BAB III PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PENGELOLAAN
PERSEROAN TERBATAS OLEH DIREKSI
A. Organ Perseroan Terbatas Undang-undang Perbankan No.7 tahun 1992 mengatur bentuk hukum Bank
umum berupa: Perseroan Terbatas, Koperasi atau Perusahaan Daerah. Khusus dalam tulisan ini akan dibahas mengenai Bank umum yang berbentuk hukum Perseroan
terbatas. Bank dengan bentuk hukum Perseroan Terbatas dengan sendirinyaharus tunduk kepara Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas di
samping Undang-undang tentang Perbankan. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memerlukan suatu sistem dan organ yang
melaksanakan dan mewujudkan visi, misi dan program kerjanya. Di dalam Undang- undang Perseroan Terbatas UUPT, ditentukan bahwa organ perseroan terdiri atas
Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, Komisaris dan Direksi. Dengan adanya 3 tiga organ Perseroan tersebut, maka perlu dipahami
bagaimana hubungan dan mekanisme kerja masing-masing organ tersebut. Untuk memahaminya berikut ini akan diuraikan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung
jawab masing-masing organ perseroan tersebut berdasarkan UUPT, anggaran dasar dan ketentuan serta best practice yang berlaku dalam korporasi.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1. Rapat Umum Pemegang Saham RUPS Menurut definisi Undang-Undang Perseroan Terbatas, RUPS adalah organ
perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang danatau
anggaran dasar. Salah satu kewenangan absolut RUPS adalah mengangkat dan memberhentikan anggota Direksi karena kewenangan ini tidak dapat dilimpahkan
kepada organ perseroan lainnya atau pihak lain.
81
Oleh karena prinsip pola hubungan RUPS dan Direksi adalah fiduciary, maka RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan atau anggaran dasar.
82
Beberapa wewenang RUPS yang tidak diberikan kepada Direksi berdasarkan UUPT adalah :
a. mengalihkan kekayaan perseroan; atau b. menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan;
83
c. Mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga.
84
Di samping pembatasan wewenang menurut UUPT tersebut, RUPS dapat menambah pembatasan wewenang Direksi yang mekanisme keputusannya harus
melalui RUPS. Mengenai substansi wewenang yang akan dibatasi tersebut sangat tergantung kepada jenis usaha Perseroan, pertimbangan pemilik terhadap besarnya
_
81
Pasal 94 ayat 1 dan Pasal 105 ayat 1 UUPT serta penjelasannya
82
Pasal 75 ayat 1 dan ayat 2 UUPT
83
Pasal 102 ayat 1 UUPT, juga dijelaskan bahwa kekayaan perseroan tersebut merupakan lebih dari 50 lima puluh persen jumlah kekayaan bersih perseroan dalam 1 satu transaksi atau lebih, baik
yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
84
Pasal 104 ayat 1 UUPT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
bobot wewenang tersebut terhadap kelangsungan usaha bila disalah gunakan dan tingkat kepercayaan pemilik kepada pengurus.
Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari Direksi dan atau Dewan Komisaris, sepanjang
berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.
2. Dewan Komisaris Sama halnya dengan Direksi , dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.
85
Keberadaan Dewan Komisaris sebagai organ perseroan adalah untuk melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik
mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasehat kepada Direksi.
86
Pengawasan dan pemberian nasehat dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
87
Oleh karena itu Dewan Komisaris harus mengembangkan suatu instrumen dan parameter untuk menjalankan fungsinya sebagai
pengawas. Beberapa instrumen yang dapat digunakan oleh Dewan Komisaris untuk menjalankan fungsinya antara lain adalah :
a. Mengevaluasi, menyetujui dan mengawasi realisasi rencana kerja perseroan secara periodik.
_
85
Pasal 111 ayat 1 UUPT
86
Pasal 108 ayat 1 UUPT
87
Pasal 108 ayat 2 UUPT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
b. Mengevaluasi laporan hasil temuan pengawas internal dan eksternal, memberikan saran-saran penyelesaiannya, serta mengawasi pelaksanaan tindak lanjut
penyelesaiannya. c. Mengevaluasi laporan penerapan manajemen risiko jika perseroan adalah Bank.
88
d. Meminta laporan penerapan Good Corporate Governance GCG, mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaannya.
89
e. Membatasi wewenang Direksi sampai batas tertentu dengan mengharuskan Direksi meminta persetujuan kepada Dewan Komisaris sepanjang tidak bertentangan dengan
UUPT dan anggaran dasar. f. Memberhentikan sementara anggota Direksi dengan menyebutkan alasannya.
90
Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 satu orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri,
melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
91
Dalam pasal 117 ayat 1 disebutkan bahwa dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau
bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Selanjutnya dalam penjelasan disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan “memberikan persetujuan”
adalah memberikan persetujuan secara tertulis dari Dewan Komisaris. Sedangkan yang dimaksud dengan “bantuan” adalah tindakan Dewan Komisaris mendampingi Direksi
dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. _
88
Pasal 2 a Peraturan Bank Indonesia No.58PBI2003, tanggal 19 Mei 2003
89
Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia No. 84PBI2006, tanggal 30 Januari 2006
90
Pasal 106 auat 1 UUPT
91
Pasal 108 ayat 4 UUPT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Pemberian persetujuan atau bantuan oleh Dewan Komisaris kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu bukan merupakan tindakan pengurusan.
Undang-undang ini membolehkan komisaris memiliki wewenang tertentu yang tidak diberikan kepada Direksi sepanjang hal itu diatur dalam anggaran dasarnya, tetapi
wewenang eksekusinya tetap berada di tangan Direksi. Tujuannya adalah sebagai proses pengawasan pada hal-hal tertentu yang dianggap sangat krusial dan memiliki risiko
tinggi. Ketentuan ini juga mewajibkan bentuk persetujuan harus tertulis, yang bisa ditafsirkan bahwa sebelum mengambil keputusan menyetujui usulan Direksi tentunya
harus ada alasan dan analisa yang mendukung disetujuinya usulan tersebut. Alasan dan usulan tersebut nantinya akan berguna sebagai dasar untuk menilai apakah seorang
Komisaris bersalah atau tidak jika kelak akibat keputusan tersebut perseroan menderia kerugian.
Di samping memberikan persetujuan, Dewan Komisaris juga bisa memberikan bantuan yang dapat ditafsirkan hanya bersifat sukarela, di mana wewenangnya ada pada
Direksi. Untuk pemberian bantuan ini, Dewan Komisaris tidak bertanggung jawab secara hukum atas akibat dari perbuatan hukum tersebut.
Pasal 109 ayat 1 mengharuskan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris juga wajib mempunyai
Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan nasehat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip
syariah sebagaimana yang diatur pada pasal 109 ayat 3.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
3. Direksi Sesuai dengan definisi yang diberikan oleh UUPT, Direksi adalah orang
perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan, baik di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
a. Tugas Direksi Keabsahan suatu perbuatan hukum sangatlah bergantung pada kewenangan yang
dimiliki oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Kewenangan ini oleh kalangan ahli hukum digolongkan kedalam kewenangan yang berdasarkan pada ;
1 Kapasitas diri sendiri sebagai individu pribadi; 2 Kapasitas sebagai pemegang kuasa yang bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;
3 Kapasitas untuk bertindak dalam jabatan yang dalam hal ini bertindak selaku yang berwenang berdasarkan jabatannya tersebut.
92
Konsep kewenangan bertindak tersebut menjadi penting terutama jika dihubungkan dengan konsekuensi hukum dan tidak terpenuhinya syarat subjektif sahnya
suatu perjanjian. Hukum perjanjian dan lazimnya peraturan perundang-undangan yang berlaku mengancam setiap perbuatan hukum yang tidak memenuhi syarat subjektif ini
dengan ancaman batal dapat dibatalkan setiap saat, selama masa daluwarsa masih belum terlewati dan atau dalam hal perjanjian ini tidak diratifikasi lebih lanjut. Dalam
_
92
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, Jakarta : Rajawali Pers, 1999, hal. 118
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
kitab Undang-undang Hukum Perdata, hak untuk membatalkan perjanjian yang demikian diberikan kepada mereka yang syarat subjektifnya tidak terpenuhi.
93
Dalam kaitannya dengan perseroan ditentukan bahwa yang menjalankan tugas pengurusan adalah Direksi. Sehingga Direksi mewakili perseroan melakukan perbuatan
hukum dalam kapasitas untuk bertindak dalam jabatan yang dalam hal ini bertindak selaku yang berwenang berdasarkan jabatannya tersebut. Untuk memnuhi legalitas
melakukan tindakan hukum mewakili perseroa., Direksi harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
1 Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dan dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatannya tidak pernah;
a Dinyatakan pailit b Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; c Dihukum karena melakukan tindakan pidana yang merugikan keungana negara danatau
yang berkaitan dengan sektor keuangan.
94
2 Lulus fit and proper test oleh Bank Indonesia untuk Direksi Bank.
95
3 Anggota Direksi diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu.
96
_
93
Gunawan Wijaya, Op. Cit., hal. 75., Lihat juga ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
94
Pasal 93 ayat 1 UUPT
95
Peraturan Bank Indonesia Nomor 525PBI2003, tanggal 10 November 2003.
96
Pasal 94 ayat 1 ayat 3 UUPT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk
mengurus Perseroan yang, antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari Perseroan. Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang
tepat, dalam batas yang ditentukan dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang danatau anggaran dasar. Sedangkan yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang
tepat “adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.
97
Untuk memenuhi kewajiban tersebut di atas, maka Direksu harus : 1 Menyusun Rencana Kerja jangka pendek yang lazim di sebut sebagai Rencana Kerja
dan Anggaran Tahunan RKAT, Rencana Kerja jangka menengah Rencana Bisnis berjangka waktu 3 – 5 tahun dan Rencana Kerja jangka panjang yang berjangka waktu
di atas 5 lima tahun. Rencana kerja ini harus disesuaikan dengan visi dan misi perusahaan yang telah ditetapkan oleh pendiri perusahaan tidak boleh hanya ditentukan
oleh pengurus tetapi harus disetujui oleh RUPS; 2 Menyusun Standar Operasional dan prosedur disemur lini kegiatan perusahaan sebagai
pedoman bagi setiap orang untuk menjalankan tugasnya; 3 Mengelola risiko agar Perseroan tidak mengalami kerugian yang dapat mengancam
kelangsungan usaha;
_
97
Pasal 92 ayat 1 dan ayat 2 UUPT beserta penjelasannya
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
4 Menerapkan GCG. Banyak literatur yang menjelaskan mengenai GCG tetapi khusu untuk Bank Umum telah ada peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang
penerapan GCG. tetapi khusus untuk Bank Umum telah ada peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang GCG.
98
UUPT mewajibkan Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun danatau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat
pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 dua orang anggota Direksi.
Dalam hal Direksi terdiri atas 2 dua anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan diantara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan
keputusan RUPS. Jika RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi maka Direksi harus mengatur pembagian tugas dan wewenang
berdasarkan keputusan Direksi. Direksi sebagai organ Perseroan yang melakukan pengurusan Perseroan memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan. Oleh karena itu,
apabila RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi, sudah sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri.
99
Khusus untuk Bank umum, Bank Indonesia mewajibkan adanya seorang Direktur Kepatuhan Compliance Director, yang bertugas dan bertanggung jawab
sekurang-kurangnya untuk ; _
98
Peraturan Bank Indonesia Nomor 84PBI2006 tanggal 30 Januari 2006, tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8142006 tentang
perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 84PBI2006 tentang Pelaksanaan Goog Corporate Governance.
99
Pasal 92 ayat 5 ayat 6 UUPT serta penjelasannya.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1 Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan Bank telah memenuhi seluruh peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku
dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian; 2 Memantau dan menjaga agar kegiatan usaha Bank tidak menyimpang dari ketentuan
yang berlaku; 3 Memantau dan menjaga kepatuhan Bank terhadap seluruh perjanjian dan komitmen
yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Direktur Kepatuhan
wajib mencegah Direksi Bank agar tidak menempuh kebijakan danatau menetapkan keputusan yang menyimpang dari peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-
undangan lain yang berlaku.
100
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam melakukan perbuatan hukum, perseroan diwakili oleh Direksi. Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1
satu orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggoa Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Undang-undang ini pada dasarnya menganut
sistem perwakilan kolegial, yang berarti tiap-tiap anggota Direksi berwenang mewakili perseroan. Namun, untuk kepentingan Perseroan , anggaran dasar dapat menentukan
bahwa Perseroan diwakili oleh anggota Direksi tertentu. Kewenangan Direksi untuk
_
100
Peraturan Bank Indonesia Nomor 16PBI1999, tanggal 20 September 1999, tentang penugasan direktur kepatuhan compliance director dan penerapan standar pelaksanaan fungsi audit
intern umum.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
mewakili Perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini, anggaran dasar, ataupun keputusan RUPS.
101
Agar jiwa kolegial yang dianut oleh Undang-undang ini tidak hilang, maka setiap pengambilan keputusan harus dilakukan secara kolegial agar ada process check
and balance. Setelah keputusan diambil secara kolegial , maka salah seorang Direksi , biasanya Direktur Utama, akan mewakili Perseroan untuk bertindak untuk dan atas
nama Perseroan. Dengan mekanisme pengambilan keputusan secara kollegial, prinsip tanggung jawab renteng dapat diterapkan.
Undang-undang Perseroan Terbatas juga mengisyaratkan bahwa tidak ada anggota Direksi yang memiliki wewenang absolut di dalam menjalankan tugasnya. Hal
ini tercermin di dalam prinsip yang menekankan mekanisme kolegial di dalam pengambilan keputusan dan pertanggung jawaban serta penyebutan Direksi yang
berkonotasi kumpulan Direksi yang mengambil keputusan secara kolegial. b. Tanggung jawab pribadi
Direksi bertanggungjawab atas pengurusan Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara
pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan. Dalam hal Direksi terdiri atas 2 dua
anggota Direksi atau lebih, tanggungjawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
102
_
101
Pasal 98 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 UUPT serta penjelasannya
102
Pasal 97 ayat 1, ayat 2, ayat 3 UUPT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Ketentuan mengenai pertanggungjawaban Direksi yang bersifat pribadi dan tanggung renteng semakin menguatkan bahwa Direktur Utama bukanlah pemegang
wewenang absolut atau pengambil keputusan tertinggi dalam menjalankan roda operasi Perseroan. Lalu sebagai apakah Direktur Utama dalam perseroan ? Bagaimana kalau
terdapat perbedaan pendapat dalam proses pengambilan keputusan ? Bagaimana untuk mencari tim Direksi yang memiliki teamwork yang baik?
Konsekuensi dari sistem kolegial ini menempatkan Direktur Utama sebagai koordinator Direksi. Oleh karena itu, kriteria untuk menjadi seorang Direktur Utama
menjadi lebih berat, tidak hanya sekedar memenuhi syarat legalitas yang ditentukan oleh UUPT dan peraturan lainnya, tetapi harus mampu merefleksikan dirinya sebagai seorang
pemimpin; antara l;ain; 1 Memiliki integritas moral;
2 Memiliki kemampuan managerial; 3 Menguasai pekerjaan
4 Memiliki visi; 5 Menjadi contoh Role Mode;
6 Dan karakter lain yang dapat menaikkan kredibilitas ; Bentuk pelaksanaan prinsip kolegial, tanggung renteng dan independen didalam
perbankan Indonesia juga diatur dalam ketentuan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Setiap kebijakan dan keputusan strategis wajib diputuskan melalui rapat
Direksi dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dan dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat. Dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat, pengambilan
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Hasil rapat Direksi tersebut wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan secara baik. Jika terjadi
perbedaan pendapat dissenting opinions dalam rapat Direksi, maka wajib dicantumkan secara jelas dalam notulen rapat beserta alasan perbedaan pendapat tersebut.
103
Adanya dissenting opinion juga mengisyaratkan bahwa setiap anggota Direksi haruslah
independen baik terhadap pihak di luar Direksu maupun terhadap anggota Direksi lainnya.
Sedangkan untuk mendapatkan anggota Direksi yang dapat bekerja sama atau memiliki teamwork yang harmonis, maka peran fit and proper test mutlak diperlukan
sebelum seorang diangkat menjadi anggota Direksi. Untuk menilai apakah calon Direksi dapat bekerjasama dalam satu tim, maka dinilai melalui beberapa aspek antara
lain visi, rencana kerja, cara pandang dan pemikiran oleh masing-masing kandidat Direksi. Calon-calon Direksi yang memiliki kesamaan, kesejalanan dan saling bersinergi
pada hal-hal tersebut adalah mereka yang bisa bekerjasama. Dengan demikian independensi masing-masing anggota Direksi sudah terjaga sejak dini.
B. Prinsip fiduciary dalam UUPT Berdasarkan UUPT pengurusan perseroan dipercayakan kepada Direksi
sebagaimana dijelaskan pada Pasal 97 ayat 1 yang menyatakan bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. _
103
PBI NO.84PBI2006, Pasal 35 ayat 5
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Sedangkan di pasal 97 ayat 2 UUPT menetapkan bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab melaksanakan pengurusan tersebut.
Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sendiri.
104
Di dalam penjelasan Pasal 97 ayat 2 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penuh tanggungjawab adalah memperhatikan Perseroan dengan seksama dan tekun.
Namun perlu ditekankan bahwa kewajiban utama dari Direksi adalah kepada perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu
maupun kelompok sesuai dengan posisi seorang Direksi sebagai trustee dalam perseroan.
105
UUPT ini memperingatkan setiap anggota Direksi untuk tidak mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan kepadanya yang dapat dilihat pada Pasal 97 ayat 3
yang menyatakan bahwa setiap anggota bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 97 ayat 2
106
. Proporsi tanggung jawab adalah bersifat tanggung renteng jika Direksi terdiri dari dua orang atau lebih
sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 97 ayat 4 bahwa dalam hal Direksi terdiri atas 2 dua anggota Direksi atau lebih, tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada
ayat 3 berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. _
104
Pasal 97 ayat 2 UUPT
105
Janet Dine, Company Law London : Sweet Maxweel, 1998, hal. 182
106
UUPT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
UUPT menganut prinsip good faith itikad baik, yang dapat dilihat pada Pasal 92 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Direksi menjalankan pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
107
Sehingga ukuran itikad baik ada tiga, yaitu keputusan dan kebijakan Direksi harus : a. memihak kepentingan Perseroan
b. sesuai dengan misi didirikannya Perseroan c. mendekatkan Perseroan kepada visi dan misi yang ingin dicapai
Prinsip good faith itikad baik ini sulti dicapai jika ada konflik kepentingan, oleh karena itu UUPT ini juga mengatur bagaimana jika terdapat benturan kepentingan
yaitu pada pasal 99 ayat 1, yang mengatur bahwa anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila :
a. Terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
b. Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan;
Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, yang berhak mewakili perseroan adalah :
a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan;
_
107
Ibid
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
b. Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan; dan
c. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
Sehubungan dengan benturan kepentingan ini, khususnya perbankan ada aturan lain yang lebih rinci dan bersifat preventif yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan
harus dipatuhi, antara lain; a. Jumlah anggota Direksi paling kurang 3 tiga orang, ketentuan ini dimaksudkan jika
terjadi perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan maka dapat dilakukan voting sehingga roda organisasi
b. Direksi dipimpin oleh Presiden Direktur atau Direktur Utama. Namun demikian, kepempimpinan Direktur Utama atau Presiden Direktur tidaklah mutlak karena ia
membutuhkan persetujuan Direktur lain dalam mengambil keputusan untuk bisa mengeksekusinya. Dikatakan dia sebagai pemimpin Bank karena semua bidang
pekerjaan menjadi tanggung jawab Direktur Utama dan harus mendapat persetujuannya; c. Presiden Direktur atau Direktur Utama wajib berasal dari pihak yang independen
terhadap pemegang saham pengendali. Ketentuan ini untuk menghindari benturan kepentingan serta independensi Direktur Utama dalam menjalankan operasional Bank
dapat terjaga;
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
d. Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada Bank, perusahaan danatau lembaga lain.
Disamping untuk menghindari Direksi dari benturan kepentingan, ketentuan ini juga baik untuk menjaga agar Direksi fokus untuk mengelola Bank karena mengelola Bank
memang harus dilakukan dengan serius, hati-hati serta fokus, mengingat tingginya risiko yang dihadapi oleh industri perbankan.
e. Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dilarang memiliki saham melebihi 25 dua puluh lima perseratus dari modal disetor pada Bankatau
pada suatu perusahaan lain. Ketentuan ini untuk menantisipasi penyaluran kredit atau pembiayaan pada perusahaan atau group sendiri;
f. Mayoritas anggota Direksi dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi danatau dengan anggota Dewan
Komisaris. Hal ini untuk menjaga independen pengurus; g. Anggota Direksi wajib mengungkapkan;
1 Kepemilikan sahamnya, baik pada Bank yang bersangkutan maupun pada Bank dan perusahaan lain, yang berkedudukan di dalam dan di luar negeri.
108
2 Hubungan keluarga dan hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris; anggota Direksi lain danatau pemegang saham Bank.
_
108
Pasal 101 ayat 1 UUPT juga menyebutkan bahwa anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki oleh anggota Direksi yang bersangkutan danatau keluarganya
dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. Ayat 2 menyatakan anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan
menimbulkan kerugian bagi perseroan, bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian perseroan tersebut.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
h. Anggota Direksi dilarang memanfaatkan Bank untuk kepentingan sendiri, keluarga, danatau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan Bank;
i. Anggota Direksi dilarang mengambil danatau menerima keuntungan pribadi dari Bank, selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS;
j. Anggota Direksi wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas pada laporan pelaksanaan Good Corporate Governance sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia.
109
Sedangkan untuk melihat apakah suatu keputusan dan kebijakan Direksi akan mendekatkan perseroan kepada visinya dapat dilihat dari 4 empat perspektif dengan
meminjam konsep Balanced Scorecard. Balanced Scorecard adalah seperangkat ukuran kuantifikasi yang dihasilkan dari strategi perusahaan atau organisasi. Ukuran-ukuran
yang dipilih tersebut merupakan alat bagi pimpinan perusahaan untuk berkomunikasi kepada karyawan dan pihak luar dan juga mengarahkan hasil yang akan dicapai agar
sesuai dengan misi serta tujuan strategisnya.
110
Empat persepsktif itu adalah pelanggan, proses internal, proses pembelajaran dan peningkatan ketrampilan karyawan serta aspek keuangan perusahaan.
_
109
Peraturan Bank Indonesia No.84PBI2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, tanggal 30 Januari 2006, dan Peraturan Bank Indonesia No.814PBI2006 tentang
Perubahan atas Peraturan bank Indonesia Nomr 814PBI2006
110
Paul R.Niven, Balanced Scorecard step by step; Maximizing Performance and Maintaining Results, New Jersey: John Wiley Sons, Inc. 2006, hal. 13
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
a. Perspektif Pelanggan, ketika kita berbicara mengenai perspektif pelanggan, maka Direksi harus menentukan siapa target pasar perseroan, value apa yang dipakai untuk
melayani pelanggan, dan apa yang diharapkan pelanggan dari perseroan. Sehingga segala kebijakan dan keputusan Direksi seharusnya diarahkan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. b. Perspektif proses internal, adalah mengidentifikasikan proses kunci yang harus
diperbaiki untuk terus bisa meningkatkan value kepada pelanggan dan juga kepada pemilik.
c. Perspektif proses pembelajaran dan peningkatan ketrampilan karyawan, aspek ini sangat menentukan keberhasilan pencapaian perspektif lainnya.
d. Perspektif keuangan, adalah ukuran yang sangat penting dalam sistem balanced scorecard, khususnya pencapaian laba perseroan. Tujuan dan ukuran dalam perspektif
ini akan mencerminkan apakah eksekusi strategi perseroan, yang telah ditetapkan pada tiga perspektif lainnya, menghasilkan peningkatan keuntungan perseroan.
111
C. Doktrin Ultra Vires dalam UUPT Doktrin Ultra Vires menyatakan bahwa Direksi dilarang melakukan kegiatan
yang berada di luar kewenangannya. Sebagaimana yang telah diuraikan terdahulu bahwa ada wewenang RUPS yang tidak diberikan kepada Direksi. Ada pula wewenang RUPS
yang dilimpahkan ke Dewan Komisaris. Sehingga untuk melakukan perbuatan hukum
_
111
Ibid, hal. 14 – 16
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
diluar wewenangnya Direksi wajib memohon persetujuan dari RUPS atau Dewan Komisaris.
Direksi juga dilarang melakukan perbuatan hukum yang tidak sejalan dengan maksud dan tujuan perseroan, di samping itu juga harus memperhatikan kelaziman
praktek dalam dunia usaha yang sejenis sebagaimana yang tergambar pada Pasal 92 ayat 1 dan 2 UUPT.
Dengan kata lian, apabila perseroan melakukan kegiatan di luar ruang lingkup maksud dan tujuannya atau dalam teori hukum Perseroan disebut tindakan ultra vires,
maka perseroan tersebut, melalui Direksinya telah melakukan perbuatan yang ilegal. Walaupun UUPT tidak menegaskan konsekuensi hukum yang dapat timbul jika
ketentuan Pasal 92 ayat 1 dan 2 dilanggar, tetapi dapat ditafsirkan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan Perseroan bertentangan dengan maksud dan tujuan Perseroan,
atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, atau dengan kesusilaan, atau kelaziman dalam dunia yang sejenis, batal demi hukum atau dapat dibatalkan oleh
hakim. Apabil abatal demi hukum, maka sejak semula transaksi itu tidak mempunyai kekuatan hukum atau tidak sah, sedang apabila dibatalkan oleh hakim, maka transaksi
itu menjadi tidak mengikat bagi para pihak sejak putusan hakim dijatuhkan. Berikut ini diuraikan tentang dan pandangan yang berkaitan dengan doktrin ultra
vires tersebut, yaitu :
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1. Public document rule
Dampak doktrin ultra vires menjadi semakin meningkat karena berlakunya public dokument rule atau doctrine of cousntructive’s notice. Doktrin ini didasarkan
atas pendapat bahwa karena seorang yang berhubungan dengan suatu pendiriananggaran dasar perseroan yang berdasarkan UUPT Indonesia harus
diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan, semua mereka yang berhubungan dengan suatu perseroan dianggap
sudah memeriksa dokumen-dokumen perseroan, dan oleh karena itu dianggap telah mengetahui ruang lingkup kegiatan-kegiatan perseroan yang menurut anggaran dasar
boleh dilakukan,
112
rbankan, selain anggaran dasar, ketentuan yang mengatur Bank scara umum seperti yang tercantum dalam Perbankan, Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia harus juga dicermati dan dipatuhi.
113
ng-Undang Perbankan telah mengatur jenis usaha yang boleh dilakukan oleh Bank Umum. Setiap pihak yang nis dengan BankPerseroan dianggap sudah mengetahui bidang usaha apa saja yang boleh dilakukan Bank. Jika
di luar bidang-bidang yang telah ditentukan Undang-Undang ini, maka BankPerseroan melalui Direksinya dapat kegiatan ultra vires. Dengan demikian, pihak lain yang berhubungan dengan BankPerseroan tidak dapat lagi
kepada hakim, jika transaksi yang dilakukan oleh Bank dinyatakan batal demi hukum, atau dibatalkan oleh n bahwa transaksi itu telah dilakukan oleh BankPerseroan dengan melanggar asas ultra vire.
2. Indoor Management Rule
_
112
Sutan Remi sjahdeni, Op. Cit., hal. 103-104
113
UU Perbankan No.7 tahun 1992 dan No.10 tahun 1998, Peraturan Bank Indonesia serta surat Edaran Bank Indonesia mengatur tentang jenis usaha yang boleh dilakukan serta kegiatan –kegiatan yang
dilarang dilakukan oleh Bank.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Sebagaimana telah dikemukakan tertahulu, berdasarkan public documents rule, semua orang yang melakukan transaksi dengan suatu perseroan dianggap telah
mengetahui isi anggaran dasar perseroan tersebut. Namun bekerjanya public documents rule, bukanlah tanpa batas. Putusan-putusan pengadilan Inggris membatasi bekerjanya
asas tersebut, karena dokumen-dokumen itu tidak mengungkapkan hal-hal tertentu yang seyogianya dipenuhi bagi sahnya tindakan Direksi, atau transaksi Perseroan yang
dilakukan dengan pihak luar. Hal-hal yang tidak mungkin diketahui oleh pihak luar hanya dari dokumen publik itu adalah :
1 Apakah para Direktur telah diangkat sebagaimana mestinya ? 2 Apakah mereka yang menyatakan dirinya berhak bertindak sebagai para Direktur
memiliki kewengan untuk bertindak sebagaimana yang dilakukannya? 3 Apakah RUPS atau rapat Direksi telah diselenggarakan dengan melakukan
pemberitahuan sebagaimana mestinya ? 4 Apakah RUPS atau rapat Direksi telah diselenggarakan memenuhi kuorum yang
ditentukan ? 5 Apakah voting dalam rangka pengambilan keputusan telah dilaksanakan sebagaimana
mestinya ?
6 Apakah keputusan Direksi yang diambil telah diteruskan oleh Direksi kepada pihak- pihak yang perlu mengetahui dan atau terhadapnya berlaku keputusan itu?
114
_
114
Sutan Remy Sjahdeni, Op. Cit., hal. 104
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
adalah putusan pengadilan Inggris dalam perkara Royal British Bank vs Turquand 1856, pihak luar dapat rak yang dibuatnya dengan suatu perseroan adalah sah dan mengikat, sekalipun terdapat kekurangan yang
n anggota Direksi yang bersangkutan. Asas yang ditetapkan dalam putusan pengadilan Turquand’s Case itu ungi seseorang yang beritikad baik melakukan transaksi dengan suatu perseroan, dan yang tidak mengetahui
-syarat intern perseroan yang diperlukan bagi manajemen untuk melakukan transaksi dengan pihak luar tidak u berhak untuk menganggap bahwa semua hal yang menyangkut pengurusan internal dan prosedur yang
garan dasar perusahaan telah dipenuhi. Asas yang diterapkan dalam Turquand’s Case itu disebut the indoor
_
115
Ibid. Berdasarkan putusan pengadilan Inggris dalam Perkara Royal British Bank vs Turquand 1856, pihak luar dapat mengklaim bahwa kontrak yang dibuatnya dengan suatu perseroan adalah sah
dan mengikat, sekalipun terdapat kekurangan yang menyangkut kewenangan anggota Direksi yang bersangkutan. Asas yang ditetapkan dalam putusan pengadilan dalam Turquand’s case itu bertujuan
untuk melindungi seorang yang beritikad baik melakukan transaksi dengan suatu perseroan, dan yang tidak mengetahui kenyataan bahwa syarat-syarat intern perseroan yang diperlukan bagi manajemen untuk
melakukan transaksi dengan pihak luar tidak dipenuhi. Pihak ketiga itu tidak disyaratkan meneliti untuk memastikan bahwa seluruh ketntuan intern perseroan telah dipenuhi. Pihak luar itu berhak untuk
menganggap bahwa semua hal yang menyangkut pengurusan internal dan prosedur yang diharuskan menurut Anggaran Dasar perusahaan telah dipenuhi. Asas yang ditetapkan dalam Turquand’s case itu
disebut the indoor management rule.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Penulis sependapat bahwa asas the indoor management rule dapat dilakukan, dengan ketentuan bahwa hal-hal yang umum yang seharusnya di periksa dan patut
diketahui, seperti anggaran dasar perseroan, keputusan RUPS, Undang-undang dan Peraturan yang berlak harus dipelajari dan dipatuhi oleh pihak sebelum melakukan
transaksi atau perbuatan hukum lainnya dengan perseroan. Jika pihak lain tidak melakukan pemeriksaan dan memastikan bahwa transaksi dan tindakan hukum yang
akan dilakukan dengan Perseroan bukan tergolong kegiatan ultra vires, dan kemudian hari ternyata tidak sesuai dengan anggaran dasarnya misalnya, maka tindakan Direksi
dapat digolongkan ilegal atau melakukan kegiatan ultra vires. Konsekuensinya adalah perbuatan Direksi itu batal demi hukum atau dapat dibatalkan oleh hakim.
D. Derivative Action dalam UUPT Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Direksi dapat dimintai
pertanggungjawaban secara pribadi jika melanggar azas fiduciary duty danatau ultra vires yang menyebabkan kerugian perusahaan. UUPT memberikan jalan untuk
melakukan pemeriksaan terhadap perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa :
1. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
2. Anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
116
Selanjutnya UUPT juga mengatur tenang siapayang dapat mengajukan permohonan untuk dilakukannya pemeriksaan terhadap perseroan, yaitu :
1. 1 satu pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1 10 satu persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
2. Pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasarn perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan
pemeriksaan; ata 3. Kejaksaan untuk kepentingan umum.
117
ng saham minoritas atas nama pemegang saham memiliki hak untuk mengajukan gugatan derivatif kepada aris. Tentu saja tidak semua pemegang saham minoritas berhak melakukan gugatan derivatif. Memang masing-
peraturan yang berbeda mengenai hal ini. UUPT yang berlaku di Indonesia hanya mengatur bahwa pemegang erhak mengajukan gugatan derivatif atas nama perseroan adalah pemegang saham yang mewakili paling sedikit
agian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara melalui pengadilan negari terhadap anggota Direksi dan esalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.
118
UUPT No.40 tahun 2007 tidak menyinggung masalah apakah gugatan dari existing share holder pemegang saham saat ini atau pemegang saham saat kesalahan
di berbagai negara lain, menurut penulis, hati nurani dan rasa keadilannya.jika _
116
Pasal 138 ayat 1 UUPT
117
Pasal 138 ayat 3 UUPT
118
Pasal 97 ayat 6 dan Pasal 114 ayat 6 UUPT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
pengadilan mengikuti aliran contemporaneous owenership, maka ia akan menolak jika yang mengajukan gugatan adalah existing share holder yang belum menjadi pemegang
saham pada saat kesalahan tersebut terjadi. Sebaliknya jika hakim tidak menganut pemahaman contemporer ownership, maka ia akan meloloskan gugatan ini utnuk
disidangkan. Pemahaman yang terakhir ini dilandasi pemikiran bahwa pihak yang tidak lagi pemegang saham tidak akan maksimum lagi memperjuangkan hak-hak perusahaan.
Permohonan gugatan tersebut tidak serta merta langsung diajukan pengadilan tetapi diajukan setelah permohonan terlebih dahulu meminta data atau keterangan
kepada Perseroan dalam RUPS dan perseroan tidak memberikan data atau keterangan tersebut.
119
Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan tentang perseroan atau permohonan pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus
didasarkan atas alasan yang wajar dan itikad baik.
120
Mengingat bahwa gugatan derivatif pemegang saham penggugat tidak mewakili dirinya sendiri, tetapi atas nama perseroan, maka terdapat beberapa karateristik khusus
dari suatu gugatan derivatif, yaitu sebagai berikut :
_
119
Pasal 138 ayat 4 UUPT
120
Pasal 138 ayat 5 UUPT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1. Sebelum melakukan gugatan, sejauh mungkin dimintakan yang berwenang dalam hal ini Direksi, untuk melakukan gugatan untuk dan atas nama perseroan sesuai
ketentuan dalam anggaran dasarnya.
121
2. Pihak pemegang saham yang lain sejauh mungkin dimintakan juga partisipasinya dalam derivative suit, mengingat gugatan tersebut juga untuk kepentingannya.
3. Harus diperhatikan juga kepentingan stake holder yang lain, seperti pemegang saham yang lain, pihak pekerja dan kreditur. Karena itu, bukan hanya pemegang
saham penggugat yang harus didengar oleh Pengadilan. Misalnya, dalam adanya settlement di pengadilan, apabila settlement tersebut, meskipun katakanlah pihak
pemegang saham penggugat menolaknya. 4. Tindakan penolakan gugatan derivatif berdasarkan alasan ne bis in idem
122
tidak boleh merugikan kepentingan pihak stake holder yang lain.
5. Harus dibatasi bahkan dilarang penerimaan manfaat oleh pemegang saham yang ikut terlibat dalam tindakan yang merugikan Perseroan terhadap mana gugatan derivatif
diajukan, yakni manfaat dari ganti rugi yang diberikan terhadap gugatan derivatif tersebut.
_
121
Pasa pasal 97 ayat 7 UUPT disebutkan bahwa ketentuan pada pasal 97 ayat 5 UUPT tidak mengurangi hak anggota direksi lain danatau anggota Dewan Komisaris untuk mengajikan gugatan atas
nama perseroan.
122
Istilah Ne Bis In Idem berasal dari bahasa latin yang menurut Saochid Kartanegara berarti seseorang tidak boleh dituntut terhadap suatu delict tindak pidana, apabila terhadap delict yang
dilakukannya itu diberi keputusan hakim dan keputusan mana mempunyai kekuatan terakhir atau seseorang tidak dapat dituntut lagi dalam delict itu juga, karena telah ada keputusan hakim sebelumnya.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
6. Seluruh manfaat yang diperoleh dari gugatan dari derivatif menjadi milik Perseroan 7. Sebagai konsekuensinya maka seluruh biaya yang diperlukan dalam gugatan
derivatif termasuk fee lawyer selayaknya ditanggung oleh pihak Perseroan.
123
E. Prinsip business judgement rule dalam UUPT Kalau di dalam prinsip fiduciary duty, seorang Direksi dituntut standar prilaku
tertentu dan kewajiban serta tanggung jawab yang harus dipenuhi, maka business judgement rule sebaliknya adalah suatu pembebasan tanggung jawab pribadi atas
segala kerugian yang terjadi akibat keputusan, tindakan dan periaku bisnis yang dilakukan oleh Direksi. Dengan adanya business judgement rule memberikan kelegaan
kepada Direksi didalam menjalankan roda kepemimpinan di perusahaan yang berbadan hukum PT. Sepintas ada pertentangan antara prinsip fiduciary duty dengan business
judgement rule, tetapi sebenarnya kedua hal tersebut bersifat komplementer atau saling melengkapi. Seorang Direksi terbebas dari tanggung jawab Direksi jika ia dapat
membuktikan diri bahwa telah melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam fidufiary duty, misalnya telah melakukan duty of care, goodfaith, tidak melanggar
doktrin ultra vires, tidak melakukan gross neglegence dan lain sebagainya.
_
123
Munir Fuady, Op. Cit., hal. 260-261
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Prinsip business judgement rule juga telah diakomodir dalam UUPT nomor 40 tahun 1997 pada Pasal 97 ayat 5, disebutkan bahwa seorang Direksi bebas dari
tanggung jawab atas kerugian perseroan apabila dapat membuktikan : 1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
2. Telah melakukan pengurusan dengan itikd baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian ; dan
4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Walaupun secara umum, ketentuan di atas telah mengadopsi prinsip prinsip business judgement rule, namun demikian ada sedikit perbedaan versi dengan ketentuan
business judgement rule yang biasa ditemui di Negara-negara common law. Menurut Bismar Nasution ada tiga perbedaan mendasar prinsip business
judgement rule yang diadopsi oleh UUPT Nomor 40 tahun 2007 jika dibandingkan dengan yang berlaku di Negara-negara common law.
124
Pertama, pada umumnya prinsip business judgement rule hanya berlaku pada keputusan bisnis saja. Dalam UUPT, prinsip ini berlaku pada “pengurusan perseroan”
yang merupakan aspek yang lebih luas dibandingkan dengan keputusan bisnis. Hal ini berarti Direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya bukan hanya dalam hal
_
124
Bismar Nasution, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank, disampaikan pada seminar sehari yang diselenggarakan oleh Bank Pembangunan Daerah
Nusa Tenggara Timur, tanggal 02 April 2008, hal. 13
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
keputusan bisnis yang ia ambil, tetapi juga dalam aspek manajemen perusahaan juga Direksi tersebut dapat membuktikan kelima unsur diatas.
Kedua, tidak ada kejelasan definisi mengenai “kesalahan” dan “kelalaian”. Hal ini akan mengakibatkan sangat sulit untuk membuktikan bahwa tidak ada unsur
kesalahan atau kelalaian dalam keputusan bisnis atau kepengurusan tanpa parameter yang jelas tentang apa yang dapt dikategorikan sebagai kesalahan atau kelalaian. Dalam
struktur perusahaan yang semakin rumit tidak jarang Direksi mendelegasikan kewenangannya kepada bawahannya yang mungkin menyalahgunakan kewenangan
tersebut. Hal yang sama terjadi dalam hal keputusan bisnis. Dalam iklim usaha yang semakin kompetitif, tidak jarang Direksi harus mengambil keputusan yang bersifat
spekulatif untuk dapat bersaing dengan kompetitornya. Apakah apabila nantinya keputusan tersebut mengakibatkan kerugian, Direksi dapat dianggap salah atau lalai.
Hal ini sedikit berbeda dengan Negara common law yang pada umumnya tidak mencantumkan unsur ini dalam bunyi pasalnya. Standar yang dilakukan adalah standar
kewajaran reasonable mana pengadilan akan melihat keputusan yang diambil oleh Direksi dengan melihat apa yang akan dilakukan oleh orang lain yang mempunyai
posisi dan dalam kondisi yang sama. Apabila orang lain tersebut cenderung mengambil keputusan yang sama, maka keputusan bisnis tersebut dapat dikatakan merupakan
keputusan bisnis yang wajar. Hal ini dilakukan untuk mendorong Direksi untuk berani mengambil keputusan-keputusan yang bersifat inovatif. Tanpa adanya keberanian untuk
dikhawatirkan perkembangan ekonomi dapat terhambat apalagi dimana globalisasi dimana para par Direksi dihadapkan dengan pesaing dari berbagai negara.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Ketiga, permasalahan ukuran “itikad baik” dan “kehati-hatian” masih juga terdapat di UUPT. Seperti juga ketidakjelasan dalam definisi kesalahan dan kelalaian,
tidak adanya unsur yang jelas dari ketentuan itikad baik dan kehati-hatian dapat mengakibatkan ketidakpastian bagi para Direksi. Oleh karena itu, para Direksi haruslah
tetap berhati-hati dalam kepengurusan dan pengambilan keputusan bisnisnya agar mendapat perlindungan dari UUPT.
125
Keempat, Pasal 155 UUPT juga menagtur bahwa ketentuan tanggungjawab Direksi tidak mengurangi kesalahan dan kelalaian yang diatur oleh Undang-Undang
Hukum Pidana. Artinya walaupun menurut ketentuan UUPT ini seorang Direksi dapat dibebaskan dari tanggungjawabnya, tidak menutup kemungkinan Direksi tersebut masih
dapat dituntut dengan ketentuan lain dalam peraturan undang-undang lainnya. Hal ini tentunya dapat mengaburkan dari penerapan prinsip business judgement rule itu sendiri.
Di satu sisi ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan safe harbour kepada para Direksi, namun di sisi lain UUPT tidak secara otomatis melindungi Direksi dari
tanggungjawabnya terhadap eksposure UU Pidana lainnya.
126
Walaupun penerapan prinsip business judgement rule masih diselimuti dengan berbagai persoalan dan kendala sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi
harus ada pendekatan yang dilakukan agar ketentuan pasal 97 ayat 5 UUPT dapat diimplementasikan. Khususnya untuk usaha perbankan, akan didekati dengan berbagai
ketentuan dan kelaziman yang berlaku di dunia perbankan di samping ketentuan UUPT itu sendiri sebagai payung hukumnya.
_
125
Ibid, hal. 13-14
126
Ibid, hal. 15
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
BAB IV PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM