Hasil Wawancara Hasil Penelitian

IV.1 Hasil Penelitian

.Pelaksanaan penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan wawancara mendalam. Maka untuk menentukan narasumber yang akan dijadikan sebagai responden, peneliti terlebih dahulu menemui Iwan Guntara selaku Koordinator Liputan Medan Bisnis yang setiap hari mengontrol setiap wartawan yang bekerja di lapangan. Melihat catatan absen rapat yang dikantongi koordinator liputan, tercatat ada 23 orang wartawaan yang tercatat sebagai karyawan tetap, termasuk pewarta foto. Maka sesuai dengan kebutuhan peneliti untuk melakukan penelitian ini, koordinator liputan memberikan rekomendasi wartawan yang akan dijadikan narasumber. Karena penelitian ini melakukan teknik snowball dalam menentukan responden, yaitu dari satu orang responden kemudian berkembang ke responden lain berdasarkan informasi yang diberikannya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan responden yang benar- benar sesuai dengan keinginan peneliti.

IV.1.1 Hasil Wawancara

Berikuthasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 4 orang responden. Wawancara yang peneliti lakukan dilengkapi peralatan seperti alat perekam suara atas dasar persetujuan narasumber: Responden 1 Ramita Harja Wawancara berlangsung pada tanggal 5 September 2013 di ruang rapat Kantor Harian MedanBisnis di Jalan S Parman kompleks MedanBisnis Centre Blok A No. 5-6 Medan. Karena narasumber menyesuaikan jadwal sesaat setelah selesai rapat rutin redaksi sembari melakukan pengecekan berita yang akan diserahkan ke Universitas Sumatera Utara redaktur, wartawan yang akrab disapa Mita ini mulai menjawab pertanyaan- pertanyaan yang peneliti lontarkan. Wanita alumni Universitas Sumatera Utara jurusan Sastra Inggris ini sudah menggeluti dunia wartawan semenjak ia masih berstatus mahasiswa. Tepatnya ia sudah mulai belajar dunia jurnalistik saat ia mulai masuk organisasi pers kampus. Walau di organisasi ini ruang lingkupnya hanya sebatas lingkungan kampus, ia mengaku cukup mendapat banyak mendapatkan ilmu dasar jurnalistik di sana. Karena di situ ia mendapatkan materi-materi jurnalistik dasar seperti 5W+1H, coverbothside, pendalaman isu, akurasi berita dan teknik-reknik penulisan seperti indeepnews maupun penulisan feature. Tiga setengah tahun belajar di pers mahasiswa membuat Mita semakin menikmati hidupnya sebagai jurnalis. Pers mahasiswa tempat Mita menulis berbagai berita permasalahan kampus menerapkan byline di tiap-tiap berita yang diterbitkan. Apakah itu berita straight news, indeepnews ataupun dalam penulisan feature. Jadi pada saat peliputan pertama Mita diterbitkan dengan nama lengkapnya tercantum, ia merasa senang. Berita persoalan sampah di kampus USU yang ia tulis karya pertamanya dapat dibaca khalayak USU. Tapi. Mita justru berpikir dengan terpampangnya nama lengkapnya pada berita itu juga menjadi ketakutan tersendiri. Mengingat itu adalah karya pertama ia merasa tentu masih banyak kekurangan. Tapi dengan hal itu lah yang memacu semangat Mita untuk terus latihan menulis berita. Menulis dengan benar, informasi yang lengkap, akurasi yang tepat dan coverbothside. Karena bila terjadi kesalahan, berita yang ia tulis, ia harus turut bertanggung jawab, walaupun dalam regulasi dunia jurnalistik media juga harus bertanggung jawab dengan berita-berita yang dituliskan oleh reporter atau wartawan. Jurusan tempat Mita berkuliah tidak berkaitan dengan jurnalistik, namun ia memutuskan untuk benar-benar terjun ke dunia jurnalistik yang sesunggguhnya. Mulanya, Mita masuk bekerja majalah 9 PM, salah satu majalah lifestyle di Medan pada tahun 2008. Ket ika itu, Mita belum selesai kuliah, namun tetap bisa membagi waktu bekerja sebagai wartawan dan juga tetap menyelesaikan kuliahnya mengingat ritme bekerja di media lifeltyle yang tidak terlalu padat. Universitas Sumatera Utara Masih di tahun yang sama, ketika Mita sudah menamatkan kuliahnya, Mita merasa tertantang untuk bergabung di surat kabar harian. Kebetulan saat itu Medan Bisnis sedang mengadakan open rekrutmen untuk reporter. Karena mempercayai MedanBisnis sebagai harian yang cukup besar untuk skala Kota Medan, Mita tak ragu untuk memasukkan lamaran dan bekerja di media tersebut hingga sekarang. Salah satu hal positif buat Mita memilih Medan Bisnis sebagai media tempatnya bekerja adalah karena media tersebut juga menerapkan sistem byline. Sama halnya dengan yang diterapkan di media kampus tempat Mita belajar mengenai pemberitaan. Ritme media yang terbit setiap hari pastinya membuat wartawan juga harus siap bekerja di bawah tekanan yang cukup tinggi. Apalagi MedanBisnis lebih memperioritaskan berita-berita ekonomi, maka mengharuskan Mita memakan banyak waktu untuk beradaptasi. Tapi katanya dengan bergabung di media ekonomi otomatis ia harus banyak-banyak membaca berita seputar bisnis untuk referensi. Setidaknya ia membaca konten-konten berita ekonomi yang diterbitkan di MedanBisnis setiap hari. Ruang lingkup liputan yang luas dibandingkan media kampus memungkinkan Mita untuk menemui banyak kalangan dalam pekerjaannya melakukan peliputan. Pengusaha, pejabat pemerintah, pedagang di pasar misalnya. Namun, tetap saja yang namanya pekerjaan jurnalistik, ia harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai jurnalistik yang selama ini ia pelajari. Mita tetap berusaha untuk hati-hati di setiap berita yang ia tulis. Walau konten berita ekonomi yang terbilang soft, ada kalanya berita yang ia tulis sedikit berbau sensitif yang rentan membuat pihak lain tersinggung atau kurang senang. Bahkan sering juga yang melayangkan protes langsung ke meja redaksi atau juga meneror wartawan atau penulis yang namanya tercantum pada berita tersebut. Lima tahun menjadi bagian dari Medan Bisnis, tentunya sudah banyak berita yang ditulis oleh Mita. Tak sedikit yang merespon sebagai apresiasi begitu juga jumlah yang melayangkan protes bahkan kecaman. Mita menceritakan salah satu permasalahan sebagai buntut dari pemberitaan yang ia tulis. Tepatnya tiga tahun lalu, Mita tak lagi mengingat tanggal pasti. Kala itu Mita mendapat tugas untuk meliput Universitas Sumatera Utara permasalahan kecelakaan kerja di salah satu perusahaan sawit di Sumatera Utara. Mita tak mau menyebutkan detail itu perusahaan apa dan di mana, yang pasti perusahaan itu berkantor pusat di Medan. Untuk mengetahui secara langsung kondisi korban dan kondisi pabrik tempat si korban bekerja, Mita harus pergi keluar kota. Di sana ia melihat, kondisi pabrik yang tidak dilengkapi dengan fasilitas keamanan untuk pekerja. Setelah mewawancarai korban kecelakaan, Mita mendapat informasi bahwa korban juga tak mendapat jaminan kesehatan yang layak dari perusahaan. Kondisi mata korban yang hampir buta, hanya ditanggulangi oleh bidan desa yang berada di sekitar perusahaan. Namun saat Mita mengkonfirmasi perihal kecelakaan kerja ini kepada perusahaan yang bersangkutan, Mita hanya mendapatkan jawaban supaya berita ini tidak usah dimuat. Bahkan kalaupun dimuat, perusahaan tersebut meminta Mita memperlihatkan tulisan yang akan dimuat untuk diedit agar tidak membuat nama perusahaan jelek. Namun karena Mita merasa tetap memegang teguh prinsip kebenaran dalam pekerjaan jurnalistik, ia tetap memberitakan masalah ini secara blak-blakan. Sesuai dengan apa yang ia tinjau langsung, dan hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat. Empat hari berselang setelah berita tersebut dimuat, Mita mendapat telepon dari pihak perusahaan yang ia beritakan bahwa perusahaan mereka tidak terima dengan pemberitaan yang ditulis Mita. Mita diminta untuk datang ke kantor persahaan tersebut untuk membicarakan seputar nama baik perusahaan yang tercoreng dengan kasus kecelakaan kerja ini. Tapi karena yakin dengan berita yang ia tulis sudah coverbothside, informasi yang ia sajikan sudah akurat, ia juga mendapat dukungan dari pihak MedanBisnis untuk tidak menghiraukan kecaman dari perusahaan tersebut. Ia saat itu sudah mempersiapkan mental jika masalah ini dibawa ke ranah hukum. Namun ternyata itu tidak terjadi. Mita menganggap itu hanya sebagai gertakan. Itu mungkin salah satu contoh berita sensitif yang ditulis oleh Mita. Dari hal itu ia mempelajari bahwa pentingnya coverbothsidei dalammenulis setiap berita, bahkan diberita pendek sekalipun. Karena bila ada kecaman ataupun protes dari Universitas Sumatera Utara pihak-pihak tertentu, wartawan itu sendiri akan mempertanggungjawabkan kebenaran isi berita yang ia tulis. Apalagi ada byline yang membuat siapa saja bisa mengetahui siapa orang yang mengkonstruksi berita yang dimuat. Mita menilai, pertanggungjawaban terhadap berita di media yang tidak menggunakan byline berbeda dengan wartawan media yang menggunakan byline. “Misalnya pada suatu berita, apalagi berita Headline, tertera di bawah tulisan hanya kode seperti M2 atau M2 dan lain sebagainya, pembaca ataupun narasumber pasti bertanya, ini siapa sih yang nulis? Karena pembaca kan tidak tahu wartawan yang berinisial ini, berinisial itu,” jelasnya. Selama ini Mita sudah ditugaskan di beberapa desk di MedanBisnis. Sekarang ia ditugaskan di desk keuangan dan perbangkan, sebelumnya ia juga pernah ditugaskan untuk menulis di desk ekonomi mikro, desk ekonomi makro, desk perdagangan ekspor impor, dan desk pendidikan. Setiap masing-masing desk yang telah dirasakan oleh Mita ini mempunyai tingkat kesulitan yang beragam. Beda persoalan, beda narasumber dan begitu juga dengan kondisi perekonomian yang juga berbeda dari waktu ke waktu. Agar tugas untuk memenuhi kewajiban menulis berita setiap hari, mewajibkan Mita untuk berpandai-pandai dengan narasumber di lapangan. Ia harus banyak bergaul, mencari tahu dan menjalin komunikasi yang baik dengan narasumber. Kata Mita jika sudah enjoy dengan narasumber di lapangan, maka informasi yang dapat dengan mudah mengakses informasi untuk diberitakan. Modal kedekatan dengan narasumber ini juga harus dijaga Mita dengan sebaik mungkin. Tercantumnya nama Mita di setiap berita yang dimuat, menjadikan narasumber dapat mengkoding dan memantau pemberitaan-pemberitaan yang di tulis Mita. Tak jarang saat sebelum melakukan wawancara narasumber mengatakan “Berita kamu yang kemaren bagus ya Mita, tulisannya enak.” Begitu ucap Mita menirukan narasumber yang mengapresiasi beritanya. Namun tak jarang pula mendapati kalimat seperti ini. “Jangan lah lantang kali nulisnya Mita”. komentar- komentar ini walau komentar apresiasi ataupun komentar yang tidak menyenangkan Universitas Sumatera Utara ini hanya disukuri oleh Mita. Baginya, bila berita yang ia tulis dikomentari berarti berita yang ia kerjakan tidak sia-sia, dibaca orang. Misalnya takut ada kecaman atau dijauhi narasumber, Mita hanya berprinsip bekerja sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Bekerja teliti dengan asas kebenaran, dan bertanggung jawab atas pemberitaan. Pertanggungjawaban yang dimaksudkan Mita adalah kepada masyarakat yang membaca, kepada media tempatnya bekerja dan bertanggungjawab dengan diri sendiri. Mita juga tidak memungkiri pernah melakukan beberapa kesalahan pada berita-berita yang ia tulis. Seperti kesalahan pengetikan nama dan jabatan, narasumber atau juga salah komunikasi dengan redaktur dalam hal arah penulisan berita dan kesalahan akurasi informasi berita yang ia laporkan. Bahkan selama bekerja, Mita juga mengaku pernah beberapa kali mendapatkan rapor buruk dari perusahaan. Tapi beruntung perusahaan juga tak luput memperhatikan kinerja dari setiap wartawan, termasuk Mita sendiri. Setiap hari setelah rapat usai, beberapa wartawan akan coba diajak oleh redaktur, kadang oleh pemimpin redaksi langsung untuk berdiskusi perihal arah pemberitaan yang serius untuk ditindaklanjuti. Sementara untuk keseluruhan, setiap bulannya wartawan juga dibekali materi perihal jurnalistik sebagai pengingat agar wartawan tetap bekerja sesuai regulasi media yang berlaku. Sesekali pembekalan ini juga mendatangkan orang dari luar seperti wartawan senior dari Jakarta. Hal ini yang membuat Mita masih bertahan hingga sekarang bekerja sebagai wartawan MedanBisnis. Responden 2 Khairunnas Sesuai dengan teknik snow ball peneliti meminta responden pertama untuk menunjuk narasumber kedua untuk peneliti wawancarai sebagai responden kedua. Khairunnas, pria kelahiran Medan tahun 1979 ini sudah bekerja sebagai wartawan Universitas Sumatera Utara MedanBisnis sejak tahun 2009. Hal yang mendasari responden pertama untuk merekomendasikan narasumber kedua adalah lantaran sebelumnya Khairunnas sudah pernah bekerja di media nasional Seputar Indonesia sebelum bergabung dengan Medan Bisnis. Di mana harian Seputar Indonesia atau sekarang sudah berganti nama menjadi Koran Sindo juga termasuk media harian yang menerapkan byline pada saat itu. Sebelum bekerja sebagai wartawan, Khairunnas menempa ilmu jurbalistiknya salah satu kampus swasta di Medan yaitu di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi dan Pembangunan STIK-P jurusan jurnalistik. Ia menamatkan diri di kampus tersebut pada tahun 2008. Maka saat itu ia sudah punya tekad untuk mengaplikasikan ilmunya di dunia kerja sebagai wartawan. harian SeputarIndonesia menjadi media pertama bagi Khairunnas saat pertama kali menginjakkan kaki di dunia jurnalistik profesional. Walau terintegrasi dengan kantor pusat di Jakarta, Khairunnas ditempatkan sebagai koresponden Kota Pematang Siantar. Setahun lamanya berada di sana, Khairunnas setiap hari mengabarkan berbagai peristiwa yang terjadi di wilayah liputannya. Pertama kali terjun ke lapangan, menjadi hal yang sangat spesial bagi khairunnas. Saat itu, ia diminta untuk menindaklanjuti pemberitaan masalah Wali Kota Pematang Siantar yang diberhentikan oleh DPRD setempat terkait korupsi dana bangsa untuk fasilitas kesehatan. Karena kewajiban sebagai reporter yang harus melaporkan berita yang ditugaskan kepadanya, ia pun berusaha untuk dapat menembus narasumber utama dalam berita tersebut, yaitu wali kota yang baru saja dilengserkan pada saat itu Robert Edison Siahaan. Tiga hari setelah berita mengenai kasus tersebut diterbitkan, Khairunnas mulai mendapat teror dari orang yang tidak dikenal. Ia berfirasat itu adalah dari pihak narasumber yang ia beritakan. Sebagai wartawan media yang menerapkan byline, identitasnya sangat mudah dilacak. Selain nama lengkap wartawan terpampang pada berita yang diterbitkan, jumlah wartawan yang beroperasi di Kota Pematang Siantar juga terbilang sedikit. Universitas Sumatera Utara Kepada peneliti, Khairunnas mengaku sering mendapat teror dari pihak-pihak tertentu, apalagi kalau bukan perihal pemberitaan yang ia tulis. Ada yang berupa SMS ancaman, ada juga yang memaki-maki lewat telepon, ada juga yang marah- marah langsung saat jumpa di lapangan. Setahun bekerja di harian Seputar Indonesia, pada tahun 2009, barulah Khairunnas bergabung dengan Medan Bisnis. Ia mempertimbangkan bergabung dengan Medan Bisnis lantaran tidak kuat menahan tekanan akibat pemberitaan selama bertugas di Pematang Siantar. Selain itu, melihat 50 persen konten MedanBisnis memuat berita-berita ekonomi dan bisnis yang membuat Khairunnas berpikiran menulis di media ini cukup menggairahkan. Begitu juga kualitas pemberitaan, jumlah oplah dan nama yang cukup besar MedanBisnis di kota Medan membuat ia membulatkan tekad bergabung dengan media tersebut. Setelah lima tahun bekerja di MedanBisnis, ia sudah merasakan ditugaskan di beberapa desk. Di antaranya desk kriminal, desk otomotif, desk kesehatan dan olahraga. Tidak sesuai dengan yang bayangkan sebelum bergabung, Khairunnas malah belum pernah ditempatkan di desk yang memuat berita-berita seputar dunia bisnis. Hanya sesekali ia menulis berita-berita yang berkonten ekonomi. Ia cukup lama ditugaskan untuk meliput di rubrik kriminal. Yang mana pada saat itu, kantor Kepolisian Kota Besar Poltabes Medan menjadi pos Khairunnas mangkal untuk menghimpun berita. Namun terakhir hingga sekarang, pria dua anak ini ditugaskan di desk kesehatan dan olahraga. Bekerja di media yang menerapkan sistem byline memang menjadi suatu kebangaan bagi Khairunnas. Ia merasa bangga setiap berita yang tulis dimuat, dibaca banyak orang dan pembaca dapat mengetahui setiap karya tulisan yang ia hasilkan. Apalagi berita-berita yang mempunyai dampak baik bagi orang-orang yang membutuhkan dalam menyampaikan aspirasi. Ia menceritakan sebuah berita yang ditulisnya mengenai Pemutusan Hubungan Kerja PHK secara sepihak oleh salah satu perusahaan di Kawasan Universitas Sumatera Utara Industri Medan KIM. Yang mana pada saat itu, ia mendapat banyak pengaduan dari korban-koban PHK agar mereka dapat menuntut hak-hak dari perusahaan. Khairunnas sebagai penulis berita saat itu sangat puas dapat menyuarakan hak-hak orang yang terzalimi. Ucapan terima kasih pun banyak ia dapatkan dari puluhan dari korban PHK, sementara dari pihak perusahaan ia menuai protes dan dituduh menuliskan berita yang tidak berimbang. Yakin dengan beritanya sudah coverbothside, Pengagum sosok Djamaluddin Adinegoro ini pun tak ambil pusing dengan gertakan pihak perusahaan. Ia berujar bahwa adanya pro-kontra atas berita yang ditulis menjadi sebuah kewajaran karena alasan sesuatu diberitakan banyak yang beranjak dari masalah. Ada pihak yang saling bertikai dan saling menyalahkan. Namun, ia harus memperioritaskan kepentingan masyarakat secara umum walau berujung pada ketidaksenangan dari pihak perusahaan. Ia pun siap dengan resiko adanya respon baik ataupun tidak dari khalayak atas berita-beritanya. Ia berkesimpulan, kedekatan dengan narasumber tidak hanya tergambar dengan hubungan yang baik-baik saja, tetapi juga dari hubungan yang kurang baik karena adanya interaksi antara dua belah pihak. Lima tahun lebih menggeluti dunia wartawan, Khairunnas tak lepas dari melakukan kesalahan. Seperti kesalahan yang tak ia sadari ataupun yang ia sengaja. Misalnya dalam kesalahan EYD, informasi yang tidak mendalam. Lebih dari itu, Khairunnas mengaku pernah melakukan barter berita dengan rekan-rekannya di lapangan. Barter berita sudah menjadi hal yang sering dilakukan oleh wartawan- wartawan yang buntu soal ide pemberitaan. Yaitu, si wartawan yang mendapatkan informasi yang bagus dibagi-bagi ke wartawan lainnya. Ada yang menulis ulang informasi yang ia terima dengan angle yang sedikit berbeda, ada pula yang ‘mencomot’ bulat-bulat berita yang ada. Khairunnas mengaku hanya beberapa kali melakukan tindakan seperti ini. Terpampangnya namanya di berita yang dimuat membuatnya menanggung beban moral yang tidak baik terhadap pembaca. Sebab, dengan tercantumnya byline di berita, maka ia harus menanggungjawabi berita tersebut secara utuh, karena dialah Universitas Sumatera Utara yang ditugaskan untuk meliput ke lapangan. Ia pun menyadari bahwa hal ini sebenarnya haram dalam regulasi pers yang berlaku di mana pun. Ketika peneliti menanyakan desk yang menjadi favorit Khairunnas dalam menjalankan tugas liputan, ia menjawab sebenarnya lebih enjoy dalam menulis berita-berita olahraga. Selain menjadi hobi, berita olahraga sangat jarang bersinggungan dengan delik hukum dunia pers yang berlaku. Karena berita olahraga lebih condong bersifat menghibur. Namun dalam bekerja di bawah naungan sebuah perusahaan, ia harus siap untuk ditugaskan untuk meliput apa saja yang ditugaskan kepadanya. Saat ini, anggota Forum Wartawan Kesehatan Forwakes Medan ini mengaku enjoy bekerja di desk kesehatan dan olahraga. Responden 3 Ledi Hariana Munte Mita, dan Khairunnas bisa dikatakan wartawan yang sudah cukup senior di MedanBisnis. Untuk itu, berdasarkan rekomendasi dari narasumber kedua, Kharunnas, serta meminta tanggapan yang kepada koordinator liputan Iwan Guntara, peneliti menjadikan Ledi sebagai responden untuk diwawancarai. Alasan kenapa peneliti menyetujui Ledi sebagai salah satu responden karena ia masih terhitung baru lima bulan berstatus wartawan karyawan tetap di MedanBisnis. Meskipun sebelumnya ia sudah malang melintang di beberapa media di Kota Medan. Setelah mencoba mencocokan waktu, kami sepakat berjumpa di kantor MedanBisnis. Sama seperti responden sebelumnya, ia meminta untuk melakukan wawancara jam 7 malam, setelah ia selesai mengikuti rapat harian redaksi MedanBisnis. Ledi adalah alumni Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara UMSU jurusan Ilmu Komunikasi. Ia termasuk angkatan tahun 2000. Saat itu jurusan Ilmu Komunkasi di UMSU masih tergolong sebagai jurusan baru, dan Ilmu Komunikasi hanya dipelajari secara umum. Selama empat tahun kuliah, Ledi mengaku tak ada Universitas Sumatera Utara berpikiran akan bekerja sebagai wartawan, meskipun ada matakuliah jurnalistik yang ia pelajari sewaktu di kampus. Namun setelah tamat pada tahun 2004, ia justru memanfaatkan peluang menjadi wartawan di Harian Mediator. Sejak itulah ia memulai petualangan di dunia jurnalistik dari nol. Ia perlahan belajar sambil berjalan melewati tugas-tugas liputan yang diperintahkan kepadanya. Ia masih persis mengingat saat pertama kali terjun ke lapangan. Karena masih baru, Ledi ikut liputan bersama wartawan yang sudah senior untuk ngepos di Kapolsek Medan baru. Kurang lebih sebulan Ledi belum dilepas liputan sendirian. Maka di situlah ia banyak mencari tahu cara praktek liputan, cara wawancara, memahami masalah dan menggali informasi lebih mendalam. Begitu juga dalam hal menulis berita. Ia banyak berdiskusi dengan redaktur dan rekan-rekan wartawan lainnya. Untuk memudahkannya bekerja di lapangan, Ledi juga berusaha membaurkan diri dengan wartawan lain yang ia temukan di lapangan. Sebelum bergabung dengan MedanBisnis, Ledi tercatat sudah pernah bekerja di Harian Mediator,HarianPortibi, dan HarianGlobal. Dari serangkaian media tersebut ada media yang menerapkan byline ada yang tidak. Ledi mengatakan pertama kali bekerja di media yang menganut prinsip byline di Harian Global. Saat itu di tahun terakhir, Harian Global sedang dalam masa transisi menjadi Harian Jurnal Medan. Bila mambandingkan byline di Harian Global dengan Medan Bisnis Ledi mengatakan selama sebelas bulan bekerja di MedanBisnis ia hanya baru bekerja di desk Usaha Mikro Kecil dan Menengah, yang mana berita-berita yang ia tulis bersifat apresiasi terhadap UMKM. Berbeda dengan saat bekerja di Harian Global, yang saat itu Ledi lebih sering meliput berita-berita umum. Byline yang dipahami Ledi adalah sebagai transparansi dari suatu media mengenai siapa-siapa saja wartawan yang bekerja meliput berita yang dimuat setiap hari. Secara pribadi ia mengakui bila menulis berita seperti kasus, berita berbau politik, ia lebih nyaman bila pada berita cukup pencantuman inisial saja. Walau selama ini, berita yang ia tulis belum pernah dipermasalahkan secara delik hukum Universitas Sumatera Utara pers, ia mengaku sedikit takut dengan pencantuman nama. Ia tak mengingat kapan pastinya, ia pernah mendapat gertakan karena menulis berita seputar kasus yang sedang ditangani di kepolisian. Hal ini membuat Ledi tidak nyaman, ia takut diri bahaya dengan namanya diketahui sebagai penulis berita. “Lebih safety pakai inisial kalau soal berita-berita yang sedikit berbau sensitif seperti kasus-kasus, karena kita melibatkan nama-nama tertentu,” ujarnya. Sebenarnya, Ledi sudah menanamkan dalam dirinya bahwa di media mana pun ia bekerja, ia harus menaati aturan atau regulasi yang berlaku di media tersebut. Bila menerapkan byline otomatis ia harus menuruti hal itu. Begitupun menurutnya dalam penempatan bekerja. Sebagai wartawan profesional ia bersedia untuk ditugaskan di desk apa saja. Karena profesi wartawan menurut Ledi adalah profesi yang mengharuskan untuk belajar banyak hal. Hal-hal yang ditemui setiap hari sering berbeda dan menuntut seorang wartawan untuk cepat mempelajari seputar apa yang akan ia tulis. Adanya prinsip byline yang diterapkan di Medan Bisnis Ledi menilai mempunyai dampak yang cukup baik buat wartawan-wartawan yang bekerja. Kata Ledi, pencantuman nama akan menuntutnya bersama rekan-rekannya yang lain untuk bekerja dengan baik. Memperhatikan kesalahan, informasi yang bagus dan pemakaian bahasa yang enak. Menurutnya hal ini akan menjadi promosi buat wartawan MedanBisnis sendiri atas berita-berita yang ia tulis. Ledi berpandangan prositif terhadap penggunaan byline di Medan Bisnis karena konten pemberitaan yang lebih mengarah kepada berita-berta ekonomi. Yang mana berita-berita yang banyak dimuat lebih bersifat memacu untuk membangun, dan mengapresiasi pertumbuhan ekonomi di Kota Medan dan Sumatera Utara pada umumnya. Kalaupun ada berita-berita umum seperti politik, hukum, kriminal, maka Ledi berprinsip untuk hati-hati. Karena pertanggungjawabannya yang harus jelas, informasi harus berimbang atau cover bothside agar beritanya dapat dipertanggungjawabkan bila bersinggungan dengan aturan di dalam UU Pers. Namun hingga sekarang Ledi masih mengutamakan tugasnya dalam menulis berita-berita seputar UMKM. Namun bila mendapatkan Universitas Sumatera Utara informasi dari kenalannya di lapangan untuk berita-berita umum, ia juga tak luput untuk ikut memberitakan. Hal ini dilakukan Ledi agar ia dapat bersaing, atau berkompetisi dengan wartawan lain untuk membuktikan bahwa dia dapat diandalkan menjadi seorang wartawan yang profesional. Responden 4 Chairul Anwar Empat narasumber sebelumnya yang telah peneliti jadikan responden merupakan wartawan Medan Bisnis yang telah berstatus karyawan tetap. Sesuai dengan aturan penggunaan byline di Medan Bisnis yang dikatakan oleh pemimpin redaksi Bersihar Lubis, bahwa penulis berita yang nama dicantumkan adalah wartawan yang sudah mempunyai status karyawan tetap. Peneliti mencoba untuk memasukkan satu responden yang masih berstatus calon wartawan CW. Bila nama wartawan yang berstatus karyawan tetap dicantumkan di setiap berita yang ia tulis, maka bagi calon wartawan hanya diberi kode CW. Itu artinya, wartawan yang menulis berita yang akan diterbitkan masih berstatus karyawan percobaan di Medan Bisnis. Masa percobaan ini akan dilalui selama enam bulan, dan mendapat pengawasan khusus dari jajaran redaktur untuk memantau perkembangannya selama masa percobaan. Sesuai rekomendasi dari koordinator liputan Iwan Guntara, peneliti mewawancarai Chairul Anwar. Pria kelahiran Medan 19 November 1969 ini sebenarnya wartawan yang sudah malang melintang di banyak media di Kota Medan. Namun, ia baru mulai bergabng dengan Medan Bisnis sejak 1 Juli 2013 hingga sekarang, tepatnya baru melewati masa percobaan selama dua bulan. Universitas Sumatera Utara Sambil mengerjakan tulisannya pada pukul 20.00 WIB di kantor Medan Bisnis, Chairul mulai menceritakan beberapa hal yang telah ia alami selama berkecimpung di dunia jurnalistik. Setelah menamatkan sekolah menengahnya, Chairul memilih untuk menyambung ke perguruan tinggi swasta di Medan yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi dan Pembangunan STIK-P pada tahun 1988. Saat itu ia berpikir bahwa beberapa profesi wartawan di Medan pada masa itu masih sedikit digeluti oleh wartawan berijazah ilmu jurnalistik. Di tahun-tahun awal kuliah, ia mengaku masih enjoy dengan aktivitas kuliahnya. Namun mendekati periode akhir, ia mulai jenuh belajar jurnalistik di kelas. Maka pada tahun 1993, ia mencoba bergabung dengan Harian Medan Post. Tiga belas tahun ia bekerja di bawah naungan media tersebut. Setelah dari MedanPost, Chairul juga sempat mencicipi bekerja di Harian Global pada tahun 2005 hingga 2009. Selain dari tiga media harian yang ia sebutkan, Chairul mengaku juga sempat bekerja di majalah-majalah walaupun tidak berstatus karyawan tetap. Namun ia tak mau menyebutkan media tersebut satu persatu. Dari beberapa tempat Chairul bekerja ini, ia pertama kali merasakan media yang menerapkan sistem byline di Harian Global. Sementara di Medan Bisnis saat ini, ia masih belum memperoleh hak pencantuman nama karena statusnya yang masih sebagai calon wartawan. Sebenarnya, Chairul adalah salah satu wartawan yang berstatus sebagai anggota Persatuan Wartawan Indonesia PWI sejak tahun 1997. Tapi dalam aturan MedanBisnis, walaupun sudah dikenal sebagai wartawan berpengalaman, wartawan yang baru bergabung juga harus melewati beberapa tahapan. Selain itu, Chairul juga mengaku harus mulai dari nol untuk mempelajari media tempat ia bekerja saat ini. Menurut Chairul, selama menjadi wartawan seperti di Medan Post ataupun Harian Global ia sudah pernah menulis banyak berita seputar ekonomi dan bisnis. Tapi beda media, tentu beda aturan dan arah pemberitaan ditujukan. Maka dengan itu Chairul harus menghormati dan legowo untuk berusaha beradaptasi di MedanBisnis. Universitas Sumatera Utara Saat ini Chairul ditugaskan di desk Agribisnis yang memuat berita-berita seputar budidaya tanaman dan infrastruktur pertanian. Dua bulan melewati masa percobaan di MedanBisnis Chairul mengaku ia memperoleh rapor belum memuaskan. Untuk itu, ia semakin termotivasi untuk membuktikan kualitasnya sebagai wartawan yang berpengalaman. Apalagi dengan belum memperoleh hak mencantumkan namanya di berita yang tulis, Chairul menjadikan hal itu sebagai target yang harus ia capai. Menurut Chairul, adanya byline di sebuah media bisa diarikan sebagai alat untuk mengukur kualitas wartawan di sebuah media. Apabila nama si wartawan sudah tercantum di berita yang ia tulis berarti sang wartawan sudah mendapat kepercayaan atas kualitas berita yang tulis, begitupun kredibiltasnya sebagai seorang wartawan. Kemudian byline juga dipahami oleh Chairul sebagai pertanggungjawaban si wartawan terhadap berita-berita yang ia tulis. Apabila sebuah berita terlilit dengan delik pers, maka yang bertanggungjawab pertama kali adalah wartawan si penulis berita. Beda dengan media yang tidak menerapkan byline pertanggungjawaban utama justru dibebankan kepada pihak media yang bersangkutan. Tapi, Chairul sempat berpikiran saat bekerja di Harian Global, penerapan byline adalah cara dari suatu media untuk sedikit bisa mengelak dari tanggung jawab berita. Karena pemilik atau pihak perusahaan pasti akan menghindar dari urusan-urusan hukum yang berkaitan dengan pemberitaan. Namun setelah ia amati dan rasakan bekerja di Media yang menerapkan byline ia barulah paham bahwa aturan pencantuman wartawan ini juga sangat baik bagi integritas wartawan yang tergabung di suatu media. Ia beralasan byline sangat baik untuk menyamaratakan kualitas wartawan-wartawan yang dinaungi oleh media tersebut. Karena beberapa wartawan yang dipekerjakan tentu mempunyai latar belakang ilmu yang berbeda, begitu juga dengan kualitas kemampuan menguasai kondisi lapangan. Hal itu ia rasakan sendiri saat ini sebagai calon wartawan MedanBisnis yang masih harus melewati masa proses percobaan selama enam bulan. Walau sudah berstatus wartawan PWI ia tetap saja harus Universitas Sumatera Utara memenuhi target tertentu dari media untuk bisa diangkat sebagai karyawan tetap dan namanya dicantumkan di berita. Selama ini usaha ia lakukan masih berada di tahap-tahap awal. Ia sering melakukan diskusi dengan redaktur dan juga beberapa kawan seprofesi untuk dapat mempelajari lebih jauh media tampat ia bekerja. Target berita yang dibebankan kepadanya setiap hari adalah sebanyak tiga berita. Sejauh ini ia baru bisa menyetorkan sebanyak dua berita dalam sehari. Hal ini dikarenakan, tempat suasana yang berbeda dan konten berita yang masih belum ia kuasai sepenuhnya.

IV.2 Pembahasan