Perumusan Masalah Berdasarkan paparan diatasa maka penulis tertarik untuk mengetahui : Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

Sebagai langkah untuk menindak lanjutinya yang berhubungan dengan hal tersebut, UNESCO telah mengirimkan tenaga ahli dan bantuan internasional, dan untuk itu pihak peserta agung dapat meminta bantuan kepada UNESCO di dalam penyelenggaraan perlindungan terhadap budaya tidak berwujud ataupun dalam hubungan dengan masalah – masalah yang lain yang timbul dari pelaksanaan ataupun penerapan konvensi budaya tidak berwujud. Berdasarkan hal itu, menjadi alasan penulis untuk membahas materi skripsi ini dengan judul : “Peranan UNESCO Terhadap Pengklaiman Budaya Tidak Berwujud dan Implikasinya di Indonesia”.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan paparan diatasa maka penulis tertarik untuk mengetahui :

1. Bagaimana peranan UNESCO dalam perlindungan budaya tidak berwujud ? 2. Bagaimana penerapan hukum yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk melindungi budaya tidak berwujud tersebut ?

C. Keaslian Penulisan

Pembuatan karya ilmiah haruslah merupakan suatu hal yang berasal dari alam pemikiran yang berdasarkan pengetahuan yang dimilik penulis, tidak merupakan suatu hal yang telah ditulis terlebih dahulu oleh orang lain atau yang biasa disebut plagiat. Universitas Sumatera Utara Penulisan karya ilmiah ini adalah murni dan benar – benar berasal dari pemikiran penulis dan pertanyaan – pertanyaan yang timbul dari dalam diri penulis bahwa terhadap judul diperlukannya suatu pembahasan yang lebih dalam, keaslian penulisan ini dapat dibuktikan karena sebelum penulisan ini berlangsung penulis telah melakukan pengecean terhadap judul ini terlebih dahulu ke Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara apakah mengenai judul ini telah dibahas sebelumnya atau tidak, hasil dari pengecekkan tersebut adalah penulis telah mendapatkan persetujuan dari pihak perpustakaan dan jurusan bahwasanya judul ini dapat dilanjutkan penulisannya.

D. Tinjauan Kepustakaan

Dalam melakukan sebuah penelitian maka dibutuhkan suatu tinjauan kepustakaan, yang bertujuan sebagai bahan pemikiran penuis mengenai hal – hal apa saja yang nantinya akan menjadi bahasan terhadap penulisan ilmiah ini, dan merupakan pembimbing atau petunjuk apabila penulis memerlukan teori – teori dari para ahli mengenai objek yang sedang diteliti penulis yang nantinya akan diambil menjadi sebuah kutipan untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam penulisan karya ilmiah. Tinjauan kepustakaan dalam penulisan ini menggunakan Library Research, yaitu mempelajari serta mengumpulkan data yang diperoleh dari buku – buku yang menulis tentang perlindungan budaya tidak berwujud baik karangan dalam negeri maupun luar negeri dan peraturan – peraturan yang mengaturnya Universitas Sumatera Utara secara internasional seperti konvensi – konvensi mengenai budaya tak berwujud maupun yang secara nasional. Teori yang dibahas meliputi teori kebudayaan dan teori organisasi internasional. Teori kebudayaan secara garis besar membahas tentang terbentuknya budaya. Dimana kebudayaan merupakan hal kompleks yang mencakup pengetahuan, keprecayaan, kesenian, moral, hukum, adat – istiadat, dan kebiasaan lain yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. 4 1. Memandang kebudayaan sebagai kata benda Kata kebudayaan dan culture. Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan : hal – hal yang bersangkutan dengan akal, Ada sarjana yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Demikianlah budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa itu. Berikut ada empat teori dan pendekatan kebudayaan, yaitu: Dalam arti lewat produk budaya kita mendenifisikan dan mengelola kebudayaan itu. Teori produk budaya ini juga penting karena semua hasil budaya yang ada di muka bumi merupakan produk budaya kolektif manusia. Identitas budaya dapat dilihat dari pendekatan ini. 4 Liliweri, Gatra – gatra Komunikasi Antar Budaya, Jogjakarta2001, hal.170. Universitas Sumatera Utara 2. Memandang kebudayaan sebagai kata kerja Pendekatan ini dikemukakan oleh Pleh Van Peursen. Pendekatan ini juga penting untuk dipahami, karena akan mampu menjelaskan kepada kita bagaimana proses-proses budaya itu terjadi di tengah kehidupan kita. Produk-produk budaya yang kita pahami lewat pendekatan pertama di atas ternyata juga menyiratkan adanya proses-proses budaya manusia yang oleh Van Peursen disebut ada tiga terminal proses budaya. Kehidupan mistis dimana mitos berkuasa, atau kuasa mitos mengemudikan arah kebudayaan suatu masyarakat, dilanjutkan dengan hadirnya kehidupan ontologis dan yang terakhir adalah kehidupan fungsional yang hari-hari ini lebih mendominasi kehidupan budaya kita. 3. Memandang kebudayaan sebagai kata sifat Ini untuk membedakan mana kehidupan yang berbudaya dan tidak berbudaya, membedakan antara kehidupan manusia yang berbudaya dan makhluk lain seperti hewan dan benda-benda yang tidak memiliki potensi budaya. Dalam memandang kebudayaan sebagai kata sifat maka unsur nilai-nilai menjadi sangat penting. Kebudayaan dikonstruksi sebagai konfigurasi nilai-nilai atau sebagai kompeksitas nilai-nilai yang kemudian beroperasi pada berbagai-bagai level kehidupan. Konfigurasi nilai yang dimiliki berbagai komunitas budaya yang berbeda kemudian melahirkan konstruksi budaya yang berbeda-beda pada komunitas budaya itu. Universitas Sumatera Utara 4. Memandang kabudayaan sebagai kata keadaan Kondisi-kondisi budaya tertentu menjadi menentukan wajah kebudayaan. Selanjutnya adalah teori mengenai organisasi internasional. Dalam hukum internasional positif, tidak ada satu pasal pun yang memberikan batasan tentang apa yang dimaksud dengan organisasi internasional, namun demikian para ahli berusaha mengemukakan pendapat mereka mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan organisasi internasional. Menurut D.W.Bowett : “…and no generally accepted definition of the public international union has ever benn reached. In general, however, they are permanent association i.e., postal or railway administration, based upon a treaty of a multilateral than a bilateral type and with some define criterion of purpose”. 5 5 D.W.Bowett. The Law of International Institutions, 2 nd ed Butter Worth London, 1970, hal 5-6. …dan tidak ada definisi organisasi internasional uyang diterima secara umum. Pada umumnya, bagaimanapun juga organisasi ini adalah organisasi permanen misalnya di bidang pos atau administrasi kereta api yang didirikan atas dasar perjanjian internasional, yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral dari pada perjanjian bilateral dan dengan tujuan tertentu. Starke dalam bukunya An Introduction to International Law, yang membahas secara terpisah bab tersendiri “International Institutions”. Ia juga tidak memberikan batasan yang khusus mengenai pengertian organisasi internasional. Universitas Sumatera Utara Ia hanya membandingkan fungsi, hak, dan kewajiban serta wewenang berbagai organ lembaga internasional dengan Negara modern. Hal demikian diutarakannya dengan mengatakan bahwa : “In the first place, just as functions of the modern state and the rights, duties, and powers of its instrumentalities are governed by a branch of municipal law called State Constitutional Law, so international institutions are similarly conditioned by a body of rules may will be described as international constitutional law”. Pertama – tama, seperti fungsi suatu Negara modern dengan hak, kewajiban dan kekuasaan yang dimiliki berbagai alat perlengkapannya, itu semuanya diatur oleh hukum nasional, yang dinamakan Hukum Tata Negara State Constitutional Law sehingga demikian organisasi internasional yang ada, sama halnya dengan alat perlengkapan Negara modern yang diatur oleh semacam Hukum Tata Negara. Menurut Boer Mauna memberikan pengertian organisasi internasional sebagai berikut: Suatu perhimpunan Negara – Negara yang merdeka dan berdaulat yang bertujuan untuk mencapai kepentingan bersama melalui organ- organ dari perhimpunan itu sendiri. 6 a. A permanent organization to carry on a continuing set of functions. Menurut Leroy Bannet, organisasi internasional mempunyai ciri – ciri sebagai berikut: b. Voluntary membership if eligble parties. c. Basic instrument, stating goals, structure and methods of operation. 6 Boer Mauna,seperti dikutip oleh Syahmin A.N.,SH. Pokok – pokok Hukum Organisasi Internasional, Bandung, 1985, hal.5. Universitas Sumatera Utara d. A broadly representative consultative conference organ. e. Permanent secretariat to carry on continuous.

E. Metode Penulisan