Isolasi Mikroba Pelarut Fosfat Tanah Bekas Kebakaran Hutan

menunjukkan bahwa ketersediaan fosfat dalam tanah bekas kebakaran hutan adalah 5.26 – 19.28 ppm dan hutan tidak terbakar sebesar 5.11 ppm ini menunjukkan bahwa kandungan P tersedia rendah. Ketersediaan fosfat dalam tanah sangat dipegaruhi oleh pH tanah, karena P sangat rentan diikat pada kondisi masam ataupun alkalin. Hal ini sesuai dengan pendapat Bird et al, 2000 yang mengemukakan bahwa hara P kurang tersedia pada pada pH rendah maupun pH tinggi. Kandungan bahan organik berhubungan dengan keadaan P-total serta hubungan antara bahan organik dengan pH tanah. Bahan organik mengandung berbagai hara, termasuk fosfat yang terlepas baik dalam bentuk P-terikat ataupun P-tersedia. Hasil pengukuran P-total sampel tanah kebakaran hutan adalah 0.29 – 2.28 dan sampel tanah tidak terbakar adalah 2.21 , menunjukkan bahwa kandungan P-totalnya tinggi.

B. Isolasi Mikroba Pelarut Fosfat Tanah Bekas Kebakaran Hutan

Jumlah mikroba pelarut fosfat baik bakteri ataupun fungi setiap tahunnya berbeda, perbedaan jumlah ini disebabkan sumber tanah yang berbeda pula. Populasi mikroba pelarut fosfat yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Perhitungan Jumlah Populasi Mikroba Pelarut Fosfat MPF Sumber Tanah Kebakaran Jumlah Populasi Bakteri Jumlah Populasi Fungi Jumlah Total MPF Tidak terbakar 56156 x 10 3 4062 x 10 3 60128 x 10 3 2010 12026 x 10 3 1545 x 10 3 13571 x 10 3 2011 56438 x 10 3 1942 x 10 3 58380 x 10 3 2012 31823 x 10 3 255 x 10 3 32078 x 10 3 2013 79462 x 10 3 4618 x 10 3 84080 x 10 3 2014 63609 x 10 3 1900 x 10 3 65509 x 10 3 Berdasarkan penampakan struktur tumbuhnya, mikroba pelarut fosfat dibedakan atas bakteri pelarut fosfat dan fungi pelarut fosfat. Biakan campuran yang diisolasi kemudian diamati dan dihitung jumlah mikroba yang mampu Universitas Sumatera Utara membentuk zona bening. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah bakteri pelarut fosfat lebih banyak dibanding dengan jumlah fungi pelarut fosfat yang tumbuh pada media. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ginting et al 2006 yang menyatakan bahwa jumlah populasi bakteri pelarut fosfat dapat mencapai 12 juta organisme per gram tanah sedangkan fungi pelarut fosfat hanya berkisar 20 ribu hingga 1 juta per gram tanah. Tingginya populasi BPF dibanding JPF yang diisolasi dari tanah bekas kebakaran disebabkan karena bakteri lebih resisten terhadap pemanasan dibandingkan fungi. Kebakaran yang terjadi menyebabkan tanah bersifat masam. Tanah yang bersifat masam seharusnya menunjukkan jumlah pertumbuhan fungi lebih besar dibanding dengan pertumbuhan bakteri, merujuk pada pernyataan Susanti 2005 pH optimum bagi perkembangan fungi berkisar 2.0 – 11.0 sedangkan bakteri antara 6.5 – 7.5, seharusnya jumlah pertumbuhan fungi lebih besar daripada pertumbuhan bakteri. Tingginya populasi BPF kemungkinan karena media isolasi yang digunakan telah diatur besar pH nya yaitu sekitar netral serta kandungan nutrisi media didalamnya sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Hal ini yang menyebabkan BPF dapat berkembang dengan pesat pada kondisi pH yang netral serta nutrisi yang tercukupi membuat BPF mampu berkembang maksimal. Populasi BPF yang tinggi selain didukung media tumbuh yang sesuai juga didukung sifat genetiknya yang berkembang lebih cepat dibanding fungi. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penghambatan pertumbuhan JPF oleh BPF pada media isolasi. Menurut Foth 1994, bakteri dapat berbiak sangat cepat dengan pembelahan biner yang dapat berlangsung tiap menit bahkan lebih cepat bila kondisi lingkungan dan Universitas Sumatera Utara nutrisi mendukung. Media isolasi yang digunakan mengandung nutrisi lengkap untuk pertumbuhan mikroba. Kelengkapan nutrisi inilah yang kemungkinan turut mendukung tingginya perkembangbiakan BPF. Pada tanah bekas kebakaran hutan 2013 pH tanahnya sebesar 6.54 dengan jumlah total mikroba yang hidup sebesar 84080 x 10 3 , pertumbuhan mikroba ini lebih tinggi dibanding dengan tahun kebakaran lainnya. Jumlah populasi bakteri yaitu 79462 x 10 3 lebih banyak dibandingkan dengan jumlah populasi fungi 4618 x 10 3 hal ini disebabkan karena pH pada tanah bekas kebakaran hutan termaksud mendekati netral sehingga bakteri lebih banyak tumbuh pada media daripada fungi. Hal ini sesuai dengan Clark 2001 menyatakan bahwa pH rendah umumnya didominasi oleh fungi sedangkan bakteri umumnya dominan tumbuh pada pH 6-8. Perbedaan jumlah BPF dan JPF pada setiap tahun kebakaran disebabkan oleh kandungan unsur P yang terdapat didalam tanah. Selain itu kandungan bahan organik juga mempengaruhi jumlah biota dalam tanah. Intensitas dan durasi kebakaran yang berbeda setiap tahunnya akan mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam tanah.

C. Jenis Mikroba Pelarut Fosfat Tanah Bekas Kebakaran Hutan