51 pemerintahan kerajaan Melayu. Orang Simalungun ada yang bermukim di daerah–daerah
kerajaan Melayu malah ada yang menjadi Melayu
54
Orang Batak Karo mendiami wilayah dataran tinggi Karo. Di dataran tinggi karo tidak dijumpai sistem kerajaan. Akan tetapi pada masa kolonial, Belanda menciptakan
lembaga–lembaga kerajaan di Dataran Tinggi Karo. Secara administrasi unit terkecil pemerintahan di tanah Karo adalah kuta kampung. Kuta didirikan oleh marga tertentu.
Pada mulanya ada banyak kuta disana sehingga perlu digabungkan. Gabungan dari dua kuta ini disebut kesain, yang dipimpin oleh seorang kesain penghulu. Kuta induk
disebut perbapaan, sedangkan kampung anak disebut dusun, gabungan dari perbapaan dari dusun–dusun disebut urung. Urung–urung ini kemudian membentuk sebuah federasi
yang dikenal dengan sibayak. Pada saat melakukan gerakan falsifikasi ke tanah Karo, Belanda menjumpai banyak sekali urung pengelompokan berdasarkan marga. Demi
efisiensi, Belanda hanya mengakui 15 urung dan akhirnya mengangkat 5 pemimpin mereka yang paling berpengaruh sebagai Sibayak
, misalnya di Bedagai Luhak Dusun Batak Timur Serdang, Batubara, dan Labuhan Batu
55
Nama Gocah Pahlawan adalah nama yang sering disebut sebagai orang yang menurunkan sultan–sultan Deli dan Serdang. Tidak ada kata sepakat tentang Gocah
Pahlawan. Sumber Deli mengatakan Gocah Pahlawan berasal dari Bukit Siguntang, .
II.1.3. Masyarakat Sumatera Timur di Bawah Kesultanan
54
Suprayitno, Dari Federalisme ke Unitarisme: Studi Tentang Negara Sumatera Timur, Yogyakarta: Tesis S2, 1995, hal. 34
55
Nas Sebayang, Dasar-Dasar Bentuk Susunan Pemerintahan Tradisional Karo, Medan hal. 1990, hal. 8-9
Universitas Sumatera Utara
52 Mahameru. Kendati tidak ada kesepakatan tetapi sumber Deli dan Serdang mengaku
suatu hari Gocah Pahlawan terdampar di pantai Pasai Aceh
56
Karena dianggap berjasa mengusir para perusuh di Aceh, Sultan Iskandar Muda memberi gelar Gocah Pahlawan. Gocah Pahlawan sampai ke kesultanan Deli tidak bisa
dilepaskan dari kepentingan politik Sultan Aceh. Pada waktu itu kerajaan Deli berada di bawah pengaruh Aceh. Sultan Aceh mengangkat Gocah Pahlawan menjadi wakil
kerajaan Aceh di Deli. Sebagai wakil kerajaan Aceh, Gocah Pahlawan bertugas antara lain, menumpas perlawanan orang Haru dan mengislamkan wilayah–wilayah pedalaman
Sumatera Timur sesuai dengan misi kerajaan Aceh .
57
Di Deli Gocah Pahlawan kawin dengan adik pengusaha Sunggal, Nang Baluan. Perkawinan ini membuka peluang Gocah Pahlawan meluaskan pengaruhnya di kerajaan
Deli. Denan kekuatan pengaruh itu. Gocah Pahlawan mendirikan beberapa perkampungan semisal, Kampung Gunung Kelaras, Sampali, kota Jawa, Pulau Berayan,
kota Rengas, dan Kampung Sigara–gara .
58
. Berdirinya beberapa perkampungan ini merupakan awal dari perluasan wilayah kerajaan Deli. Setelah Gocah Pahlawan
meninggal, seterusnya yang memerintah kerajaan Deli adalah keturunannya. Tetapi pada masa Tuanku Panglima Paderap terjadi perewbutan kekuasaan. Perebutan kekuasaan itu
menyebabkan berdirinya kerajaan Serdang. Jadi, keturunan Gocah Pahlawan terbagi dua, ada yang memerintah di Deli dan adapula yang menjadi pewaris kerajaan Serdang.
56
Ibid hal. 15
57
Lukman Sinar, Sari Sejarah Serdang, Medan, Tanpa Penerbit, 1971, hal. 31
58
Ibid, hal. 45
Universitas Sumatera Utara
53
II.1.4. Sumber Pendapatan Kerajaan
Letak Sumatera Timur yang strategis dan tanahnya yang subur rupanya membawa keuntungan tidak saja bagi perkembangan perekonomian wilayah ini tetapi juga
menambah sumber penghasilan kerajaan. Sebelum masuknya intervensi Belanda ke Sumatera Timur, sumber pendapatan kerajaan selain dari perdagangan dan hasil hutan
juga ada yang berasal dari pajak
59
, diantaranya, pertama, barang larangan yaitu barang– barang yang dikumpulkan seseorang dengan seizin sultan. Barang larangan ini bukan
dipersembahkan untuk sultan sebagai upeti tetapi sebagian diserahkan kepada sultan. Yang termasuk kategori adalah cula badak, kayu gaharu, dan gading gajah. Kedua, tapak
lawang yaitu pajak tanah yang dikenakan atas orang bukan pribumi yang hendak membuka hutan untuk perkebunan. Ketiga, pancung alas yaitu pajak yang dikenakan
pada orang asing yang masuk wilayah kerajaan untuk mengumpulkan hasil hutan
60
Di samping itu adalagi sumber pendapatan kerajaan umpamanya, cukai barang– barang impor dan ekspor. Cukai ini dikenakan atas jenis barang yang keluar masuk dari
dan kepelabuhan atau muara sungai kerajaan. Penarikan cukai diberlakukan terhadap semua jenis kapal yang memasuki pelabuhan kerajaan. Dari hasil cukai ini Sultan Deli
dapat mengumpulkan sekitar 4500 dolar, sedangkan Sultan Serdang hanya mendapat 1200 dolar setiap tahunnya
.
61
59
Syafruddin Kalo. Op Cit, hal. 39-48
60
Ibid, hal. 64
61
Edy Suhartono, Op Cit, hal. 13.
. Kecuali itu sumber pendapatan lainnya adalah monopoli perdagangan garam, candu, dan ladah. Pendapatan kerajaan terus menaik ketika
perkebunan kolonial berkembang di Sumatera Timur. Berkat konsesi tanah yang
Universitas Sumatera Utara
54 diberikan kepada pemilik modal swasta asing, keluarga sultan menjadi kekuatan ekonomi
baru di wilayah masing–masing.
II. 1.5. Sultan dan Kekuasaan
Masyarakat tradisional Melayu mengutamakan keseimbangan mikrokosmos dan makrokosmos. Melalui keseimbangan jagat mikrokosmos dan makrokosmos inilah sultan
menjalankan kekuasaannya dan memerintah rakyatnya. Agar kekuasaannya terus dipertahankan sekuat mungkin, sultan menegakkan keselarasan jagat itu. Setiap unsur
yang dipandang dapat mendisrupsi kelancaran keselarasan jagat di singkirkan segera mungkin. Kalau perlu, unsur yang merusak itu dilenyapkan supaya suasana keselarasan
tetap terpelihara.
Pada masa masyarakat Melayu, terutama dikerajaan tradisional, unsur magis berperan penting dalam upaya membangun keabsahan sultan. Misalnya istana beserta
perangkatnya dianggap mempunyai daya magis yang luar biasa besar. Ibukota kerajaan bukan saja berfungsi sebagai pusat politis dan budaya melainkan juga sebagai pusat
magis
62
. Segala sesuatu yang bersumber dari lingkungan istana dipandang suci, terutama sosok pribadi sultan. Sultan dipercaya sebagai pribadi tanpa cacat, tanpa cela, dan
sempurna. Sultan merupakan penjelmaan wakil tuhan dibumi. Karena wakil tuhan maka kekuasaannya tidak terbatas, segala ucapan sultan tidak boleh ditentang, dan
keinginannya merupakan kemauan tuhan gods management
63
62
Robert Heine Gelderen, Konsepsi Tentang Negara dan Kedudukan Raja di Asia Tenggara, Jakarta: Rajawali Pers, 1972, hal. 6.
63
Edy Suhartono
,
Op Cit, hal. 13-14.
.
Universitas Sumatera Utara
55 Masyarakat Melayu percaya menolak, menentang dan melanggar perintahnya
akan menerima pembalasan dari sultan. Namun begitu, bukan berarti masyarakat Melayu diam kalau sultan berbuat tindakan tercela. Orang Melayu tak segan–segan melawan bila
pemimpinnya melakukan tindakan tidak terpuji. Ungkapan Melayu, raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah,menunjukkan kendatipun kekuasaannya tidak
terbatas, sultan tidak bisa memperlakukan rakyatnya semena–mena. Bagi orang Melayu sepanjang sultan tidak berbuat sewenang–wenang, mereka tidak akan melawan atau
memberontak sultan. Jangankan memberontak, mengangkangi perintahnya saja sudah tergolong durhaka. Orang yang durhaka pada sultan, menurut adat Melayu, harus
dibuang, rumahnya dibakar, dan abunya dibuang kelaut
64
Berhadapan dan berbicara dengan sultan mempunyai tutur tersendiri. Pantang berhadapan dengan sultan jika tak memakai ntutur kata yang dizalimkan sesuai dengan
yang telah ditentukan oleh adat. Orang yang hendak menghadap dan berjumpa sultan dimulai dengan kalimat, “ampun beribu ampun patik pacal yang hina ini datang
merapatkan sembah kebawah kaus cerpuh terlebih dahulu patik berbanyak–banyak memohon keampunan jika kata – kata atau ucapan yang terkhilaf. “
.
65
64
Ibid hal. 15.
65
Burhan, Aziddin, Masalah Tanah Jaluran dan Areal Penanaman Tembakau di PTP IX, Medan, Fakultas Hukum USU, 1981. hal. 14.
Patik dan Hamba artinya saya, kebawah kaus cerpu artinya dibawah telapak sultan,. Jadi “ ampun beribu
ampun patik pacal sembah kebawah kaus cerpu “, walau itu sebagai tanda hormat dan merendahkan diri, secara harfiah dapat ditafsirkan tempat rakyat derajatnya hanya
dibawah telapak kaki sultan.
Universitas Sumatera Utara
56 Sumber kekuasaan sultan adalah regalia kerajaan. Regalia kerajaan mengikuti alat
musik gendang, seruling, dan terompet, lencana jawatan kayu, garnit, kamala, surat ciri, ubor–ubor dan lansir, senjata pedang, tombak , keris. Yang terakhir ini di percaya
bisa bergerak sendiri dan bendanya di penuhi kuasa sakti sehingga dapat memusnahkan siapa saja yang memegangnya tanpa izin
66
Di Sumatera Timur regalita sultan yang memiliki kekuatan magis adalah gong, nafiri, pedang, dan keris. Bila sultan membawa salah satu dari regalia ini, dia dijaga
pengawal. Pengawal biasanya terdiri dari putera–putera atau kerabat–kerabat bangsawan dan anak –anak kepala daerah
.
67
. Nafiri dikeluarkan apabila ada penobatan sultan, ditiup berturut – turut sebanyak tiga kali. Jika suara nafiri berkumandang orang harus duduk
tertib seolah sultan berada didepannya. Orang boleh diizinkan berdiri lagi kalau tiupan ketiga berakhir. Jika orang melintas pada saat nafiri bertiup yanpa memberi rasa hormat
atau tidak mau tunduk, orang tersebut dianggap bersalah, akibatnya akan diganjar hukuman
68
Di samping sebagai pemimpin dan agama sultan juga menjadi pemimpin adat. Dengan demikian segala yang ada dalam wilayah kekuasaannya, semuanya milik sultan.
Secara adat sultan juga pemilik tanah .
69
66
J.M. Gullick, Sistem Politik Bumi Putera Tanah Melayu Barat, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1972, hal. 72.
67
Lukman Sinar, op cit, hal. 241.
68
Syed Alwi Sheikh Al-Hadi, Adat Resmi dan Adat Istiadat Melayu, Kuala Lumpur: Dewan Pustaka dan Bahasa, 1980, hal. 68.
69
Edy Suhartono, op cit, hal. 15
. Dengan begitu sultan memiliki sumber daya polotik dan ekonomi yang memungkinkan dia dapat melanggengkan kekuasaannya.
Kecuali itu sultan memonopoli simbol–simbol dan lambang–lambang. Siapa saja yang
Universitas Sumatera Utara
57 coba menyamai simbol dan lambang yang dipakai sultan dipandang pesaing
kekuasaannya. Wujud dari monopoli simbol dan lambang itu misalnya warna kuning dan pemakaian kata seperti titah, sabda, patik, murka, santap, beradu, gering sakit, mangkat,
bersiram, pacal, dan semayam. Kata–kata ini merupakan perbahasaan khusus sultan, yang tak mungkin ditiru orang kebanyakan. Simbol–simbol itu sepenuhnya milik sultan.
II.2. Sumatera Timur Dibawah Kekuasaan Belanda
II.2.1. Masuknya Kekuasaan Kolonial Belanda Dan Pertumbuhan Perkebunan
Hal yang memiliki kaitan erat dan pengaruh yang mendalam dengan di tegakkannya kekuasaan Belanda atas pola masyarakat tradisional di Sumatera Timur
adalah pertumbuhan perkebunan-perkebunan besar. Sebelum kedatangan Belanda dan tumbuhnya perkebunan-perkebunan besar, Sumatera Timur adalah hutan belantara
dengan sedikit keuntungan ekonomi. Pada tahun 1874 semua kesultanan di Sumatera Timur telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Di
tahun tersebut pemerintah kolonial Belanda mengadakan pembagian daerah pemerintahan di wilayah Sumatera Timur dibagi menjadi wilayah-wilayah keresidenan dibawah
pengawasan seorang residen Belanda yang berkedudukan di Bengkalis Siak. Sekalipun modal dan tanah yang tersedia tidak menjadi permasalahan akan tetapi kuli-kuli yang
diperlukan sebagai tenaga kerja tetap menjadi persoalan Ekspansi kekuasaan kolonial, masuk ke Sumatera Timur, melalui kerajaan Siak. Dengan Siak, Belanda berhasil
mengadakan perjanjian yang disebut Traktat Siak yang ditanda tangani pada 1858
70
70
Ibid Hal. 30
. Isi Traktat Siak antara lain, a. Raja Siak menyatakan bahwa kerajaannya menjadi bagian dari
Universitas Sumatera Utara
58 pemerintahan Hindia Belanda dibawah kedaulatan Belanda, b. Pemerintah Belanda
diizinkan mendirikan pos militer di Bengkalis, c. Pengganti Raja atau Raja muda harus bersumpah setia kepada Gubernur Jenderal, d. Tanpa izin dari izin residen Riau Sultan
tidak dibolehkan berhubungan dengan pemerintah asing dan melarang orang asing menetap di wilayah kekuasaannya, e. Pemerintah Hindia Belanda jika berkeinginan dapat
mengambil alih pajak atau pendapatan Sultan dengan diberi ganti rugi.
Karena Siak telah ditundukkan, selanjutnya Traktat Siak oleh Belanda dipakai sebagai langkah persiapan menaklukkan Sumatera Timur. Apalagi dalam Traktat Siak itu
kerajaan–kerajaan Sumatera Timur menjadi wilayah jajahan Siak, tak pelak lagi mendorong Belanda semakin bernafsu melebarkan ekspansi kekuasaannya di wilayah ini.
Untuk mewujudkan perluasan kekuasaannya Belanda melalui Resden Riau, Elisa Netscher yang berkedudukan di Riau, megirim ekspedisi ke kerajaan–kerajaan Sumatera
Timur untuk menagih takluk seperti yang diklaim kerajaan Siak. Ekspedisi pertama menagih takluk itu tidak membuahkan hasil. Ketidak berhasilan ekspedisi itu membuat
Residen Elisa Netscher cemas, kemudian pada 2 Agustus 1862 dia dengan kapal perang Reiner Classen berangkat kembali dari Bengkalis menuju Sumatera Timur. Residen Elisa
Netscher tiba di Serdang Sumatera Timur pada 6 Agustus 1862 disambut Sultan Serdang dengan upacara kebesaran, sewaktu Residen Riau disambut upacara kebesaran,
dank arena pengaruh Aceh cukup kuat sultan Serdang mengaku Wazir sultan Aceh sambil membawa bendera Aceh menemui Residen di atas kapal perang Reine Classen.
Rupanya Residen Elisa Netscher tidak senang kalau sultan memakai simbol kebesaran Aceh, lalu dia meminta sultan mencopot dan menukar bendera Aceh dengan bendera
Universitas Sumatera Utara
59 Belanda
71
. Akhir pertemuan di atas kapal perang itu sultan Serdang menandatangani verklaring dengan pemerintah Belanda. Isi verklaring
72
Belanda menaklukkan Sumatera Timur bukan lewat peperangan, melainkan melalui kontrak politik atau akta perjanjian yang disodorkan secara paksa kepada kesultanan.
Berbeda dengan Jawa, di Sumatera Timur, sekalipun ada konflik internal kesultanan, tetapi tidak pernah melahirkan peperangan. Di wilayah ini tidak ada peperangan atau
rebutan kekuasaan yang disokong Belanda, yang memakan biaya besar dan berakhir dengan penyerahan kekuasaan daerah tertentu kepada Belanda Deli, Serdang, Langkat,
dan Asahan lebih dari lima kali menandatangani Akta Perjanjian dengan Pemerintahan meliputi antara lain, 1. mengakui
sultan Siak Sri Indera Pura menjadi raja dibawah kedaulatan pemerintahan Hindia Belanda, 2. Menjaga perdamaian dan kedamaian di dalam negeri dan dengan kerajaan
negara tetangga, 3. menghapus perbudakan, 4. Melindungi dan memajukan pernigaan dan pertanian, 5. Tidak membolehkan orang Eropa menetap di kerajaan tanpa persetujuan
pemerintah Belanda. Ditanda tangani verklaring oleh Sultan Serdang pada 1862 di hadapan Residen Elisa Netscher berarti Sumatera Timur telah mengakui dan tunduk
dalam kekuasaan Belanda. Setelah Serdang ditaklukkan giliran Belanda menganeksasi Deli, Langkat, Asahan dan kerajaan kecil lainnya. Sebagai konsekuensi penaklukkan itu,
Belanda benar–benar menguasai Sumatera Timur. Oleh karena Residen Belanda berkedudukan di Bengkalis dan waktu itu di Sumatera Timur belum ada petinggi kolonial
setingkat Residen, maka Sumatera Timur dimasukkan kedalam wilayah administratif keresidenan Riau. Dari sana lah pemerintah kolonial mengendalikan kekuasaannya di
Sumatera Timur.
71
Ibid hal. 23
72
Ibid hal. 40
Universitas Sumatera Utara
60 Belanda. Setiap kali menanda-tangani Akta Perjanjian kepada Sultan, Belanda
memaksakan kehendak politiknya. Sultan tak berdaya melakukan perlawanan, akibatnya bertambah lama kedaulatan sultan kian menyusut
73
. Dengan Akta Perjanjian itu pula Belanda semakin mudah mengontrol dan mendiktekan kemauan politiknya. Agar lebih
gampang mengawasi kelakuan politik kesultanan sambil mengikis kekhawatiran pembangkangan sultan, Belanda membuat ketentuan melarang masuk segala jenis
amunisi, senjata api, dan mesiu ke wilayah kekuasaan sultan. Pelarangan itu dibuat di atas Akta Perjanjian. Ini artinya Belanda tidak membolehkan kesultanan memelihara pasukan
tempur. Sebab jika amunisi, senjata api, dan mesiu bebas masuk ditakutkan kesultanan dapat membangun kekuatan persenjataan yang dapat mengancam kekuasaan Belanda,
untuk menghindari ketakutan itu pemerintah Belanda hanya membolehkan kesultanan dijaga opas
74
Awal masuknya modal besar ke Sumatera Timur lewat seorang pengusaha swasta asing Belanda, Jacobus Nienhuys yang bermaksud menanamkan modalnya dalam industri
tembakau .
II.2.2. Kedatangan Modal Besar