Mengenai subjek Bea Meterai diatur dalam Pasal 6 UUBM, yang menentukan bahwa Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau
pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak- pihak yang bersangkutan menentukan lain. Selanjutnya dalam penjelasan
Pasal 6 UUBM tersebut dijelaskan subjek Bea Meterai untuk tiap-tiap jenis dokumen sebagai berikut:
a. Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi maka Bea
Meterai terhutang oleh penerima kuitansi. b.
Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 dua pihak atau lebih, misalnya surat perjanjian di bawah tangan, maka masing-masing pihak terhutang
Bea Meterai atas dokumen yang diterimanya. c.
Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris, maka Bea Meterai yang terhutang baik akta asli yang disimpan oleh Notaris maupun
salinannya yang diperuntukkan pihak-pihak yang bersangkutan terhutang oleh pihak-pihak yang mendapat manfaat dari dokumen
tersebut, yang dalam contoh ini adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Jika pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan
lain, maka Bea Meterai terhutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen tersebut.
3. Tarif Bea Meterai
Tarif Bea Meterai pada dasarnya dibagai dua, yaitu 1 tarif berdasarkan jenis dokumen dan 2 tarif berdasarkan jumlah nominal yang
disebutkan dalam dokumen tersebut. Pembagian ini memang tidak
disebutkan secara jelas dalam UUBM, namun secara implisit dapat dilihat dalam Pasal 2 UUBM, yaitu dokumen yang merupakan surat yang dibuat
dengan tujuan untuk digunakan sebagai barang bukti di pengadilan, seperti akta notaris dan akta PPAT dikenakan tarif yang sama tanpa melihat isi
dari dokumen tersebut. Selain itu, dokumen yang memuat jumlah uang akan dikenakan tarif Bea Meterai berdasarkan jumlah uang yang termuat
dalam dokumen itu.
26
Tarif Bea Meterai atas dokumen-dokumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UUBM adalah Rp 1.000,- dan Rp 500,-. Selanjutnya dalam
Pasal 3 UUBM disebutkan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga
nominal yang dikenakan Bea Meterai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan
setinggi-tingginya enam
kali atas
dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UUBM. Seiring dengan adanya
perkembangan ekonomi nasional, pemerintah telah mengadakan dua kali penyesuaian tarif dan besarnya harga nominal yang dikenakan Bea
Meterai, yaitu perubahan pertama dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1995, tarif Bea Meterai diubah menjadi Rp 1.000,- dan Rp 2.000,-.
Perubahan kedua diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2000 yaitu tarif Bea Meterai ditentukan sebesar Rp 3.000,- dan Rp 6.000.
27
Berikut ini perubahan tarif Bea Meterai menurut ketentuan Undang-undang No. 13 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2000, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
26
Hasanuddin Tatang. Modul Bea Meterai. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Direktur Jenderal Pajak, Jakarta, 2006, hal. 10.
27
Ibid. hal. 10.
Tabel 1. Perubahan Tarif Bea Meterai
No. Dokumen
Tarif Bea Meterai UU No. 13
Tahun 1985 PP No. 24
Tahun 2000
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya
al. surat kuasa, hibah, surat pernyataan yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, keadaan yang
bersifat perdata. Rp. 1.000,-
Rp. 6.000,-
2. Akta Notaris dan salinannya
Rp. 1.000,- Rp. 6.000,-
3. Akta yang dibuat PPAT termasuk
rangkapannya. Rp. 1.000,-
Rp. 6.000,- 4.a
Surat yang memuat sejumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,00 harga nominal
yang dinyatakan dalam mata uang asing
a. Yang
menyebutkan penerimaan
uang; b. Yang menyatakan pembukaan uang
atau penyimpanan
uang dalam
rekening di bank; c. Yang berisi pemberitahuan saldo
rekening di bank, dan d. Yang berisi pengakuan bahwa utang
seluruhnya atau
sebagian telah
dilunasi atau diperhitungkan. Rp. 1.000,-
Rp. 6.000,-
4.b Surat yang memuat jumlah uang lebih
dari Rp.250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp. 1.000.000,00
Rp. 500,- Rp. 3.000,-
4.c Surat yang memuat jumlah uang lebih
dari Rp.100.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp. 250.000,00
Rp. 500,- Nihil
4.d Surat yang memuat jumlah uang tidak
lebih dari Rp.100.000,00 Nihil
Nihil 5.a
Surat berharga
seperti wesel,
promes,dan aksep
yang harga
nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 Rp. 1.000,-
Rp. 6.000 -
5.b Surat berharga seperti wesel, promes,
dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih
dari Rp 1.000.000,00 Rp. 500,-
Rp. 3.000,-
5.c Surat berharga seperti wesel, promes,
dan aksep yang harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00
Rp. 500,- Nihil
6.a Cek dan bilyet giro yang harga
nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 Rp. 1.000,-
Rp. 3.000,- 6.b
Cek dan bilyet giro yang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00
tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 Rp. 500,-
Rp. 3.000,-
6.c Cek dan bilyet giro yang harga
nominalnya lebih dari Rp 100.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 250.000,00
Rp. 500,- Rp. 3.000,-
6.d Cek dan bilyet giro yang harga
nominalnya tidak
lebih dari
Rp100.000,00 Nihil
Rp. 3.000,-
7.a Efek yang harga nominalnya lebih dari
Rp 1.000.000,00 Rp. 1.000,-
Rp. 6.000,- 7.b
Efek yang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari
Rp 1.000.000,00 Rp. 500,-
Rp. 3.000,-
7.c Efek yang harga nominalnya lebih dari
Rp 100.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 250.000,00
Rp. 500,- Rp. 3.000,-
7.d Efek yang harga nominalnya tidak lebih
dari Rp 100.000,00 Nihil
Rp. 3.000,- 8.
Dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan meliputi :
a. Surat-surat biasa dan surat kerumah-
tanggaan; b. Surat-surat
yang semula
tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang
lain, selain dari masksud semula. Rp. 1.000,-
Rp. 6.000,-
Sumber: UUBM dan PP No. 24 Tahun 2000 diolah penulis.
4. Saat Terutang Bea Meterai