dengan beberapa kata atau kalimat yang belum merupakan suatu dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang ada pada kertas
meterai tersebut dicoret dan dimuat tulisan atau keterangan baru maka kertas meterai yang demikian dapat digunakan dan tidak perlu
dibubuhi meterai lagi.
37
Jadi, apabila penggunaan meterai digunakan tidak sesuai dengan sebagaimana hal-hal yang telah diuraikan di atas maka
konsekuensinya terhadap dokumen yang diberikan meterai tersebut baik tempel maupun kertas meterai akan dianggap tidak bermeterai,
hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 ayat 3 UUBM.
6. Pemeteraian Kemudian
Nazegelen
Mengenai pemeteraian kemudian diatur dalam Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10 UUBM, yang lengkapnya sebagai berikut :
a. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda
administrasi sebesar 200 dua ratus persen dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar Pasal 8 ayat 1 UUBM.
b. Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus melunasi Bea Meterai yang terhutang berikut dendanya
dengan cara pemeteraian kemudian Pasal 8 ayat 2 UUBM. c. Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia
harus telah dilunasi Bea Meterai yang terhutang dengan cara pemeteraian kemudian Pasal 9 UUBM.
37
Penjelasan Pasal 6 ayat 7 Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
d. Pemeteraian kemudian atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3, Pasal 8, dan Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Pos
menurut tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Pasal 10 UUBM.
Menurut Pasal 1 huruf a Keputusan Menteri Keuangan No. 476KMK.032002 Tahun 2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dgn Cara
Pemeteraian Kemudian, dinyatakan bahwa pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun
akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan. Pemeteraian kemudian juga dilakukan atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang
akan digunakan di Indonesia Pasal 1 huruf c Keputusan Menteri Keuangan No. 476KMK.032002.
Pemeteraian kemudian wajib dilakukan oleh pemegang dokumen dengan menggunakan Meterai Tempel atau Surat Setoran Pajak dan
kemudian disahkan oleh Pejabat Pos. Besarnya Bea Meterai yang harus dilunasi adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan
yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan Pasal 3 huruf a Keputusan Menteri Keuangan No. 476KMK.032002.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemeteraian kemudian dilakukan karena :
1 Dokumen yang semula tidakbelum perlu dibubuhi meterai tetapi karena kemudian dipergunakan sebagai alat bukti di muka Pengadilan,
maka harus dibubuhi meterai Pasal 2 ayat 3 UUBM.
2 Dokumen tidakkurang dilunasi pengenaan Bea Meterainya. 3 Dokumen yang dibuat di Luar Negeri akan digunakan di Indonesia.
4 Pada dasarnya pemeteraian kemudian yang dilakukan oleh Pejabat Pos adalah pelunasan Bea Meterai dengan cara menggunakan meterai
tempel juga, tetapi karena sesuatu hal dilakukan kemudian dokumen telah ditandatangani.
Cara melakukan pemeteraian kemudian tergantung dari penyebab dilakukan pemeteraian kemudian dan jenis dokumennya.
a. Jika pemeteraian kemudian dilakukan atas surat kerumahtanggaan dan
surat lainnya sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat 3 UUBM, yang dipergunakan sebagai alat bukti di muka Pengadilan, maka besarnya
Bea Meterai adalah Rp. 6.000,- tanpa denda administrasi. b.
Jika pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang seharusnya dikenakan Bea Meterai misalnya Rp 3.000,- tetapi ternyata
pelunasannya terlambat lewat saat terhutangnya maka dalam pelaksanaan pemeteraian kemudiannya ditambah denda 200 .
c. Jika pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang kurang
bayar Bea Meterainya, maka pengenaan pemeteraian kemudian adalah disamping yang kurang bayarnya harus dilunasi dikenakan pula denda
administrasi 200 terhadap yang barang bayar itu.
38
38
Departemen Keuangan Republik Indonesia. Bea Meterai Modul Diklat Teknis Substantif Dasar Pajak I
, Pusdiklat Perpajakan, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Jakarta, 2008, hal. 31- 33.
7. Ketentuan Khusus dan Daluwarsa Dalam Bab IV Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea