6.a Cek dan bilyet giro yang harga
nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 Rp. 1.000,-
Rp. 3.000,- 6.b
Cek dan bilyet giro yang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00
tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 Rp. 500,-
Rp. 3.000,-
6.c Cek dan bilyet giro yang harga
nominalnya lebih dari Rp 100.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 250.000,00
Rp. 500,- Rp. 3.000,-
6.d Cek dan bilyet giro yang harga
nominalnya tidak
lebih dari
Rp100.000,00 Nihil
Rp. 3.000,-
7.a Efek yang harga nominalnya lebih dari
Rp 1.000.000,00 Rp. 1.000,-
Rp. 6.000,- 7.b
Efek yang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari
Rp 1.000.000,00 Rp. 500,-
Rp. 3.000,-
7.c Efek yang harga nominalnya lebih dari
Rp 100.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 250.000,00
Rp. 500,- Rp. 3.000,-
7.d Efek yang harga nominalnya tidak lebih
dari Rp 100.000,00 Nihil
Rp. 3.000,- 8.
Dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan meliputi :
a. Surat-surat biasa dan surat kerumah-
tanggaan; b. Surat-surat
yang semula
tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang
lain, selain dari masksud semula. Rp. 1.000,-
Rp. 6.000,-
Sumber: UUBM dan PP No. 24 Tahun 2000 diolah penulis.
4. Saat Terutang Bea Meterai
Ketentuan mengenai saat terutang Bea Meterai diatur dalam Pasal 5 UUBM, yang menyatakan bahwa saat terutang Bea Meterai ditentukan
dalam hal : a.
Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan.
Penjelasan ayat ini bahwa dokumen dikenakan Bea Meterai pada saat dokumen tersebut diserahkan dan diterima oleh pihak untuk
siapa dokumen tersebut dibuat, bukan pada saat ditandatangani, misalnya kuitansi, cek dan sebagiannya. Misalnya, A membuat surat
kuasa kepada B, dimana dalam surat kuasa itu disebutkan bahwa B atas nama A diberi kuasa untuk menagih dan menerima sejumlah uang
dari C yang berhutang kepada A. Pada waktu surat kuasa itu dibuat oleh A dan belum diserahkan kepada B, maka atas surat kuasa itu
belum dikenakan Bea Meterai. Jika surat kuasa itu diserahkan kepada B pihak penerima kuasa maka pada saat penyerahan itu Bea
Meterainya menjadi terhutang. b.
Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, adalah pada saat dokumen itu selesai dibuat
Maksud dari ayat ini adalah saat terutang Bea Meterai atas dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak adalah pada saat
dokumen itu selesai dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. Misalnya, A menjual tanah kepada B
dihadapan PPAT, maka tanda tangan PPAT merupakan penutup dari akta jual beli yang sebelumnya ditandatangani oleh saksi dan para
penghadap. Pada saat akta jual beli itu selesai ditandatangani oleh semua pihak yang bersangkutan termasuk PPAT, maka saat itulah Bea
Meterai terutang. c.
Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat dokumen tersebut digunakan di Indonesia.
Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 9 UUBM yang menetapkan bahwa:
“Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah dilunasi Bea Meterai yang terutang dengan cara
pemeteraian kemudian.” Misalnya, A orang Indonesia membuat perjanjian jual beli di Kuala Lumpur dengan B warga negara Malaysia.
Jika dokumen perjanjian jual beli itu oleh A dibawa ke Indonesia dan disimpan saja di dalam lemari, maka atas dokumen perjanjian jual beli
itu belumtidak terutang Bea Meterai. Tetapi, jika dokumen perjanjian itu hendak digunakan di Indonesia misalnya dalam realisasi jual beli
yang diperjanjikan maka pada saat itu terutang Bea Meterai dan harus dibubuhi meterai dengan cara pemeteraian kemudian di Kantor Pos.
Mengenai siapa yang terutang Bea Meterai. Ketentuan ini di atur dalam Pasal 6 UUBM yang menetapkan bahwa:
“Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari
dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.”
Dalam Penjelasan Pasal 6 UUBM tersebut diberikan contoh-contoh sebagai berikut :
a. Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, Bea Meterai terutang oleh penerima kuitansi.
b. Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 dua pihak atau lebih, misalnya surat perjanjian di bawah tangan, maka masing-masing pihak terutang
Bea Meterai atas dokumen yang diterimanya.
c. Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris maka Bea Meterai yang terhutang baik atas asli salih yang disimpan oleh Notaris maupun
salinannya yang diperuntukkan pihak-pihak yang bersangkutan terutang oleh pihak-pihak yang mendapat manfaat dari dokumen
tersebut, yang dalam contoh ini adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
d. Jika pihak-pihak bersangkutan menentukan lain, maka Bea Meterai terutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen
tersebut.
5. Pelunasan dan Penggunaan Benda Meterai a. Pelunasan Bea Meterai