Potensi Bangunan Bersejarah Istana Maimon Sebagai Aset Pariwisata Di Kota Medan

(1)

DATA INTERVIEW PADA 20 NOVEMBER 2013 SEKRETARIS UMUM

Nama : Tengku Moharsyah Nazmi Tempat/ Tgl Lahir : Medan, 6 Mei 1976

No. Hp : 081286638366 / 061 77589499

Pendidikan : Universitas Islam Sumatera Utara Fakultas Hukum 1995 Pekerjaan : Permata Bank Tahun 2006 s/d 2008

: Pemandu Istana Maimon 2008 s/d sekarang Organisasi : Wakil Sekretaris Umum Pengurus Yayasan Sultan

Ma’moen Al Rasyid. Periode 2008 s/d 2011

Sekretaris Umum Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid Periode 2011 s/d sekarang


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Gunn, Clare A. 1988. Tourism Planning – second edition, Taylor & Francis, London

JICA, 1979. Republic of Indonesia Borobudur Prambanan Archeology National Park. Author

Marpaung, Drs. Happy. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung. Alfabeta Reid, Anthony. 1987. Perjuangan Rakyat Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di

Sumatera. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

R.W. McIntosh, 1972, Tourism, Principles, Practices, Philosophies, Grid.Inc., Ohio, hlm. 52

Sinar, Tengku Luckman. 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

---, t.th. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Medan: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Soekadijo, R.G. 1996. Anatomi Pariwisata. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama Tobing, Lolita Refani Lumban. 2012. Penilaian Cagar Budaya Istana Maimun

(skripsi). Depok: UI

Warpani, Suwardjoko P. & Warpani, Indira P. 2007. Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung. ITB

Yoeti, Oka A. 1988. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung. Angkasa ____________ 1996. Anatomi Pariwisata. Bandung. Angkasa ____________ 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung. Angkasa

2. Publikasi Elektronik

diakses


(3)

diakses 24 Januari 2014

diakses 17 September 2014

diakses 18 November 2013

diakses 20 oktober 2014

2014


(4)

Said, Mohammed H, Benedict Anderson, & Toenggoel Siagian. “what was the “Social Revolution of 1946” in East Sumatra?” dalam Indonesia, Vol.15, april 1973, hal. 144-186.

diakses 28 Agustus 2014

20 oktober 2014

3. Lain-lain

• Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya diunduh pada tanggal 28 agustus 2014

• Undang-Undang RI Nomo 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan diunduh pada tanggal 28 agustus 2014


(5)

BAB III

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

3.1 Letak Geografis Kota Medan

Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur dari Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter di bawah permukaan laut. Kota ini di lalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional. Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat kota Medan saat ini. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di kota Medan berada pada maksimum 32,4°C dan minimum 24°C. Kota Medan memiliki 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Labuhan dengan luas sebesar 36,67 km². Luas kota Medan secara keseluruhan adalah sebesar 265,10


(6)

3.2 Demografi Kota Medan

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar.

Berdasarkan

berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan.

Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa

dengan dihitungnya jumlah

berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).

Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan—tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Sedangkan tingkat kapadatan


(7)

penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan

Timur. Pada tahun

sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.

Mayoritas penduduk kota Medan sekarang iala

dari

keturuna

populasi orang Tionghoa cukup banyak.

Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari

jumlah

Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis, pada

ta

orang berketurunan


(8)

(Tabel 3.1) Perbandingan etnis di kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000.

Etnis Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000

Jawa 24,89% 29,41% 33,03%

Batak 2,93% 14,11% 20,93%

Tionghoa 35,63% 12,8% 10,65%

Mandailing 6,12% 11,91% 9,36%

Minangkabau 7,29% 10,93% 8,6%

Melayu 7,06% 8,57% 6,59%

Karo 0,19% 3,99% 4,10%

Aceh -- 2,19% 2,78%

Sunda 1,58% 1,90% --

Lain-lain 14,31% 4,13% 3,95%

Sumber : 1930 dan 1980 : Usman Pelly, 1983; 2000 : BPS Sumut

*catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan “Batak” sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah (20,93%)

tahun, sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 adalah 148.100 jiwa.

3.3 Sistem Pemerintahan Kota Medan

Kota Medan dipimpin oleh seorang

Medan dijabat oleh

ole


(9)

Wilayah kota Medan dibagi menjadi 21-kecamatan & 151-kelurahan:


(10)

Berikut daftar nama walikota di kota Medan pada (Tabel 3.2):

No Nama Masa Jabatan

1 Daniel Mackay 1918 – 1931

2 J.M. Wesselink 1931 – 1935

3 G. Pitlo 1935 – 1938

4 C.E.E. Kuntze 1938 – 1942

5 Shinichi Hayasaki 1942 – 1945

6 Luat Siregar 3 Okt – 10 Nov 1945

7 M. Yusuf 10 Nov 1945 – Agust 1947

8 Djaidin Purba 1 Nov 1947 – 12 Jul 1952 9 A.M. Jalaluddin 12 Jul 1952 – 1 Des 1954 10 Hadji Muda Siregar 6 Des 1954 – 14 Jun 1958

11 Madja Purba 3 Jul 1958 – 28 Feb 1961

12 Basyrah Lubis 28 Feb 1961 – 30 Okt 1964 13 P.R. Telaumbanua 10 Okt 1964 – 28 Feb 1965 14 Aminurrasyid 28 Agust 1965 – 26 Sep 1966

15 Sjoerkani 26 Sep 1966 – 3 Jul 1974

16 M. Saleh Arifin 3 Jul 1974 – 31 Mar 1980 17 Agus Salim Rangkuti 1 April 1980 – 31 Mar 1990 18 Bachtiar Djafar 1 April 1990 – 31 Mar 2000

19 Abdillah 1 April 2000 – 20 Agust 2008

20 Afifuddin Lubis 20 Agust 2008 – 22 Jul 2009 21 Rahudman Harahap 23 Jul 2009 – 16 Feb 2010 22 Syamsul Arifin 16 Feb 2010 – 25 Jul 2010 23 Rahudman Harahap 26 Jul 2010 – 14 Mei 2013 24 Dzulmi Eldin (Walikota Definitif) 15 Mei 2013 - Sekarang

3.4 Mata Pencaharian Kota Medan


(11)

Di kota Medan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai pedagang. Rata-rata para pengusaha Medan ini menjadi pedagang di komoditas perkebunan. Di sektor perdagangan ini dikuasai oleh etnis Tionghoa dan Minangkabau. Orang-orang Mandailing menguasai bidang pemerintahan dan politik, sedangkan dalam bidang pendidikan, hukum, kesehatan, jurnalistik banyak dilakukan oleh orang Minangkabau yang menetap di Medan.

3.5 Agama

Mayoritas penduduk kota Medan sekarang iala

dari

keturuna

populasi orang Tionghoa cukup banyak. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat

dari jumlah

kota. Mayoritas penduduk kota Medan memeluk agama islam yakni sekitar 1.422.237 jiwa. Berikut ini data tentang pemeluk agama di kota Medan :

1. Agama Islam 1.422.237 jiwa

2. Agama Kristen Protestan 425.253 jiwa 3. Agama Kristen Katolik 37.552 jiwa

4. Agama Hindu dan Budha 9.296 ; 184.807 jiwa 5. Agama Lain-lain 339 jiwa

3.6 Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Kota Medan


(12)

Kota Medan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara menjadi pintu gerbang masuknya wisatawan ke Sumatera Utara, telah berkembang menjadi kota metropolitan dan mengandung banyak historis dan berbagai suku/ etnis yang ada. Kota Medan dibangun oleh Guru Patimpus pada tahun 1590 sampai saat ini terus berkembang dengan pesat sehingga mendorong banyak orang dan investor untuk berkunjung ke kota Medan dalam rangka tujuan wisata maupun bisnis. Potensi itu dapat dilihat dari kota Medan dengan memiliki banyak aset bangunan yang bernilai sejarah dan sumber daya kultural yang secara keseluruhan membentuk citra kota atau gambaran yang bernilai sejarah terhadap kota Medan. (sumber:

Besarnya potensi ini telah mengundang berbagai wisatawan dari berbagai kawasan dunia. Perkembangan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Medan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Target dan Realisasi Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara

(Wisman) ke kota Medan

Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011

Target (Orang) 174.523 191.975 202.000

Realisasi (Orang) 153.015 131.451 175.158

No.

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan (2012)

Adapun berbagai ODTW yang telah dikelola dan dikembangkan oleh pihak pemerintah maupun swasta. (Lihat Tabel 3.4)

Tabel 3.4 Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kota Medan


(13)

1 Istana Maimoon Sejarah

2 Mesjid Raya Bangunan

3 Vihara Gunung Timur Sejarah

4 Rahmat Gallery Fauna

5 Kuil Shri Mariamman Bangunan

6 Tjong A Fie Mansion Sejarah

7 Penangkaran Buaya Taman Budaya

8 Museum Negeri Sumatera Utara Sejarah

9 Menara Tirtanadi Sejarah

10 Museum Bukit Barisan Sejarah

1. Istana Maimoon

Sumber : (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Medan, 2013)

Istana Maimoon merupakan salah satu objek wisata utama di kota Medan yang dibangun pada tahun 1888 oleh Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah.

2. Mesjid Raya

Mesjid ini sebagai lambang kota Medan. Mesjid ini dibangun oleh Sultan Makmun Al Rasyid pada tahun 1906. Mesjid ini terletak di Jalan Sisingamangaraja.

3. Vihara Gunung Timur

Vihara Gunung Timur dikenal sebagai Vihara Budha tertua di Medan. Didirikan oleh umat Budha pada tahun 1962, terletak di suatu lokasi strategis di tepi sungai Babura yaitu di Jalan Cikditiro.


(14)

4. Rahmat Gallery

Rahmat International Wildlife Museum & Gallery adalah satu-satunya di Asia yang memiliki ± 850 koleksi satwa dan berada di Jalan S. Parman.

5. Kuil Shri Mariamman

Kuil Shri Mariamman merupakan kuil Hindu tertua di Medan yang dibangun pada tahun 1884 oleh umat Hindu. Kuil ini berada di Jalan Zainul Arifin.

6. Tjong A Fie Mansion

Tjong A Fie Mansion merupakan sebuah warisan rumah besar yang di bangun pada tahun 1900. Lokasinya terletak di Jalan Ahmad Yani, Kesawan.

7. Penangkaran Buaya

Penangkaran ini dibangun oleh Lo Than Mok sejak tahun 1959. Terletak di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang.

8. Museum Negeri Sumatera Utara

Museum ini dibangun pada tahun 1946 dan diresmikan pada tahun 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Yoesoef, berlokasi di Jalan H.M. Joni.


(15)

Satu ciri lagi khas kota Medan adalah Menara Tirtanadi sebagai tangki penyimpanan air bersih kebutuhan warga kota sejak zaman kolonial Belanda sampai sekarang. Menara ini terletak di Jalan Sisingamangaraja.

10. Museum Bukit Barisan

Museum Militer ini dibuka pada tahun 1971, merupakan salah satu tempat penyimpanan benda-benda sejarah perjuangan ABRI dan rakyat di Sumatera Utara.


(16)

BAB IV

POTENSI BANGUNAN BERSEJARAH ISTANA MAIMON SEBAGAI ASET PARIWISATA DI KOTA MEDAN

4.1 Pendahuluan

Membicarakan sebuah potensi berarti adanya suatu objek yang memiliki kekuatan dan dapat dikembangkan menjadi sesuatu yang bermanfaat. Contohnya potensi bangunan bersejarah yaitu sebuah bangunan atau kelompok bangunan yang memiliki nilai sejarah baik dari fisik maupun fungsi dari bangunan tersebut. Kemudian adanya kekayaan budaya yang mempunyai nilai jual yang mampu merangsang minat wisatawan untuk mengetahui dan mengembangkannya. Misalnya potensi budaya dapat dilihat dari kekayaan budaya daerahnya, busana daerah, kesenian daerahnya, begitu juga dengan potensi sejarah dapat dilihat dari sejarah berdirinya bangunan tersebut. Oleh karena hal-hal tersebut, maka muncullah suatu daya tarik bagi wisatawan itu sendiri.

Membicarakan potensi bangunan bersejarah Istana Maimon, yaitu adanya sejarah singkat Kesultanan Deli, sejarah berdirinya Istana Maimon, pengenalan budaya melayu-deli, contohnya tradisional musik melayu dan tarian tradisional melayu. Kemudian adanya sumberdaya budayanya yang dapat dilihat dari bentuk arsitektur bangunannya dilihat dari ornamen-ornamen dari bentuk bangunannya, juga termasuk ilmu pengetahuan arkeologisnya dan berbagai macam peninggalan


(17)

dari Kerajaan Istana Maimon, seperti peralatan makan kesultanan, perlengkapan musik deli, pakaian kebesaran sultan deli, lampu-lampu kristal dari Eropa zaman dahulu, dan foto-foto pemangku jabatan kesultanan sejak dahulu kala.

Selain itu bangunan bersejarah Istana Maimon ini termasuk dalam kriteria umum dari beberapa objek wisata yang perlu dilestarikan, seperti termasuk dalam kriteria peranan sejarah yaitu bangunan-bangunan dan lingkungan perkotaan yang merupakan lokasi dari peristiwa penting yang bersejarah, dilestarikan sebagai ikatan simbolis antara peristiwa yang lampau dengan kondisi pada saat ini. Kemudian termasuk dalam kriteria kejamakan yaitu bangunan-bangunan atau bagian dari kota yang dilestarikan, karena mewakili satu jenis khusus bangunan yang cukup berperan. Juga kriteria kejamakan ditekankan pada seberapa jauh karya arsitektur tersebut mewakili suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik. Kemudian yang terakhir termasuk dalam kriteria keistimewaan, karena keistimewaannya adanya peradaban yang sampai sekarang dikenal masyarakat. Oleh karena itu, potensi bangunan bersejarah Istana Maimon perlu dikembangkan dan dilestarikan karena adanya keunikan tersendiri yang menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara dan masyarakat sekitarnya.

4.2 Bangunan Bersejarah Istana Maimon sebagai Salah Satu Objek dan Daya Tarik Wisata terfavorit di Kota Medan

Istana Maimon termasuk salah satu objek dan daya tarik wisata terfavorit di kota Medan, karena memiliki keunikan tersendiri juga adanya nilai sejarah dan


(18)

budaya sehingga menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Sejarah Istana Maimon berhubungan erat dengan perkembangan tembakau Deli di kota Medan pada masa penjajahan Belanda. Pada masa pemerintahan Sultan Deli ke- VIII, beliau mulai menjalin hubungan kerjasama dengan pemerintah Belanda yaitu melakukan pembukaan lahan tembakau di daerah Kerajaan Deli. Awal perkembangannya dimulai dari percobaan penanaman tembakau secara besar-besaran di Indonesia dilakukan bangsa Belanda pada tahun 1830 oleh van den bosch melalui “cultuurstelsel” yaitu sekitar Semarang, Jawa Tengah, namun pada saat itu mengalami kegagalan. Pada tahun 1856, Belanda mencoba kembali penanaman tembakau secara meluas di daerah Besuki, Jawa Timur dengan dilengkapi suatu balai penelitian, yaitu besoekisch profstation pada tahun 1910 dengan adanya balai penelitian tersebut maka usaha-usaha guna mendapatkan alur yang cocok dan diinginkan terbuka dengan cara seleksi/hibridisasi menggunakan tembakau yang telah ada / di datangkan dari luar, jenis tembakau besuki cerutu yang sekarang banyak ditanam di Besuki tersebut merupakan hasil persilangan antara jenis kedu dengan jenis deli (djojosudiro, 1967, sumber dari

diakses

20 oktober 2014). Dua tahun kemudian , yakni pada tahun 1858 diadakan penanaman jenis tembakau cerutu lainnya di daerah Yogyakarta- Surakarta, tepatnnya di daerah klaten.

Penanaman tembakau juga dilakukan di luar Jawa, yakni di daerah Deli, Sumatra Utara yang dipelopor oleh J. Nienhuys pada tahun 1863. Dan pada tahun 1906 didirikan deli proefstation. Jenis tanah sangat berpengaruh terhadap tanaman


(19)

tembakau untuk wilayah deli sekitar sungai ular dan anak sungai wampulah merupakan daerah yang baik untuk tembakau Deli, jenis tembakau Deli merupakan jenis tembakau cerutu paling baik guna keperluan pembungkusan cerutu.

Ketiga daerah yang disebutkan diatas (besuki di Jawa Timur, Klaten di Jawa Tengah dan Deli di Sumatera Utara), sekarang merupakan daerah penghasil tembakau jenis cerutu yang sangat potensial bagi Indonesia. Dalam perdagangan internasional khususnnya Eropa. Indonesia masih merupakan pensuplay komoditas tembakau cerutu peringkat atas yang diperhitungkan. Dalam pasaran internasional tembakau Besuki dan Klaten lebih dikenal dengan tembakau Jawa dan tembakau Deli lebih dikenal dengan tembakau Sumatera.

Sejarah awal berkembangnya perkebunan di Deli, yaitu pemerintah Belanda tercatat pertama kali masuk di Deli tahun 1841, ketika sebuah kapal, Arent Patter, merapat untuk mengambil budak. Selanjutnya, hubungan Deli dengan Belanda semakin mulus. Tahun 1863 Kapal Josephine yang membawa orang perkebunan tembakau dari Jawa Timur, salah satunya adalah Jacobus Nienhuijs, dari Firma Van Den Arend Surabaya mendarat di Kesultanan Deli yang selanjutnya dikenal sebagai peletak dasar budaya perkebunan di Sumatra Utara. Oleh Sultan Deli, ia diberi tanah untuk Perkebunan Tembakau (Tabaks Plantations) dan mendapat konsesi tanah selama 20 tahun.

Sejarah perkebunan Deli dimulai ketika langkah kerja Jacobus Nienhuys dan para pionir pengusaha perkebunan pertama kali menggarap atau membuka


(20)

wilayah perkebunan di Sumatera Utara. Sejak awal dimulainya perkebunan, menunjukkan kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat dimana pada tahun 1864 produksi tembakau telah meledak di pasaran Eropa. Pada saat itu, dengan meminjam istilah Karl J. Pelzer (1976), Deli dikenal sebagai ’Dollar Land’ dengan predikat sebagai penghasil daun pembungkus cerutu terbaik dunia mengalahkan tembakau dari Brazil dan Cuba. Usaha Jacobus Nienhuys terus berkembang dan pada tahun 1869, Nienhuys mendirikan Deli Matschapaij, suatu badan usaha yang membawahi sekitar 75 daerah perkebunan di Sumatra Timur yang berasal dari usahawan mancanegara seperti Jerman, Inggris, Swiss, Belgia dan Amerika. Pada tahun 1870 Deli Matschapaij memindahkan kantornya dari Labuhan ke Medan tepatnya di Jalan Tembakau Deli Sekarang.

Selanjutnya, Tahun 1871, Jacobus Nienhuys meninggalkan Medan. Empat tahun setelah kepulangan Nienhuys itu, telah terdapat sebanyak 40 saham kesertaan orang Eropa di perkebunan Deli seperti perkebunan Maryland (Marelan), Arhemia, Helvetica (Helvetia), Poland (Polonia), Mariendal dan lain-lain serta terdapat 15 proposal yang telah menyatakan ikut bergabung. Komoditas yang mereka tanam tidak hanya Tembakau tetapi telah merembes ke sektor lain seperti Karet, Kopi, Lada, Pala, Kelapa Sawit dan Teh. Lain dari pada itu, wilayah perkebunan tidak lagi terkonsentrasi di Deli tetapi telah pula menjalar ke kawasan lain seperti Langkat, Binjai, Serdang, Padang (Tebing Tinggi), Siantar dan Simalungun.


(21)

Kesimpulannya, perdagangan tembakau Deli di kota Medan semakin maju sejak pemerintahan Raja Sultan Deli IX dan menjadi bagian dari sejarah berdirinya Istana Maimon juga, karena berkat izinnya Nienhuys, seorang pengusaha asal Belanda mendirikan usaha tembakau. Pendirian usaha tembakau ini adalah cikal bakal berkembangnya kota Medan dan menjadi faktor penyebab kedatangan bangsa-bangsa asing (Cina, India Tamil, Belanda) ke wilayah Medan. Sehingga, bangunan bersejarah Istana Maimon termasuk salah satu objek dan daya tarik wisata terfavorit di kota Medan, juga menjadi bukti bahwa Istana Maimon merupakan sejarah dari awal berkembangnya perkebunan tembakau Deli yaitu dapat dilihat adanya ornament-ornamen daun tembakau di bagian bangunan Istana Maimon. Oleh karena hal itulah masyarakat lokal maupun wisatawan mancanegara banyak ingin tahu akan kaitannya sejarah berdirinya Istana Maimon dengan kota Medan.

4.3 Potensi Bangunan Bersejarah Istana Maimon Sebagai Aset Pariwisata di Kota Medan

4.3.1 Sejarah berdirinya Istana Maimon

Istana Maimon dibangun pada tahun 1888 di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Perkasa Alamsyah dari Kesultanan Deli. Kesultanan Deli merupakan nama sebuah kerajaan melayu di daerah pesisir barat Sumatera Utara yang bercorak Islam. Nama deli diketahui keberadaan dengan jelas setelah tercantum dalam daghregister VOC pada April 1641. Saat itu belum diberitahukan bahwa Deli telah menjadi sebuah kesultanan. Penyebutan Deli hanya sebagai nama suatu


(22)

daerah. Pada Daghregister VOC Mei 1644, pemberitaan mengenai Deli kembali muncul. Pada pemberitaan ini, tercantum istilah penguasa Deli yang bergelar Panglima Deli. Pada Daghregister VOC 1667 baru disebutkan adanya keinginan dari Deli untuk melepaskan diri dari kesultanan Aceh. Dari pemberitaan ini, dapat disimpulkan bahwa hingga tahun 1667, Deli masih merupakan sebuah kawasan yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan aceh.

Kemudian, sejak masa pendiriannya, kesultanan Deli beberapa kali mengalami perpindahan pusat pemerintahan. Awal mulanya pada abad ke 16 berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Aru terletak di daerah Sungai Lalang Delitua sekarang. Pada tahun 1612, Kerajaan Aru ini ditaklukkan oleh pasukan kerajaan Aceh, dibawah pimpinan Panglima Hisyamuddin seorang turunan dari Zulkarnaeni Bahasid Syekh Batraluddin Hindustan dan negeri Shindi Hindustan.

Menurut cerita masyarakat, Panglima Hisyamuddin yang ditunjuk untuk memimpin perang melawan kerajaan Aru pada akhirnya ia diangkat oleh Sultan Iskandar Muda dari kerajaan Aceh sebagai wakil kerajaan untuk daerah Sumatera Timur yang berkedudukan di sungai Lalang, karena ia dapat memenangkan perang tersebut sehingga ia diberi gelar yaitu Panglima Gocah Pahlawan. Kemudian Beliau mendirikan Kerajaan Deli pertama disana, pada tahun 1632 di daerah sungai Lalang tersebut yang sekarang dikenal dengan Deli Tua, maka dari itulah mengapa ada kaitannya Deli Tua dengan Putri Hijau. Kaitannya karena menurut cerita masyarakat, Putri Hijau tersebut berasal dari Kerajaan Aru yang


(23)

telah ditaklukkan oleh pasukan Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Panglima Hisyamuddin yaitu Raja / Sultan Deli I.

Setelah itu Tuanku Panglima Gocah Pahlawan, Beliau mangkat pada tahun 1669, dimakamkan di Desa Lantasan Lama, Kec. Patumbak, Kab. Deli Serdang. Kemudian dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli I yaitu Tuanku Panglima Parunggit. Beliau memindahkan pusat keraajaan ke daerah Padang Datar (Kota Medan sekarang), tepatnya di daerah “Kesawan”. Kemudian Beliau mangkat pada tahun 1698, dimakamkan di Jalan Balai Kota Medan.

Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli II yaitu Tuanku Panglima Padrar, Beliau memindahkan pusat kerajaan ke daerah Pulo Brayan sekarang, dan Beliau mangkat pada tahun 1728, diamakamkan di Jalan Yos Sudarso Brayan. Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli III yaitu Tuanku Panglima Pasutan, Beliau memindahkan pusat kerajaan ke Labuhan Deli dan mangkat pada tahun 1761, dimakamkan di Jalan Yos Sudarso Km 12.

Setelah itu Kerajaan Deli dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli IV yaitu Tuanku Panglima Gandar Wahid, Beliau mangkat pada tahun 1805 dan Kerajaan Deli masih berdiri kokoh di daerah Labuhan Deli. Beliau dimakamkan di Jalan Yos Sudarso Km 15 Komplek Mesjid Raya Al Osman I.

Setelah itu dilanjutkan pada Putra Ketiga dari Raja/Sultan Deli V yaitu Sulthan Amaluddin Mangedar Alam, Beliau memerintah sampai tahun1850 pada masa pemerintahannya hubungan dan pengaruh Kerajaan Siak lebih kuat dari


(24)

Kerajaan Aceh, hal ini ditandai dengan pemberian gelar Kesulthanan kepada Kerajaan Deli. Beliau dimakamkan di Jalan Yos Sudarso Km 15 Komplek Mesjid Raya Al Osman I.

Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli VI yaitu Sulthan Osman Perkasa Alam, Beliau mangkat pada tahun 1858 dan Kerajaan Deli masih berdiri kokoh di daerah Labuhan Deli. Beliau mendapat pengesahan dari Kerajaan Aceh, bahwa Kesultanan Deli merupakan daerah yang berdiri sendiri yang ditandai dengan diberikannya pedang Bawar dan Cap Sembilan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh Kerajaan Siak di Kesultanan Negeri Deli ini. Beliau dimakamkan di Jalan Yos Sudarso Km 15 Komplek Mesjid Raya Al Osman I.

Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli VII yaitu Sulthan Mahmud Al Rasyid Perkasa Alamsyah, Beliau mangkat pada tahun 1873, pada masa itu Sulthan mulai menjalin hubungan dengan pemerintah Belanda, hal ini ditandai dengan kerjasama pembukaan lahan tembakau di daerah Kerajaan Deli. Beliau dimakamkan di Jalan Yos Sudarso Km 15 Komplek Mesjid Raya Al Osman I.

Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli VIII yaitu Sulthan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah, Beliau mangkat pada tahun 1924. Beliau memindahkan pusat kerajaan ke Medan dan mendirikan Istana Maimon pada tanggal 26 agustus 1888 yang diresmikan pada tanggal 18 mei 1891, dan di arsiteki oleh seseorang berkebangsaan Belanda yang bernama Kapten Teodore


(25)

Van Erp. Kemudian Beliau dimakamkan di Jalan Mesjid Raya Komplek Mesjid Raya Al Mashun Medan.

Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli IX yaitu Sulthan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah, Beliau mangkat pada tahun 1945. Pada masa pemerintahannya hubungan dagang dengan luar negeri dan kerajaan-kerajaan lainnya di nusantara terjalin dengan baik. Hal ini ditandai dengan pengembangan pelabuhan laut. Dengan diplokamirkannya kemerdekaan RI pada tanggal 17 agustus 1945, pemerintah Kesulthanan Deli mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia dan kedudukan Sulthan-sulthan selanjutnya menjadi penguasa tertinggi Adat Istiadat dan kebudayaan Melayu Deli. Kemudian Beliau dimakamkan di Jalan Mesjid Raya Komplek Mesjid Raya Al Mashun Medan.

Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli X yaitu Sulthan Osman Al Sani Perkasa Alam, Beliau mangkat pada tahun 1967, dimakamkan di Jalan Mesjid Raya Komplek Mesjid Raya Al Mashun Medan. Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli XI yaitu Sulthan Azmi Perkasa Alam, Beliau mangkat pada tahun 1998, dimakamkan di Jalan Mesjid Raya Komplek Mesjid Raya Al Mashun Medan. Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli XII yaitu Sulthan Otteman Mahmud Perkasa Alam, Beliau mangkat pada tahun 2005, dimakamkan di Jalan Mesjid Raya Komplek Mesjid Raya Al Mashun Medan.

Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli XII yaitu Sulthan Mahmud Arya Lamantjiji Perkasa Alam, Beliau menjadi penguasa dari


(26)

tahun 2005 sampai sekarang. Inilah turunan Raja-raja Deli sepanjang yang diketahui sesudah Proklamasi 1945 Kesultanan Deli yang tidak pernah diakui oleh Pemerintah RI dan tidak pula pernah secara hukum di hapuskan. (sumber : hasil wawancara dengan Bapak T. Moharsyah Nazmi, pada 20 november 2013).

Pada tanggal 3 maret 1946 di daerah Sumatera Timur, terjadi sebuah peristiwa yang dinamakan “revolusi sosial” (al: Sinar, t.th; Reid, 1987, said, 1973). Pada hari itu, terjadi pembantaian terhadap Sulthan dan Bangsawan-bangsawan penguasa di daerah Sumatera Timur yang dilakukan oleh pemuda-pemuda radikal yang berbeda di dalam tubuh gerakan Persatoean Perdjoeangan. Tujuan gerakan itu adalah untuk menjatuhkan kekuasaan Sulthan-sulthan agar terciptanya suatu pemerintahan rakyat (Reid, 1987: 366-367). Gerakan revolusi sosial ini terjadi hamper di seluruh wilayah Sumatera yang dikuasai oleh Raja atau Sultan, termasuk Aceh, Karo, Tapanuli, dan Riau. Sasaran utama adalah Sultan atau Raja yang dianggap pro-Belanda, namun pada kenyataannya banyak penyimpangan yang terjadi saat gerakan ini berlangsung.

Ketika tragedi tersebut berlangsung, Sultan Deli meminta pertolongan dari pasukan Inggris yang saat itu menguasai kota Medan. Pasukan Inggris ini kemudian bekerja sama dengan pasukan Istana sehingga Sultan Deli dan Istana Maimon dapat diselamatkan. Namun, pemuda-pemuda tersebut berhasil membakar seluruh kota Maksum termasuk Istana Putri Sultan Deli Kota Maksum. Selanjutnya, keluarga-keluarga Sultan Deli yang masih selamat mengungsi ke Istana Maimon (Sinar, t.th: 504).


(27)

Sejak tahun 1946, sebagian keluarga besar Kesultanan tinggal menetap si Istana Maimon hingga saat ini.

4.3.2 Sumber Daya Budaya Bangunan Bersejarah Istana Maimon Dilihat Dari Bentuk Arsitektur Bangunannya

Istana Maimon yang didirikan dengan biaya FI. 100.000 dengan arsitek seorang tentara KNIL yang bernama Kapten Th. Van Erp, Th. Van pernah menjabat sebagai Kepala Commissie in Nederlandsch Indie voor Oudheidkundig Onderzoek op Java en Madoera, yaitu lembaga yang menangani kepurbakalaan di Jawa dan Madura pada masa Kolonial. Pada tahun 1905-1911, Theo Van Erp menjadi pimpinan kegiatan Restorasi Borobudur. Restorasi ini merupakan restorasi Borobudur yang pertama (JICA, 1979: 73).

Bangunan Istana Maimon didesain meniru berbagai gaya yaitu gaya tradisional istana-istana Melayu yang memanjang di depan dan bertingkat dua juga pola India Islam (Moghul) dan yang diambil dari Eropa. Bangunan bersejarah Istana Maimon sebagai pusaka budaya dan termasuk juga dalam Benda Cagar Budaya, karena gaya bangunan arsitekturnya perpaduan 2 kultur budaya yaitu kultur budaya timur dan barat yang digabungkan. Menyangkut budaya timur yaitu bangunan ini bercirikan Melayu dikombinasikan budaya timurnya ada gaya Arab, Persia, Mongol dan budaya Eropa Barat. Bangunan ini dapat diperhatikan dari gaya Eropanya dilihat dari ada pilar-pilarnya, bangunannya seperti bangunan Eropa yang ada di daerah tropis yang menciptakan plavon-plavon yang tinggi,


(28)

pintu-pintu yang besar, jendela-jendela yang besar, hal ini guna menciptakan sirkulasi udara seperti bangunan yang ada di daerah tropis Negara Eropa.

Begitu juga di dalam ukiran-ukiran terutama di ruang Balairung Sri bercampur baur. Ukiran-ukiran Melayu tradisional dapat kita lihat pada “Pagar Tringgalum”, pinggiran atas lespfank dengan bentuk “pucuk rebung” yang terkenal, dinding sebelah atasnya dengan bentuk “Awan Boyan”, langit-langit dengan Kubisme gaya India Islam. Adapun tahta singgasana baru didirikan di zaman pemerintahan Sulthan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah, karena dari salah satu gambar lama masa Sulthan Ma’mun Alrasyid memerintah, singgasananya berbentuk lain. Pada tahta yang ada sekarang dapat dilihat ukiran Foliage dan bunga corak ukiran Melayu yaitu “Bunga Tembakau”, ukiran atas depan “Awan Boyan, samping atas bulatan bunga matahari. Karena hal inilah yang menjadi sumber daya budaya dari bangunan bersejarah Istana Maimon.

Berikut berbagai unsur bangunan bersejarah Istana Maimon, (sumber:

diakses 24 oktober 2014): 1. Pondasi

Pondasi yang digunakan pada bangunan Istana Maimon adalah pondasi masif. Hal ini berbeda dengan rumah panggung yang umumnya digunakan pada bangunan tradisional melayu.

Walaupun sudah menggunakan pondasi masif, namun penggunaan ruang istana masih dipengaruhi kebiasaan rumah tradisional melayu. Hal ini didasarkan


(29)

pada keletakan ruang jamuan istana, tetap berada di lantai 2. Sedangkan lantai 1 justru digunakan sebagai penjara dan gudang.

2. Lantai

Bangunan Istana Maimon terdiri dari tiga tingkat dan memiliki tiga jenis lantai yang dibagi menurut bahan pembuatnya. Lantai jenis pertama terbuat dari batu yang dilapisi pasir dan semen. Lantai dari jenis ini digunakan untuk menutupi seluruh lantai 1 bangunan. Lantai yang terbuat dari semen ini berwarna abu-abu gelap.

Lantai jenis kedua, terbuat dari bahan marmer. Lantai jenis ini digunakan pada bangunan utama lantai dua. Gambar-gambar yang digunakan untuk membentuk motif marmer adalah gabungan bentuk geometris dan bentuk tanaman yang sudah dibentuk sedemikian rupa atau dalam seni rupa Islam disebut dengan arabesque. Hal ini dipengaruhi dengan kuatnya pengaruh Islam pada budaya melayu, sehingga motif-motif berbentuk manusia dan hewan tidak diizinkan untuk digambarkan.

Lantai jenis ketiga, terbuat dari bahan kayu yang dicat dengan warna coklat kemerah-merahan. Lantai jenis ini terdapat di seluruh teras beratap bangunan lantai 2, dan seluruh lantai bangunan tingkat ketiga.

Terdapat lima jenis motif marmer yang digunakan, empat motif merupakan jenis motif bersambung sedangkan satu jenis lagi merupakan marmer bermotif polos. Marmer bermotif polos, digunakan untuk melapisi tangga utama.


(30)

Tangga utama ini berada tepat di depan bangunan utama. Keempat motif lain akan dijelaskan sebagai berikut:

Motif marmer pertama dihias dengan bentuk sulur yang saling membelit. Bagian atas dan bawah sulur diberi masing-masing sepasang garis merah dan biru yang sejajar. Untuk menciptakan pola dari motif ini adalah dengan cara menyambung motif sebelumnya, dengan motif sama yang sudah dibalikkan 180 derajat, demikian seterusnya. Pola ini cocok digunakan sebagai pembatas karena sifat polanya yang memanjang. Untuk selanjutnya motif ini dinamakan motif sulur. Marmer sulur dapat ditemukan di balairung, di daerah yang dekat pintu-pintu keluar.

Motif marmer kedua dihias dengan bentuk dua kelopak bunga berwarna emas yang terpotong. Ruang kosong diantara kelopak tersebut bagian diberi hiasan daun-daun kecil berwarna biru. Untuk menciptakan pola dari motif ini adalah dengan menyambung empat motif untuk menciptakan satu bunga utuh. Caranya adalah dengan memutar motif selanjutnya 90 derajat searah jaruh jam. Untuk selanjutnya motif ini dinamakan motif kelopak bunga. Marmer motif kelopak bunga dapat ditemukan di balairung, di daerah yang dekat dengan pintu-pintu keluar.

Motif marmer ketiga dihias dengan 3 bentuk seperempat lingkaran yang disusun melebar dengan pusatnya terletak di sudut marmer. Lingkaran yang terletak ditengah kemudian ditumpuk dengan bentuk geometris belah ketupat. Sebuah garis panjang yang menghubungkan lingkaran dalam lingkaran terluar memotong ketiga lingkaran itu tepat di tengah-tengah. Untuk menciptakan pola


(31)

dari motif ini, cara yang dilakukan sama dengan cara motif kedua, yaitu dengan menyambung 4 motif secara terpusat untuk menciptakan satu lingkaran utuh. Untuk selanjutnya motif ini dinamakan lingkaran lidah api. Marmer motif ini digunakan untuk menutupi lantai pada ruang penghubung antara ruang jamuan dan balairung.

Motif marmer keempat dihias dengan 4 bentuk seperempat oktagonal, 2 bentuk bintang, 2 bentuk lingkaran, dan 2 bentuk oktagonal bergerigi, yang disusun sedemikian rupa sehingga apalagi 4 marmer motifnya disusun akan membentuk 3 bentuk oktagonal yang saling bertumpuk, yang dikelilingi 4 bentuk bintang. Untuk menciptakan pola dari motif ini, cara yang dilakukan sama dengan cara pada marmer motif kedua dan ketiga, yaitu dengan menyambung 4 motif secara terpusat untuk menciptakan satu bentuk oktagonal utuh. Untuk selanjutnya motif ini dinamakan motif oktagonal. Motif oktagonal ini digunakan untuk melapisi seluruh lantai pada teras utama di lantai dua.

3. Dinding

Menutur Dictionary of Architecture and Building construction yang diterbitkan oleh Architectural Press, dinding adalah konstruksi vertikal yang berfungsi membagi atau menutup ruang di dalam bangunan.

Dinding bangunan Istana Maimon memiliki tinggi 3,5 meter. Dinding pada bangunan lantai 1 dan bangunan induk lantai 2 terbuat dari tembok. Namun pada bangunan sayap kiri dan kanan lantai 2, dinding terbuat dari bahan kayu.


(32)

Seluruh dinding luar bangunan lantai 1 dicat dengan menggunakan warna putih polos, sedangkan dinding luar bangunan lantai 2 dicat dengan menggunakan dua warna, kuning pada bagian bawah, dan putih pada bagian atas. Batas antara warna kuning dan putih pada dinding diberi hiasan motif tanaman tembakau berwarna kuning. Motif yang sama juga ditemukan menghiasi kapital pilaster yang terdapat di ruang balairung Istana. Namun motif tersebut sudah diberi warna dan bentuk yang lebih kaya.

Sisi timur (depan) bangunan Istana, dikelilingi barisan tiang dan lengkungan atau yang disebut juga sebagai arcade. Sisi luar arcade di lantai 1 dilapis dengan cat berwarna hijau tua, sedangkan sisi luar arcade di lantai 2 dilapis dengan cat berwarna kuning terang. Motif yang berbeda ditemukan di arcade terdepan yang berada tepat di depan tangga utama (timur). Sisi luar bagian atas arcade dihias dengan motif belah ketupat, yang ditumpuk dengan motif bungan 8 kelopak, dan ditumpuk lagi dengan bentuk bintang 8 arah yang hampir membulat. Adapun warna dasar motif tersebut tetap berwarna hijau tua.

Seluruh dinding dalam bangunan lantai 1 dicat dengan menggunakan warna putih polos, sedangkan dinding dalam bangunan lantai 2 dicat dengan beberapa warna dan motif. Pola hiasan seluruh dinding dapat dijabarkan sebagai berikut: motif pertama berukuran 50 cm dan berada di bagian bawah dinding, motif kedua adalah cat kuning polos berukuran tinggi 1 meter. Kedua motif tersebut dipisahkan kayu yang sudah dibentuk dan dicat dengan tinggi sekitar 7,5 cm. Motif ketiga adalah motif semut beriring. Motif ini berukuran tinggi 7,5 cm, dan menghias dinding bagian atas di seluruh bagian dalam bangunan 1, kecuali


(33)

ruangan yang terletak di sisi luar arcade dalam. Motif keempat adalah motif tanaman tembakau setinggi 20 cm. Motif kelima mulai digunakan diatas motif tanaman tembakau hingga ke dinding bagian atas. Selain bentuk tanaman tembakau dan semut beriring, bentuk lain yang banyak digunakan untuk menghiasi dinding bangunan adalah bentuk kelopak bunga, sulur, sangkar, dan oktagonal.

4. Jendela

Bangunan Istana Maimon memiliki 39 jendela dengan pembagian pada bangunan induk lantai 1 terdapat 13 jendela, bangunan induk lantai 2 terdapat 10 jendela, 8 jendela masing-masing terdapat di bangunan sayap kiri dan kanan.

5. Pintu

Menutur Dictionary of Architecture and Building construction yang diterbitkan oleh Architectural Press, pintu adalah bukaan pada dinding yang memiliki bagian yang dapat ditarik, didorong atau digeser, yang memungkinkan akses dari satu ruang ke yang lain.

6. Ventilasi

Ventilasi atau lubang angin yang digunakan pada bangunan istana terdiri dari 5 tipe:

1. Tipe 1, bingkainya berbentuk kipas dengan lubang angin berbentuk seperti kelopak bunga yang sempit.


(34)

2. Tipe 2 bingkainya juga berbentuk kipas namun lubang anginnya berbentuk seperempat lingkaran yang diisi dengan kisi-kisi kayu.

3. Tipe 3, bingkainya berbentuk persegi panjang dengan lubang angin berbentuk persegi panjang yang ujung-ujungnya membulat

4. Tipe 4, bingkainya berbentuk persegi panjang dengan lubang angin berbentuk persegi panjang.

5. Tipe 5, bingkainya berbentuk persegi panjang dengan lubang angin berbentuk lingkaran-lingkaran yang salin bersinggungan. Motif lubang angin ini disebut dengan nama motif kawung.

6. Tipe 6, bingkainya berbentuk lengkungan dengan angin berbentuk bintang sepuluh.

7. Pagar Langkan (balustrade)

Pagar langkan atau balustrade adalah pagar yang berfungsi untuk membatasi teras atau balkon pada bangunan bertingkat. Pada bangunan Istana Maimon terdapat 4 tipe pagar langkan, yaitu pertama seperti huruf kapital Y yang sambung-menyambung; kedua seperti belati yang saling berhadapan; ketiga tersusun dari bentuk setengah lingkaran, persegi panjang lingkaran penuh, persegi panjang dan setengah lingkaran; keempat susunan dari bentuk geometris oval, belah ketupat yang dibentuk menjadi pola berulang.


(35)

8. Tangga

Terdapat 2 jenis pagar di Istana Maimon menurut bahan pembuatannya. Tangga pertama adalah tangga semen yang dilapisi marmer. Tangga ini menjadi penghubung antara halaman depan dan teras lantai 2.

Jenis tangga kedua adlah yang berbahan kayu. Tangga ini terletak di empat tempat. Satu berada di teras belakang (dekat bangunan sayap kiri), satu berada di belakang bangunan sayap kiri, satu tangga kayu berada di sebelah kamar jamuan, dan tangga kayu terakhir berada di bangunan sayap kanan.

Baik tangga kayu dan batu memiliki bentuk yang relatif sama, hanya saja lebar tangga kayu lebih sempit dibandingkan tangga batu. Apabila pembatas tangga batu adalah dinding dan pagar langkan, maka tangga kayu memiliki bentuk pembatas sendiri. Pembatas tersebut berupa susunan kayu-kayu lonjong yang bagian tengahnya dibentuk. Kayu-kayu lonjong tersebut saling dihubungkan dengan papan yang dibentuk sedemikian rupa agar nyaman untuk dipegang.

9. Arcade

Arcade adalah sebuah lengkungan yang saling menyambung yang dinaikkan dengan kolom atau pilar. Sebuah jalan yang ditutupi dengan lengkungan di satu sisi atau kedua sisi. Ada lengkungan yang berbentuk tapal kuda, berbentuk setengah lingkaran, berbentuk setengah lingkaran bergerigi, dan berbentuk lengkungan membulat di bagian bawahnya.


(36)

10. Pilaster

Pilaster adalah Dekoratif fitur yang mengimitasi pilar namun sebenarnya bukan struktur penyangga, memiliki dasar, shaft, dan capital (bagian-bagian dari sebuah kolom) dan kemungkinan dibangun sebagai proyeksi dari dinding tersebut.

11. Langit-langit

Pada bangunan Istana Maimon, terdapat dua jenis langit-langit apabila dilihat dari bahan baku yang digunakan.

1. Langit-langit berbahan kayu 2. Langit-langit berbahan tembok

12. Atap

Atap adalah bangunan yang berfungsi menutupi bagian sisi atas bangunan. Atap bangunan Istana Maimon berbentuk limasan dan kubah. Atap kubah jumlahnya ada tiga dan terletak di sisi timur Istana. Sedangkan bagian lain, ditutupi dengan atas limasan.

Bahan yang digunakan untuk membentuk kubah adalah kayu, sedangkan atap limasan terbuat dari ijuk atau sirap. Atap bangunan di sisi barat atau belakang terbuat dari seng.

Ujung-ujung atap yang menutupi teras, dihias dengan bentuk gantungan atap pucuk rebung. Ujung atap kubah, dihias dengan motif gantungan yang berbentuk seperti salib. Sedangkan ujung atap limasan dihias dengan motif


(37)

gantungan atap yang bentuknya seperti sarang lebah. Berikut contoh gambar di dalam balirung Istana Maimon:

(Gambar 4.1) (Gambar 4.2)

Menurut pengkategorian cagar budaya yang disebutkan dalam UU No. 11 tahun 2010, Istana Maimon dapat dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya yang hanya terdiri dari satu bangunan (atau dapat disebut juga sebagai bangunan tunggal). Adapun fungsi dari situs ini pada masa lalu adalah sebagai bangunan pusat pemerintahan.

Berdasarkan wujudnya, Istana Maimon dikategorikan sebagai cultural tangible heritage atau warisan dunia buatan manusia (kebudayaan) yang memiliki wujud. Namun selain mewakili cultural tangible heritage, Istana Maimon sebenarnya juga menjadi pusat pemeliharaan budaya tak wujud melayu. Hal ini didasarkan pada kegiatan kebudayaan yang dilakukan setiap tahun di Istana ini.


(38)

4.3.3 Atraksi Drama Tarian Melayu oleh Sanggar Tari Sri Indra Ratu di Istana Maimon

Tari Tiga Serangkai adalah salah satu peninggalan budaya dari Kesultanan Deli yang dilestarikan hingga kini. Didalam tari tiga serangkai ini terdapat 3 tari masing masing diawali dengan Kuala Deli (lenggang patah sembilan) dilanjutkan dengan Tari Mak Inang Pulau Kampai dan diakhiri dengan Tari Serampang XII. Tari tiga serangkai menggambarkan awal perkenalan sepasang muda-mudi melayu yang ramah dan bersahabat tari Kuala Deli, kemudian dilanjutkan dengan pertunangannya ditamsilkan denga Tari Mak Inang Pulau Kampai tentu diakhir dengan pernikahan/perkawinan ditamsilkan dengan tari Serampang XII. Tari ini diciptakan oleh Alm. Sayuti serta dikembangkan oleh Alm. T.Syita Saritsa salah seorang keluarga Istana Maimun dengan sanggar tarinya yang bernama Sri Indra ratu.

Berikut hasil dokumentasi yang diambil di Istana Maimon:


(39)

(Gambar 4.4)


(40)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari data yang telah disampaikan sebelumnya, maka selanjutnya sebagai penutup penulis menyampaikan beberapa kesimpulan dari apa yang telah diuraikan pada bagian-bagian terdahulu. Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat beberapa poin kesimpulan dari karya ilmiah ini, yaitu antara lain:

1. Industri pariwisata di Indonesia merupakan salah satu proyek untuk menambah pendapatan negara. Dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia yang memiliki kekayaan budaya daerah, upacara adat, busana daerah (yang juga menjadi bagian busana nasional), kesenian daerah, peninggalan sejarah, keberadaan bangunan-bangunan bersejarah serta berbagai macam sektor alam yang dimilikinya akan menjadi potensi-potensi yang dapat menjadi daya tarik wisata dan menjadi ‘modal’ utama bagi kepariwisataan bila dikemas dan disajikan secara professional tanpa “merusak” nilai-nilai dan norma-norma budaya aslinya. Budaya tidak hanya mengenai kesenian yang “adi luhung”, tetapi juga adat-istiadat masyarakat, kebiasaan, busana, dan lain-lain yang khas, yang tidak ditemui di daerah atau Negara asal wisatawan.


(41)

2. Potensi yang ada dalam bangunan bersejarah seperti Istana Maimon yaitu seperti potensi budaya dan sejarahnya yang termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan terkait dalam arkeologi, arsitektur, sumber daya budaya, dan dalam bidang sejarah. Potensi-potensi itu dapat dilihat dengan adanya keterkaitan sejarah singkat berdirinya Istana Maimon yang menjadi perjalanan sejarah Kota Medan, urutan nama-nama Raja Sultan Deli yang ke-1 sampai ke-14 (sekarang) yang harusnya diketahui masyarakat Kota Medan khususnya sebagai masyarakat asal Medan yang menjadi keistimewaannya yaitu adanya peradaban yang sampai sekarang dikenal oleh masyarakat, bahwa Raja-raja inilah yang mendirikan Istana Maimon juga mempertahankan wilayah Kota Medan dengan menjadi Kepala Negara, Wakil Kepala Pemerintahan, Kepala adat dan Kepala Pengadilan.

3. Selain dari sejarah-budayanya, campuran adat budaya barat dan timur yang menjadi satu hal yang berpotensi, karena adanya campuran adat Melayu Deli, Persia, Timur Tengah, Mongolia, dan Eropa Barat.

4. Kemudian, potensi bangunan bersejarah Istana Maimon ini memiliki kaitan dengan cerita asal mulanya daerah deli tua dengan cerita rakyat Putri Hijau.

5.2 Saran

Setelah penulis membuat suatu kesimpulan, maka ada baiknya penulis juga ingin menyampaikan beberapa saran demi mengetahui Potensi Bangunan


(42)

Bersejarah Istana Maimon Sebagai Aset Pariwisata di Kota Medan, yaitu sebagai berikut :

1. Memperluas dan sering melakukan promosi wisata pada potensi yang dimiliki bangunan Istana Maimon

2. Seharusnya adanya kesadaran dari pihak lingkungan Istana sendiri untuk mengelola kebersihan lingkungan Istana Kerajaan. Contohnya, Istana akan terlihat seperti Istana Kerajaan jika pihak keluarga dari Istana tersebut menjaga agar tidak timbul kesan yang negatif dari wisatawan. Kesan negatif tersebut seperti adanya aktivitas berjualan makanan yang menimbulkan kesan tidak adanya menjaga kebersihan lingkungan Istana sendiri.

3. Kemudian kebijakan pemerintah harusnya juga ada, seperti ikut melestarikan bangunan Istana Maimon dan membantu pihak pengelola kerajaan dalam merenovasi ataupun menjaga nilai budaya dan nilai sejarah dari Istana Maimon sendiri.


(43)

BAB II

URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

2.1 Definisi Pariwisata

Kata pariwisata baru popular pada tahun 1958. Sebelum itu digunakan kata turisme, serapan dari Bahasa Belanda “tourisme”. Sejak 1958 resmilah kata pariwisata sebagai padanan tourisme (Bld) atau tourism (Ing). Perkembangan dan pengayaan makna selanjutnya adalah hadirnya istilah darmawisata, karyawisata, widyawisata, yang semuanya mengandung unsure “wisata”. Menurut KBIK (1992) (dalam Warpani, 2007 : 5) kata wisata (vi Skr) berarti: bepergian bersama-sama untuk bersenang-senang dan sebagainya; bertamasya; piknik; wisatawan (n) adalah orang yang berdarmawisata; pelancong; turis. Yoeti mengartikan wisata adalah perjalanan sebagai padanan kata ‘travel’ sehingga wisatawan adalah ‘traveller’, orang yang melakukan perjalanan.

Yoeti (1988) (dalam Warpani, 2007 : 5-6) mengutip berbagai pengertian pariwisata menurut para ahli seperti di bawah ini, yaitu:

1. Wahab (1992) (dalam Warpani, 2007 : 6), memandangnya sebagai suatu kegiatan kemanusiaan berupa hubungan antarorang baik dari negara yang sama atau antarnegara atau hanya dari daerah geografis yang terbatas. Di dalamnya termasuk tinggal untuk sementara waktu di daerah lain atau negara lain atau benua lain untuk memenuhi berbagai


(44)

kebutuhan kecuali kegiatan untuk memperoleh penghasilan, meskipun pada perkembangan selanjutnya batasan “memperoleh penghasilan” menjadi kabur.

2. Hans Buchli (dalam Warpani, 2007 : 6), mendefinisikan bahwa pariwisata adalah setiap peralihan tempat yang bersifat sementara dari seseorang atau beberapa orang dengan maksud memperoleh pelayanan yang diperuntukkan bagi kepariwisataan itu oleh lembaga-lembaga yang digunakan untuk maksud tetentu.

3. Menurut Prof. Kurt Morgenroth (dalam Warpani, 2007 : 6), pariwisata dalam arti sempit adalah lalu lintas orang-orang yang meninggalkan tempat kediamannya untuk sementara waktu, untuk berpesiar di tempat lain, semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian dan kebudayaan, guna memenuhi kebutuhan hidup dan budayanya atau keinginan yang beraneka ragam dari pribadinya.

4. Gluckmann (dalam Warpani, 2007 : 6), pariwisata diartikan keseluruhan hubungan antara manusia yang hanya berada untuk sementara waktu dalam suatu tempat kediaman dan berhubungan dengan manusia-manusia yang tinggal di tempat itu.

5. Menurut Dr. Hubbert Gulden (dalam Yoeti, 1996 : 117), “Pariwisata merupakan suatu seni dari lalu lintas dimana manusia berdiam di suatu tempat asing untuk maksud tertentu, tetapi dengan kediamannya itu tidak boleh tinggal atau menetap untuk melakukan pekerjaan


(45)

selama-lamanya atau meskipun sementara waktu, yang sifatnya masih berhubungan dengan pekerjaan”.

Berbagai definisi yang dikutip menunjukkan beragam aspek yang menjadi titik tolak pandangan masing-masing ahli dalam mendefinisikan pengertian pariwisata. Kemudian ada kesamaan yang dapat ditangkap dari definisi-definisi tersebut, yakni meninggalkan tempat kediamannya sehari-hari pergi ke tempat lain untuk tinggal sementara waktu dan bukan mencari nafkah di tempat yang dikunjungi. Selain itu pariwisata juga dapat dikatakan sebagai sebuah industri jasa dalam bentuk pelayanan yang diberikan pada wisatawan sehingga pariwisata dikenal dengan industri tanpa asap.

Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapt (dalam Yoeti, 1996 : 115) memberikan batasan yang bersifat teknis yaitu sebagai berikut : “Pariwisata adalah keseluruhan dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara asalkan pendiaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang sifatnya sementara tersebut”.

Dalam buku Pariwisata Dalam Tata Ruang Wilayah, kata ‘wisata’ dan ‘pariwisata’ digunakan secara bergantian sesuai dengan istilah baku; wisata dan pariwisata hanya mengandung arti yang berkaitan dengan tourism. Untuk padanan travel akan digunakan kata ‘kelana’ menurut KBIK (1991) (dalam Warpani, 2007:8), kata yang sudah cukup dikenal dalam Bahasa Indonesia kini maupun


(46)

kuno. Dengan demikian tidak ada lagi kerancuan. Wisatawan adalah tourist, pengelana atau kelana adalah traveler.

Dalam memandang kompleksitas kepariwisataan, menurut Leiper (dalam Marpaung, 2002:28) mengemukakan 3 elemen kepariwisataan, yaitu kegiatan wisatawan, sektor-sektor industri dan letak geografis dari daerah tujuan wisata yang diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Wisatawan, merupakan pelaku utama dalam sistem ini. Pariwisata merupakan suatu pengalaman manusia yang menyenangkan dan membantu membuang rasa jenuh dari kehidupan sehari-hari yang bersifat rutin dan membosankan.

2. Letak Geografis, dalam sistem ini terdapat 3 daerah utama, yaitu:

a. Daerah Asal Wisatawan (DAW), yaitu daerah yang membangkitkan kunjungan wisatawan menuju daerah atau negara tertentu. Di daerah ini wisatawan dirangsang dan dimotivasi untuk pergi ke suatu objek dan daya tarik wisata tempat wisatawan memperoleh segala informasi yang dibutuhkan menyangkut kepergiannya dalam melakukan perjalanan wisata.

b. Daerah Tujuan Wisata (DTW), dalam banyak hal merupakan akhir dari perjalanan wisata, di tempat wisata pengaruh yang kuat dari kepariwisataan akan banyak dirasakan. Di tempat inilah wisatawan mengimplementasikan rencana dan tujuan utama perjalanan wisatanya.


(47)

c. Daerah rute transit, daerah ini merupakan daerah antara tempat persinggahan sementara bagi wisatawan yang sedang melakukan perjalanan. Tidak menutup kemungkinan bahwa daerah ini menjadi tujuan akhir dari perjalanan wisatawan dikarenakan beberapa alasan sehingga wisatawan tidak melanjutkan perjalanannya ke daerah wisata yang dituju.

3. Industri Pariwisata, bagian ini dipandang sebagai kegiatan perusahaan dari organisasi yang menyangkut pengantar produk kepariwisataan. Adapun yang termasuk dalam industri pariwisata adalah industri yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan wisata untuk melayani wisatawan sejak keberangkatan dari tempat asal hingga tiba di tempat tujuan, seperti: biro perjalanan wisata, transportasi, hotel, toko, cinderamata, dll.

Ketiga elemen yang disebutkan di atas saling berinteraksi satu dengan yang lain, tidak hanya sebagai pengantar produk pariwisata tetapi juga dalam hal transaksi dan daya tarik dari pariwisata itu sendiri.

Pariwisata merupakan kegiatan yang dapat dipahami dari banyak pendekatan. Dalam Undang-undang RI Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa:

1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan


(48)

rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.

4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pengusaha.

5. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

6. Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.

7. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.


(49)

Menurut WTO (1999:5), dikutip dari

diakses 18 november 2013) yang dimaksud dengan pariwisata adalah sebagai berikut:

a. Tourism-activities of person traveling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purpose;

Pariwisata dapat diartikan sebagai kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya. Perjalanan wisata ini berlangsung dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun secara berturut-turut untuk tujuan bersenang-senang, bisnis dan lainnya.

b. Visitor-any person traveling to a place other than that of his/her usual environment for less than 12 consecutive months and whose main purpose of travel is not to work for pay in the place visited;

Dapat diartikan pengunjung adalah siapa pun yang melakukan perjalanan ke daerah lain di luar dari lingkungan kesehariannya dalam jangka waktu tidak lebih dari 12 bulan berturut-turut dan tujuan perjalanan tidak untuk mencari nafkah di daerah tersebut.

c. Tourist-overnight visitor, visitor staying at least one night in a collection or private accommodation in the place visited;


(50)

Wisatawan merupakan pengunjung yang menginap atau pengunjung yang tinggal di daerah tujuan setidaknya satu malam di akomodasi umum ataupun pribadi.

d. Same day visitor-excursionists, visitor who does not spend the night in a collective or private accommodation in place visited;

Pengunjung harian adalah ekskursionis, pengunjung yang tidak bermalam di akomodasi umum atau pribadi di daerah tujuan.

Definisi-definisi itu menjabarkan unsur-unsur penting dalam kepariwisataan seperti berikut ini:

1. Jenis kegiatan yang dilakukan dan tujuan kunjungan 2. Lokasi kegiatan wisata

3. Lama tinggal di daerah tujuan wisata

4. Fasilitas dan pelayanan yang dimanfaatkan yang disediakan oleh usaha pariwisata.

2.2 Pengertian Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi


(51)

terwujudnya kepariwisataan. Kemudian kawasan yang dijadikan sebagai tujuan wisata disebut objek wisata. Objek wisata dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1. Objek wisata alam, antara lain pemandangan alam pegunungan, cagar alam, danau, pantai, kawah gunung api, sumber air panas, flora, dan fauna.

2. Objek wisata rekreasi, antara lain kolam luncur, kolam renang, waduk, dan taman rekreasi.

3. Objek wisata budaya, antara lain benteng kuno, masjid kuno, gereja kuno, museum, keratin, monumen, candi, kesenian daerah, rumah adat, dan upacara adat.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Adapun di dalam buku Pariwisata Dalam Tata Ruang Wilayah (dalam Warpani, 2007:45), dijelaskan bahwa daya tarik wisata yang dimiliki suatu destinasi pariwisata atau daerah tujuan wisata (DTW), yakni sesuatu yang dapat dilihat, misalnya pemandangan alam, peninggalan purbakala, pertunjukan; atau sesuatu yang dapat dilakukan, misalnya rekreasi, olahraga, meneliti, atau sesuatu yang dapat dibeli, yakni barang-barang unik atau cenderamata. Selain itu dapat pula sesuatu yang dapat dinikmati, misalnya udara sejuk bebas pencemaran, pelayanan istimewa; atau sesuatu yang dapat dimakan, misalnya makanan atau minuman khas daerah/negara. Artinya, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memicu


(52)

seseorang dan/atau sekelompok orang mengunjungi suatu tempat karena sesuatu itu memiliki makna tertentu, misalnya: lingkungan alam, peninggalan atau tempat sejarah, peristiwa tertentu. Selain itu daya tarik wisata adalah “sesuatu” yang ada di lokasi destinasi/tujuan pariwisata yang tidak hanya menawarkan/menyediakan sesuatu bagi wisatawan untuk dilihat dan dilakukan, tetapi juga menjadi magnet penarik seseorang untuk melakukan perjalanan [Gunn; 1988:107]. Ciri utama daya tarik wisata adalah tidak dapat dipindahkan, dan untuk menikmatinya wisatawan harus mengunjungi tempat tersebut.

Dalam buku Pengantar Ilmu Pariwisata (dalam Yoeti, 1996:172-176) dijelaskan bahwa dalam literatur kepariwisataan luar negeri tidak dijumpai istilah objek wisata seperti yang biasa dikenal di Indonesia. Untuk pengertian objek wisata mereka lebih banyak menggunakan istilah “tourist attractions”, yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Kemudian segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata, diantaranya ialah:

1. Tata cara hidup manusia (the way of life)

2. Hasil ciptaan manusia (man made supply) berupa benda-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan.

3. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta (natural amenities) antara lain:


(53)

c. Hutan belukar d. Fauna dan flora e. Pusat-pusat kesehatan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa objek wisata adalah unsur-unsur lingkungan hidup yang terdiri dari sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai daya tarik untuk menjadi sasaran wisata.

2.3 Sejarah Perjalanan Manusia

Dalam buku Pengantar Ilmu Pariwisata (dalam Yoeti, 1996:1), dijelaskan sejarah perjalanan manusia digerakkan oleh perasaan lapar dan haus, perasaan ingin tahu, gila kehormatan, dan kekuasaan, akhirnya manusia tersebar ke seluruh dunia sebelum mereka dapat membaca dan menulis. Dengan makanan dan persediaan yang minim, dengan roda-roda yang digerakkan oleh binatang-binatang, lambat laun perjalanan yang mereka lakukan cukup berarti. Sering bepergian dan sering pula tidak kembali ke tempat asalnya. Jalan raya yang pertama dibuat, dijumpai di Tiongkok, sewaktu pemerintahan dinasti Chou (221-122 B C), dimana pengangkutan darat telah diatur oleh pemerintah untuk kepentingan penduduk waktu itu. Selain dari Tiongkok, sistem jalan raya juga dijumpai di Timur Tengah yang dibangun oleh Kerajaan Persia kira-kira tahun 560-339 BC, yaitu dari kaki gunung Zagrep sampai ke laut Aegean. Adanya pembangunan jalan raya ini lebih memungkinkan orang-orang untuk sering


(54)

mengunjungi atau bepergian dari suatu daerah ke daerah lain, walau dalam ruang yang amat terbatas.

Orang pertama yang dianggap traveler (dalam Yoeti, 1996: 6-7) berdasarkan data sejarah, adalah Marco Polo (1254-1324) yang telah menjelajahi jalan raya dari benua Eropa ke Tiongkok dan kemudian kembali ke Venesia. Pada permulaan abad ke XIV, tepatnya hari selasa tanggal 14 juni 1325, jejak Marco Polo ini diikuti oleh seseorang yang kita kenal dengan nama Ibnu Battutah. Ia berangkat dari Tangier, Afrika Utara menuju Mekah dan Medinah. Ia menamakan dirinya The First Traveller of Islam. Kemudian muncul Christoper Columbus (1451-1506) yang melakukan perjalanan dengan perahu berbendera Spanyol, pada tanggal 12 oktober 1492 mendarat di pegunungan Guanahani yang sekarang dikenal sebagai San Salvador. Dalam pelayarannya itu ia juga telah menemukan Cuba tanggal 28 oktober 1492 dan Haiti pada tanggal 5 desember 1492 yang kemudian dinamakannya Hispaniola. Dalam expedisinya yang kedua ia menemukan Puerto Rico dan kepulauan Antilen Kecil serta Yamaica, sedangkan dalam expedisinya yang ketiga dijumpainya pula sungai Orinoco di Venezuela. Ini merupakan penemuan besar yang dicatat dalam sejarah kehidupan manusia, khususnya dalam melakukan perjalanan untuk menemukan sesuatu yang baru, yang belum banyak diketahui orang. Di akhir abad ke XV, Portugal menunjuk Alfonso d’Albuquerque, Vasco da Gama dan Fernando de Magelhaens untuk menjelajah ke lima samudera.


(55)

shire (Inggris), dianggap sebagai orang pertama menemukan profesi Travel Agent sebagai salah satu cabang usaha seperti yang kita kenal sekarang. Setelah melihat dan mempelajari perkembangan transportasi yang semakin lengkap fasilitasnya, ditambah banyaknya hotel yang didirikan, maka secara iseng-iseng ia merencanakan suatu perjalanan wisata dengan kereta api. Tour yang paling bersejarah yang pernah diselenggarakannya yaitu A Round Trip Excursion antara kota Leincester dan Lougborough dengan biaya 1 shiling setiap orang pada tanggal 5 juli 1841. Di luar dugaan pengikut tour tersebut mencapai jumlah lebih kurang 500 orang. Dengan kepintarannya, ia kemudian mencarter kereta api untuk keperluan tour tersebut. Tour yang diselenggarakannya itu mendapat sambutan hangat sehingga usahanya itu dianggap sebagai pengatur perjalanan yang terorganisasi pertama di dunia. Dengan dibukanya kantor Cook’s Travel Agent di London pada tahun 1868 maka ia menjadi orang pertama yang ditunjuk sebagai agen dari banyak perusahaan pengangkutan, termasuk agen kapal laut.

2.4 Klasifikasi Motif Wisata

Untuk mengadakan klasifikasi motif wisata harus diketahui semua atau setidak-tidaknya semua jenis motif wisata. Akan tetapi tidak ada kepastian apakah semua jenis motif wisata telah atau dapat diketahui. Tidak ada kepastian bahwa apa yang dapat diduga dapat menjadi motif wisata atau terungkap dalam penelitian-penelitian motivasi wisata (motivation research) itu sudah meliputi semua kemungkinan motif perjalanan wisata. Pada hakikatnya motif orang untuk mengadakan perjalanan wisata itu tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi.


(56)

Dalam buku Tourism, Principles, Practises, Philosophies, (1972:52), (dalam Yoeti, 1996: 36-47) McIntosh mengklasifikasikan motif-motif wisata yang dapat diduga menjadi 4 kelompok, yaitu:

1. Motif fisik, yaitu moif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah, seperti olahraga, istirahat, kesehatan, dan sebagainya;

2. Motif budaya, yang harus diperhatikan di sini adalah yang bersifat budaya seperti sekedar untuk mengenal atau memahami tata cara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain: kebiasaannya, kehidupannya sehari-hari, kebudayaannya yang berupa bangunan, music, tarian dan sebagainya;

3. Motif Interpersonal, yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, atau sekedar dapat melihat tokoh-tokoh terkenal: penyanyi, penari, bintang film, tokoh politik dan sebagainya;

4. Motif status atau motif prestise. Banyak orang beranggapan bahwa orang yang pernah mengunjungi tempat lain itu dengan sendirinya melebihi sesamanya yang tidak bepergian. Orang yang pernah bepergian ke daerah-daerah lain dianggap atau merasa dengan sendirinya naik gengsinya atau statusnya.

Klasifikasi McIntosh tersebut sudah tentu dapat disubklasifikasikan menjadi kelompok-kelompok motif yang lebih kecil. Motif-motif yang lebih kecil itu digunakan untuk menentukan tipe perjalanan wisata. Misalnya, tipe wisata rekreasi, wisata olahraga, wisata ziarah, kesehatan. Di bawah ini tercantum


(57)

sejumlah subkelas motif wisata serta tipe wisatanya yang sering disebut sebagai berikut:

a. Motif bersenang-senang atau tamasya b. Motif rekreasi

c. Motif kebudayaan d. Wisata olahraga e. Wisata bisnis f. Wisata konvensi g. Motif spiritual h. Motif interpersonal i. Motif kesehatan j. Wisata sosial

2.5 Bangunan-Bangunan Bersejarah dan Pariwisata Budaya

2.5.1 Bangunan Bersejarah

Peraturan mengenai perlindungan terhadap bangunan kuno yang ada di Indonesia adalah Undang-undang RI tentang bangunan cagar budaya nomor 11 tahun 2010, pada pasal 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan:

a. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting


(58)

bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

b. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.

c. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.

d. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan cirri tata ruang yang khas.

Berdasarkan Undang-undang RI tentang bangunan cagar budaya nomor 11 tahun 2010 pada pasal 1, dapat disimpulkan bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat.

2.5.2 Pariwisata Budaya

Ada banyak definisi pariwisata budaya di dunia, namun dari berbagai definisi tersebut pasti mengandung beberapa poin penting ini, seperti: Pelestarian Budaya, Ke-Autentikan Destinasi Budaya, Wisata dengan Minat Khusus, Aktivitas dan Orientasi Pengetahuan dan Kepedulian, Partisipasi masyarakat


(59)

lokal, Pengetahuan / Edukasi, Kebanggaan dan Kepuasan Kedua Belah Pihak (pengunjung dan stakeholder). Kemudian terkait dengan bangunan bersejarah Istana Maimon dalam membangun kepariwisataan di Kota Medan dapat dirujuk kebijakan pemerintah lewat peraturan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 dan Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan. Dalam Bab II (Pasal 2 Ayat 1 dan 2) disebutkan bahwa pemerintah daerah melaksanakan pelestarian kebudayaan di daerah, kemudian dijelaskan pula bahwa pemerintah daerah dalam melaksanakan pelestarian kebudayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas dilakukan melalui perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.


(60)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pentingnya peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara sudah tidak diragukan lagi dan pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam upaya penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang cukup potensial. Pariwisata telah menjadi industri yang mampu mendatangkan devisa negara dan penerimaan asli daerah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat dalam berbagai sektor ekonomi.

Salah satunya potensi pariwisata di kota Medan sangat prospektif dan objek wisata adalah satu mata rantai yang sangat penting di dalam rangkaian industri pariwisata dan diharapkan oleh pemerintah kota sebagai penambah pendapatan daerah dalam meningkatkan perekonomian. Objek wisata seperti bangunan bersejarah merupakan salah satu sumber pendapatan untuk menambah devisa melalui kunjungan wisatawan mancanegara.

Bangunan-bangunan bersejarah mempunyai pengertian sebuah bangunan atau kelompok bangunan yang memiliki nilai sejarah baik dari fisik maupun fungsi dari bangunan tersebut. Contohnya bangunan bersejarah di kota Medan memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi perkembangan budaya masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis yang menarik dan memiliki nilai jual dalam pariwisata. Kota Medan memiliki banyak aset bangunan yang bernilai sejarah dan


(61)

sumber daya kultural yang secara keseluruhan membentuk citra kota atau gambaran yang bernilai sejarah terhadap kota Medan.

Salah satunya bangunan bersejarah di kota Medan yang sangat berpotensi dalam nilai sejarahnya dan penting bagi perkembangan budaya masyarakatnya adalah Istana Maimon. Bangunan bersejarah Istana Maimon memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan dan dilestarikan, seperti potensi budaya dan sejarahnya yaitu seperti sejarah singkat Kesultanan Deli berikut sejarah berdirinya Istana Maimon dan termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan terkait dalam arkeologi, arsitekturnya, sumber daya budayanya seperti ornamen-ornamen dari bangunan bersejarah Istana Maimon dan seni budaya tarinya.

Berdasarkan dari hal-hal tersebut maka penulis tertarik untuk menulis kertas karya dengan judul “Potensi Bangunan Bersejarah Istana Maimon

Sebagai Aset Pariwisata di Kota Medan”

1.2 Alasan Pemilihan Judul

Adapun alasan penulis memilih judul kertas karya ini adalah :

1. Sebagai seorang mahasiswi Program Studi Pariwisata D III Jurusan Usaha Wisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara merasa tertarik membahas topik tersebut.

2. Sebagai sumbangsih penulis pada dunia kepariwisataan kota Medan khususnya dan kepariwisataan nasional pada umumnya.


(62)

3. Untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap warisan budaya yang pada hakekatnya banyak mengandung nilai seni, budaya dan sejarah.

1.3 Pembatasan Masalah

Bila kita berbicara tentang pariwisata dewasa ini, pembahasannya akan sangatlah luas maka penulis tidak membicarakan secara menyeluruh. Karena itu penulis membatasi penulisan ini hanya mengenai apa sajakah yang menjadi potensi dari bangunan bersejarah Istana Maimon sebagai aset pariwisata di kota Medan.

1.4 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa sajakah yang menjadi potensi bangunan bersejarah Istana Maimon sebagai aset pariwisata di kota Medan.

2. Sebagai salah satu syarat kelengkapan akademik untuk meraih gelar Ahli Madya Pariwisata bidang keahlian Usaha Wisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


(63)

1.5 Manfaat Penulisan

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara konsepsi maupun praktis, yaitu :

1. Secara teoritis, penelitian diharapkan akan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kepariwisataan khususnya pariwisata budaya dan sejarah.

2. Secara praktis, yaitu untuk lebih memperkenalkan potensi sejarah dan budaya khususnya potensi bangunan bersejarah Istana Maimon sebagai aset pariwisata di kota Medan. Di samping itu mendorong masyarakat dan pemerintah setempat agar menjaga kelestarian bangunan bersejarah Istana Maimon tersebut. Sebagai masukan untuk Kepala Yayasan Istana Maimon dalam usaha pengembangan kepariwisataan dan menambah wawasan pembaca tentang potensi yang dimiliki bangunan bersejarah Istana Maimon sebagai objek wisata dan aset pariwisata di kota Medan.

1.6 Metode Penelitian

Penulisan kertas karya ini memerlukan data dan informasi yang akurat untuk menjawab permasalahan. Sementara itu, metode yang digunakan dalam memperoleh data dan informasi adalah :


(64)

1. Library research (penelitian kepustakaan) : yaitu penelitian berdasarkan kepustakaan yang diambil penulis melalui buku-buku, laporan, dan karangan ilmiah yang berhubungan dengan objek penelitian yang bersifat teoritis.

2. Field research (penelitian lapangan) : yaitu penelitian langsung ke daerah objek wisata yang menjadi judul kertas karya untuk mendapatkan data dan informasi yang sebenarnya.

1.7 Sistematika Penulisan

Pada garis besarnya pembahasan dalam kertas karya ini dibagi dalam lima bab, adapun sistematika penulisan :

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan tentang Latar Belakang, Alasan Pemilihan Judul, Pembatasan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian dan Sistematikan Penulisan.

BAB II : URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

Menguraikan Definisi Pariwisata, Objek dan Daya Tarik Wisata, Klasifikasi Motif Wisata, Sejarah Perjalanan Manusia dan Pengertian Bangunan Bersejarah dan Pariwisata Budaya.


(65)

Menguraikan tentang Letak Geografis, Demografi, Sistem Pemerintahan, Mata Pencaharian, Agama, Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Kota Medan.

BAB IV : BANGUNAN BERSEJARAH ISTANA MAIMON SEBAGAI ASET PARIWWISATA DI KOTA MEDAN

Menguraikan tentang Potensi Bangunan Bersejarah Istana Maimon Sebagai Aset Pariwisata di kota Medan.

BAB V : PENUTUP


(66)

ABSTRAK

Potensi Bangunan Bersejarah Istana Maimon Sebagai Aset Pariwisata di Kota Medan.

Potensi pariwisata yang dimiliki Kota Medan sangat prospektif dan objek wisata adalah satu mata rantai yang sangat penting di dalam rangkaian industri pariwisata dan diharapkan oleh pemerintah kota sebagai penambah pendapatan daerah dalam meningkatkan perekonomian. Bangunan bersejarah merupakan salah satu sumber pendapatan untuk menambah devisa melalui kunjungan wisatawan mancanegara. Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Bangunan Cagar Budaya, bangunan bersejarah merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi memupuk kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional.

Bangunan bersejarah di Kota Medan memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi perkembangan budaya masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis yang menarik dan memiliki nilai jual dalam pariwisata. Kota Medan memiliki banyak aset bangunan yang bernilai sejarah dan sumber daya kultural yang secara keseluruhan membentuk citra kota atau gambaran yang bernilai sejarah terhadap Kota Medan. Salah satu bangunan bersejarah yang sangat potensial adalah bangunan bersejarah Istana Maimon. Istana Maimon memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan dan dilestarikan, seperti potensi budaya dan sejarahnya yang termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan terkait dalam arkeologi, arsitektur dan sumber daya kulturalnya. Oleh karena itu, potensi bangunan bersejarah Istana Maimon dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap warisan budaya yang pada hakekatnya banyak mengandung nilai seni, budaya dan sejarah sehingga menjadi ilmu pengetahuan untuk masyarakat Kota Medan khususnya.


(67)

POTENSI BANGUNAN BERSEJARAH ISTANA MAIMON

SEBAGAI ASET PARIWISATA DI KOTA MEDAN

KERTAS KARYA

OLEH

TYA AULIA

102204004

PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(68)

LEMBAR PERSETUJUAN

POTENSI BANGUNAN BERSEJARAH ISTANA MAIMON

SEBAGAI ASET PARIWISATA DI KOTA MEDAN

OLEH

TYA AULIA

102204004

Dosen Pembimbing,

Dosen Pembaca,

Dr. Asmyta Surbakti, M.Si.

Drs. Haris Sutan Lubis, MSP


(69)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kertas Karya

: POTENSI BANGUNAN BERSEJARAH

ISTANA MAIMON SEBAGAI ASET

PARIWISATA DI KOTA MEDAN

Oleh

: TYA AULIA

NIM

: 102204004

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A

NIP. 19511013 197603 1 001

PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA

Ketua,

Arwina Sufika, S.E., M.Si.

NIP. 19640821 199802 2 001


(70)

ABSTRAK

Potensi Bangunan Bersejarah Istana Maimon Sebagai Aset Pariwisata di Kota Medan.

Potensi pariwisata yang dimiliki Kota Medan sangat prospektif dan objek wisata adalah satu mata rantai yang sangat penting di dalam rangkaian industri pariwisata dan diharapkan oleh pemerintah kota sebagai penambah pendapatan daerah dalam meningkatkan perekonomian. Bangunan bersejarah merupakan salah satu sumber pendapatan untuk menambah devisa melalui kunjungan wisatawan mancanegara. Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Bangunan Cagar Budaya, bangunan bersejarah merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi memupuk kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional.

Bangunan bersejarah di Kota Medan memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi perkembangan budaya masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis yang menarik dan memiliki nilai jual dalam pariwisata. Kota Medan memiliki banyak aset bangunan yang bernilai sejarah dan sumber daya kultural yang secara keseluruhan membentuk citra kota atau gambaran yang bernilai sejarah terhadap Kota Medan. Salah satu bangunan bersejarah yang sangat potensial adalah bangunan bersejarah Istana Maimon. Istana Maimon memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan dan dilestarikan, seperti potensi budaya dan sejarahnya yang termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan terkait dalam arkeologi, arsitektur dan sumber daya kulturalnya. Oleh karena itu, potensi bangunan bersejarah Istana Maimon dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap warisan budaya yang pada hakekatnya banyak mengandung nilai seni, budaya dan sejarah sehingga menjadi ilmu pengetahuan untuk masyarakat Kota Medan khususnya.


(71)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmannirrahim.

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT., karena berkat rahmad dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini dengan judul “Potensi Bangunan Bersejarah Istana Maimon Sebagai Aset Pariwisata di Kota Medan”.

Dalam menyelesaikan kertas karya ini, banyak dukungan dan bantuan baik dari segi moril, doa dan materi yang penulis peroleh dari berbagai pihak selama menjalankan perkuliahan dan sampai selesainya. Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih teristimewa kepada kedua orang tua yang tercinta, Ayahanda

Ade Irzal dan Ibunda Rahmaini yang selama ini telah membesarkan, menjaga,

mendidik dan memberikan segenap kasih sayang yang tulus dan murni kepada penulis. Dalam kesempatan yang berharga ini, penulis tidak lupa mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Arwina Sufika, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Asmyta Surbakti, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengoreksi kertas karya ini.


(72)

4. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, MSP, selaku dosen pembaca yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membaca serta mengoreksi kertas karya ini.

5. Bapak Solahuddin Nasution, SE, M.S.P., selaku Koordinator Praktek Bidang Keahlian Usaha Wisata.

6. Drs. Jhonson Pardosi M. Si, Bapak Drs. Marzaini Manday, MSPD, Ibu Dra. Nurcahaya Bangun M. Si dan seluruh dosen yang telah mendidik saya selama perkuliahan. Juga kak Tri dan kak Juli yang telah sering memberikan support bagi saya untuk segera selesaikan kertas karya ini.

7. Seluruh karyawan GARUDA INDONESIA AIRLINES di bagian reservasi yang telah membimbing penulis selama praktek kerja lapangan.

8. Seluruh karyawan PT. Gelora Indah Lestari Travel yang telah memberi izin selama praktek kerja lapangan dan membimbing selama praktek.

9. Buat saudara-saudara penulis, Kakak dan Adik yang tercinta, Zahra Meryza yang berada di Amerika, selalu memantau sejauh mana saya menyelesaikan kertas karya ini, dan Putri Saqina yang manja tetapi selalu support saya untuk segera menyelesaikan kertas karya ini. Juga memberikan hangatnya kasih sayang dan dukungan kepada penulis. 10. Buat teman- teman seperjuangan Usaha Wisata 2010, Rini Marpaung,


(1)

pengertian kalian selama ini yang membuat penulis selalu merasa bahagia apabila berada di dekat kalian, juga terima kasih atas dukungannya.

11. Buat sahabat-sahabat penulis, Rika Hanifah, Beni Hardian, Adik Junior saya Habibi, terima kasih atas segala dukungan yang kalian berikan selama ini. Kalian adalah sahabat terhebat yang pernah ada. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan kertas karya ini, baik ditinjau dari segi pengalaman, penyusunan, materi maupun teknik penulisan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan kertas karya ini.

Demikianlah harapan penulis semoga kertas karya ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2014 Penulis

Tya Aulia NIM : 102204004


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Alasan Pemilihan Judul ... 2

1.3Pembatasan Permasalahan ... 3

1.4Tujuan Penulisan ... 3

1.5Manfaat Penulisan ... 3

1.6Metode Penelitian ... 4

1.7Sistematika Penulisan ... 5

BAB II : URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Definisi Pariwisata ... 7

2.2 Pengertian Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata ... 14

2.3 Sejarah Perjalanan Manusia ... 17

2.4 Klasifikasi Motif Wisata ... 19


(3)

2.5.1 Bangunan Bersejarah ... 21

2.5.2 Pariwisata Budaya ... 22

BAB III : GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN 3.1 Letak Geografis Kota Medan ... 24

3.2 Demografi Kota Medan ... 25

3.3 Sistem Pemerintahan Kota Medan ... 27

3.4 Mata Pencaharian Kota Medan ... 29

3.5 Agama ... 29

3.6 Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Kota Medan ... 30

BAB IV : POTENSI BANGUNAN BERSEJARAH ISTANA MAIMON SEBAGAI ASET PARIWISATA DI KOTA MEDAN 4.1 Pendahuluan ... 34

4.2 Bangunan Bersejarah Istana Maimon Sebagai Salah Satu Objek dan Daya Tarik Wisata di Kota Medan ... 35

4.3 Potensi Bangunan Bersejarah Istana Maimon Sebagai Aset Pariwisata Di Kota Medan ... 39

4.3.1 Sejarah Berdirinya Istana Maimon ... 39

4.3.2 Sumber Daya Budaya Bangunan Bersejarah Istana Maimon Dilihat Dari Bentuk Arsitektur Bangunannya .. 45

4.3.3 Sumber Daya Budaya Bangunan Bersejarah Istana Maimon Dilihat Dari Bentuk Arsitektur Bangunannya .. 56


(4)

BAB V : PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 58 5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

DAFTAR TABEL

3.1 Perbandingan Etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000 ... 27 3.2 Daftar Nama Walikota di Kota Medan ... 28 3.3 Target dan Realisasi Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara (Wisman)

ke Kota Medan ... 31 3.4 Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kota Medan ... 31


(6)

DAFTAR GAMBAR

4.1 Bentuk di dalam Balairung Istana Maimon ... 55

4.2 Bentuk Singgasana Istana Maimon ... 55

4.3 Bentuk Bagian Depan Luar Istana Maimon ... 56

4.4 Kegiatan Atraksi Musik Melayu di Istana Maimon ... 57