Peranan Pemerintah Kota Medan Peranan Badan Warisan Sumatera BWS Dasar Hukum Yang Belum Kokoh

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti hanya mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Oleh sebab itu penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu keadaan atau peristiwa subjekobjek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya fact finding. 3.2. Definisi Konsep Definisi konsep dipergunakan untuk menjelaskan gambaran masalah-masalah yang akan diteliti di lapangan. Hal ini dilakukan untuk memberikan focus pada apa yang akan diteliti, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memahami kerangka penelitian ini. Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah:

1. Peranan Pemerintah Kota Medan

Dalam melestarikan bangunan bersejarah ini perlu mendapat perhatian khusus baik bagi Pemerintah, swasta, dan masyarakat sekitar harus saling melindungi dan melestarikan bangunan bersejarah itu, dengan cara mengelola bangunan bersejarah itu dengan baik sebagai potensi pariwisata melalui kunjungan wisatawan mancanegara untuk menambah sumber pendapatan daerah. Universitas Sumatera Utara

2. Peranan Badan Warisan Sumatera BWS

Badan Warisan Sumatera merupakan lembaga swadaya yang mempunyai perhatian sangat tinggi terhadap keberadaan bangunan bersejarah. BWS adalah organisasi kemasyarakatan bersifat nirlaba yang didirikan tanggap 29 April 1998 dengan Akte Notaris Syafnil Gani No. 21 di Medan. Tujuan BWS adalah melestarikan warisan sejarah berupa bangunan, alam dan budaya melalui keteladanan dan pendidikan. Kegiatan utama dari lembaga ini adalah : 1. konservasi 2. dokumentasi dan publikasi 3. jaringan sumatera untuk pelestarian warisan budaya 4. edukasi publik 5. pencarian dana 6. pembinaan SDM dalam bidang pelestarian warisan budaya Sedangkan peranan dari BWS adalah : 1. Mengajukan revisi Peraturan Daerah No.6 tahun 1988 tentang Perlindungan Bangunan kepada Pemko Medan 2. Uji Lapangan Masalah Pelestarian Warisan Budaya dalam Kepemerintahan yang Baik, bekerjasama dengan UNDP United Nation Development Programe Asia Pasifik. Universitas Sumatera Utara

3. Melestarikan Bangunan Bersejarah Sebagai Potensi Pariwisata

Pelestarian bertujuan untuk tetap memelihara identitas dan sumber daya lingkungan dan mengembangkan beberapa aspeknya untuk memenuhi kebutuhan modern dan kualitas hidup yang lebih baik Joharnoto : 2005. Banyak bangunan yang bisa dijadikan potensi pariwisata untuk kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan Nusantara. Bangunan kuno tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi para wisatawan pun yang mengunjungi tempat atau bangunan bersejarah juga ikut bertanggung jawab.

3.3. Defenisi Operasional

Untuk menjelaskan penelitian dan memberikan focus pada penelitian ini, maka perlu diuraikan definisi operasional yang merupakan uraian spesifik dari apa yang akan diteliti, dengan kata lain konsep yang telah dikemukakan di atas yang akan dioperasionalisasikan. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

a. Peranan Pemerintah yang diwujudkan dalam sikap-sikap dan pemihakan

lembaga yang berwenang untuk melaksanakan suatu peraturan daerah dengan sebaik-baiknya.

b. Peranan BWS yang diwujudkan dalam Mengajukan revisi Peraturan Daerah

No. 6 tahun 1988 tentang perlindungan bangunan kepada Pemko Medan dan uji lapangan masalah pelestarian warisan budaya dalam kepemerintahan yang baik. Universitas Sumatera Utara

c. Upaya pelestarian, dengan indikator :

1 Perlindungan merupakan upaya melindungi benda cagar budaya sesuai dengan UU No. 5 Tahum 1992 dari kondisi-kondisi yang mengancam kelestariannya melalui tindakan pencegahan terhadap gangguan, baik yang bersumber dari perilaku manusia, fauna, flora maupun lingkungan alam. Upaya perlindungan yang dilakukan melalui : a. Penyelamatan b. Pengamanan c. Perizinan 2 Pemeliharaan merupakan upaya untuk melestarikan benda cagar budaya dari kerusakan yang diakibatkan oleh manusia dan alam. Upaya pemeliharaan dilakukan melalui : Konservasi dan Pemugaran. 3 Dokumentasi atau Publikasi merupakan upaya untuk mendokumentasikan benda cagar budaya dan menyebarluaskannya kepada masyarakat melalui media cetak atau media elektronik yaitu melalui upaya : a. Perekaman Data b. Publikasi

3.4. Sumber Informasi key informan

Adapun tehnik untuk menentukan siapa yang menjadi sumber informasi key informan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tehnik Purposive, yaitu penentuan informan yang ditentukan secara sengaja yang dianggap mengetahui Universitas Sumatera Utara tentang keberadaan bangunan-bangunan bersejarah di Kota Medan yaitu pegawai dinas Pariwisata Kota Medan, Badan Warisan Sumatera, Ahli Sejarahwan, dan beberapa pemilik bangunan bersejarah di Kota Medan.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan dan data-data yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Sumber Data Primer. Yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Data primer tersebut dilakukan dengan instrument sebagai berikut : a. Wawancara, yaitu memberikan pertanyaan langsung kepada sejumlah pihak yang terkait dalam pelaksana perencanaan pariwisata yaitu kepada Sekretaris di Badan Warisan Sumatera Ir. Rika Susanto, Ahli sejarahwan Dr. Phill Ichwan Azhari, Kasie Kepurbakalaan Dinas Pariwisata Sumut Dra. Andriani, dan pemilik bangunan-bangunan bersejarah. 2. Pengumpulan Data Sekunder. yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, dokumentasi sejarah, karya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti. Universitas Sumatera Utara 3.6. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di beberapa tempat di mana bangunan bersejarah berada, dalam hal ini penulis menetapkan lokasi Kesawan yakni Tjong A Fie, Bangunan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara, Restaurant Tip Top.

3.7. Metode Analisis

Data–data yang sudah terkumpul selanjutnya perlu dianalisis agar dapat memberikan informasi yang jelas. Dengan format penelitian deskriptif kualitatif, maka analisis data dilakukan melalui interprestasi berdasarkan pemahaman intelektual yang dibangun oleh pengalaman empiris. Interprestasi dan analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a Pengumpulan data, melalui teknik dokumentasi untuk memperoleh data sekunder serta wawancara dan observasi untuk memperoleh data bersifat primer. b Menghubungkan berbagai informasi yang relevan yang diperoleh sehingga menjadi sebuah paparan yang dapat menjawab permasalahan yang ada. c Penyimpulan, yaitu penarikan kesimpulan atas dasar analisis data. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Secara geografis, Kota Medan terletak antara 2 29’ LU-2 30’ LU dan 2 47’ BT-2 30’ BT dengan ketinggian 0-40 di atas permukaan laut. Sebagian wilayah Medan sangat dekat dengan wilayah laut yaitu pantai barat Belawan, dan daerah pedalaman yang tergolong dataran tinggi, seperti Kabupaten Karo. Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Kota Medan pada masa kolonial adalah bagian dari wilayah Sumatera Timur dan merupakan kampung halaman bagi etnis Karo, Melayu, dan Simalungun. Etnis Karo dan Simalungun menempati wilayah pesisir. Akan tetapi setelah masuknya pengaruh kolonial Belanda, yang ditandai dengan pembukaan lahan-lahan menjadi lokasi perkebunan, maka terjadi perubahan yang sangat besar dalam susunan masyarakat di Sumatera Timur tidak terkecuali Kota Medan. Pesatnya perkembangan perkebunan pada waktu itu menyebabkan jumlah penduduk di kawasan wilayah Sumatera Timur cepat bertambah, terutama karena banyaknya didatangkan buruh- buruh dari luar untuk bekerja di perkebunan-perkebunan tembakau tersebut. Universitas Sumatera Utara Kota Medan adalah salah satu kota yang memiliki pola masyarakat yang heterogen di Indonesia heterogenitas penduduk. Sarana dan prasarana perhubungan di Kota Medan terdiri dari prasarana perhubungan darat, laut, udara. Transportasi lainnya adalah kereta api. Disamping itu juga telah tersedia prasarana listrik, gas, telekomunikasi, air bersih dan Kawasan Industri Medan KIM I. Sebagai daerah yang berada pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara memiliki posisi strategis. Kota Medan berpenduduk dari berbagai latar belakang suku budaya dengan beragam adat istiadat. Keanekaragaman ini menjadi potensi pariwisata di Kota Medan. Dalam hubungannya dengan kecenderungan pengembangan pariwisata budaya, Medan bisa dipandang sebagai kota yang kaya akan potensi pariwisata kebudayaan baik fisik maupun nonfisik. Yang dimaksud potensi pariwisata kebudayaan fisik adalah bangunan-bangunan yang menjadi simbol keluhuran budaya nenek moyang. Sedangkan yang dimaksud potensi pariwisata kebudayaan nonfisik adalah berbagai jenis permainan, batik, jahitan, kerajinan tradisional, dan berbagai jenis tari tradisional. Potensi pariwisata yang lain yang juga sangat menjanjikan di Kota Medan adalah keberadaan bangunan-bangunan bersejarah. Universitas Sumatera Utara 4.2. Profil Bangunan Bersejarah di Kawasan Kesawan Medan 4.2.1. Tjong A Fie Mayor Tjong A Fie 1880-1921 dilahirkan di desa Sung Kow Mei Xien, berasal dari suku Khe atau Hakka dari propinsi Kwantung, di bagian selatan dataran Tiongkok. Ia adalah seorang jutawan dan saudagar yang menguasai sebagian wilayah Kota Medan, seorang yang juga berjasa membangun Kota Medan. Tjong A Fie tiba di Sumatera, tepatnya di Labuhan Deli pada tahun 1880, menyusul kakaknya Tjong Yong Hian yang sudah tiba 5 tahun sebelumnya. Kakaknya sudah cukup sukses, namun Tjong A Fie, dengan kecerdasannya, kemudian di minta oleh pemerintah Belanda untuk mengatasi berbagai masalah yang berkaitan dengan buruh perkebunan Tionghoa. Akhirnya, ia di beri gelar Letnan lieutenant, kemudian menjadi Kapten kapitein. Tjong A Fie kemudian menetap di Medan dan berhubungan baik dengan Sultan Deli, Maimoon Al Rasyid dan Tunku Raja Muda. Dengan demikian beliau mendapat kepercayaan untuk menangani beberapa urusan bisnis di Kota Medan. Kekayaan Tjong A Fie yang melimpah banyak di peroleh dari kedudukannya sebagai patcher candu untuk daerah Deli. Karena separuh kekayaannya berasal dari usahanya sebagai patcher maka beliau merasa bahwa hartanya harus dikembalikan kepada masyarakat, maka ia banyak melakukan kegiatan sosial dengan membangun sarana-sarana umum dan menolong orang tanpa pandang bulu. Jasa-jasa Tjong A Universitas Sumatera Utara Fie adalah membangun klenteng di Klingenstraat jalan Keling dan di Pulo Brayan, serta Pemakaman Pulo Brayan. Kemudian ia mendirikan rumah sakit khusus lepra di Pulau Sicanang yang bernama “Tjie On Tjien Jan”. Kemudian ia membiayai sepertiga pembangunan Mesjid Raya Medan sebagai penghormatannya kepada Sultan Deli dan penduduk muslim di Kota Medan. Di kediamannya di Jalan Kesawan yang berarti pesawahan merupakan sebuah rumah megah yang unik bergaya art deco terdapat berjuta cerita dan berjuta harapan yang di bangun oleh masyarakat Tionghoa perantauan atau Chinesse Overseas di Medan. Rumah ini menjadi bangunan bersejarah yang dilindungi oleh pemerintah kota Medan. Rumah ini merupakan campuran gaya Cina Kuno, Belanda, dan Melayu di atas tanah 6.000 m². Bangunan ini didirikan tahun 1895 dan selesai pada tahun 1920-an dengan arsitektur dan interior yang indah. Terdapat banyak ruangan yang sangat nyaman dengan percampuran berbagai kultur di dalamnya. Diiringi suara masuk klasik yang membahana di seluruh ruang-ruang megah dari permainan piano cucu Tjong A Fie sendiri. Nama Tjong A Fie tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Kota Medan khususnya dan Sumatera Timur umumnya. Dia adalah jutawan pertama di Sumatera yang namanya sangat terkenal sampai sekarang walaupun ia sudah wafat pada tahun 1921. Dia seorang Major bangsa Cina, jabatan tertinggi untuk bangsa Cina di Medan, ia juga adalah pendiri pertama Deli Bank di Medan dan Maskapai Perkebunan Si Bulan, serta menjadi Presiden pertama Kamar Dagang Tionghoa Universitas Sumatera Utara di Sumatera. Peninggalannya dapat kita lihat di Jalan Ahmad Yani yang merupakan rumah Tjong A Fie, gedung bergaya Tiongkok kuno yang sangat fantastis dan dibangun pada tahun 1900. Kesuksesannya berkat usaha dan hubungan baiknya dengan Sultan Deli dan para pembesar perkebunan tembakau Belanda. Hingga saat ini rumah tersebut masih ditempati keluarga Tjong A Fie. “Di sini, pada bumi yang saya pijak, langit yang saya junjung. Kesuksesan dan kemahsyuran tidak hanya terdiri dari apa yang saya telah dapatkan, namun juga dari apa yang saya telah berikan” – filosofi Tjong A Fie. Sumber : Leaflet Tjong A Fie. Benny G Stiono, 2004. Sumber : Foto Pribadi Gambar 1. Bangunan Tjong A Fie Universitas Sumatera Utara

4.2.2. Bangunan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara

Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara dahulunya adalah Gedung Percetakan Harian De Sumatra Post dan sekaligus Toko Buku bernama Varekamp Co. Saat ini Gedung dijadikan Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara DISBUDPARSU serta pusat informasi turis. Sebagai salah satu bangunan tua yang bersejarah eks Gedung Varekamp Co perlu diarsipkan dengan baik sejarah, fungsi, arsitektur. Gedung ini merupakan salah satu bangunan warisan kolonial Belanda yang sudah ada sejak tahun 1898 terletak di Kawasan Kesawan Medan. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara saat ini sedang melakukan proses evaluasi terhadap eksistensi dan konstruksi bangunan Gedung dengan melibatkan berbagai pihak terkait dari kalangan arsitek, arkeologi dan antropologi serta sejarah. Gedung ini awalnya bernama Boekhandel En Drukkerij, Varekamp Co. De Sumatra Post ;berfungsi sebagai toko buku dan percetakanpenerbitan surat kabar De Sumatra Post yang didirikan oleh J. Hallerman dan Van Den Brand pada tahun 1899; merupakan surat kabar ketiga setelah Deli Courant dan De Oostkust di Kota Medan pada masa itu. Hasil telusuran literatur menunjukkan tidak jelas kapan persisnya bangunan berdiri, namun gedung ini dipastikan sudah ada sejak tahun 1899 saat pertama kali Harian De Sumatra Post didirikan dan berkantor di Gedung ini. Namun jika meniliik dari foto dokumentasi gedung seperti yang terdapat dalam post card, gedung diperkirakan sudah berdiri sebelum Harian De Sumatra Post didirikan sebelum tahun 1899. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian usia gedung sudah lebih dari 100 tahun. Saat ini gedung digunakan sebagai Kantor Dinas Pariwisata Sumut. Bagian atas adalah untuk ruang perkantoran dan bagian bawah sebagai pusat informasi turis Desain arsitektur bangunan mengikuti aliran seni art deco, yang dicirikan oleh tampilan ornamen di setiap bagian bidang bangunan dari gedung dengan corak tertentu yang gunanya adalah untuk memperindah bangunan. Kondisi bangunan saat ini terlihat masih kokoh, meskipun pada bagian dalam terutama di bagian asbes mengalami kebocoran serta bagian lantai tingkat II mengalami perbaikan di sana-sini. Selain itu tampilan warna dan cat gedung terkesan kusam dan tua, terutama pada bagian ornamen dan dinding bagian luar. Gedung ini memiliki arti yang sangat penting bagi Kota Medan baik dari aspek politis, sejarah, budaya maupun arsitektural. Gedung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara terletak di Kawasan Kesawan yang merupakan salah satu kawasan dengan lalulintas cukup padat. Sehingga mempengaruhi minat pengunjung yang ingin datang ke gedung ini. Karena sulitnya parkir kendraan. Terlebih pada jam-jam sibuk. Posisi gedung yang diapit oleh bangunan lainnya sehingga tidak ada lagi ruang tersisa mengakibatkan bangunan terkesan sempit dan pengap. Tidak tersedianya sarana bagi pejalan kaki pedestrian yang hendak menikmati nuansa Kesawan sebagai kawasan bersejarah. Tidak terteranya nama gedung karena terhapus didempet oleh bangunan lain menyebabkan kita kehilangan informasi tentang nama gedung dan tahun ketika pertama kali didirikan. Universitas Sumatera Utara Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara atau eks Gedung Varekamp Co De Sumatra Post adalah sebuah wujud dari kebudayaan fisik yang mengambarkan sebuah peradaban yang hidup dan berkembang pada masa kolonialisme Belanda di Kota Medan. Peradaban ini sedemikian rupa sehingga menggambarkan suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, ilmu pengetahun, seni bangunan, seni rupa dan sistem kenegaraan dan masyarakat kota yang maju dan kompleks Koentjaraningrat, 1986:182. Bangunan gedung merupakan bangunan berlantai dua dengan denah segi empat asimetris yang memanjang ke belakang, barat - timur dengan dimensi 46,91 x 31,70 meter. Pada bagian depan bangunan itu terdapat dua buah menara pada bagian sudut barat daya dan barat laut. Pada bagian tengah terdapat lorong yang membagi dua bangunan tersebut sehingga terbagi dua, sisi utara dan sisi selatan. Panjang keseluruhan, termasuk kedua menaranya 32 m, panjang masing-masing menaranya 5 m, sedangkan panjang bangunan utama 21,75 meter. Tinggi bangunan utama 12,70 meter, sedangkan tinggi masing-masing menaranya 15, 15 meter. Bangunan ini dulunya dirancang sebagai bangunan penutup atau yang mengakhiri vista jalan Kesawan. Kedua menara di ujung-ujung bangunan mempertegas fungsi bangunan sebagai pengakhir vista. Di sisi kiri bangunan dulunya terdapat taman yang kemudian dibangun bangunan sekarang Bank Mandiri. Universitas Sumatera Utara Sumber : Koleksi Pribadi Gambar 2. Gedung Kebudayaan dan Pariwisata Prov. Sumatera Utara

4.2.3. Tip Top

Tip-Top merupakan restauran tua di kota Medan yang menjadi saksi bisu betapa cepat kota ini berkembang. Tip-Top berada di gerbang menuju Kesawan, di Jalan Ahmad Yani, selama sejarah sosial berjalan di masa lalu. Tak hanya bernilai sejarah, restauran Tip-Top juga merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang ingin mengingat kenangan indah masa lalu. Turis-turis tua Belanda yang dulu pernah berada di sini akan datang kembali jika mereka berkunjung ke Sumatera Utara. Suasana romantis tempo dulu masih dapat dirasakan di tempat ini. Universitas Sumatera Utara Pada tahun 1929, restauran ini bernama Jangkie, sesuai nama pemiliknya, dan berada di jalan Pandu, Medan. Setelah beberapa waktu, restauran ini pindah ke Kesawan pada tahun 1934 dan bernama Tip-Top yang berarti “sempurna”. Pada masa lalu, Kesawan merupakan pusat bisnis di kota Medan. Banyak kantor pemerintah dan kantor perusahaan asing yang berlokasi di sini. Orang Belanda yang bekerja di perkebunan atau kantor pemerintah biasanya datang untuk makan pagi atau menikmati kopi pada sore hari. Mereka sangat menggemari kopi robusta lokal dari Sidikalang yang beraroma harum dari dapur Tip-Top. Ketika Jepang menjajah Indonesia pada tahun 1942, nama Tip-Top berubah menjadi Jangkie kembali. Ini disebabkan karena nama Tip-Top yang bernuansa ke-Belandaan. Setelah Jepang kalah dalam perang dunia ke II pada tahun 1945, nama Tip- Top kembali digunakan. Setelah kemerdekaan, Tip-Top menjadi populer di kalangan penduduk lokal, Terutama pada kelas menengah dan atas. Mereka biasanya membawa keluarga dan anak-anak pada akhir pekan. Tip-Top tidak hanya dikunjungi anggota keluarga, tapi juga oleh laki-laki dan perempuan muda yang sedang jatuh cinta. Mereka membuat kenangan manis yang romantis di restaurant ini. Para orang tua datang untuk bernostalgia, mengenang kebersamaan mereka yang indah di masa lalu sambil membawa anak-anak mereka. Pada saat ini, Tip-Top dikelilingi oleh bangunan-bangunan tua yang mungkin tidak lama lagi akan dihancurkan. Keadaan berubah dengan cepat, tapi restauran ini tetap konsisten akan keberadaannya. Barang-barang lama seperti bangunan, mesin, Universitas Sumatera Utara meja dan kursi serta piano masih tetap digunakan. Tip-Top masih menggunakan tungku kayu bakar jaman Belanda sejak tahun 1934. Tungku ini menggunakan kayu bakar berkualitas baik sehingga dapat menghasilkan kue dengan aroma yang harum dan cita rasa yang enak. Kue-kue istimewa seperti kue tart, specolaas, saucijsebrood, moorkop, horen dan lain-lain dihasilkan dari tungku kayu bakar ini. Restaurant ini juga menyediakan berbagai menu makanan dari Indonesia, China dan Eropa seperti steak ayam, steak lidah, salad, omelet, bitterballen, pancake, nasi goreng, cap-cay, fouyonghai, gado-gado, kari kambing, roti bakar dan lain-lain. Dan tidak ketinggalan, es krim buatan sendiri yang memiliki cita rasa tersendiri menjadi hidangan penutup yang istimewa sesuai dengan iklim kota Medan yang cukup panas. Waktu terus berlalu, tapi restaurant ini tetap berjalan dengan konsep, tradisi serta resep-resep lama yang tetap dipertahankan. Setiap orang dapat melihat sejarah yang terpampang di dinding restaurant tua ini. Tip-Top tidak hanya dikenal dengan makanan dan kue yang enak, tapi juga merupakan bagian dari sejarah dimana Tip-Top juga merupakan salah satu restaurant tertua di Indonesia. Universitas Sumatera Utara Sumber : Koleksi Pribadi Gambar 3. Bangunan Tip Top

4.3. Peranan Pemerintah Dalam Melestarikan Bangunan Bersejarah

Hingga hari ini, kapitalisme masih menjadi corak perekonomian di Kota Medan. Modal dan investasi telah mengatur arah pembangunan, sehingga kebijakan publik menjadi sangat liar. Keuntungan dalam hitungan cash hampir satu-satunya pertimbangan dalam penggunaan tata ruang dan izin bangunan. Kawasan inti kota yang padat dan menyimpan banyak bangunan bersejarah, telah mengalami tekanan yang sangat kuat dari hari ke hari. Oligarki yang mempertemukan pengusaha dan kalangan eksekutif di pemerintahan akhirnya menguasai aset-aset dan ruang-ruang strategis di pusat kota. Hanya yang mempunyai modal besar yang sanggup memilikinya. Universitas Sumatera Utara Konsep ini akhirnya membuat keberadaan bangunan-bangunan bersejarah semakin terdesak oleh keinginan untuk berinovasi ke arah yang lebih modern. Pertumbuhan bangunan-bangunan berupa perumahan mewah, pertokoan maupun pusat perbelanjaan yang megah, seperti jamur di musim hujan yang semakin menekan bahkan mengubur keberadaan bangunan-bangunan kuno. Baik bangunan kuno milik pribadi maupun milik pemerintah. Tanpa kita sadari, kita telah menggunakan konsep kapitalisme yang memandang segala sesuatu dari sudut ekonomi economy based termasuk dalam memandang keberadaan bangunan bersejarah. Kita lebih memilih merubuhkan bangunan bersejarah untuk digantikan dengan bangunan perumahan mewah, pertokoan dan sebagainya yang mungkin hanya menghasilkan nilai ekonomi sesaat. Padahal bila bangunan bersejarah tersebut dipertahankan, kita akan mendapatkan nilai ekonomi yang berkelanjutan dari devisa sektor wisata plus nilai budaya yang tiada taranya. Jadi bukan hanya nilai ekonomi yang akan diperoleh tetapi juga nilai budaya, nilai seni bahkan mungkin nilai social lainnya. Kita tidak menginginkan sejarah menghilang begitu saja. Bahkan Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir Soekarno merumuskan sebuah konsep tentang pentingnya menyimpan sejarah yang dikenal dengan istilah JAS MERAH, Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah. Dan untuk menjaga sejarah tersebut berupa bangunan maupun artefak lainnya, perlu kerjasama dari berbagai pihak. Universitas Sumatera Utara Menurut konsepsi Perlas 2003 dan Arsworth dan Tunbridge 1990, ada empat pilar fourfolding pengembangan pariwisata pusaka budaya di Kota Medan, yaitu: 1. Masyarakat, 2. Pemerintah, 3. Industri pariwisata, 4. Bangunan bersejarah itu sendiri. Pemerintahan Kota Medan sebagai salah satu pilar pengembangan pariwisata Kota Medan dan yang mempunyai hak regulator yang besar, hanya akan melindungi bangunan tua yang memiliki nilai sejarah, atau mengingatkan sesuatu peristiwa penting dalam perkembangan Kota Medan. Sejauh ini ada sekitar 42 bangunan bersejarah termasuk kawasan yang dilindungi di kota ini. Penegasan ini dilakukan terkait banyaknya pembongkaran bangunan tua tanpa ada upaya pencegahan dari Pemerintah Kota Medan. Seperti yang terjadi di kawasan Jalan Timor, Jalan Ahmad Yani dan lainnya. “Yang kami lindungi bangunan tua yang punya nilai sejarah tinggi sic, bukan asal tua saja. Dan semua itu ditetapkan dalam surat keputusan Wali Kota Medan, ucap Kepala Bappeda Medan Syaiful Bahri 12 Juni 2010, pukul 10:16. Dia menambahkan, selama ini mereka kesulitan mencegah pembongkaran bangunan pribadi di luar bangunan yang dilindungi. Sebab, kebanyakan sudah berpindah tangan atau dijual ke pihak lain. Untuk menghentikannya, harus ada ganti rugi materi. Universitas Sumatera Utara “Tidak bisa dihentikan begitu saja, karena kebanyakan milik pribadi. Terserahlah mau diapakannya. Kalau mau mencegah harus dibayari. Tidak mungkin semua diganti rugi. Tidak ada anggaran disediakan untuk itu,” tambahnya. Disain bangunan yang dilihat dari tata letak dan bentuk arsitektur Kota Medan di bangun sesuai dengan fungsi dan dimensi ekonomi perkebunan pada masa kolonial. Ekonomi perkebunan pada masa lalu itupun tidak terlepas dari campur tangan pemikiran para kolonial. Dengan kata lain, disain dan tata letak dan bentuk arsitekturnya menurut budaya Belanda kolonial, bukan menurut selera budaya orang Indonesia asli. Justru dahulu ketika Kota Medan ini di bangun oleh Belanda, orang Indonesia banyak yang telah jadi korban. Oleh karena itu jika disain tata letak dan bentuk arsitek kota tetap dipertahankan malah mengundang kesan duka lama teringat kembali. Bukankah lebih baik dihancurkan dan di ganti dengan disain tata letak dan serta bentuk arsitektur kota sesuai dengan selera kita, atau selera Indonesia saat ini? Menurut saya bangunan kuno-bersejarah yang di bangun oleh Belanda pada masa itu dan masih bertahan hingga saat ini adalah bukti sejarah yang bisa diceritakan kembali kepada anak cucu kita. Sehingga bangunan-bangunan kuno-bersejarah itu tidak perlu dirubuhkan tetapi perlu di jaga pelestariannya atau apabila ingin dirubuhkan menjadi bangunan modren mengapa tidak memadupadankan antara bangunan bersejarah dengan bangunan yang lebih modern. Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam pelestarian bangunan- bangunan bersejarah tersebut adalah : Universitas Sumatera Utara 1 Upaya Penyediaan Dana Pelestarian Bangunan Bersejarah Pemerintah Kota Medan memang sudah melindungi bangunan bersejarah, tetapi mereka juga menginginkan upaya pelestarian dengan mengikutsertakan adanya anggaran khusus dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. Apalagi, dalam Peraturan Daerah Perda No 6 Tahun 1988 itu baru tahap perlindungan, belum sampai pada melestarikannya. Dalam Perda No 6 Tahun 1988 itu masih banyak bangunan bersejarah lain yang belum terproteksi, maka diupayakan untuk dimasukkan. Artinya, mungkin harus ada revisi perda tersebut. 2 Pembentukan Dewan Konservasi Kota Rencana pembentukan Dewan Konservasi Kota DKK yang digagas belum lama ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan penting bagi penyelamatan bangunan bersejarah ini. Selama ini yang ada hanya perlindungan bangunan bersejarah. Untuk itu, DKK tersebut sangat dibutuhkan sebagai mitra Pemko Medan. Saat ini, ada dilema terkait penyelamatan bangunan bersejarah di Medan adalah larangan mengubah bentuk bangunan. Di sisi lain, bangunan itu milik pribadi. Lantas, apa yang bisa diberikan untuk pemilik bangunan sebagai kompensasi agar bentuk bangunan itu tidak diubah atau dihancurkan. Namun, Pemko Medan juga tidak bisa bertindak sembarangan kalau bangunan itu bukan milik pemerintah, dan tidak bisa pula diambil alih begitu saja. Gagasan untuk mendirikan DKK merupakan upaya Pemko Medan untuk menyelamatkan bangunan-bangunan bersejarah itu. Saran-saran dari DKK yang diharapkan terdiri Universitas Sumatera Utara atas pakar tata kota, arsitek, budaya dan sejarah serta kalangan lain yang peduli masalah ini. DKK ini dimaksudkan bisa memberi masukan, misalnya terkait kompensasi kepada pemilik bangunan itu, apakah mereka bebas dari pajak bumi dan bangunan PBB atau bebas tagihan listrik, dan lain sebagainya. 3 Perumusan Dasar Hukum Perlindungan Yang Jelas Dan Tegas Perda terkait bangunan bersejarah yaitu Perda Nomor 6 Tahun 1988 itu memang harus direvisi. Sebab, perda itu tidak terlalu kuat melindungi cagar budaya di Medan. Kita banyak tertinggal dari UU No. 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya. Artinya, Perda itu tidak sesuai lagi dengan UU tersebut. Contoh dari ketidaksesuaian dari Perda tersebut adalah keberadaan Hotel Kesawan. Bangunan ini sebelumnya tidak boleh diubah bentuknya karena merupakan bangunan kuno dan berada di lokasi sejarah kota Medan yaitu di Jalan Ahmad Yani. Namun, di sisi lain, pemilik bangunan mengubahnya karena Pemko Medan pun tak punya niat baik melestarikan bangunan bersejarah itu. Di Penang, Malaysia, ada kawasan yang semuanya gedung tua milik pribadi bukan milik pemerintah, tetapi pemanfaatannya dipertegas untuk kepentingan pelayanan publik dalam tata ruang. Peranan peraturan tata ruang juga penting. Seperti di Penang, pemilik bangunan diberikan insentif, seperti perbaikan infrastruktur di kawasan itu atau dibebaskan PBB. Artinya, kawasan itu bernilai ekonomis tinggi bagi si pemilik bangunan. Maka Universitas Sumatera Utara dari itu, bagi pemerintah Kota Medan dibutuhkan gerakan cepat untuk menyelamatkan bangunan bersejarah yang tersisa. 4 Menumbuhkan Kesadaraan dan Apresiasi Publik dan Pemilik. Kenyataan menunjukkan, keberhasilan upaya pelestarian terletak pada kemampuan publik dalam memperdulikan aset yang dimilikinya. Suatu upaya yang perlu berangkat dari buah kecintaan, pemahaman dan apresiasi publik yang kemudian akan menciptakan suatu gerakan budaya masyarakat dalam pelestarian. Pada tataran inilah yang belum banyak digarap. Selama ini kita hanya sibuk berbicara tentang suatu objek pusaka itu sendiri, apakah tentang sejarahnya, keindahannya, ataukah ciri arsitekturnya. Kita memerlukan pasar yang mampu memberikan apresiasi terhadap objek tersebut, untuk kemudian secara mandiri mampu memelihara, mengembangkan dan memanfaatkannya. Kita perlu good governance yang mampu mengakomodasi apresiasi dan gerakan budaya masyarakat dalam pelestarian pusaka.

4.4. Peranan Badan Warisan Sumatera BWS dalam Melestarikan Bangunan

Bersejarah Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa BWS sebagai lembaga swadaya masyarakat yang perduli terhadap keberadaan benda-benda bersejarah adalah : Universitas Sumatera Utara 1. Mengajukan revisi Peraturan Daerah No.6 tahun 1988 tentang Perlindungan Bangunan kepada Pemko Medan. Pengajuan revisi didasarkan pada kenyataan bahwa Perda tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Lembaga ini akan merevisi Perda No. 6 Tahun 1988 karena sejak diterbitkannya perda ini ada lebih 600 bangunan lain yang layak masuk dalam daftar bangunan yang dilindungi di Kota Medan. Alasannya, agar ada kecocokan antara Perda No. 61998 dan UU No. 5 Tahun 1992 25 Mei 2010, Sumatera Pos. UU No.5 Tahun 1992 mengatur tentang Benda Cagar Budaya yaitu ; a. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau skelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yangberumur sekurang-kurangnya 50 limapuluh tahun, atau mewakili masa gaya yangkhas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 lima puluh tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. b. Benda alam yang di anggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. 2. Uji Lapangan Masalah Pelestarian Warisan Budaya dalam kepemerintahan yang baik. Dalam hal ini BWS mencari data-data atau mendata ulang bangunan- bangunan yang belum masuk dalam kelompok benda cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah. Untuk Kota Medan bangunan bersejarah yang dimasukkan dalam Universitas Sumatera Utara kelompok bangunan yang dilindungi oleh Negara hanya ada 42 bangunan yang mendapat perlindungan sesuai dengan Perda tersebut sumber data : BWS. BWS telah melakukan pencarian di berbagai tempat yang ada di Kota Medan untuk mendata jumlah bangunan bersejarah yang belum masuk ke dalam daftar bangunan yang dilindungi. Ini diupayakan agar bangunan-bangunan bersejarah yang belum masuk ke dalam daftar Perda tersebut, untuk dapat menambah jumlah bangunan yang telah dilindungi.

4.4.1. Kendala-Kendala Dalam Pelestarian Bangunan Bersejarah

1. Dasar Hukum Yang Belum Kokoh

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan tidak bisa berbuat banyak terhadap pembongkaran bangunan bersejarah. Seperti perubuhan bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi di Jalan Ahmad Yani-Gwangzu. Kepala Disbudpar Kota Medan Rismaria Hutabarat 25 Mei 2010, pukul 16 :19 mengaku : “tidak tahu-menahu mengenai pembongkaran gedung tersebut. Salah satu alasannya, bangunan itu tidak masuk dalam 42 bangunan yang dilindungi sebagaimana dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 1988. Namun, dia bersedia mendatangi lokasi pembongkaran bangunan tua itu”. Sesampainya di Jalan Gwangju, Rismaria dibantu anak buahnya mengajak bicara beberapa pekerja. Mereka mencari tahu untuk apa bangunan tersebut dibongkar. Para pekerja mengatakan tidak tahu. Rismaria mencoba mencari tahu pemilik gedung, tetapi tidak berhasil. ”Bangunan ini mau diapain, kami belum tahu. Yang jelas, surat izin mendirikan bangunannya belum ada. Tetapi, kan, ini bukan soal membangun, melainkan membongkar”, ujarnya. Universitas Sumatera Utara Salah seorang pemerhati benda-benda cagar budaya, Rika Susanto menyayangkan pembongkaran bangunan tua tersebut. Menurutnya : “bangunan itu merupakan bagian penting dari kawasan Kesawan yang selama ini termasuk cagar budaya. Kawasan perdagangan di Jalan Ahmad Yani dan sekitarnya atau Kesawan Square merupakan titik penting yang harus dilindungi. Itu terangkum dalam Rencana dan Strategi Revitalisasi Kawasan dan Bangunan Bersejarah Kota Medan oleh Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan DTKTB Tahun 2003. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya juga telah didefinisikan dengan jelas. Benda cagar budaya merupakan bangunan yang berusia 50 tahun lebih dan dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan. Bagi yang merusaknya terancam pidana sepuluh tahun penjara atau denda Rp 100 juta. Berdasarkan UU itu, agar Perda Kota Medan No. 61988 direvisi. Alasannya, agar ada kecocokan antara Perda No. 61998 dan UU No. 5 Tahun 1992” 25 Mei 2010, Sumatera Pos. Sumber : Sumatera Pos, 25 Mei 2010 Gambar 4. Bangunan yang dirobohkan di jalan Gwangju Pekerja melihat penghancuran bangunan tua di Jalan Gwangju, Medan, Sumatera Utara, Senin 245. Padahal, bangunan tersebut merupakan bagian integral dari kawasan Kesawan yang menjadi kawasan cagar budaya. Universitas Sumatera Utara

2. Sosialisasi Kurang