Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif Dengan Kontrol Diri Sebagai Pemoderasi (Studi Pada Konsumen Pakaian Di Simpur Center Bandar Lampung)

(1)

ABSTRACT

The Influence of Lifestyle Towards Compulsive Buying Behavior With Self Control as Moderation

(Study On Consumer Fashion In Simpur Center Bandar Lampung)

In addition, the development of world fashion style in this decade growing rapidly, thus exist be seem to be a must for some people because it is considered having modern lifestyle. This lifestyle will influence someone to be compulsive buying behior, and however a part of compulsive lifestyle is that since lower self control so that dominanly could not control necessity to buy a new product. The purpose of this research is to know about the influence of lifestyle towards compulsive buying behavior with self control as moderation on Simpur Center fashion consumers in Bandar Lampung. The type of research that is used in explanatory research with the sample research is 100 people. Analysis data use linier regresion test with moderating variable by SPSS 16.0 program.

By that result data analysis known that lifestyle has influence significantly to compulsive buying, and the lifestyle has influence significantly to compulsive buying behavior with self control as moderation, but it has negative relationship.


(2)

ABSTRAK

Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif Dengan Kontrol Diri Sebagai Pemoderasi

(Studi Pada Konsumen Pakaian Di Simpur Center Bandar Lampung)

Perkembangan dunia mode pakaian beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, apalagi tampil modis sepertinya sudah menjadi sebuah keharusan bagi sebagian orang karena dianggap memiliki gaya hidup moderen. Gaya hidup ini akan mempengaruhi seseorang berperilaku kompulsif, dan salah satu bagian dari pola hidup yang kompulsif adalah karena rendahnya kontrol diri sehingga ia cenderung tidak mampu mengendalikan perhatiannya untuk membeli produk baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya hidup terhadap perilaku pembelian kompulsif dengan kontrol diri sebagai pemoderasi pada konsumen pakaian di Simpur Center Bandar Lampung. Tipe penelitian ini adalah tipe penelitian eksplanatif dengan jumlah sampel berjumlah 100 orang. Teknik analisis data menggunakan uji regresi linier dengan variabel moderator dengan bantuan SPSS 16.0.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya hidup berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif, dan terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya hidup dengan perilaku pembelian kompulsif yang dimoderasi oleh kontrol diri, namun arah koefisien regresi negatif.


(3)

PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF DENGAN KONTROL DIRI

SEBAGAI PEMODERASI

(Studi Pada Konsumen Pakaian Di Simpur Center Bandar Lampung)

Oleh

EKA RENNY NOVIATI WAHYUNI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS (M.Si)

pada

Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF DENGAN KONTROL DIRI SEBAGAI PEMODERASI (Studi Pada Konsumen Pakaian Di Simpur Center Bandar Lampung)

( Tesis )

Oleh

Eka Renny Noviati Wahyuni

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Model Perilaku Konsumen ... 11

2. Kerangka Teori Perilaku Pembelian Kompulsif ... 28

3. Bagan Kerangka Pemikiran ... 41

4. Hasil Uji Normalitas ... 86


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Perilaku Konsumen ... 10

2.1.1 Definisi Perilaku Konsumen ... 10

2.1.2 Model Perilaku Konsumen ... 10

2.2 Perilaku Pembelian Kompulsif ...12

2.2.1 Definisi Pembelian Kompulsif ... 12

2.2.2 Hal-hal Yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Kompulsif ... 18

2.2.3 Tingkatan Pembelian Kompulsif ... 19

2.2.4 Aspek Perilaku Pembelian Kompulsif ... 19

2.2.5 Konsekuensi Perilaku Pembelian Kompulsif ... 26

2.2.6 Kerangka Teori Perilaku Pembelian Kompulsif ... 28

2.3 Gaya Hidup ... 29

2.3.1 Definisi Gaya Hidup ... 29


(7)

2.3.3 Metode AIO (Activities, Interest, Opinions) ... 32

2.4 Kontrol Diri ... 34

2.4.1 Definisi Kontrol Diri ... 34

2.4.2 Aspek Kontrol Diri ... 35

2.4.3 Tipe Kontrol Diri ... 38

2.5 Pengembangan Hipotesis ... 38

2.6 Penelitian Terdahulu ... 40

2.7 Kerangka Pemikiran ... 41

2.8 Hipotesis ... 42

III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian ... 43

3.2 Definisi Konseptual ... 43

3.3 Definisi Operasional ... 44

3.4 Populasi dan Sampel ... 46

3.5 Teknik Sampling ... 46

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 47

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.8 Transformasi Data Ordinal Ke Interval Dengan MSI(Method Successive Interval)... 47

3.9 Teknik pengujian Instrumen ... 49

3.9.1 Validitas ... 49

3.9.2 Reliabilitas ... 51

3.10 Teknik Analisis Data ... 52

3.10.1 Statistik Deskriptif ... 52

3.10.2 Analisis Regresi Dengan Variabel Moderator ... 53


(8)

IV. PEMBAHASAN

4.1 Serah Singkat Simpur Center Bandar Lampung ... 58

4.2 Hasil Analisis Data ... 59

4.2.1 Hasil Analisis Deskriptif ... 59

4.3 Karakteristik Responden ... 59

4.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

4.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 61

4.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 62

4.3.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan ... 63

4.3.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Kunjungan ... 64

4.3.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Pembelian Kompulsif ... 64

4.4 Deskripsi Jawaban Responden ... 65

4.4.1 Analisis Jawaban Responden Per Variabel ... 65

4.4.2 Analisis Jawaban Responden ... 66

4.5 Analisis Inferensial ... 86

4.6 Uji Hipotesis ... 89

4.7 Pembahasan ... 91

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 97


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Dimensi Gaya Hidup ... 30

2. Tabel Penelitian Terdahulu ... 40

3. Definisi Operasional Variabel ... 44

4. Hasil Uji Validitas Awal ... 50

5. Hasil Uji Validitas Akhir ... 50

6. Hasil Uji Reliabilitas ... 52

7. Kriteria Nilai R2... 55

8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

9. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 61

10. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 62

11. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan ... 63

12. Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Kunjungan ... 64

13. Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Pembelian Kompulsif 64 14. Penilaian Responden Mengenai Seringnya Menghabiskan Waktu Untuk Berkunjung Ke Simpur Center ... 66

15. Penilaian Responden Mengenai Selalu Mengikuti Tren Mode Pakaian Masa Kini ... 67

16. Penilaian Responden Mengenai Selalu Ingin Menjadi Pusat Perhatian Orang Lain ... 68

17. Penilaian Responden Mengenai Selalu Menjaga Penampilan Agar Tetap Modis ... 69

18. Penilaian Responden Mengenai Berbelanja Dapat Meningkatkan Prestise ... 69

19. Penilaian Responden Mengenai Berbelanja Merupakan Sebuah Petualangan ... 70 20. Penilaian Responden Mengenai Sering Membeli Pakaian Secara Tidak


(10)

Terencana ... 72

21. Penilaian Responden Mengenai Kesukaan Berbelanja Pakaian Meskipun Tidak Terlalu Dibutuhkan ... 73

22. Penilaian Responden Mengenai Kesukaan Menghabiskan Uang Untuk Berbelanja Pakaian ... 74

23. Penilaian Responden Mengenai Adanya Dorongan Dalam Diri Untuk Membeli Pakaian Tanpa Perencanaan ... 75

24. Penilaian Responden Mengenai Tidak Tahan Untuk Membeli Pakaian yang Disukai Saat Pertama Kali Melihatnya ... 76

25. Penilaian Responden Mengenai Adanya Kesenangan Ketika Berbelanja 77 26. Penilaian Responden Mengenai Seringnya Merasa Gelisah Ketika Tidak Berbelanja ... 78

27. Penilaian Responden Mengenai Berbelanja Adalah Obat Penghilang Stress ... 79

28. Penilaian Responden Mengenai Menahan Diri Dari Segala Macam Kegiatan Berbelanja ... 80

29. Penilaian Responden Mengenai Menabungkan Uang ... 81

30. Penilaian Responden Mengenai Menunda Pembelian Yang Tidak Terlalu Dibutuhkan ... 82

31. Penilaian Responden Mengenai Mengutamakan Pembelian Yang Dibutuhkan ... 83

32. Penilaian Responden Mengenai Membuat Daftar Belanja ... 84

33. Penilaian Responden Mengenai Memperketat Anggaran Belanja ... 85

34. Uji Determinasi (Uji R2) ... 89

35. Hasil Uji T ... 90


(11)

(12)

(13)

KU PERSEMBAHKAN KARYA KECILKU INI KEPADA :

Ayah dan Ibuku Tercinta,

Terima kasih atas bimbingannya, atas doa dan kasih sayangnya.

Adikku Tersayang,

Muhammad Nur Aziz

Jadilah anak yang membanggakan orang tua


(14)

(15)

R I W A Y A T

H I D U P

Penulis lahir di Nganjuk, pada tanggal 07 Oktober 1990

sebagai anak pertama dari 2 bersaudara pasangan Bapak

Mujiono dan Ibu Patimah.

Penulis mulai mengenyam pendidikan formal di Taman Kanak-Kanak

Tamansiswa Teluk Betung, dan Sekolah Dasar Tamansiswa Teluk Betung.

Kemudian penulis melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Pertama

Muhammadiyah 3 Bandar Lampung, dan Sekolah Menengah Atas YP UNILA

yang diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar

menjadi salah satu Mahasiswi S1 Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur Penerimaan

Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) yang ditamatkan pada tahun 2012.

Selama kuliah S1 di jurusan tersebut, penulis aktif mengikuti kegiatan

organisasi HMJ Administrasi Bisnis dan UKM Koperasi Mahasiswa.

Tak selang beberapa lama kemudian, penulis melanjutkan studi S2 di jurusan

Magister Ilmu Administrasi Universitas Lampung pada tahun 2013, dengan


(16)

S A N W A C A N A

✁ ✂ ✄☎m✁ ✆✁ ✁ ✄✂ ✂✆u r✝✞ ✞ ✆✁✄✁ ✄m✆✟n✠✡ ☛✄✁ ✄ pu☞ ✆ sy✌ur pu✡✁ ✆nus p✄☞✄n✌✄t n✌✡ ✂ ✄☎ ✆✄rt

✁✁ ✄✂ ✍WT karena hanya dengan izin dan kehendak-Nya lah penulis dapat

menyelesaikan tesis ini yang berjudul Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif Dengan Kontrol Diri Sebagai Pemoderasi (Studi Pada Konsumen Pakaian Di Simpur Center Bandar Lampung).

Keberhasilan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan FISIP Universitas Lampung

2. Bapak Dr. Bambang Utoyo, M.Si selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Administrasi Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Soeripto, S.Sos, M.A.B selaku Pembimbing Utama atas kesediaan dan kesabarannya dalam membimbing penulis selama proses perkuliahan dan penyusunan tesis ini. Penulis haturkan permohonan maaf untuk setiap salah dan khilaf penulis selama ini. 4. Bapak Dr. Nur Efendi, S.Sos, M.Si selaku Pembimbing Dua. Terima


(17)

Penulis juga menghaturkan permohonan maaf untuk setiap salah dan khilaf penulisselama ini.

5. Ibu Dr. Mahrinasari MS, S.E, M.Sc selaku Penguji Utama atas kesediannya dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan, ilmu, motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Yulianto selaku Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, khususnya dosen-dosen Magister Ilmu Administrasi Universitas Lampung.

8. Seluruh Staff Administrasi FISIP Universitas Lampung, khususnya Staff Administrasi Magister Ilmu Administrasi yang paling kece badaiii, Mbak Mila. Terima kasih sudah banyak membantu dan menemani penulis selama ini.

9. Teristimewa untuk Ayah dan Ibuku yang telah membesarkanku, mendoakanku, membimbingku, menuntunku, dan memberikan kasih sayangnya yang tanpa batas kepadaku.

10. Adikku tersayang, Muhammad Nur Aziz. Cepatlah dewasa, dan jadilah anak yang berbakti.

11. Sahabat terbaikku, Eka Sulpin Ariyanti, Yayang Irawati, Yeni Maharisa, Kif Hariyanti, dan Imas. Terima kasih telah berbagi waktu kehidupan padaku.

12. Sahabat-sahabat seperjuangan Magister Ilmu Administrasi Bisnis 2013 ada si ketua kelas Kak Sabiquel Iman, Mba Hani Damayanti, Kak Prasetya Nugeraha, Kak Diang Adistya, Mayroni, Sarastya Satiti, Dora


(18)

Rinova, Winda Eka Marta, Reszetisia Intani, dan Lita Hardiyanti. Tetep kompak dan jangan pernah berubah yaa ..

13. Kepada seluruh temen-temen Magister Ilmu Administrasi Publik 2013 Mba Nia Janati, Mba Oriza, Mba Suada, Yuditya , dan semuanyaaaaaaaa yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Sayang kalian selalu :*

14. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas semua bantuan dan doanya. 15. Almamater tercinta

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga dapat menyempurnakan tesis ini. Namun sedikit harapan semoga tesis sederhana ini dapat bermanafaat bagi kita semua. Amiinn..

Bandar Lampung, 18 Desember 2015

Penulis


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai ladang yang potensial untuk berbisnis. Mode pakaian kini sudah menjadi topik pembicaraan sehari-hari, apalagi tampil modis sepertinya sudah menjadi sebuah keharusan bagi sebagian orang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mode adalah ragam (cara, bentuk) terbaru pada suatu waktu tertentu, baik tentang pakaian, rambut, corak hiasan, dan sebagainya (www.kbbi.web.id). Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dimengerti bahwa sebuah mode pakaian yang digemari pada bulan ini akan dikatakan ketinggalan jaman pada beberapa bulan kemudian. Banyak individu di masyarakat, baik wanita maupun pria seolah-olah kecanduan akan mode pakaian terbaru. Mereka menganggap mode pakaian sebagai suatu kebutuhan yang bukan hanya sekedar berpakaian atau berpenampilan semata, tetapi juga dianggap sebagai cara untuk mengekspresikan individualitasnya karena mode pakaian yang dikenakan oleh individu tersebut mampu mencerminkan siapa si pengguna tersebut. Selain itu, individu yang berpenampilan modis secara tidak langsung menunjukkan bahwa dirinya sebagai individu yang memiliki gaya hidup modern dan selalu mengikuti tren yang ada.


(20)

2

Gaya hidup tersebut membantu individu menentukan sikap dan nilai-nilai serta menunjukkan status sosialnya.

Berbicara mengenai mode pakaian biasanya identik dengan penampilan, dan juga wanita. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila para wanita terlihat seperti saling berlomba dengan cara yang inspiratif untuk dapat tampil lebih modis. Mereka menyerasikan mode pakaian dengan aksesoris pendukung seperti sepatu, tas, sendal, kalung, jam, gelang, dan lain sebagainya sesuai dengan tren mode terkini yang semakin hari semakin banyak pilihannya. Salah satu mode pakaian yang sedang diminati saat ini ialah mode pakaian ala korea. Tidak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini segala macam persoalan tentang Korea memang tengah mendunia, baik persoalan yang berkaitan dengan musiknya (boyband/girlband), filmnya, ataupun tren mode pakaian, dan tren make up-nya. Gaya ala Korea atau biasa disebut dengan Hallyu ini pada awalnya hanya berkembang di negaranya saja, tepatnya di Seoul. Namun seiring perkembangannya ke berbagai belahan dunia, Hallyu kini semakin banyak diminati, termasuk di Indonesia yang penyebarannya sendiri bermula di kota-kota besar di Indonesia, seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, dan kini hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak sekali masyarakat Indonesia saat ini yang menggunakan mode pakaian ala Korea dalam segala aktivitasnya, karena mode pakaiannya yang simple, nyaman digunakan, elegan, keren, unik, dan tidak monoton, serta memiliki perpaduan warna yang cantik dan cerah sehingga akan membuat pemakainya terlihat lebih modis dan keren layaknya idola K-pop sehingga sangat cocok untuk menunjang


(21)

3

pergaulan. Bandar Lampung sebagai salah satu kota transit yang menghubungkan pulau Jawa dengan pulau Sumatera tidak luput dari dampak adanya penyebaran

Hallyu ini. Butik-butik dan pusat perbelanjaan, baik tradisional, moderen, maupun online pun banyak yang menyediakan pakaian dan aksesoris khas gaya Hallyu

sehingga tidak mengherankan apabila kini minat konsumen dalam berbelanja semakin berkembang pesat.

Pesatnya pertumbuhan mode pakaian ini tidak luput dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas belanja dari masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah pusat perbelanjaan, seperti department store, butik, atau toko, sehingga mereka berupaya dengan berbagai strateginya untuk dapat menarik konsumen agar berkunjung dan berbelanja ke pusat perbelanjaan mereka. Berbelanja merupakan aktivitas rutin dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat berbagai alasan seseorang tergerak untuk berbelanja, diantaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup, untuk mengisi waktu luang, untuk refreshing, atau sekedar untuk mengusir kejenuhan. Aktivitas berbelanja yang demikian ini adalah hal yang wajar. Namun aktivitas berbelanja akan menjadi hal yang tidak wajar ketika dilakukan secara berlebihan dan tanpa perencanaan sebelumnya. Pembelian yang dilakukan secara berlebihan tersebut disebut sebagai pembelian kompulsif.

Solomon (2002, dalam Kurniawan dan Suparna, 2012 : 1687) mengungkapkan bahwa pembelian kompulsif adalah proses pembelian yang dilakukan oleh seseorang secara berlebihan dan sering atau dalam jangka waktu yang lama dan berulang yang diakibatkan oleh rasa ketagihan, tertekan, atau rasa bosan, serta


(22)

4

merupakan bagian dari pembelian impulsif. Seseorang yang cenderung melakukan pembelian kompulsif secara tiba-tiba tanpa direncanakan, dilakukan secara berulang-ulang, dan merasa ketagihan biasanya dilakukan untuk menghilangkan kekhawatiran diri, menghilangkan stress, dan untuk mendapatkan kepuasan sesaat, atau untuk menonjolkan karakteristik pribadinya karena aktivitas berbelanja kini bukan lagi sekedar untuk mendapatkan produk yang diinginkan atau dibutuhkan saja, tetapi juga menjadi suatu aktivitas yang dilakukan untuk memuaskan motif-motif sosial dan personal. Penelitian yang dilakukan oleh Dittmar dkk (2002, dalam Ergin, 2010: 334) menunjukkan bahwa perilaku pembelian kompulsif biasanya terjadi pada produk-produk yang bersifat consumer goods, seperti pakaian dan produk lainnya yang dapat menunjang penampilan seseorang. Selain itu, dalam penelitiannya ditemukan pula bahwa perilaku pembelian kompulsif ini rata-rata 90% dimiliki oleh konsumen wanita karena aktivitas berbelanja semacam ini sangat erat kaitannya dengan masalah emosional dan identitas seseorang yang lebih didominasi oleh konsumen wanita dari pada konsumen pria. Dan pembelian kompulsif ini cenderung melanda masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan yang notabene mayoritas masyarakatnya memiliki gaya hidup konsumtif (Diba, 2014: 314).

Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang, dan energi dalam merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaannya. Jadi gaya hidup ini menggambarkan bagaimana seseorang menjalankan konsep dirinya, bagaimana seseorang menggunakan uangnya, dan bagaimana seseorang itu mengalokasikan waktunya (Sumarwan,


(23)

5

2003: 56). Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang akan mempengaruhi perilaku pembelian yang ada di dalam dirinya sehingga lambat laun akan mempengaruhi bahkan mengubah gaya hidup seseorang tersebut. Jadi gaya hidup dapat menjadikan seseorang berperilaku kompulsif demi menunjang status sosial dirinya dalam lingkungannya.

Bagian dari pola hidup yang kompulsif salah satunya adalah kontrol diri. Seperti yang diungkapkan oleh Kurniawan dan Suparna (2012 : 1686) bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan seseorang berperilaku kompulsif adalah karena rendahnya kontrol diri sehingga kurang bijak dalam mempergunakan uangnya. Lemahnya kontrol diri ini membuat seseorang mudah tergiur dengan suatu objek (www.kompasiana.com). Perilaku kompulsif tidak hanya berdampak pada ekonomi saja, namun berdampak pula pada kehidupan sosial yang akhirnya menimbulkan persaingan dan kecemburuan sosial. Sikap inilah yang mendorong setiap kalangan tanpa memandang status ekonomi bersaing untuk menunjukkan harga dirinya. Seseorang yang memiliki kontrol diri yang rendah cenderung tidak mampu mengalihkan perhatiannya untuk memiliki produk baru (Hirschman, 1992 dalam Naomi dan Mayasari, 2009 : 1).

Kontrol diri didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya dari tindakan yang impulsif dan hanya mengikuti emosi sesaat karena seseorang yang memiliki kontrol diri yang rendah sering mengalami kesulitan menentukan konsekuensi atas tindakan mereka sehingga kontrol diri perlu dimiliki seseorang ketika menghadapi situasi pembelian yang bersifat impulsif


(24)

6

maupun kompulsif (Gottfredson dan hirchi, 2013 dalam Shohibullana, 2014: 49 ; Naomi dan Mayasari, 2009 : 3). Penelitian yang dilakukan oleh Naomi dan Mayasari (2009) serta Utami dan Sumaryono (2008, dalam Kurniawan dan Suparna, 2012: 1688) menunjukkan bahwa individu dengan kontrol diri yang rendah akan menyebabkan individu tersebut sering melakukan pembelian kompulsif. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi kontrol diri seseorang, maka kemungkinan terjadinya pembelian kompulsif akan semakin rendah. Spector (dalam Santosa, 2012 : 8) menyatakan bahwa kontrol diri adalah variabel kognitif yang mewakili keyakinan umum individu pada kemampuannya untuk mengontrol penguatan positif serta negatif dalam kehidupannya. Oleh karena itu, orientasi kontrol diri merupakan ukuran bagaimana seseorang memandang hubungan antara pengaruh internal dalam dirinya ataupun kekuatan eksternal disekitarnya tergantung pada tindakan dan hasil dari perbuatan yang dilakukannya apakah tindakannya tersebut dapat dikendalikan ataupun tidak. Dapat dikatakan bahwa dengan adanya kontrol diri pada seseorang dapat meminimalisir resiko dan dapat menjadi penentu nasib seseorang yang diterima kedepannya. Dalam penelitian ini, kontrol diri digunakan sebagai variabel moderating karena penentu nasib seseorang bergantung pada pengendalian dirinya yang berdasarkan pada pendapat Indriantoro (dalam Santosa, 2012 : 9) yang menyatakan bahwa kontrol diri merupakan salah satu variabel moderasi yang dapat digunakan untuk penelitian di Indonesia. Dengan adanya kontrol diri akan dapat mengurangi aktivitas konsumtif atas kepemilikan suatu barang dan dapat membedakan antara kebutuhan atau sekedar hanya keinginan terhadap konsumsi barang tersebut (Santosa, 2012 : 13). Menurut Rotter (dalam Santosa, 2012 : 13), cara pandang seseorang terhadap


(25)

7

suatu peristiwa apakah ia dapat atau tidak dapat mengendalikan persitiwa yang terjadi padanya. Adanya kontrol diri berperan untuk mengendalikan seseorang ketika berbelanja secara kompulsif.

Simpur Center sebagai salah satu pusat perbelanjaan pertama dan terbesar di Kota Bandar Lampung berdiri sejak tahun 2005, tepatnya terletak di Jl. Raden Intan No. 32 Tanjung Karang Pusat – Bandar Lampung, yang menggunakan konsep ONE STOP SHOPPING karena terdapat berbagai macam fasilitas komersial yang menyenangkan, seperti Department Store, Area Parkir, Gerai Makan, dan franchise-franchise yang cukup lengkap guna untuk memenuhi kebutuhan warga Bandar Lampung dan Sekitarnya (www.simpurcenter.com). Simpur Center memiliki 3 pintu masuk utama, yakni pintu masuk yang berada di Jl. Raden Intan, Jl. Brigjen Katamso, dan Jl. Suprapto dengan 4 lantai, dan 1 Ground Floor. Pada tingkat Ground Floor di isi oleh beragam toko Handphone & Electronics. Pada lantai 1 diisi oleh beragam toko aksesoris, toko sepatu, toko tas, dan Kid Fun. Sementara lantai 2 diisi oleh Chandra Supermarket & Department Store. Kemudian lantai 3 dan lantai 4 terdapat Area Parkir dan Area Gerai Makan (www.simpurcenter.com). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan penulis, Simpur Center menyediakan produk-produk mode pakaian yang mengusung mode pakaian ala korea yang elegan, keren, dan menarik. Selain itu, produk pakaiannya pun selalu up to date tiap bulannya sehingga konsumen dapat dengan mudah mengaktualisasikan dirinya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik


(26)

8

Perilaku Pembelian Kompulsif Dengan Kontrol Diri Sebagai Pemoderasi (Studi Pada Konsumen Pakaian di Simpur Center Bandar Lampung).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalahnya ialah :

1. Apakah gaya hidup berpengaruh terhadap perilaku pembelian kompulsif ? 2. Apakah gaya hidup berpengaruh terhadap perilaku pembelian kompulsif

yang dimoderasi oleh kontrol diri?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap perilaku pembelian kompulsif.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap perilaku pembelian kompulsif yang dimoderasi oleh kontrol diri.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini ialah : 1. Secara Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori perilaku konsumen, dan referensi bagi pengembangan


(27)

9

penelitian di kemudian hari, serta dapat menambah wawasan sehingga dapat melatih kemampuan analisis dan berfikir secara sistematis dan konseptual.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan upaya membangun hubungan yang baik dengan konsumen.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Konsumen

2.1.1 Definisi Perilaku Konsumen

Definisi perilaku konsumen menurut Umar (2005: 50) adalah suatu tindakan langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi, serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan penyusuli tindakan tersebut. Sementara itu, Schiffman dan Kanuk (Sumarwan, 2003: 25) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen ini adalah kegiatan konsumen dalam membeli dan menggunakan produk/jasa dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen yang kemudian di akhiri dengan hasil evaluasi konsumen terhadap produk/jasa tersebut.

2.1.2 Model Perilaku Konsumen

Model perilaku konsumen diartikan sebagai kerangka kerja atau alur yang mewakili apa yang diinginkan oleh konsumen dalam mengambil keputusan


(29)

11

pembelian, atau skema yang disederhanakan untuk menggambarkan aktivitas-aktivitas konsumen (Dwiastuti dkk, 2012 : 15).

Gambar 1. Model Perilaku Konsumen

Sumber : Dwiastuti dkk, 2012: 28

Pada gambar tersebut terlihat faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal diklasifikasikan menjadi budaya, sub budaya, demografi, status sosial, kelompok referensi, keluarga, dan kegiatan pemasaran. Sedangkan faktor internal dapat dirinci lagi ke dalam persepsi, pembelajaran, motivasi, sikap, emosi, ingatan, dan personaliti. Dwiastuti dkk (2012 : 29) menjelaskan bahwa persepsi adalah model proses informasi yang berguna yang mempunyai empat langkah yaitu exposure, perhatian, interpretasi, dan ingatan. Belajar adalah waktu yang External Influence Culture Sub Culture Demographics Social Status Reference Group Familiy Marketing Activities Internal Influence Perceptions Learning Memory Motives Personality Emotions Attitudes Self Concept And Life Style Decision Process Problem Recognition Information Search Alternative Evaluation & Selection Outlet Selection & Purchase Postpurchase Process


(30)

12

digunakan untuk menjelaskan proses informasi yang mana ingatan dan perilaku dirubah sebagai hasil dari proses informasi yang disadari maupun yang tidak disadari. Motivasi adalah sebuah pendirian yang mewakili sebuah kekuatan dari dalam yang tidak dapat dilihat yang merangsang dan mendorong sebuah respon perilaku dan memberikan arah yang spesifik pada respon tersebut. Selanjutnya sikap adalah suatu proses kognitif, emosi, perseptual, dan motivasi organisasi yang berlangsung lama dengan menghormati beberapa aspek lingkungan. Emosi adalah kekuatan, perasaan yang relatif tidak dapat dikontrol yang mempengaruhi perilaku. Kemudian ingatan adalah total akumulasi pengalaman pembelajaran sebelumnya, yang terdiri dari ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang. Sedangkan personality yaitu sebuah kecenderungan respon karakter individu yang berlaku pada situasi yang similar.

2.2 Perilaku Pembelian Kompulsif 2.2.1 Definisi Pembelian Kompulsif

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh beberapa individu di masa perkembangan dunia mode pakaian saat ini adalah bahwa mereka membeli secara kompulsif, yakni mereka membeli sesuatu yang tidak terlalu dibutuhkan, membeli karena situasi, dan bahkan mereka berbelanja secara berlebihan (Hoyer & MacInnis, 1997 : 526). Pembelian kompulsif didefinisikan sebagai respon dari keinginan atau dorongan yang tidak terkendali untuk mendapatkan, menggunakan, atau memahami perasaan, hakekat atau aktivitas yang menjadi petunjuk bagi seseorang untuk secara berulang/terus-menerus melakukan pembelian produk yang tidak terlalu dibutuhkan dalam jangka waktu yang cukup lama akibat dari


(31)

13

adanya perasaan negatif, depresi, rasa stres, rasa bosan akan aktivitasnya sehari-hari dengan tujuan utamanya adalah mencari kesenangan pada proses pembeliannya, bukan pada produknya (Sharma dkk, 2009 : 110 ; Gupta, 2013 : 44

; Faber & O’Guinn, 1989 : 148 ; Dittmar, 2005 : 469 ; dan Kwak et al dalam

Poetra, 2012 : 2). Sementara itu, Hoyer & MacInnis (1997 : 527) menyatakan bahwa pembelian kompulsif memiliki ikatan emosional yang kuat dari adanya perasaan negatif hingga sampai pada pencapaian perasaan positif.

Dampak negatif yang kemungkinan besar terjadi apabila perilaku kompulsif ini terus berkembang adalah dari segi finansial, yakni kemungkinan terjadinya pembengkakan hutang dan rendahnya dana yang bisa ditabung (Robert dalam Ekowati, 2009: 3). Sementara itu, Solomon (1992 : 26) menjelaskan bahwa perilaku kompulsif merupakan ketergantungan seseorang terhadap produk atau jasa dan merupakan perilaku belanja yang dilakukan secara berulang dan berlebihan yang dianggap sebagai penangkal ketegangan, kecemasan, depresi, atau kebosanan sehingga produk atau jasa tersebut dapat memberikan kepuasan dan dianggap dapat memecahkan permasalahan yang sedang terjadi. Solomon (1992 : 27) juga mengungkapkan bahwa pembelian kompulsif ini termasuk ke dalam pembelian yang tidak terencana, namun perilaku pembelian kompulsif berbeda dengan perilaku pembelian impulsif. Pembelian impulsif terjadi karena adanya dorongan untuk membeli barang yang bersifat sementara, dan pembeliannya cenderung lebih ke arah produknya. Sedangkan pembelian kompulsif terjadi akibat dari adanya dorongan kuat untuk membeli barang yang berpusat pada proses pembeliannya.


(32)

14

Pembelian kompulsif dewasa ini sudah menjadi fenomena yang semakin berkembang, dan menjadi masalah yang penting dalam dunia pemasaran dan dalam bidang ilmu perilaku konsumen, khususnya mengenai perilaku pembelian kompulsif. Valence (Gupta, 2013 : 45) mengungkapkan bahwa terdapat dua faktor utama pemicu seseorang berperilaku kompulsif, yaitu yang pertama adalah faktor sosial budaya (budaya, lingkungan komersial, dan kegiatan periklanan), dan yang kedua adalah faktor psikologis (personaliti, inteaksi lingkungan, keluarga, dan faktor genetik). Sementara itu, penjualan yang menarik, display toko yang menarik, dan pelayan toko yang perhatian, serta kredit yang mudah memungkinkan seseorang untuk berperilaku kompulsif (Hoyer & McInnis dalam Gupta, 2013 : 45). Gilbert dan Jackaria (Gupta, 2013 : 45) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian kupon, diskon harga, pemberian sampel, dan pembelian buy one get one free terhadap terjadinya perilaku kompulsif. Hal serupa diungkapkan pula oleh Rajagopal, dan Faber &

O’Guinn (Gupta, 2013 : 45) bahwa terdapat hubungan antara pembelian

kompulsif dan stimulus eksternal, seperti promosi penjualan dan tawar menawar dalam penjualan retail, kemudian stimulus di dalam toko termasuk display toko, display promosi diskon, dan penerapan harga yang rendah sehingga membentuk suatu atmosfer toko yang kondusif yang mampu meningkatkan gairah emosional pengunjung dalam berbelanja secara kompulsif. Perasaan gairah, eksitasi, persepsi terhadap pandangan, suara, dan perasaan yang kuat dan disukai merupakan faktor

penting dalam perilaku pembelian kompulsif (Faber & O’Guinn, 1989 : 156).

Loudon dan Bitta (1993 : 563) juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa karakteristik produk, pemasaran, dan karakteristik konsumen yang berhubungan


(33)

15

dengan pembelian tak terencana. Karakteristik produk mempengaruhi terjadinya pembelian tak terencana lantaran produk tersebut memiliki harga yang rendah, pendeknya usia produk, adanya kebutuhan, dan akses yang memudahkan seseorang untuk pergi ke toko. Kemudian pemasaran berpengaruh terhadap terjadinya pembelian spontan adalah adanya iklan yang menarik, display toko, dan pelayanan. Sementara itu, karakteristik konsumen seperti usia seseorang, adanya daftar belanja, tujuan berbelanja, dan frekuensi berbelanja juga mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian tak terencana.

Perilaku pembelian kompulsif merupakan bagian dari pembelian impulsif (Kurniawan dan Suparna, 2012: 3). Perilaku impulsif yang dilakukan berkali-kali dan dalam jangka waktu yang lama menimbulkan suatu perilaku pembelian yang diberi nama perilaku pembelian kompulsif (Larasati dan Budiani, 2014: 14). Pada dasarnya pembelian impulsif dan pembelian kompulsif hampir sama. Perbedaannya adalah pembelian impulsif lebih cenderung menyukai produknya, sedangkan pembelian kompulsif lebih cenderung menyukai kegiatan berbelanjanya (Kurnia, 2013: 2). Larasati dan Budiani (2014 : 15) mengatakan bahwa perilaku kompulsif dapat berasal dari semua golongan ekonomi. Seseorang yang kompulsif adalah seorang yang pemboros yang dicirikan sebagai seseorang yang menghabiskan uang dengan cepat, dan mereka membentuk citra diri bahwa orang lain harus mengagumi mereka dengan segala yang dimilikinya. Perilaku berbelanja kompulsif atau disebut juga shopping addiction merupakan sebutan bagi mereka yang mengalami shopaholic (Poetra, 2012: 2 ; Sharma dkk, 2009 : 110). Shopaholic merupakan istilah medis untuk seseorang yang memiliki keinginan atau hasrat berbelanja secara kompulsif yang berasal dari bahasa


(34)

16

Yunani “Oniomania” , yakni “Onios” (belanja) dan “Mania” (Gila) (Sharma dkk,

2009 : 110). Kegiatan berbelanja ini pada umumnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Namun untuk beberapa orang kegiatan berbelanja merupakan kegiatan yang menyenangkan, dianggap sebagai alat mengatur emosi, ataupun cara untuk mengekspresikan diri, dan biasanya kegiatan berbelanja tersebut tidak terkontrol dan bahkan memberikan dampak negatif. Kegiatan berbelanja yang demikian inilah disebut sebagai perilaku pembelian kompulsif, addictive buying, excessive buying, shopping addiction, spendaholism, shopaholic, dan addictive consumption

(Koran dalam Poetra, 2012: 2 ; Sharma dkk, 2009 : 110 ; Solomon, 1992 : 26). Marlatt (dalam Poetra, 2012: 4) juga menambahkan bahwa perilaku adiktif tersebut biasanya dialami secara subyektif “loss of control” yakni dimana perilaku tersebut terus muncul meskipun telah adanya usaha untuk menghentikannya.

Perilaku kompulsif ini biasanya terjadi pada seseorang yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah, tingkat berkhayal yang tinggi, dan tingkat depresi, kecemasan, dan obsesi yang tinggi (Rajagopal dalam Larasati dan Budiani, 2014 : 15) sehingga untuk mengurangi perasaan negatif tersebut ia melakukan pembelian kompulsif (Gupta, 2013 : 44). Tujuan dari adanya pembelian kompulsif tersebut adalah untuk menarik perhatian lingkungannya, untuk diakui oleh lingkungan sekitarnya, untuk meningkatkan rasa percaya diri, serta untuk membentuk citra diri individu melalui barang-barang konsumsi pribadi (consumer goods), seperti pakaian, fashion, dan produk yang mampu meningkatkan penampilan diri seseorang, bukan produk makanan, minuman atau belanja kebutuhan rumah


(35)

17

tangga (Kaser & Ryan dalam Gupta, 2013 : 44 ; Dittmar, 2005 : 468). Robert & Pirog mengemukakan bahwa wanita menempati posisi paling atas dalam hal mementingkan penampilan menarik dibandingkan dengan pria dan wanita juga lebih sering melakukan pembelian kompulsif dalam bentuk pakaian dan kosmetik (Gupta, 2013 : 44).

Akan selalu ada dampak yang diakibatkan dari segala sesuatu yang dilakukan secara berlebihan. Begitu pun dengan perilaku kompulsif. Gwin et al (dalam Sari, 2012: 2) menjelaskan adanya dampak positif dan dampak negatif dari adanya perilaku pembelian kompulsif. Dampak positif dari perilaku pembelian kompulsif dalam jangka pendek adalah kepuasan dan kesenangan yang langsung dapat dirasakan dari aktivitas pembelian tersebut. Perlu diperhatikan bahwa para pembeli kompulsif tidak melakukan pembelian semata-mata hanya untuk mendapatkan suatu produk tertentu, tetapi lebih kepada hasrat untuk mencapai kepuasan dan kesenangan melalui proses pembelian yang dilakukan oleh si individu. Sementara itu, untuk jangka panjangnya perilaku pembelian kompulsif ini akan memberikan dampak negatif bagi si individu karena proses pembelian yang dilakukan secara berlebihan dan berulang-ulang tersebut akan menyebabkan masalah keuangan, kebangkrutan, hutang yang menumpuk, keretakan rumah tangga, terganggunya pekerjaan dan sebagainya (Gwin et al dalam Sari, 2012: 2 ; McElroy dalam Sharma dkk, 2009: 110). Dittmar (2005 : 470) mengungkapkan bahwa pembeli kompulsif berbelanja di atas batas kemampuan mereka karena termotivasi oleh tingginya keinginan mereka untuk memiliki harta benda, dan


(36)

18

menganggap bahwa kepemilikan harta benda tersebut merupakan tolok ukur identitas diri, keberhasilan dan kebahagiaan dalam hidup.

2.2.2 Hal-hal yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Kompulsif

Hoyer & MacInnis (1997: 527) mengemukakan hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang berperilaku belanja kompulsif adalah sebagai berikut :

1. Para pembeli kompulsif memiliki kepercayaan diri yang rendah. Rendahnya kepercayaan diri mereka ini dilampiaskan dengan cara berbelanja, karena dari aktivitas berbelanja tersebut mereka mendapatkan perhatian lebih, dan penerimaan sosial dari salesperson misalnya.

2. Faktor personal yang menyebabkan terjadinya perilaku pembelian kompulsif adalah berorientasi pada fantasi. Dengan berbelanja para pembeli kompulsif akan merasa mereka begitu berarti. Perasaan fantasi ini mungkin menjelaskan bagaimana pembeli kompulsif menghindari atau melarikan diri dari pikiran tentang konsekuensi keuangan dari pengalaman berbelanja mereka.

3. Para pembeli kompulsif cenderung menarik diri dari masyarakat, mereka memiliki teman yang sedikit dan jarang melakukan kontak sosial dengan yang lainnya. Oleh karena itu, mereka melakukan pembelian secara kompulsif dapat memberikan sebuah kepuasan tersendiri. Para pembeli kompulsif merasa bahwa si penjual adalah teman mereka.

4. Pembeli kompulsif lebih memungkinkan berasal dari keluarga yang rata-rata anggota keluarganya pun berperilaku kompulsif atau kecanduan berbelanja.


(37)

19 2.2.3 Tingkatan Pembelian Kompulsif

Edwards (dalam Poetra, 2012: 4) mengklasifikasikan konsumen berdasarkan tingkat kompulsivitas dalam berbelanja, yaitu:

1. Low (Borderling) Level

Konsumen dengan tingkat berbelanja ini adalah seorang yang berada di antara menghibur diri dan menghamburkan uang.

2. Medium (Compulsive) Level

Konsumen dengan tingkat berbelanja ini sebagian besar berbelanja untuk menghilangkan kecemasan.

3. High (Addicted) Level

Pada tingkatan ini seseorang yang berbelanja sebagian besar untuk menghilangkan kecemasan, tetapi pada addicted level ini seseorang memiliki perilaku berbelanja yang ekstrim.

2.2.4 Aspek-aspek Perilaku Pembelian Kompulsif

Menurut Desarbo dan Edward (1996 : 235) aspek yang mempengaruhi seseorang berperilaku kompulsif terbagi ke dalam 2 aspek, yaitu aspek predispostional dan aspek circumstansial.

1. Aspek Predispostional

Faktor ini merupakan konstruk-konstruk yang mempengaruhi individu untuk melakukan perilaku pembelian kompulsif dan mengindikasikan kecenderungan secara umum yang mengarah pada perilaku pembelian kompulsif. Faktor predispositional terdiri dari :


(38)

20

a) Kecemasan : Pada tingkat ini individu memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dari pada non kompulsif. Untuk dapat keluar dari kecemasan ini si individu akan termotivasi untuk melakukan perilaku kompulsif. Pembeli kompulsif menggunakan aktivitas berbelanja sebagai cara untuk menghilangkan kecemasannya, dan pola ini dilakukan secara terus-menerus yang dalam artiannya adalah apabila tiap kali si individu mengalami kecemasan yang berlebihan, ia cenderung mengobati kecemasannya dengan berbelanja.

b) Perfeksionis : Perfeksionis dicirikan dengan harapan yang terlalu berlebihan untuk mendapatkan suatu pencapaian yang lebih besar. Orang-orang yang perfeksionis melakukan pembelian kompulsif untuk mendapatkan kompetensi, kontrol dan harga diri meskipun hanya sementara.

c) Harga Diri : Harga diri ini didefinisikan sebagai suatu penilaian terhadap diri sendiri bahwa dirinya begitu berharga. Seseorang yang berperilaku kompulsif cenderung memiliki harga diri yang rendah, karena dengan melakukan pembelian kompulsif akan memunculkan perasaan memiliki kekuasaan melalui aktivitas berbelanja.

d) Fantasi : Pada tingkat ini si individu memiliki khayalan yang terlalu tinggi dan kebebasan akibat dari suatu perilaku yang dilakukannya. Pembelian kompulsif merupakan pelarian dari rasa cemas dan perasaan negatif seseorang yang berarti dengan melakukan pembelian kompulsif maka seakan-akan masalah yang dihadapi menjadi hilang. Disitulah letak fantasi nya.


(39)

21

e) Impulsif : Pembelian impulsif terjadi karena adanya ketidakmampuan seseorang untuk menolak melakukan pembelian, rendahnya kontrol tersebut sangat erat kaitannya dengan pembelian kompulsif, dan perilaku impulsif umumnya terjadi karena adanya stimulus eksternal. Pembelian kompulsif dideskripsikan sebagai sebuah impulse control disorder dalam kajian ilmu psikologi. Oleh karena itu, perilaku kompulsif dapat dikatakan sebagai perilaku yang tidak dapat dikendalikan karena begitu kuatnya dorongan untuk berperilaku. f) Pencari Kesenangan : Para pembeli kompulsif cenderung melakukan

aktivitas belanja sebagai kegiatan untuk mencari kesenangan semata yang berada di antara kontrol dan rendahnya kontrol.

g) General Kompulsif : Dalam hal ini orang-orang yang cenderung memiliki perilaku kompuslif dapat diketahui dari ciri-ciri: suka menunda pekerjaan, sering mengalami kebimbangan, pola makan tidak teratur, kecanduan obat dan alkohol, dll.

h) Ketergantungan : Orang-orang yang mudah bergantung pada orang lain memiliki kecenderungan untuk berperilaku kompulsif.

i) Approval Seeking : Pembeli kompulsif memiliki kebutuhan untuk mendapat pujian dari orang lain dalam rangka untuk membuat diri mereka menjadi bahagia walaupun itu hanya untuk sementara waktu, seperti mendapatkan pujian dari si penjual di dalam toko akan mengakibatkan mereka melakukan pembelian kompulsif.

j) Locus of Control : Orang yang memiliki hidup yang dikendalikan oleh faktor dari luar memiliki kecenderungan berperilaku kompulsif.


(40)

22

k) Depresi : Orang yang memiliki tingkat depresi yang tinggi akan cederung melakukan pembelian kompulsif karena tujuannya untuk keluar dari perasaan depresi yang tidak menyenangkan tersebut.

2. Faktor Circumstantial

Faktor ini merupakan faktor yang dihasilkan dari kondisi individu pada saat ini dan juga mungkin menjadi pemicu munculnya perilaku-perilaku pembelian kompulsif selanjutnya (Desarbo dan Edwards, 1996 : 238), antara lain seperti :

a) Menghindari Masalah

Menghindari masalah adalah sebuah kecenderungan umum menggunakan cara-cara tertentu untuk menghindari diri dari sebuah permasalahan, dan para pelaku pembelian kompulsif memiliki kecenderungan untuk menghindari masalah.

b) Penyangkalan

Penyangkalan merupakan penyangkalan terhadap permasalahan yang dihadapi. Pembeli kompulsif memiliki kecenderungan untuk menyangkal keberadaan dari permasalahan yang dihadapinya. Bagi mereka, denial adalah cara untuk menghindari rasa cemas, rasa marah, rasa takut atau emosi negatif lainnya yang biasanya tidak ada hubungannya dengan pengalaman berbelanja.

c) Pengasingan

Terdapat dugaan bahwa pembelian kompulsif merupakan sebuah gambaran dari perilaku individu yang terisolasi dari lingkungan sosialnya. Isolasi tersebut mendorong individu untuk memiliki perilaku


(41)

23

berlebihan yang tidak diterima secara sosial sehingga menyebabkan mereka mengisolasi dirinya sendiri. Kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain mungkin mendorong para pembeli kompulsif untuk berbelanja pada sebuah toko karena di sana lah merasa merasa mendapatkan perhatian dari tenaga penjual toko.

d) Materialistis

Faber dan O’Guinn menggunakan materialism scale yang

dikemukakan oleh Belk’s untuk menilai nilai materialisme dalam sampel pembeli kompulsif mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa pembeli kompulsif lebih materialistik dibandingkan dengan populasi umum lainnya. Tetapi meskipun demikian, kepemilikan terhadap suatu barang tidak menjadi perhatian utama bagi mereka. Pembeli Kompulsif lebih fokus pada proses berbelanja daripada barang-barang yang mereka beli.

Sementara itu, Kurnia (2013: 3) mengungkapkan faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku pembeli kompulsif adalah :

1. Faktor Keluarga

Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu individu untuk melakukan proses sosialisasi melalui pembelajaran, dan penyesuaian diri dalam berpikir dan juga bertindak di dalam masyarakat. Keluarga yang utuh dan harmonis akan memberikan dampak positif bagi individu dan perilakunya. Robert (dalam Kurnia, 2013: 3) menyatakan


(42)

24

bahwa pada beberapa penelitian yang telah dilakukan ternyata pembelian kompulsif dipengaruhi oleh perilaku dari anggota keluarga yang lain. 2. Faktor Psikologi

Pembelian kompulsif terjadi karena ketegangan psikologi yang menyebabkan meningkatnya keinginan seseorang untuk melakukan pembelian saat itu juga. Dengan kata lain, hasrat untuk melakukan pembelian pada pembeli kompulsif lebih disebabkan oleh dorongan psikologis dari dalam diri mereka.

3. Faktor Sosiologi

Robert (dalam Kurnia, 2013: 3) menyatakan bahwa terdapat pengaruh tayangan televisi, teman sebaya, frekuensi berbelanja, serta kemudahan mengakses dan menggunakan kartu kredit pada pembelian kompulsif. 4. Faktor Situasional

Faktor situasional merupakan faktor eksternal yang muncul karena seseorang melakukan kontak dengan lingkungan dan produk yang nantinya dapat menyebabkan pembelian impulsif dan pembelian kompulsif. Faktor situasional membuat konsumen melakukan pengambilan keputusan di dalam toko pada saat itu juga (Gor dalam Kurnia, 2013: 3).

5. Materialisme

Materialistik adalah tingkatan seseorang dianggap sebagai materialis. Konsumen menganggap suatu kepemilikan sebagai suatu yang berharga, maka ia semakin materialistis. Demikian juga sebaliknya.


(43)

25

Kemudian, Sari (2013: 6) mengungkapkan 5 dimensi dari perilaku pembelian kompulsif yang terdiri dari :

1. Tendency to Spend

Yaitu sebagian besar mengarah pada kecenderungan seseorang untuk melakukan aktivitas berbelanja dan lebih sering menghabiskan uang, dimana ada episode tertentu pada aktivitas berbelanjanya.

2. Drive To Spend

Mendeskripsikan tentang adanya dorongan, preokupasi (pemusatan pikiran pada satu hal tertentu), kompulsif (dilakukan secara berulang-ulang) dan adanya perilaku impulsif dalam berbelanja.

3. Feelings about Shopping

Mendeskripsikan seberapa besar seseorang menikmati aktivitas berbelanja dan menghabiskan waktunya untuk berbelanja.

4. Dysfunctional Spending

Mendeskripsikan bahwa disfungsinya lingkungan dapat menyebabkan atau menggiring seseorang untuk melakukan aktivitas berbelanja dan menghabiskan waktunya untuk berbelanja.

5. Post Purchase Guilt

Menjelaskan bahwa ada Perasaan menyesal dan pengalaman yang memalukan setelah melakukan aktivitas berbelanja.


(44)

26

2.2.5 Konsekuensi Perilaku Pembelian Kompulsif

Berikut ini adalah konsekuensi yang dapat muncul dari adanya perilaku pembelian kompulsif (Lisan dan Ida, 2010: 7).

1. Dorongan Tak Terkendali Untuk Berbelanja

Keinginan untuk menghilangkan perasaan negatif melalui kegiatan berbelanja sangat kuat dalam diri si pembeli kompulsif. Jika keinginan kuat tersebut selalu muncul ketika mereka mengalami perasaan negatif, maka tidak mengherankan dalam diri mereka akan selalu muncul

keinginan berbelanja yang tidak terkendali. Faber dan O’Guinn

menjelaskan bahwa perilaku kompulsif dilakukan secara berulang-ulang. 2. Sikap Terhadap Iklan

Kwak et al (dalam Lisan dan Ida, 2010: 8) mengatakan bahwa pembeli kompulsif memiliki reaksi yang berbeda terhadap iklan dibandingkan dengan konsumen normal lainnya. Berdasarkan Teori Perbandingan Sosial, Kwak et al (dalam Lisan dan Ida, 2010: 8) juga mengatakan bahwa konsumen membandingkan kehidupan nyatanya dengan kehidupan ideal yang ditampilkan di dalam iklan. Oleh karena itu, pembeli kompulsif akan merasa tidak puas dengan kehidupan nyatanya yang sekarang, akibatnya konsumen ingin menyamai kehidupan ideal yang ditampilkan dalam iklan tersebut, dan cara untuk mendapatkan kehidupan idealnya adalah dengan melakukan pembelian atas produk yang diiklankan. Selain itu, pembeli kompulsif juga cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh iklan atau hal semacamnya.


(45)

27 3. Masalah Keuangan

Individu yang cenderung melakukan pembelian kompulsif tidak mempermasalahkan hal keuangan meskipun itu berarti ia harus berhutang atau harus menggunakan kartu kredit untuk memenuhi keinginannya berbelanja. Seperti yang dikatakan oleh Dittmar bahwa finansial bukan halangan bagi pembeli kompulsif mengingat dorongan untuk membeli suatu produk sangatlah kuat. Jika kondisi tersebut terjadi secara berulang-ulang, maka kemungkinan hutang para pelaku kompulsif akan semakin banyak dan akibatnya akan menimbulkan masalah keuangan bagi dirinya seperti kesulitan dalam membayar hutang. Roberts mengatakan hal yang senada dengan Dittmar bahwa meningkatnya kebangkrutan individu dan penggunaan kartu kredit yang melebihi batas merupakan bagian dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh perilaku pembelian kompulsif.


(46)

28

2.2.6 Kerangka Teori Perilaku Pembelian Kompulsif

Gambar 2. Kerangka Teori Perilaku Pembelian Kompulsif

ANTECENDENTS RESPONSE CONSEQUENCES

Sumber : Workman & Paper, 2010 : 111

Kerangka teori tersebut di atas menjelaskan mengenai perilaku belanja kompulsif dan konsekuensi dari adanya perilaku kompulsif ini. Dari bagan tersebut di atas diketahui bahwa seseorang memiliki kecenderungan untuk berperilaku kompulsif karena adanya beberapa faktor, seperti rendahnya rasa percaya diri, adanya perasaan negatif, penggunaan kredit, rendahnya kontrol diri, dan normative evaluations. Bagan tersebut juga menunjukkan bahwa perilaku kompulsif dapat

Compulsivity Low Self Esteem

Negative Affect Loneliness Arousal Seeking Fantasizing Credit Usage Gender Female Male Materialism Products

F: Jewelery, Clothing M: Electronics, Knives

Affect Intensity Impulsivity None Low Normative Evaluations Impulse Control

Short term Long Term Purchase Phase Post Purchase

Phase

SELF

Emotional Lift +Depresion Isolation

+self esteem +Low Self Esteem

Debt +Debt

Relations Problem

Guilt Guilt

Legal Issues

SOCIETY


(47)

29

memberikan hasil positif bagi individu dalam mengurangi tingkat stress diri, restorasi diri menjadi lebih positif, dan peningkatan hubungan interpersonal. Selain itu, perilaku kompulsif ini memiliki konsekuensi yang negatif bagi si individu, yakni dalam bentuk penumpukan hutang, terlibat masalah hukum, serta dapat meningkatkan perasaan rasa bersalah dalam diri si individu.

2.3 Gaya Hidup

2.3.1 Definisi Gaya Hidup

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa gaya hidup merupakan bagian dari faktor pribadi yang turut mempengaruhi konsumen dalam berperilaku dan mengambil keputusan pembelian. Gaya hidup adalah sebuah konsep yang lebih baru dan mudah terukur dibandingkan dengan kepribadian. Orang-orang yang berasal dari sub kebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Kotler dan Armstrong (2001 : 208) mendefinisikan gaya hidup sebagai sebuah pola kehidupan seseorang seperti yang diperlihatkannya dalam kegiatan, minat, dan pendapat-pendapatnya atau dapat disingkat AIO (Activities, Interest, dan Opinions). AIO ini merupakan dimensi utama konsumen dalam mengukur gaya hidupnya. Suryani (2012 : 74) menjelaskan bahwa pertanyaan aktivitas (Activities) menanyakan apa yang dilakukan konsumen, apa yang dibeli, dan bagaimana konsumen menghabiskan waktunya yang meliputi pekerjaan, hobi, belanja, olahraga, kegiatan sosial. Minat (Interest) menanyakan preferensi dan prioritas konsumen, seperti makanan, pakaian, keluarga, rekreasi. Sedangkan pendapat (Opinion) ialah menanyakan pandangan dan perasaan konsumen mengenai berbagai topik kejadian-kejadian


(48)

30

yang berlangsung di lingkungan sekitar, baik lokal maupun internasional, masalah-masalah ekonomi, sosial, bisnis, dan produk maupun pendapat tentang diri mereka sendiri.

Gaya hidup merupakan salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis. Gaya hidup ini mencakup lebih dari sekedar kelas sosial ataupun kepribadian seseorang, tetapi gaya hidup saat ini sudah dapat menampilkan pola perilaku seseorang dan interaksinya di dunia. Sementara Sumarwan (2003: 56) menyatakan bahwa gaya hidup itu mencerminkan pola konsumsi yang menggambarkan pilihan seseorang bagaimana seseorang itu menggunakan uang dan waktunya. Dan gaya hidup bersifat tidak permanen karena seseorang akan cepat mengganti model dan merek pakaiannya karena menyesuaikan diri dengan perubahan hidupnya. Sementara itu, Piliang (Wijayanti dan Seminari, 2012 : 642) mengemukakan bahwa gaya hidup merupakan kombinasi dan totalitas cara, tata, kebiasaan, pilihan, serta objek-objek yang mendukungnya, dalam pelaksanaannya dilandasi oleh sistem nilai atau sistem kepercayaan tertentu. Sedangkan Jackson (2004, dalam Japarianto & Sugiharto, 2011 :33) mengatakan bahwa gaya hidup berbelanja merupakan ekspresi tentang gaya hidup dalam berbelanja yang mencerminkan perbedaan status sosial. Berikut ini adalah dimensi dari gaya hidup.

Tabel 1. Dimensi Gaya Hidup

Aktivitas Minat Pendapat

Pekerjaan Keluarga Mereka Sendiri

Hobi Rumah Masalah Sosial

Kegiatan Sosial Pekerjaan Politik

Liburan Komunitas Bisnis


(49)

31

keanggotaan Club Fashion Pendidikan

Komunitas Makanan Produk

Belanja Media Masa depan

Olahraga Prestasi Budaya

Sumber : Assael dalam Aresa, 2012: 28

2.3.2 Klasifikasi Gaya Hidup

David Chaney (dalam Aresa, 2012: 24) mengklasifikasikan gaya hidup berdasarkan kebutuhan seseorang dalam memenuhi keinginan dan rutinitasnya, yaitu :

a) Industri Gaya Hidup

“Kamu bergaya maka kamu ada!” adalah sebuah ungkapan yang mungkin

cocok untuk menggambarkan kegandrungan manusia modern akan gaya karena gaya hidup sebagai penunjuk penampilan diri mengalami estetisisasi dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya industri gaya hidup untuk sebagian besar adalah industri penampilan.

b) Iklan Gaya Hidup

Di dalam era globalisasi informasi saat ini, yang berperan besar dalam membentuk gaya hidup adalah budaya citra dan budaya cita rasa. Iklan dapat dapat mempresentasikan gaya hidup dengan menanamkan secara halus arti pentingnya citra diri untuk tampil di muka publik. Iklan juga secara perlahan namun pasti akan mempengaruhi pilihan cita rasa yang akan dipilih.


(50)

32

c) Public Relation dan Jurnalisme Gaya Hidup

Dalam hal ini celebrity endorser turut membantu dalam pembentukan identitas dari para konsumen. Dalam budaya konsumen, identitas menjadi

suatu sandaran “aksesoris fashion”.

d) Gaya Hidup Mandiri

Kemandirian adalah kemampuan hidup untuk tidak bergantung secara mutlak kepada sesuatu yang lain. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki untuk mencapai tujuan. Dengan gaya hidup mandiri, budaya konsumerisme tidak lagi mengajarkan manusia karena manusia akan bebas untuk menetukan pilihannya sendiri secara bertanggung jawab, serta dapat memunculkan inovasi-inovasi yang kreatif untuk menunjang kemandirian tersebut.

e) Gaya Hidup Hedonis

Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang akitivitasnya hanya untuk mencari kesenangan hidup, seperti lebih banyak bermain, lebih menyukai keramaian kota, senang membeli barang mahal, dan selalu ingin menjadi pusat perhatian (Boedeker, Arnold dan Reynold, dan Sproles dan Kendal dalam Arifianti dkk, 2010: 85).

2.3.3 Metode AIO (Activity, Interest, Opinion)

Menurut Kasali (Susanto, 2013: 3) para peneliti pasar yang menganut pendekatan gaya hidup cenderung mengklasifikasikan konsumen berdasarkan variabel AIO (Activity, Interest, Opinion). Berikut ini adalah :


(51)

33 1. Aktivitas

Aktivitas mengacu pada cara setiap individu menghabiskan waktu dan uang yang mereka miliki terkait dengan tindakan nyata, seperti pekerjaan atau tindakan yang wajib dilakukan sehari-hari, bekerja, rekreasi, menonton, berbelanja, dll (Aresa, 2012: 29). Jadi dapat dikatakan bahwa indikator dari aktivitas ini meliputi hobi, hiburan, dan berbelanja.

2. Minat

Minat adalah sesuatu yang membuat seseorang merasa tertarik, seperti ketertarikannya terhadap makanan, teknologi, fashion, dll. (Susanto, 2013: 4). Aresa (2012: 31) mendefinisikan minat sebagai faktor pribadi yang terdapat pada diri individu dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang diukur melalui minat individu terhadap keluarga, rumah, pekerjaan, komunitas, rekreasi, fashion, makanan, media, dan achievement.

3. Pendapat

Pendapat-pendapat yang diucapkan oleh seseorang akan membantu kita untuk mengetahui karakter orang tersebut, dan apa yang dia butuhkan untuk memperkuat karakternya (Susanto, 2013: 4). Engel, Blackwell, dan Miniard mengungkapkan bahwa opini digunakan untuk mendeskripsikan harapan dan evaluasi, seperti kepercayaan, antisipasi terhadap peristiwa di masa depan, dan pertimbangan konsekuensi dari adanya tindakan alternatif (Aresa, 2012: 32). Jadi opini ini merupakan pendapat dari setiap individu, baik lisan maupun tulisan yang diberikan seseorang sebagai respon terhadap stimulus. Dan opini ini biasanya berbentuk pertanyaan yang


(52)

34

diajukan. Opini sendiri ini dapat diukur melalui opini mengenai diri sendiri, isu-isu sosial, politik, bisnis, ekonomi, pendidikan, produk, masa depan, dan budaya.

2.4 Kontrol Diri

2.4.1 Definisi Kontrol Diri

Lazarus (Diba, 2014: 315) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi yang positif. Messina (Naomi dan Mayasari, 2009: 4) mendefinisikan kontrol diri sebagai kemampuan seseorang untuk tidak melakukan pembelian secara spontan atau kemampuan diri untuk menunda pembelian dengan melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Kontrol diri biasanya melibatkan upaya untuk menghindari preferensi jangka pendek agar mencapai preferensi jangka panjang (Putra dkk, 2012 : 4). Seseorang yang tidak memiliki kontrol diri lebih mengutamakan konsumsi yang bersifat hedonis daripada fungsional karena ia menginginkan sesuatu yang bersifat kemewahan dan kesenangan. Berdasarkan beberapa pengertian kontrol diri tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam mengontrol segala perilaku, pikiran, dan perasaannya dalam keinginannya untuk melakukan hal-hal negatif. Hal-hal negatif dalam bahasan ini ialah pola perilaku pembelian kompulsif. Jadi kontrol diri ini perlu dimiliki oleh seseorang ketika menghadapi situasi pembelian yang bersifat impulsif maupun kompulsif (Naomi dan Mayasari, 2009: 3).


(53)

35

Rotter (Friedman & Schustack, 2008 : 50) membagi kontrol diri ke dalam 2 elemen utama, yakni kontrol eksternal, dan kontrol internal. Kontrol eksternal diakibatkan karena adanya sebuah keyakinan bahwa hal-hal di luar diri individu, seperti kesempatan atau kekuatan lainnya itu menentukan apakah hasil akhir yang diinginkan akan terjadi. Seseorang dengan kontrol eksternal cenderung kurang independen dan lebih mungkin menjadi depresif dan stres. Sedangkan kontrol internal merupakan ekspektasi umum di mana tindakan individu sendiri akan menyebabkan munculnya hasil akhir yang diinginkan. Seseorang dengan kontrol internal lebih berorientasi pada keberhasilan karena mereka menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga mereka lebih cenderung tergolong ke dalam high achiever.

2.4.2 Aspek-aspek Kontrol Diri

Averill (Diba, 2014: 319) mengungkapkan beberapa aspek yang terdapat dalam kontrol diri seseorang, yaitu:

a. Kontrol Perilaku

Merupakan sikap yang menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya (Azwar, 2013 : 27). Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Sementara Diba (2014 : 319) menyatakan kontrol perilaku sebagai kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi keadaan yang tidak menyenangkan dan langsung mengantisipasinya. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa


(54)

36

lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan yang bersangkutan, yang mana kontrol perilaku ini sangat penting artinya ketika rasa percaya diri seseorang sedang berada dalam kondisi yang lemah (Azwar, 2013 : 13). Kemampuan ini diperinci lebih lanjut ke dalam dua komponen, yakni kemampuan mengontrol pelaksanaan yang ditunjukkan dengan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu di luar dirinya. Dan kedua adalah kemampuan mengontrol stimulus yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Stimulus adalah hal-hal yang merangsang terjadinya kegiatan pembelajaran, seperti pikiran, perasaan dll yang dapat ditangkap melalui alat indera.

b. Kontrol Kognitif

Yaitu kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Secara sederhananya, kontrol kognitif ini merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, yakni kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap (Azwar, 2013 : 24). Komponen kognitif mengacu pada kesadaran responden dan pengetahuannya terhadap beberapa obyek atau fenomena yang terkadang disebut juga dengan komponen keyakinan,


(55)

37

atau “saya tahu bahwa produk B akan ... “. Komponen kognitif penting bagi berbagai kebutuhan informasi. Banyak situasi keputusan membutuhkan informasi yang menyangkut kesadaran/pengetahuan pasar tentang ciri-ciri produk, kampanye periklanan, penetapan harga, ketersediaan produk, dan lain sebagainya. Kemampuan ini diperinci lebih lanjut ke dalam dua komponen, yaitu kemampuan memperoleh informasi, dan kemampuan melakukan penilaian. Kemampuan memperoleh informasi ini dengan informasi yang dimiliki, individu dapat mengantisipasi keadaan dengan berbagai pertimbangan secara objektif. Sedangkan kemampuan melakukan penilaian ditunjukkan dengan melakukan penilaian dimana individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara objektif.

c. Kontrol Keputusan

Yaitu kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakininya atau disetujuinya.

Ghufron dan Rini (Heni, 2011: 5) mengungkapkan 2 faktor yang mempengaruhi kontrol diri, yaitu:

1. Faktor Internal

Salah satu faktor yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu.


(56)

38 2. Faktor Eksternal

Salah satu faktor yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah keluarga. Lingkungan keluarga dapat menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Bila lingkungan keluarganya menerapkan disiplin yang konsisten kepada anaknya, maka konsisten ini akan diinternalisasi oleh anak dan kemudian akan menjadi kontrol diri baginya.

2.4.3 Tipe Kontrol Diri

Rosenbaum (Putri dkk, 2009 : 8) mengemukakan tipe-tipe kontrol diri yang terdiri dari:

a) Kontrol diri tipe redresif, yaitu berfokus pada proses pengendalian diri b) Kontrol diri tipe reformatif, yaitu berfokus pada bagaimana mengubah

gaya hidup, pola perilaku, dan kebiasaan-kebiasaan yang destruktif.

c) Kontrol diri tipe eksperiensial, yaitu kemampuan seseorang untuk menjadi sensitif dan menyadari perasaan-perasaannya dan penghayatan akan stimuli dari lingkungan yang spesifik.

2.5 Pengembangan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2011 : 70). Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis dapat juga dikatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian.


(57)

39

Hipotesis 1. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif Penelitian (Felicia dkk, 2014 : 103) yang bertujuan untuk menelaah hubungan antara perfeksionisme dan gaya hidup hedonistik dengan perilaku pembelian kompulsif telah menunjukkan bahwa baik perfeksionisme dan gaya hidup hedonistik berasosiasi secara signifikan dengan perilaku pembelian kompulsif. Secara spesifik dijelaskan pula bahwa semakin tinggi tingkat perfeksionisme dan gaya hidup seseorang, maka semakin tinggi pula kecenderungan seseorang tersebut untuk melakukan pembelian kompulsif.

Hipotesis 2. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Perilaku Pembelian Kompulsif Dengan Kontrol Diri Sebagai Pemoderasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hofmann dan Friese (2009 : 803) mengungkapkan bahwa kontrol diri memoderasi dampak dari sifat impulsif terhadap perilaku konsumsi seseorang, dalam hal ini adalah sifat impulsif seseorang yang kecanduan terhadap alkohol dan obat-obatan, serta makanan siap saji atau junk food. Selain itu, di penelitian keduanya, Hofmann dkk (2009 : 170) juga mengungkapkan bahwa kontrol diri memiliki peran sebagai moderator terkait hubungannya dengan sejumlah variabel impulsif. Pada penelitiannya ditemukan bahwa kontrol diri berpengaruh signifikan dalam memoderasi perilaku yang bersifat impulsif maupun kompulsif. Seseorang cenderung berperilaku impulsif ketika mendapati dirinya dalam kontrol diri yang rendah.


(58)

40 2.6 Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang telah penulis rangkum yaitu: Tabel 2. Tabel Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Alat Analisis Hasil

Fenny Felicia, Rianda Elvinawaty,

dan Sri Hartini, 2014

The Tendency for Compulsive Buying : The

Roles of Perfectionism and Hedonistic Lifestyle

Pembelian Kompulsif, Perfeksionisme, dan Gaya Hidup Hedonistik Regresi Linier Beranda dengan bantuan software SPSS 17

Ada hubungan antara perfeksionisme dan gaya hidup hedonisme dengan kecenderungan perilaku

pembelian kompulsif Florentine Yovita

Kurniawan & Gede Suparna, 2012

Peran Kepemilikan Kartu Kredit Dalam Memoderasi Pengaruh

Kontrol Diri dan Atmosfer Gerai Terhadap Perilaku Belanja Kompulsif Kartu Kredit, Kontrol Diri, Atmosfer Gerai, dan Perilaku Belanja Kompulsif Moderated Regression Analysis, SPSS 15

Kontrol diri berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap perilaku pembelian kompulsif, sedangkan atmosfer gerai

berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian

kompulsif. Prima Naomi, dan

Iin Mayasari, 2009

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Siswa SMA Dalam Perilaku Pembelian Kompulsif :

Perspektif Psikologi Perilaku Pembelian Kompulsif, Kontrol Diri, dan Materialisme Analsiis Regresi Berganda, SPSS 15

Kontrol diri berpengaruh negatif pada perilaku kompulsif, materialisme kesuksesan tidak mempengaruhi perilaku kompulsif, dan materialisme sentralitas mempengaruuhi perilaku kompulsif, serta materialisme kebahagiaan mempengaruhi perilaku kompulsif. Wilhelm Hoffman,

Malte Friese, dan Fritz Strack, 2009

Impulse and Self Control From a Dual System

Perspective

Impulse, dan Self Control

Deskriptif Kontrol diri berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian yang bersifat impulsif maupun

kompulsif. Wilhelm Hoffman

dan Malte Friese, 2009

Control Me or I Will Control You : Impulses,

Trait Self Control, and Guidance of Behavior

Impulse, Self Control, and Guidance Behavior Multiple Regression Analysis

Kontrol diri memoderasi dampak dari sifat impulsif

terhadap perilaku konsumsi seseorang. Anthony M. Evans,

Kyle D. Dillon, Gideon Goldin, and Joachim I. Krueger,

2011

Trust and Self Control : The Moderating Role of

The Default

Trust, Self Control, Behavioral Economics

Multiple Regression

Analysis

Rendahnya kontrol diri berasosiasi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan


(59)

41 2.7 Kerangka Pemikiran

Seperti yang telah diketahui bahwa perilaku pembelian kompulsif merupakan sebuah perilaku pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya sebagai akibat dari adanya stimulus eksternal dan stimulus internal, dan terjadi secara berulang. Stimulus eksternal berupa promosi, diskon, atmosfer toko, kemudahan kredit, dan lain-lain. Sedangkan stimulus internal lebih cenderung dari pribadi individu itu sendiri seperti adanya keadaan depresi, bosan atas kegiatan sehari-hari, stress, hobi, gaya hidup, dan rendahnya kontrol diri. Dan untuk menghilangkan perasaan bosan, stress, depresi, penat tersebut, si individu melampiaskannya ke dalam kegiatan berbelanja karena dari kegiatan berbelanja ini individu tersebut mendapat sebuah kenyamanan diri. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis mengembangkan sebuah kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran

Kontrol Diri :

- Kontrol Perilaku - Kontrol Kognitif - Kontrol Keputusan

Gaya Hidup :

- Aktivitas - Minat - Pendapat

Pembelian Kompulsif :

- Tendency to Spend - Drive to Spend - Feelings about Shopping

- Dysfunctional Spending - Post Purchase Guilt


(60)

42 2.8 Hipotesis

Adapun hipotesis penelitian yang dapat dibangun ialah sebagai berikut : 1) Ha : Gaya hidup berpengaruh terhadap perilaku pembelian

kompulsif.

Ho : Gaya hidup tidak berpengaruh terhadap perilaku pembelian kompulsif

2) Ha : Gaya hidup berpengaruh terhadap perilaku pembelian kompulsif yang dimoderasi oleh kontrol diri.

Ho : Gaya hidup tidak berpengaruh terhadap perilaku pembelian kompulsif yang dimoderasi oleh kontrol diri


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksplanatif yang bertujuan untuk menganalisis hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Umar, 2005: 105). Dalam penelitian ini akan menjelaskan hubungan pengaruh gaya hidup (X) terhadap perilaku pembelian kompulsif (Y) dengan kontrol diri (Z) sebagai pemoderasi.

3.2 Definisi Konseptual

Menurut Singarimbum dan Effendi definisi konseptual merupakan pemaknaan dari konsep yang digunakan sehingga memudahkan peneliti untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan (Ropenda, 2010: 37).

1. Gaya hidup merupakan cerminan pola konsumsi yang menggambarkan pilihan seseorang yakni bagaimana seseorang itu menggunakan uang dan waktunya (Sumarwan, 2003: 56) yang diperlihatkannya dalam bentuk aktivitas, minat, dan pendapat (Kotler dan Armstrong, 2001: 208).

2. Perilaku pembelian kompulsif ialah respon dari keinginan atau dorongan yang tidak terkendali untuk mendapatkan, menggunakan, atau memahami


(1)

D A F T A R P U S T A K A

Aresa, Della. 2012. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Repurchase Intention. Jurnal Administrasi Bisnis. Universitas Indonesia. Depok.

Arifianti, Ria, dkk. 2010. Gaya Hidup Hedonisme. UNPAD PRESS. Bandung.

Azwar, Saifudin. 2013. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta.

Darpito, Surpiko Hapsoro. 2015. The Mediating Role Of Locus Of Control In Impulse Buying Behavior. Journal of Proceding International Conference And Call For Papaer. University of Pembangunan Nasional Veteran. Yogyakarta.

Desarbo, Wayne dan Elizabeth Edwards. 1996. Typologies of Compulsive Buying Behavior : A Constrained Clusterwise Regression Approach. Journal of Consumer Psychology. Laurence Eribaum Associates Inc. Pennsylvania State University.

Diba, Dira Sarah. 2014. Peranan Kontrol Diri Terhadap Pembelian Impulsif Pada Remaja Berdasarkan Perbedaan Jenis Kelamin Di Samarinda. Jurnal Psikologi Unmul. Samarinda.

Dittmar, Helga. 2005. Compulsive Buying – A Growung Concern? An Examination of Gender, Age, and Endorsementof Materialistic Values as Predictors. British Journal of Psychology. University of Sussex. Brighton.

Dwiastuti, Rini, Agustina Shinta, dan Riyanti Isaskar. 2012. Ilmu Perilaku Konsumen. Penerbit UB Press Universitas Brawijaya. Malang.


(2)

Ekowati, Titin. 2009. Compulsive Buying: Tinjauan Pemasar dan Psikologi.

Ergin, Elif Akagun. 2010. Compulsive Buying Behavior Tendencies: The Case Of Turkish Consumers. African Journal of Business Management.

Faber, Ronald J.Dan Thomas C. O’Guinn. 1989. Compulsive Buying: A Phenomenological Exploration. The Journal of Consumer Research.

Fatimah, Siti. 2013. Hubungan Antara Kontrol Diri dan Gaya Hidup Pada Mahasiswa Surakarta. Skripsi Naskah Publikasi Program Studi Pesikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Felicia, Fenny, Rianda Elvinawaty, dan Sri Hartini. 2014. The Tendency for Compulsive Buying : The Roles of Perfectionism and Hedonistic Lifestyle. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi Universitas Prima. Medan.

Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Friedman, Howard dan Miriam Schustack. 2008. Kepribadian. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariate SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Gupta, Shruti. 2013. A Literature of Compulsive Buying– A Marketing Perspective. Journal of Applied Business and Economic Vol. 14. The Pensylvania State University at Abington.

Hardanis, Galuh Mentari dan Rositawati. 2015. Hubungan Locus Of Control Dengan Impulse Buying Pembelanjaan Online. Jurnal Psikologi Universitas Islam Bandung. Bandung.


(3)

Heni, Septi Anugrah. 2011. Hubungan Antara Kontrol Diri Dan Syukur nDengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja SMA IT Abu Bakar Yogyakarta. Jurnal Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

Hofmann, Wilhelm, Malte Friese, Fritz Strack. 2009. Impulse and Self Control From A Dual System Perspective. Journal Association for Psychological Science. Germany.

Hofmann, Wilhelm dan Malte Friese. 2009. Control Me or I Will Control You : Impulses, Trait Self Control, and The Guidance of Behavior. Journal of Research in Personality. Elsevier Inc. Switzerland.

Hoyer, Wayne dan Deborah MacInnis. 1997. Consumer Behavior. Houghton Mifflin Company. U.S.A.

Japarianto, Edwin dan Sugiono Sugiharto. 2011. Pengaruh Shopping Lifestyle Dan Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behavior Masyarakat High Income Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran Fakultas Ekonomi Vol 6 No. 1 Universitas Kristen Petra. Surabaya.

Jogiyanto. 2009. Konsep Dan Aplikasi PLS untuk Penelitian Empiris. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Junaidi. 2014. Transformasi Data Ordinal Ke Interval Dengan Menggunakan Microsoft Office Excel : Seri Tutorial Analisis Kuantitatif. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi. Jambi.

Kurnia, Natalisa Indah. 2013. Compulsive Buying Behavior Pada Konsumen Ritel Format Fashion Store. Jurnal Manajemen Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya.

Kurniawan, Florentine Yovita dan Gede Suparna. 2012. Peran Kepemilikan Kartu Kredit Dalam Memoderasi Pengaruh Kontrol Diri Dan Atmosfer Gerai Terhadap Perilaku Belanja Kompulsif Konsumen Pakaian Di Kuta. Jurnal Ekonomi Universitas Udayana. Bali.


(4)

Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Larasati, Manggi Asih dan Meita Santi Budiani. 2014. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Pembelian Impulsif Pakaian Pada Mahasiswi Psikologi Universitas Surabaya Yang Melakukan Pembelian Secara Online. Jurnal Psikologi Universitas Negeri Surabaya Vol. 02 Nomor 3. Surabaya.

Lisan, Henky dan Ida. 2010. Pencegahan Perilaku Compulsive Buying Pengguna Kartu Kredit Dengan Perencanaan Keuangan Pribadi. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Loudon, David dan Albert J Della Bitta. 1993. Consumer Behavior. McGaw Hill Inc. United States.

Mas’ud, Fuad. 2004. Survai Diagnosis Organisasional. Badan penerbit Universitas Diponegoro. Bandung.

Naomi, Prima dan Iin Mayasari. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Siswa SMA Dalam Perilaku Pembelian Kompulsif: Perspektif Psikologi. Jurnal Manajemen Universitas Paramadina. Jakarta.

Poetra, Novian Rizky Pratama. 2012. Media Internet dan Perilaku Shopping Addiction. Surabaya.

Putra, Adri, Sri Handayani, dan Ari Pambudi. 2012. Perilaku Pengendalian Diri Pada Perilaku Manajemen Keuangan Personal Berdasarkan Pada Teori Planned Behavior Menggunakan Pendekatan Partial Least Square. Jurnal Ekonomi Universitas Esa Unggul;


(5)

Putri, Iin Novita, Harlina Nurtjahjanti, dan Praseto Budi Widodo. 2009. hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Intensi Perilaku Organisasional Devian Pada Anggota Kepolisian Reserse Kriminal di DIT RESKRIM POLDA Jawa Tengah. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.

Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro. 2008. Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Penerbit Alfabeta. Bandung.

Ropenda, Festa. 2010. Pengaruh Marketing Mix Terhadap Keputusan Membeli Rumah Pada Perum Perumnas Kemiling Permai. Skripsi Administrasi Bisnis Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. 2013. Perilaku Konsumen Pada Pendekatan Praktis. Penerbit Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Santosa, Yoyok Dwi. 2012. Pengaruh Personality Traits Terhadap Penggunaan Kartu Kredit Dengan Locus Of Control Sebagai Variabel Moderating. Jurnal Manajemen FEB Universitas Kristen Satya Wacana.

Sari, Rini Kartika. 2012. Pengaruh Kontrol Diri, Motivasi, dan Materialisme. Jurnal Manajemen Universitas Muhammadiyah Purwerejo. Purwerejo.

Sharma, Varun, Karan Narang, Gaurav Rajender, MS Bathia. 2009. Shopaholism (Compulsive Buying) –A New Entity. Delhi Psychiatry Journal. University College of Medical Sciences and Guru Teg Bahadur Hospital. Delhi.

Shohibullana, Imam Hoyri. 2014. Kontrol Diri Dan Perilaku Konsumtif Pada Siswa SMA. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta Selatan


(6)

Susanto, Angga Sandy. 2013. Membuat Segmentasi Berdasarkan Life Style atau Gaya Hidup. Jurnal JIBEKA Universitas Ma Chung. Malang.

Solomon, Michael R. 1992. Consumer Behavior. Prentice Hall International Inc. New Jersey.

Stanton, William J. 1994. Prinsip-prinsip Pemasaran. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Umar, Husein. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wijayanti, Ida Ayu Harmaita dan Ni Ketut Seminari. 2012. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Perilaku Pembelian Handphone Blackberry Dengan Merek Sebagai Pemoderasi. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Bali

Workman, Letty dan David Paper. 2010. Compulsive Buying : A Theoritical Framework. The Journal of Business Inquiry.

www.kbbi.web.id (akses tanggal 15 September 2015) www.simpurcenter.com (akses tanggal 15 September 2015) www.kompasiana.com (akses tanggal 23 Oktober 2015)