Sumber : Koleksi Pribadi Gambar 3. Bangunan Tip Top
4.3. Peranan Pemerintah Dalam Melestarikan Bangunan Bersejarah
Hingga hari ini, kapitalisme masih menjadi corak perekonomian di Kota Medan. Modal dan investasi telah mengatur arah pembangunan, sehingga kebijakan
publik menjadi sangat liar. Keuntungan dalam hitungan cash hampir satu-satunya pertimbangan dalam penggunaan tata ruang dan izin bangunan. Kawasan inti kota
yang padat dan menyimpan banyak bangunan bersejarah, telah mengalami tekanan yang sangat kuat dari hari ke hari. Oligarki yang mempertemukan pengusaha dan
kalangan eksekutif di pemerintahan akhirnya menguasai aset-aset dan ruang-ruang strategis di pusat kota. Hanya yang mempunyai modal besar yang sanggup
memilikinya.
Universitas Sumatera Utara
Konsep ini akhirnya membuat keberadaan bangunan-bangunan bersejarah semakin terdesak oleh keinginan untuk berinovasi ke arah yang lebih modern.
Pertumbuhan bangunan-bangunan berupa perumahan mewah, pertokoan maupun pusat perbelanjaan yang megah, seperti jamur di musim hujan yang semakin menekan
bahkan mengubur keberadaan bangunan-bangunan kuno. Baik bangunan kuno milik pribadi maupun milik pemerintah.
Tanpa kita sadari, kita telah menggunakan konsep kapitalisme yang memandang segala sesuatu dari sudut ekonomi economy based termasuk dalam
memandang keberadaan bangunan bersejarah. Kita lebih memilih merubuhkan bangunan bersejarah untuk digantikan dengan bangunan perumahan mewah,
pertokoan dan sebagainya yang mungkin hanya menghasilkan nilai ekonomi sesaat. Padahal bila bangunan bersejarah tersebut dipertahankan, kita akan mendapatkan
nilai ekonomi yang berkelanjutan dari devisa sektor wisata plus nilai budaya yang tiada taranya. Jadi bukan hanya nilai ekonomi yang akan diperoleh tetapi juga nilai
budaya, nilai seni bahkan mungkin nilai social lainnya. Kita tidak menginginkan sejarah menghilang begitu saja. Bahkan Presiden
Republik Indonesia yang pertama, Ir Soekarno merumuskan sebuah konsep tentang pentingnya menyimpan sejarah yang dikenal dengan istilah JAS MERAH, Jangan
Sekali-Sekali Melupakan Sejarah. Dan untuk menjaga sejarah tersebut berupa bangunan maupun artefak lainnya, perlu kerjasama dari berbagai pihak.
Universitas Sumatera Utara
Menurut konsepsi Perlas 2003 dan Arsworth dan Tunbridge 1990, ada empat pilar fourfolding pengembangan pariwisata pusaka budaya di Kota Medan,
yaitu: 1.
Masyarakat, 2.
Pemerintah, 3.
Industri pariwisata, 4.
Bangunan bersejarah itu sendiri. Pemerintahan Kota Medan sebagai salah satu pilar pengembangan pariwisata
Kota Medan dan yang mempunyai hak regulator yang besar, hanya akan melindungi bangunan tua yang memiliki nilai sejarah, atau mengingatkan sesuatu peristiwa
penting dalam perkembangan Kota Medan. Sejauh ini ada sekitar 42 bangunan bersejarah termasuk kawasan yang dilindungi di kota ini. Penegasan ini dilakukan
terkait banyaknya pembongkaran bangunan tua tanpa ada upaya pencegahan dari Pemerintah Kota Medan. Seperti yang terjadi di kawasan Jalan Timor, Jalan Ahmad
Yani dan lainnya. “Yang kami lindungi bangunan tua yang punya nilai sejarah tinggi sic,
bukan asal tua saja. Dan semua itu ditetapkan dalam surat keputusan Wali Kota Medan, ucap Kepala Bappeda Medan Syaiful Bahri 12 Juni 2010, pukul 10:16.
Dia menambahkan, selama ini mereka kesulitan mencegah pembongkaran
bangunan pribadi di luar bangunan yang dilindungi. Sebab, kebanyakan sudah berpindah tangan atau dijual ke pihak lain. Untuk menghentikannya, harus ada ganti
rugi materi.
Universitas Sumatera Utara
“Tidak bisa dihentikan begitu saja, karena kebanyakan milik pribadi. Terserahlah mau diapakannya. Kalau mau mencegah harus dibayari. Tidak
mungkin semua diganti rugi. Tidak ada anggaran disediakan untuk itu,” tambahnya.
Disain bangunan yang dilihat dari tata letak dan bentuk arsitektur Kota Medan
di bangun sesuai dengan fungsi dan dimensi ekonomi perkebunan pada masa kolonial. Ekonomi perkebunan pada masa lalu itupun tidak terlepas dari campur
tangan pemikiran para kolonial. Dengan kata lain, disain dan tata letak dan bentuk arsitekturnya menurut budaya Belanda kolonial, bukan menurut selera budaya orang
Indonesia asli. Justru dahulu ketika Kota Medan ini di bangun oleh Belanda, orang Indonesia banyak yang telah jadi korban. Oleh karena itu jika disain tata letak dan
bentuk arsitek kota tetap dipertahankan malah mengundang kesan duka lama teringat kembali. Bukankah lebih baik dihancurkan dan di ganti dengan disain tata letak dan
serta bentuk arsitektur kota sesuai dengan selera kita, atau selera Indonesia saat ini? Menurut saya bangunan kuno-bersejarah yang di bangun oleh Belanda pada masa itu
dan masih bertahan hingga saat ini adalah bukti sejarah yang bisa diceritakan kembali kepada anak cucu kita. Sehingga bangunan-bangunan kuno-bersejarah itu tidak perlu
dirubuhkan tetapi perlu di jaga pelestariannya atau apabila ingin dirubuhkan menjadi bangunan modren mengapa tidak memadupadankan antara bangunan bersejarah
dengan bangunan yang lebih modern. Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam pelestarian bangunan-
bangunan bersejarah tersebut adalah :
Universitas Sumatera Utara
1 Upaya Penyediaan Dana Pelestarian Bangunan Bersejarah
Pemerintah Kota Medan memang sudah melindungi bangunan bersejarah, tetapi mereka juga menginginkan upaya pelestarian dengan mengikutsertakan adanya
anggaran khusus dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. Apalagi, dalam Peraturan Daerah Perda No 6 Tahun 1988 itu baru tahap perlindungan, belum
sampai pada melestarikannya. Dalam Perda No 6 Tahun 1988 itu masih banyak bangunan bersejarah lain yang belum terproteksi, maka diupayakan untuk
dimasukkan. Artinya, mungkin harus ada revisi perda tersebut.
2 Pembentukan Dewan Konservasi Kota
Rencana pembentukan Dewan Konservasi Kota DKK yang digagas belum lama ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan penting bagi penyelamatan
bangunan bersejarah ini. Selama ini yang ada hanya perlindungan bangunan bersejarah. Untuk itu, DKK tersebut sangat dibutuhkan sebagai mitra Pemko Medan.
Saat ini, ada dilema terkait penyelamatan bangunan bersejarah di Medan adalah larangan mengubah bentuk bangunan. Di sisi lain, bangunan itu milik pribadi. Lantas,
apa yang bisa diberikan untuk pemilik bangunan sebagai kompensasi agar bentuk bangunan itu tidak diubah atau dihancurkan.
Namun, Pemko Medan juga tidak bisa bertindak sembarangan kalau bangunan itu bukan milik pemerintah, dan tidak bisa pula diambil alih begitu saja. Gagasan
untuk mendirikan DKK merupakan upaya Pemko Medan untuk menyelamatkan bangunan-bangunan bersejarah itu. Saran-saran dari DKK yang diharapkan terdiri
Universitas Sumatera Utara
atas pakar tata kota, arsitek, budaya dan sejarah serta kalangan lain yang peduli masalah ini.
DKK ini dimaksudkan bisa memberi masukan, misalnya terkait kompensasi kepada pemilik bangunan itu, apakah mereka bebas dari pajak bumi dan bangunan
PBB atau bebas tagihan listrik, dan lain sebagainya.
3 Perumusan Dasar Hukum Perlindungan Yang Jelas Dan Tegas
Perda terkait bangunan bersejarah yaitu Perda Nomor 6 Tahun 1988 itu memang harus direvisi. Sebab, perda itu tidak terlalu kuat melindungi cagar budaya
di Medan. Kita banyak tertinggal dari UU No. 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya. Artinya, Perda itu tidak sesuai lagi dengan UU tersebut.
Contoh dari ketidaksesuaian dari Perda tersebut adalah keberadaan Hotel Kesawan. Bangunan ini sebelumnya tidak boleh diubah bentuknya karena merupakan
bangunan kuno dan berada di lokasi sejarah kota Medan yaitu di Jalan Ahmad Yani. Namun, di sisi lain, pemilik bangunan mengubahnya karena Pemko Medan pun tak
punya niat baik melestarikan bangunan bersejarah itu. Di Penang, Malaysia, ada kawasan yang semuanya gedung tua milik pribadi bukan milik pemerintah, tetapi
pemanfaatannya dipertegas untuk kepentingan pelayanan publik dalam tata ruang. Peranan peraturan tata ruang juga penting. Seperti di Penang, pemilik bangunan
diberikan insentif, seperti perbaikan infrastruktur di kawasan itu atau dibebaskan PBB. Artinya, kawasan itu bernilai ekonomis tinggi bagi si pemilik bangunan. Maka
Universitas Sumatera Utara
dari itu, bagi pemerintah Kota Medan dibutuhkan gerakan cepat untuk menyelamatkan bangunan bersejarah yang tersisa.
4 Menumbuhkan Kesadaraan dan Apresiasi Publik dan Pemilik.
Kenyataan menunjukkan, keberhasilan upaya pelestarian terletak pada kemampuan publik dalam memperdulikan aset yang dimilikinya. Suatu upaya yang
perlu berangkat dari buah kecintaan, pemahaman dan apresiasi publik yang kemudian akan menciptakan suatu gerakan budaya masyarakat dalam pelestarian.
Pada tataran inilah yang belum banyak digarap. Selama ini kita hanya sibuk berbicara tentang suatu objek pusaka itu sendiri, apakah tentang sejarahnya,
keindahannya, ataukah ciri arsitekturnya. Kita memerlukan pasar yang mampu memberikan apresiasi terhadap objek tersebut, untuk kemudian secara mandiri
mampu memelihara, mengembangkan dan memanfaatkannya. Kita perlu good governance yang mampu mengakomodasi apresiasi dan gerakan budaya masyarakat
dalam pelestarian pusaka.
4.4. Peranan Badan Warisan Sumatera BWS dalam Melestarikan Bangunan