langsung disiksa pasukan Red Guard sampai tubuhnya babak belur, tulang rusuknya patah sebelas, rambutnya mereka gunduli dan ibu
saya hampir mereka perkosa. Ibu saya selamat karena pura-pura mati” Pranoto, 2003: 147.
Dapat dilihat dari kutipan berikut, bahwa tindak kekerasan yang dilakukan pasukan Mao Zedong begitu tidak manusiawi. Revolusi Kebudayaan yang
dilakukan Mao membuat kebebasan menjalankan peribadatan menjadi terbelenggu. Meski berada di negara sendiri, tetapi tetap saja Miss Lu Tua tidak
bisa menjalankan haknya sebagai umat beragama untuk mendapatkan ketenangan dan kenyamanan ketika sedang menjalankan peribadatan.
h. Fitnah
Derita lain yang dirasakan masyarakat etnis Tionghoa adalah sikap diskriminatif yang diterima dari masyarakat pribumi tentang identitasnya sebagai
orang Cina yang selalu dikaitkan dengan komunis. Pernyataan tersebut dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
“Opa dituduh PKI, karena opa orang Cina. Pembunuhan itu berlangsung beberapa bulan setelah meletusnya G-30-S. Padahal,
opa saya jelas-jelas bukan komunis, walau ia berdarah Cina. Oma bilang, opa saya itu laki-laki lugu, dalam arti buta politik”,
Pranoto,2003: 149.
Dapat dilihat dari kutipan berikut bahwa identitas sebagai orang Cina kembali memberi penderitaan karena anggapan masyarakat pribumi bahwa orang
Cina selalu identik dengan komunis. Meski pada negara asalnya Cina berpaham komunis, dan mayoritas anggota PKI adalah orang Cina, tetapi hal itu tidak bisa
dijadikan semata-mata pegangan bahwa semua orang Cina adalah komunis. Akibat dari pandangan sepihak dari masyarakat pribumi inilah membuat suami
Miss Lu Tua yang pada saat meletusnya peristiwa G-30-S masih tinggal di
Indonesia, menjadi sasaran empuk masyarakat pribumi yang kala itu memang dilanda kebencian besar terhadap PKI dan komunis.
i. Pembunuhan
Meledaknya peristiwa 30 September 1965 atau yang biasa disebut dengan G30S menjadi babak akhir bagi perjalanan hidup suami Miss Lu Tua. Setelah
bersedia mengubah kewarganegaraannya dan bersedia mengganti nama Cinanya, tidak semata-mata membuat suami Miss Lu Tua “diakui” sebagai bagian dari
negara Indonesia. Beberapa bulan setelah meletusnya G30S, terjadi penangkapan dan
pembantaian kepada semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI. Mereka kemudian dimasukkan ke
kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Bahkan tidak banyak dari mereka yang dibunuh secara keji oleh masyarakat pribumi.
Salah satu yang menjadi korban dari penangkapan ini adalah suami Miss Lu Tua. Meski bukan anggota atau simpatisan PKI, tetapi suami Miss Lu Tua
tetap ikut menjadi target penangkapan. Hal itu terjadi tidak lain karena suami Miss Lu Tua adalah seorang warga etnis Cina. Peristiwa tersebut bisa kita lihat
dari kutipan berikut ini. “Ya, kata oma saya, opa dibunuh oleh penduduk setempat dengan
cara yang amat sadis. Lehernya dirantai, kemudian ditarik sampai tubuhnya babak belur, lalu dihanyutkan ke sungai. Ibu Supiyah
menemukan mayat opa saya di bendungan sungai yang tidak jauh dari rumahnya. Mayat opa dalam keadaaan hancur lebur, lidahnya
menjulur hampir putus dan lehernya juga demikian. Bahkan, matanya mereka cungkil...” Pranoto, 2003: 139.
Dapat dilihat dari kutipan berikut bahwa meletusnya peristiwa G30S mengakibatkan suami Miss Lu Tua menjadi korban pembunuhan oleh masyarakat
pribumi. Meski bukan seorang anggota PKI, namun identitasnya sebagai etnis Tionghoa membuat dirinya kembali menjadi korban tindak diskriminasi meski ia
sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan di atas, terlihat bahwa
bentuk diskriminasi paling dominan yaitu kekerasan fisik dan segala urusan yang berbau “uang”. Bentuk tindak diskriminatif lainnya juga semakin membuka mata
kita bahwa sikap atau perlakuan yang didapatkan masyarakat etnis Tionghoa yang terdapat dalam novel ini adalah hal yang sering lumrah terjadi. Bukan hanya
masyarakat etnis Tionghoa saja yang mendapatkannya, tetapi sebagian etnis yang dirasa menjadi minoritas bisa saja mendapat perlakuan diskriminatif yang sama.
2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Diskriminasi