Convention of the Menas of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export and Transfer of Ownership of Cultural Property tahun 1970.
4. Konvensi mengenai Perlindungan Warisan Alam dan Budaya Dunia
Convention concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage tahun 1972.
5. Konvensi untuk Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tidak Benda
Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage tahun 2003.
6. Konvensi mengenai Perlindungan dan Promosi Keragam Ekspresi Budaya
Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expressions tahun 2005.
Adapun penjelasan dari konvensi-konvensi diatas, sebagai berikut;
1. Konvensi Hak Cipta Dunia 1952
Konvensi Hak Cipta Dunia berkomitmen untuk mempromosikan perlindungan hak cipta semenjak keberadaan hak cipta tersebut untuk pertama
kalinya merupakan konvensi pertama yang digunakan dalam bidang budaya. Konvensi ini bertujuan untuk memberikan jaminan secara umum hal – hal yang
berhubungan dengan hak cipta dalam semua bidang industri kreasi dan budaya. Konvensi ini melaksanakan dalam kerangka Aliansi Global untuk Keaneka
Ragaman Budaya, peningkatan kesadaran, pelatihan dan peningkatan kemampuan dalam bidang undang – undang hak cipta.
Universitas Sumatera Utara
Aliansi Global UNESCO untuk Keragaman Budaya mengeksplorasi cara – cara baru untuk mengubah kreativitas yang terdapat di Negara – Negara yang
sedang berkembang menjadi industri budaya yang berkelanjutan. Tujuan dari aliansi ini adalah untuk mempromosikan keragaman budaya, pembangunan
ekonomi, dan mendorong terciptanya lapangan kerjanya dalam bidang musik, penerbitan, perfilman, kerajinan, dan pertunjukan seni. Konvensi ini telah
diratifikasi oleh seratus Negara di seluruh dunia.
2. Konvensi Untuk Perlindungan Kekayaan Budaya dalam Konflik Bersenjata 1954
Konvensi Hague 1954 ini mempunyai suatu prinsip dasar yang menjadi dasar ideologi perlindungan benda budaya dunia. Prinsip tersebut terdapat dalam
pembukaan konvensinya: “Being Convinced that damage to cultural property belonging to any people whatsoever means damage to cultural heritage of all
mankind, since each people makes its contribution to the culture of the world”. Perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini terbagi menjadi General
Protection, dan Special Protection. Perlindungan Umum atau General Protection diberikan pada setiap properti budaya yang ada dalam suatu area konflik
bersenjata. Militer tak boleh menggunakan properti tersebut kecuali ada kepentingan militer yang memaksa. Perlindungan Khususspesial diberikan bagi
properti budaya yang kemudian telah didaftarkan dalam suatu International Register of Cultural Property under Special Protection, maka pengecualian untuk
Universitas Sumatera Utara
boleh berlakunya peran militer dalam properti budaya hanyalah dengan alasan ”unavoidable military necessity kepentingan militer yang tak terhindarkan”.
Peraturan ini dengan jelas menunjukkan kelemahan Konvensi ini, karena ternyata properti budaya pun masih dapat digunakan untuk kepentingan militer, walaupun
kelebihannya adalah dengan adanya peraturan tersebut, bolehnya digunakan suatu properti budaya adalah hanya oleh ijin komando tertinggi, sehingga perusakan
yang terjadi mampu tereduksi.
3. Konvensi mengenai Cara Untuk Melarang dan Mencegah Impor, Ekspor dan Pengalihan Kepemilikan Kekayaan Budaya yang Tidak
Diperbolehkan 1970
The UNESCO Convention on the Means of Prohibiting and preventing the illicit Import, Export and Transfer of Ownership of Cultural Property 1970,
selanjutnya disebut Konvensi UNESCO 1970, bertujuan melindungi properti budaya terhadap ancaman pencurian, eksport ilegal dan alienasi yang salah. Pada
tanggal 27 Juni 2003 telah tergabung 100 Negara Anggota dalam Konvensi UNESCO 1970 atau Konvensi Paris 1970 ini
30
Dalam keanggotaan konvensi ini, termasuk pula Amerika, Perancis, dan Kanada, bukan hanya negara pengekspor saja. Konvensi UNESCO 1970 dibuat di Paris
.
30
Prevention of the Illicit, Import, Export and Transfer of Ownership of Cultural Property 1970, 12th session of the Intergovernmental Committee for promoting the return and
Restitution of Cultural Property to its Countries of Origin or its Restitution in case of Illicit Appropriation, UNESCO, Paris, 25-28 Maret 2003, http: www. unesco. org culture
legalprotection theft html_eng index_en. shtml
Universitas Sumatera Utara
dalam sesi XVI Konferensi Umum UNESCO dan dideklarasikan selesai pada tanggal 14 November 1970
31
Konvensi UNESCO 1970 melindungi benda budaya dengan cara melakukan kontrol terhadap jalannya perdagangan dan membuat pemerintah bisa
bekerjasama untuk mengembalikan dan menemukan benda budaya yang telah dicuri dan dipindahkan secara ilegal melintasi batas nasional. Sehingga Konvensi
Paris 1970 ini lebih merupakan instrumen diplomasi, tak ada ketentuan pemberian sanksi.
.
32
Suatu anggota negara dapat menentukan ketentuan mana yang dapat diadopsi dan lebih cocok dengan sistem hukumnya. UNESCO hanya dapat menawarkan nasihat
dalam penyusunan peraturan hukum. Seperti dalam pasal 14, disebutkan bahwa Negara Anggota Konvensi haruslah menyediakan servis secara nasional yang
bertanggungjawab atas perlindungan kekayaan budaya dengan biaya yang pantas.
33
Konvensi 1970 menyebutkan bahwa negara harus menyebutkan harta nasionalnya dalam sebuah daftar untuk kemudian dapat dilindungi bila dicuri.
Mekanisme penemuan kembali properti yang dicuri disediakan untuk diadopsi
31
UNESCO Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export and Transfer of Ownership of Cultural Property Paris, 14 November 1970 List of the 100
States Parties as at 27 June 2003, http: www. unesco. org culture laws 1970 html_eng page3. shtml
32
Jenny Doole, Culture Without Context, IARC Home Page, Illicit Antiquities Research Centre, University of Cambridge, uk, May 2001
33
In order to prevent illicit export and to meet the obligations arising from the implementation of this Convention, each State Party to the Convention should, as far as it is able,
provide the national services responsible for the protection of its cultural heritage with an adequate budget and, if necessary, should set up a fund for this purpose, pasal 14, Konvensi Paris
1970.
Universitas Sumatera Utara
oleh negara. Dengan syarat, benda budaya yang dinominasikan adalah milik negara, bukan milik individu ataupun institusi. Untuk menyiasati masalah ini,
Konvensi 1970 memerlukan bantuan dari Konvensi lain, yaitu Konvensi UNIDROIT
34
International Institute for the Unification of Private Law 1995 atau Konvensi Venice 1995.
35
Konvensi UNIDROIT 1995 dibuka untuk penandatanganan di Roma pada tanggal 24 Juni 1995. Dalam data keanggotaan tahun 2003, telah 29 negara yang menjadi
negara anggota konvensi 1995 ini. Yang terakhir menjadi negara anggota dan adalah Slovakia, konvensi 1995 akan berlaku mempunyai kekuatan hukum
mengikat Slovakia pada tanggal 1 Desember 2003. Bisa dikatakan bahwa konvensi UNIDROIT 1995
dan Konvensi 1970 adalah bersifat saling melengkapi atau komplementer.
36
Konvensi 1995 ini dibuat untuk menindaklanjuti permasalahan yang ada pada Konvensi 1970. Seperti misalnya mengakui hak perseorangan dan institusi untuk
mendaftarkan properti mereka
37
34
UNIDROIT the International Institute for the Unification of Private Law Convention on Stolen or Illegally Exported Cultural Objects.
35
UNESCO Conventions for the Return and Protection of Cultural Property, dalam The Return of Cultural Property, http: www. liv. ac. uk -sinclair ALGY399_ Site return_ cult_
property. Htm.
36
Status Report UNIDROIT Convention on Stolen or Illegally Exported Cultural Objects, opened to signature at Rome on 24 VI 1995, the list.
37
UNESCO Status Report UNIDROIT Convention on Stolen or Illegally Exported Cultural Objects, opened to signature at Rome on 24 VI 1995, the list.Conventions for the Return
and Protection of Cultural Property, op.cit.
. Pasal 4 konvesi UNIDROIT memperbolehkan diberikannya kompensasi pada orang yang menemukan atau memegang benda
budaya tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan lain dengan Konvensi 1970 adalah Konvensi 1995 dapat berlaku bila ada klaim secara internasional. Sedangkan Konvensi 1970 hanya
sebagai instrumen diplomasi saja.
38
Dalam pengumuman Press
39
a. Melawan Impor, Ekspor dan transfer benda budaya yang melawan hukum
pasal 2 konvensi 1970. 2001 Negara Swiss dalam pertemuan diskusi Dewan
Federal nasional ratifikasi konvensi 1970, disimpulkan mengenai prinsip dasar konvensi 1970 untuk standar minimum implementasi perlindungan benda budaya
dalam legislatif, administratif, dan peraturan perjanjian internasional oleh masing- masing negara peserta. Konvensi ini bersifat non-self executing, sehingga
memerlukan diimplementasikan terlebih dahulu pelaksanaannya kedalam peraturan domestik. Prinsip – prinsip tersebut adalah kewajiban negara peserta
untuk:
b. Menerbitkan daftar nasional yang mencakup properti yang dilindungi dimana
bila diekspor dapat mengakibatkan suatu bencana kepunahan warisan budaya nasional pasal 5 paragraf b.
c. Mengadakan sistem pengadaan sertifikat ekspor untuk tiap – tiap barang yang
akan diekspor pasal 6. d.
Mengambil langkah-langkan penting untuk mencegah museum dan institusi semacamnya untuk mendapatkan properti budaya yang didapat dengan cara
38
Jenny Doole, op.cit.
39
Press Package November 2001, 1970 UNESCO Convention and the Cultural Goods Transfer Act.
Universitas Sumatera Utara
ekspor ilegal dari negara peserta lain, setelah konvensi ini berlaku mempunyai kekuatan hukum pasal 7, paragraf A, kalimat pertama.
e. Melarang impor properti budaya yang dicuri dari museum atau tempat ibadah
atau monumen publik atau institusi serupa dari negara peserta lain. Atau mengembalikan objek tersebut ke negara asal pasal 7 paragraf b.
f. Melakukan kerjasama antar negara peserta yang warisan budaya mereka
mengalami masalah kerusakan arkeologi ataupun material etnologi pasal 9. g.
Mewajibkan para penyalur benda antik untuk membuat daftar asal setiap barang yang ia jual, sehingga para pembeli bisa mengetahui benda tersebut
ilegal atau tidak pasal 10, paragraf a. h.
Mencegah cara apapun pindah kepemilikan suatu properti budaya yang dinilai sama dengan memajukan impor properti secara melawan hukum pasal 13,
paragraf a. i.
Mengakui hak setiap negara peserta untuk mengumumkan kepemilikan nasional beberapa properti budaya tertentu, yang ipso facto tak bisa diekspor
pasal 13, paragraf d. Menurut Marina Schneider
40
Konsultan UNESCO pada divisi Warisan Budaya, Linda F. Pinkerton, menerangkan mengenai penerapan Konvensi 1970 ini
, seperti dalam prinsip yang telah disebut diatas, disebut bahwa konvensi 1970 ini tidak mempunyai efek retroaktif atau
berlaku surut, sehingga hanya berlaku pada saat setelah ratifikasi.
41
40
Marina Schneider, The UNESCO and UNIDROIT Conventions, UNIDROIT, Division of Cultural Heritage, UNESCO http:icom.museumconvention.html
. Setiap negara peserta
Universitas Sumatera Utara
harus mengimplementasikan konvensi ini secara individual, maksudnya pengimplementasian konvensi ini kedalam sistem hukum negara tersebut.
Pinkerton mencontohkan Kanada sebagai salah satu contoh negara yang mengimplementasikan konvensi ini. Kanada mengimplementasikan peraturan
impor dan ekspor pada tahun 1977. Kanada menggolongkan sebagai tindak kriminal suatu impor ke Kanada
dari negara lain apabila diketahui benda budaya tersebut termasuk ekspor yang ilegal dari negara anggota perjanjian internasional mengenai properti budaya
seperti konvensi 1970 tersebut. Dalam hal ekspor, Kanada membuat suatu daftar kontrol ekspor yang dibagi dalam beberapa kelas. Objek ekspor harus setidaknya
telah 50 tahun dan orang yang membuatnya sudah tidak hidup lagi. Kelas atau golongan lain dari daftar ekspor Kanada, si eksporter harus menyertakan perijinan
ekspor, dan perijinan ini bisa didapat apabila properti budaya tersebut tidak memiliki kedudukan yang luar biasa atau kepentingan nasional.
42
Konvensi UNESCO 1970 ini berkomplementer dengan konvensi UNIDROIT 1995, sehingga UNESCO merekomendasikan negara-negara anggota
untuk menjadi anggota dua instrumen tersebut. Sementara itu, UNESCO membantu negara-negara anggota untuk menyusun susunan ketentuan hukum
41
Linda F. Pinkerton, Working Group on Controlling Illicit Traffic in Cultural Property, and Implementing the 1970 UNESCO Convention on the Means of Prohibiting and Preventing the
Illicit Import, Export and Transfer of Ownership of Cultural Property, http: www. heritage. lt unesco illicit2001 book 05.htm
42
Linda F. Pinkerton, Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dalam perlindungan objek budaya yang bergerak
43
. Juga mengadakan training atau pelatihan yang dilakukan secara regional oleh ICOM International Council
of Museums dan International Criminal Police Organization INTERPOL
44
Daftar Warisan Dunia meliputi 851 kekayaan yang membentuk bagian dari warisan alam dan budaya yang dianggap oleh Komite Warisan Dunia memiliki
nilai universal yang utama. Semua ini mencakup 660 kekayaan budaya, 166 kekayaan alam dan 25 merupakan campuran dari keduanya yang tersebar di 141
negara anggota. Pada November 2007, 185 negara anggota telah meratifikasi Konvensi Warisan Dunia.
.
4. Konvensi mengenai Perlindungan Warisan Alam dan Budaya Dunia 1972