dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap atau nama lainnya sebagai pengganti tanda tangan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Bea Meterai adalah pajak tidak langsung yang dipungut secara insidental jika dibuat
dokumen yang dibuat oleh Undang-undang dari suatu keadaan, perbuatan atau peristiwa dalam suatu masyarakat. Insidental mempunyai arti bahwa
pajak itu dipungut sekali tidak berulang-ulang seperti pajak langsung yang dapat digunakan sebagai bukti dari keadaan, perbuatan atau peristiwa
di bidang hukum perdata oleh pemegangnya.
2. Subjek dan Objek Bea Meterai
Pengenaan Bea Meterai di Indonesia sudah mulai dikenal sejak tahun 1817 yaitu pada masa penjajahan Belanda, yang disebut
De Heffing Van Het Recht Kleinnegel.
Dalam peraturan tersebut pengenaan Bea Meterai didasarkan pada perbuatan atau persetujuan yang tercantum dalam
surat akta. Tahun 1885 aturan pengenaan Bea Meterai tersebut di atas diganti dengan
Ordonantie op de heffing van het legel recht in Nederhlands Indie.
Pengertian Bea Meterai ada dua cara yaitu yang seragam dan ada pula yang sebanding yaitu untuk akta yang dibuat melalui
pejabat umum, peraturan ini berlaku sampai tahun 1921. Mulai tahun 1921 berlaku Aturan Bea Meterai 1921
Zegel Verordening 1921
yang dimuat dalam
Staatslelad
1921 Nomor 498, sebagaimana telah beberapa kali telah diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 2 Prp Tahun 1956 Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor
121, yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang dengan Undang- Undang No 7 Tahun 1969 Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 38,
yakni ditetapkan menurut luas kertas dan Bea Meterai sebanding. Mengingat Bea Meterai yang selama ini dipungut berdasarkan Aturan Bea
Meterai 1921 Zegelverordening 1921 tidak sesuai lagi dengan keperluan dan perkembangan keadaan di Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1986.
21
Undang-undang yang terakhir ini sifatnya perubahan atau penyempurnaan dari Aturan Bea Meterai 1921
dan masih berlaku atau digunakan dalam lalu lintas perdagangan di Indonesia sampai sekarang.
Berdasarkan Pasal 1 1 UUBM, menetapkan bahwa objek yang dikenakan Bea Meterai adalah dokumen-dokumen yang disebutkan dalam
Undang-undang. Adapun jenis dokumen yang dikenakan Bea Meterai adalah sebagai mana tercantum dalam Pasal 2 UUBM jo Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai,
antara lain: a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya
22
yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai pembuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata; b. Akta-akta notaris termasuk salinannya;
21
Penjelasan Umum Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
22
Yang dimaksud surat-surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan. Penjelasan Pasal 2 huruf a Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;
d. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,00 satu juta rupiah:
1 Yang menyebutkan penerimaan uang; 2 Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening di bank; 3 Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4 Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagaimana telah dilunasi atau diperhitungkan;
e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek yang berharga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,00 satu juta rupiah;
f. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,00 satu juta rupiah.
Selain itu, Bea Meterai dikenakan pula atas dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan. Hal ini
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat 3 UUBM, sebagai berikut: a.
Surat-surat biasa
23
dan surat kerumahtanggaan
24
;
23
Surat-surat biasa yang dimaksud dalam huruf a ayat ini dibuat tidak untuk tujuan sesuatu pembuktian, misalnya seseorang mengirim surat biasa kepada orang lain untuk menjualkan suatu
barang. Surat semacam ini tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila kemudian dipakai sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, maka terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian. Lihat
Penjelasan Pasal 2 ayat 3 huruf a Undang-undang No. 13 Tahun 1985 jo Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000.
24
Surat-surat kerumahtanggaan misalnya daftar harga barang. Daftar ini dibuat tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat pembuktian, oleh karena itu tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila
kemudian ada sengketa dan daftar harga barang ini digunakan sebagai alat pembuktian, maka daftar harga barang ini terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian Lihat Penjelasan Pasal 3
huruf ayat 3 huruf a Undang-undang No. 13 Tahun 1985 jo Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000.
b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula.
Ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat 3 UUBM di atas secara tegas menyatakan bahwa dokumen berupa surat-surat biasa dan
surat kerumahtanggaan yang semula tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila digunakan sebagai alat bukti di muka Pengadilan, maka terlebih dahulu
dilakukan pemeteraian kemudian. Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atau permintaan
pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya Pasal 1 ayat 2 huruf d UUBM.
Berdasarkan ketentuan di atas, bahwa secara jelas dinyatakan bahwa objek pajak Bea Meterai adalah dokumen seperti dinyatakan dalam
huruf a sampai f Pasal 2 UUBM dimaksud. Dengan demikian, jika tidak dibuat dokumen ada masalah pengenaan Bea Meterai. Artinya, yang
menjadi objek Bea Meterai bukan perbuatan hukumnya, seperti dokumen perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, kuitansi, melakukan
pemborongan pekerjaan, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua dokumen dapat dikenakan Bea Meterai. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 UUBM
yang menyebutkan bahwa tidak dikenakan Bea Meterai, antara lain: a.
Dokumen yang berupa : 1
Surat penyimpanan uang; 2
Konosemen; 3
Surat angkutan penumpang dan barang;
4 Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2 dan angka 3; 5
Bukti untuk penerimaan dan pengiriman uang; 6
Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengiriman; 7
Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai angka 6.
b. Segala bentuk ijazah
25
; c.
Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta
surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu; d.
Tanda bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan bank;
e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang
disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan bank;
f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
g. Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang tabungan
kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan dan lainnya yang bergerak di bidang tersebut;
h. Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian;
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
25
Termasuk dalam pengertian segala bentuk ijazah ialah surat tanda tamat belajar, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus, dan penataran. Lihat
Penjelasan Pasal 4 huruf b Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
Mengenai subjek Bea Meterai diatur dalam Pasal 6 UUBM, yang menentukan bahwa Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau
pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak- pihak yang bersangkutan menentukan lain. Selanjutnya dalam penjelasan
Pasal 6 UUBM tersebut dijelaskan subjek Bea Meterai untuk tiap-tiap jenis dokumen sebagai berikut:
a. Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi maka Bea
Meterai terhutang oleh penerima kuitansi. b.
Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 dua pihak atau lebih, misalnya surat perjanjian di bawah tangan, maka masing-masing pihak terhutang
Bea Meterai atas dokumen yang diterimanya. c.
Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris, maka Bea Meterai yang terhutang baik akta asli yang disimpan oleh Notaris maupun
salinannya yang diperuntukkan pihak-pihak yang bersangkutan terhutang oleh pihak-pihak yang mendapat manfaat dari dokumen
tersebut, yang dalam contoh ini adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Jika pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan
lain, maka Bea Meterai terhutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen tersebut.
3. Tarif Bea Meterai