata-rata yang berlaku. 147 c. Net Interest Margin NIM, benchmarknya lebih besar dari 2; 148 d. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional BOPO, saat ini benchmarknya lebih kecil dari 94; 149 e. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan; ] f. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; dan g. Prospek laba perusahaan 4 Likuiditas liquidity Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lian dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan passiva likuid kurang dari 1 bulan; b 1 month maturity mismatch ratio; 150 c Loan to Deposit Ratio LDR, saat ini bench marknya diatas 50 dan maksimal 75 151 d Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang. _ 147 ROE = Laba sebelum pajak x 100 rata-rata modal inti 148 NIM = Pendapatan Bunga Bersih x 100, Pendapatan bunga bersih= pendapatan bunga – rata-rata aktiva produktif biaya bunga 149 BOPO = Beban Operasional x 100 pendapatan operasional 150 1 Month maturity mismatch adalah selisih antara tagihan dan kewajiban yang jatuh tempo dalam 1 bulan ke depan. 151 LDR = Kredit x 100 dana pihak ke tiga Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 e Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti; f Kebijakan dan pengelolaan likuiditas assets and liabilities managementALMA; g KEMAMPUAN Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan h Stabilitas dana pihak ketiga DPK 5 Sensitivitas terhadap resiko pasar Sensitivity to Market Risk 6 Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengantisipasi fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi adverse movement suku bunga; 7 Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengantisipasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi adverse movement nilai tukar ; dan 8 Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar. Jika Direksi telah mengarahkan keputusan dan kebijakan sesuai denan keempat perspektif tersebut dan dampaknya dapat dinilai dari ukuran-ukuran sebagaimana yang telah diuraikan maka dapat dikatakan bahwa Direksi sudah mengambil keputusan sesuai dengan visi dan misi perseroan atau dengan perkataan lain Direksi telah melakukan pengurusan perusahaan dengan loyal dan beritikad baik. Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 4. Direksi tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian. Direksi harus menghindari terjadinya benturan kepentingan atau conflict of interest, untuk menjamin keputusan yang diambil dari dan pengurusan perusahaan semata-mata untuk kepentinan perusahaan. Sebagai pencegahannya, UUPT telah melarang Direksi yang terdapat benturan kepentingan dengan Perseroan untuk mewakili perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. 152 Sedangkan Ketentuan Bank Indonesia mengaturnya lebih ketat lagi bahkan sifatnya sangat preventif yang diatur dalam ketentuan tentang GCG, antara lain mengatur tentang transparansi kepemilikan saham Direksi bank, hubungan darah antara sesama Direksi dan Komisaris, serta pelarangan rangkap jabatan bagi anggota Direksi. Semua pengaturan ini dimaksudkan untuk menghindari Direksi dari benturan kepentingan sejak dini. Untuk menghindari terjadi transaksi yang dapat mendorong terjadinya benturan kepentingan, maka paling tidak ada tiga jenis transaksi yang harus dihindari oleh para Direksi dalam mengambil keputusan bisnis, yaitu : a. Seorang direksi melakukan transaksi dengan perusahaannya sendiri; b. Dua perusahaan yang mempunyai satu orang Direksi yang sama melakukan perjanjian; c. Sebuah induk perusahaan melakukan transaksi Direksi dengan cabang perusahaannya sendiri. 153 _ 152 Pasal 99 ayat 1 dan 2 UUPT. 153 Bismar Nasution Op.Cit., hal. 17 Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 Selain itu Direksi tidak boleh membuat apa yang disebut dengan secret profit and benefits from office dan harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya proper purpose. Seorang Direksi dalam melaksanakan fungsinya harus pula memperhatikan kepentingan pegawai, kepentingan pemegang saham dan kepentingan kreditor. 154 5. Direksi telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian. Penjelasan mengenai hal ini pada UUPT menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanutnya kerugian termasuk juga langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian, antara lain melalui forum rapat Direksi. Ketentuan ini secara implisit menuntut Direksi memahami dan menguasai setiap aspek operasional perusahaan. Untuk membantu Direksi memonitor perkembangan operasional perusahaan maka dibutuhkan manajemen sistem informasi MIS yang memadai agar Direksi well informed terhadap segala perkembangan yang terjadi didalam perusahaannya. Di samping itu peran pengawas internal internal control sangat penting untuk mencegah dan mengendalikan setiap penyimpangan dan mengendalikan setiap penyimpangan yang terjadi. Pengawasan dan prosedur dibentuk dengan hati-hati. Senior _ 154 Ibid Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 manajemen harus ikut dalam pengawasan dan operasi dari prosedur tersebut. Prosedur tersebut harus dibuat tertulis dan mempunyai petunjuk penggunaan serta disesuaikan dengan struktur manajemen Bank dan proses bisnisnya. 155 Adapun dokumen untuk prosedur harus mencakup hal-hal berikut ini; a. Laporan yang dibuat sesuai dengan prosedur; b. Orang yang bertanggungjawab pada tiap bagian dalam laporan; c. Unit bisnis atau departemen yang terlibat; d. Bagaimana unit dan departemen tersebut mengumpulkan informasi yang akan dibuka; e. Bagaimana informasi yang terkumpul dikomunikasikan dengan pihak yang bertanggungjawab untuk menyiapkan laporan; f. Bagaimana draft laporan ditinjau dan direvisi, termasuk tinjauan oleh para penasehat luar, seperti auditor, para ahli lainnya, konsultan luar dan oleh Direksi atau Komite Audit. g. Checklist dan timeline untuk tahapan-tahapan tersebut. 156 Pada industri perbankan kebijakan mengenai audit intern, yang merupakan bagian dari sistem pengendalian bank, perannya sangat penting karena diharapkan membantu semua tingkatan manajemen dalam mengamankan kegiatan operasional Bank yang melibatkan dana dari masyarakat luas. Untuk itu Bank harus membangun suatu mekanisme pengendalian umum. _ 155 Ibid, hal. 18 156 Ibid Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 Mekanisme pengendalian umum adalah kebijakan dan kegiatan yang ditentukan oleh manajemen bank di bidang pengawasan dalam rangka memperoleh keyakinan yang memadai bahwa kepentingan bank, masyarakat menyimpan dana dan Perseroan engguna jasa serta perekonomian nasional dapat terpelihara dengan serasi, dan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efesien. 157 Dengan sistem pengendalian yang baik dan efektif, maka Direksi akan memiliki sisem peringatan dini early warning system yang memberikan aba-aba jika ada penyimpangan ataupun kesalahan. Dengan diketahuinya adanya penyimpangan atau kesalahan sejak awal maka kerugian yang terjadi bisa diminimalisir atau bahkan dicegah. Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak intern, Bank juga diaudit oleh eksternal auditor seperti ; Bank Indonesia, Akuntan publik dan Badan pemeriksa keuangan untuk Bank milik Pemerintah. Hal yang tak kalah penting dari sistem pengawasan ini adalah, temuan dari pengawas tersebut harus ditinjak lanjuti segera. Semakin cepat temuan ditindak lanjuti, hal itu menunjukkan bahwa Direksi bersungguh-sungguh mencegah terjadinya kerugian lebihbesar. Contoh lain tentang tindakan Direksi yang dapat mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian bank adalah tindakan penyelamatan kredit atau restrukturisasi kredit. Kredit bermasalah dengan kriteria tertentu harus diselamatkan, karena kalau tidak, maka kredit tersebut menjadi macet. _ 157 Peraturan Bank Indonesia Nomor : 16PBI1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum, tanggal 25 Oktober 1999. Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 Ada persepsi salah yang berkembang dimasyarakat bahkan pada aparat penegak hukum sekalipun dalam memandang non performance loan kredit non lancar, antara lain: a. Kredit non lancar adalah kredit yang tidak layak karena proses realisasinya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. Sehingga terkandung konotasi negatif bahwa ada praktek tidak sehat yang dilakukan oleh pejabat atau petugas Bank atau Debitur. b. Debitur yang kreditnya tidak lancar adalah Debitur nakal sehingga tidak perlu diberi pembinaan, kelonggaran apalagi diberi tambahan kredit dan penyelesaiannya adalah melalui proses pengadilan. Pendapat itu tidak selamanya benar karena walaupun proses realisasi kredit sudah berjalan sesuai dengan azas perkreditan yang sehat, risiko kredit tetap saja bisa terjadi. Banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan debitur counterparty gagal memenuhi kewajibannya kepada Bank. Oleh karena itulah, walaupun Bank telah menjalankan praktek prekreditan yang sehat, tetapi tetap diwajibkan mengelola risiko prekreditannya karena untuk level tertentu yang bisa ditolerir akan terjadi kredit non lancar. Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan prekreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui : a. Penurunan suku bunga kredit; b. Perpanjangan jangka waktu kredit ; Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 c. Pengurangan tunggakan bunga kredit; d. Penambahan fasilitas kredit; dan atau e. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. 158 Tentu saja restrukturisasi kredit harus melalui suatu analisa yang mendalam serta itikad baik Bank dan Debitur. Khusus untuk penambahan fasilitas kredit untuk debitur macet, Bank diwajibkan meneliti penyebab macetnya kredit debitur, baik debitur korporasi maupun debitur usaha mikro, kecil dan menengah UMKM. Apabila kredit macet disebabkan kondisi di luar kemampuan debitur tetapi debitur menunjukkan itikad untuk memenuhi kewajibannya, dan dengan pemberian kredit baru tersebut diperkirakan akan memperbesar potensi debitur untuk membayar kembali kredit macet tersebut maka kepada debitur masih dimungkinkan untuk diberikan kredit baru. Dalam hal ini Bank perlu meyakini kelayakan debitur tersebut untuk memperoleh kredit baru berdasarkan analisis secara komperehensif dan profesional, sesuai asas-asas pemberian kredit yang sehat. Namun dalam hal kredit macet lebih disebabkan karakter dan tidak ada itikad baik dari debitur u ntuk menyelesaikan kewajibannya, maka Bank harus menghindari pemberian kredit baru kepada debitur bermasalah dan atau macet, meskipun usaha yang dimintakan pembiayaan baru itu dianggap layak. 159 _ 158 Pasal 1 angka 25 Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI tanggal 20 Januari 2005, tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. 159 Lihat Juga Deputy Gubernur Bank Indonesia Nomor 94DpGDPNP tanggal 29 Maret 2007 perihal Penjelasn atas Beberapa ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan Penyediaan Dana, khususnya butir C Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank. Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008 Bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit; dan b. Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi Kemudian Bank Indonesia melarang bank melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari : a. Penurunan penggolongan kualitas kredit; b. Peninkatan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva ; c. Penghentian pengakuan pendapatan bunga secara aktual Hal tersebut dapat dipahami karena ketiga tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai upaya window dressing yaitu upaya mempercantik laporan keuangan bank yang memberikan informasi menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Direksi Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Dalam Mengurus Perseroan Terbatas

9 71 92

Pertanggungjawaban Pidana Direksi Terkait Prinsip Business Judgment Rule Terhadap Tindak Pidana Lingkungan Hidup

3 41 144

Analisis Yuridis Terhadap Business Judgment Rule Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Direksi Suatu Perseroan Terbatas

0 53 130

Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek

0 72 163

Penerapan Doktrin Business Judgment Rule Terhadap Direksi Dalam BUMN Persero Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

9 33 80

Penerapan Doktrin Business Judgment Rule Terhadap Direksi Dalam BUMN Persero Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

0 1 9

Penerapan Doktrin Business Judgment Rule Terhadap Direksi Dalam BUMN Persero Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

0 0 1

PEMBELAAN MELALUI PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE BAGI DIREKSI BUMN PERSERO BILA TERJADI KERUGIAN Kusmono Politeknik Keuangan Negara, Email : kusmonostan.ac.id ABSTRACT - PEMBELAAN MELALUI PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE BAGI DIREKSI BUMN

0 0 10

BAB II RUANG LINGKUP KEDUDUKAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS A. Pengangkatan direksi - Pertanggungjawaban Direksi Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Dalam Mengurus Perseroan Terbatas

0 0 26

A.Latar Belakang - Pertanggungjawaban Direksi Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Dalam Mengurus Perseroan Terbatas

0 0 20