Model Evaluasi Program Kajian Teori

17 diukur dan didiagnosis. Berbagai kelemahan dan kendala yang mungkin timbul dapat ditemukan dan dikenali, kemudian dianalisis serta ditentukan alternatif pemecahannya yang paling tepat. Selain itu, dengan adanya informasi hasil evaluasi program pembelajaran, maka orang tua atau masyarakat akan terpanggil untuk berpartisipasi dan ikut mendukung upaya-upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Hasil evaluasi program pembelajaran yang dimasyarakatkan akan menggugah kepedulian masyarakat terhadap program pembelajaran, menarik perhatiannya, dan akhirnya akan menumbuhkan rasa ikut memiliki self of belonging. Apabila hal ini terbina dengan baik, maka akan tercipta suatu kontrol yang ikut memacu dan mengawasi kualitas pembelajaran.

2.1.3 Model Evaluasi Program

Dalam ilmu evaluasi program pendidikan, ada banyak model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Berbagai model evaluasi program tersebut, ada yang dikategorikan berdasarkan ahli yang menemukan dan mengembangkannya, tetapi ada pula yang memilah sesuai dengan sifat kerjanya. Gardner Joan S. Stark Alice Thomas, 1994:7 mengemukakan lima definisi dasar dari evaluasi yang menjadi kerangka kerja evaluasi dalam pendidikan, yaitu 18 1 evaluation as measurement, 2 evaluation as professional judgment, 3 evaluation as the assessment of congruence between performance and objectives or standards of performance, 4 decision-oriented evaluation, and 5 goal freeresponsive evaluation. Sementara itu, Kaufman dan Thomas Arikunto, 2008:40 membedakan model evaluasi menjadi delapan, diantaranya yaitu: a Goal Oriented Evaluation Model Model ini dikembangkan oleh Tyler, merupakan model yang muncul paling awal. Yang menjadi obyek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini, sejak awal proses, evaluator memantau tujuan secara terus-menerus, apakah sudah dapat dicapai. Dengan kata lain, evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan, untuk mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program. b Goal Free Evaluation Model Model ini dikembangkan oleh Michael Scriven. Berlawanan dengan model yang pertama, model Goal Free Evaluation evaluasi lepas dari tujuan justru menoleh dari tujuan. Menurut Michael Scriven, dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan oleh evaluator adalah bagaimana kerjanya program, dengan jalan 19 mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif yaitu hal yang diharapkan maupun hal-hal negatif yang tidak diharapkan. c Formatif-Summatif Evaluation Model Selain model Goal Free Evaluation, Michael Scriven juga mengembangkan model Formatif- Summatif. Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup obyek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan disebut evaluasi formatif dan ketika program sudah selesai atau berakhir disebut evaluasi sumatif. Berbeda dengan Goal Free Evaluation, pada model ini dalam melaksanakan evaluasi, evaluator tidak dapat melepaskan diri dari tujuan. Tujuan evaluasi formatif berbeda dengan tujuan evaluasi sumatif. Tujuan evaluasi formatif adalah untuk mengetahui seberapa jauh program yang dirancang dapat berlangsung, sekaligus mengidentifikasi hambatan yang dihadapi. Dengan diketahuinya hambatan dan hal-hal yang menyebabkan program tidak lancar, pengambil keputusan secara dini dapat mengadakan perbaikan yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan program. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir. Tujuan dari evaluasi sumatif adalah untuk mengukur ketercapaian program. Fungsi evaluasi sumatif dalam evaluasi program pembelajaran 20 dimaksudkan sebagai sarana untuk mengetahui posisi atau kedudukan individu di dalam kelompoknya. Mengingat bahwa obyek sasaran dan waktu pelaksanaan berbeda antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif maka lingkup sasaran yang dievaluasi juga berbeda. d Countenance Evaluation Model Model ini dikembangkan oleh Stake. Model ini menekankan pada adanya dua langkah pokok yang terjadi selama proses evaluasi, yaitu 1 deskripsi description dan 2 pertimbangan judgments; serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program, yaitu 1 anteseden antecedentscontext, 2 transaksi transactionprocess, dan 3 keluaran output-outcomes. Tiga tahap tersebut menunjukkan obyek atau sasaran evaluasi. Dalam setiap program yang dievaluasi, evaluator harus mampu mengidentifikasi tiga hal, yaitu 1 anteseden- yang diartikan sebagai konteks-, 2 transaksi-yang diartikan sebagai proses-, dan 3 outcomes- yang diartikan sebagai hasil. Deskripsi menyangkut dua hal yang menunjukkan posisi tertentu yang menjadi sasaran evaluasi, yaitu apa maksudtujuan yang diharapkan oleh program, dan pengamatanakibat, atau apa yang sesungguhnya terjadi atau apa yang betul-betul terjadi. Selanjutnya, evaluator masuk ke langkah pertimbangan, yang dalam langkah tersebut mengacu 21 pada standar. Menurut Stake, ketika evaluator tengah mempertimbangkan program pendidikan, mereka mau tidak mau harus melakukan dua pertimbangan, yaitu 1 membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan yang terjadi di program lain, dengan obyek sasaran yang sama, 2 membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang diperuntukkan bagi program yang bersangkutan, didasarkan pada tujuan yang akan dicapai. e CSE-UCLA Evaluation Model CSE merupakan singkatan dari Center for the Study of Evaluation, sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University of California at Los Angeles. Ciri dari model ini adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. Fernandes 1984 memberikan penjelasan tentang model CSE-UCLA menjadi empat tahap, yaitu 1 needs assessment, 2 program planning, 3 formative evaluation, dan 4 summative evaluation. Pada tahap needs assessment, evaluator memusatkan perhatian pada penentuan masalah. Pertanyaan yang diajukan meliputi a hal-hal apakah yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan keberadaan program, b kebutuhan apakah yang terpenuhi sehubungan dengan adanya pelaksanaan program ini, c tujuan jangka panjang apakah yang 22 dapat dicapai melalui program ini?. Dalam tahap program planning, evaluator mengumpulkan data yang terkait langsung dengan pembelajaran dan mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah diidentifikasi pada tahap needs assessment. Dalam tahap perencanaan ini, program PBM misalnya dievaluasi dengan cermat untuk mengevaluasi apakah rencana pembelajaran telah disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan. Evaluasi tahap ini tidak lepas dari tujuan yang telah dirumuskan. Pada tahap formative evaluation, evaluator memusatkan perhatian pada keterlaksanaan program. Dengan demikian, evaluator diharapkan betul-betul terlibat dalam program karena harus mengumpulkan data dan berbagai informasi dari pengembang program. Sedangkan pada tahap summative evaluation, evaluator diharapkan dapat mengumpulkan semua data tentang hasil dan dampak dari program. Melalui evaluasi sumatif ini, diharapkan dapat diketahui apakah tujuan yang dirumuskan untuk program sudah tercapai, dan jika belum dicari bagian mana yang belum dan apa penyebabnya. f CIPP Evaluation Model Model ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. 23 Pendekatan evaluasi model CIPP Context, Input, Process dan Product dikembangkan oleh Stufflebeam di Ohio State University pada tahun 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA the Elementary and Secondary Education Act Eko Putro Widoyoko, 2009:181. Pendekatan tersebut didasarkan pada pandangan bahwa tujuan paling penting evaluasi bukan untuk membuktikan, tetapi untuk memperbaiki. The CIPP approach is based on the view that the most important purpose of evaluation is not to prove but to improve Madaus, Scriven, Stufflebeam, 1993:118. Keempat kata tersebut Context, Input, Process dan Product merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan program, kebutuhan yang tidak terpenuhi, karakteristik populasi dan sampel dari individu yang dilayani, dan tujuan program. Evaluasi konteks membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program. Evaluasi konteks menurut Arikunto 2008:46 dilakukan untuk menjawab pertanyaan: a kebutuhan apa yang belum dipenuhi oleh kegiatan program, b tujuan pengembangan manakah yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan, dan c tujuan manakah yang paling mudah dicapai. 24 Evaluasi masukan menunjuk pada kemampuan awal siswa dan sekolah dalam menunjang suatu program. Evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana strategi untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: a sumber daya manusia, b sarana dan peralatan pendukung, c danaanggaran, dan d berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan Widoyoko, 2009:182. Menurut Stufflebeam, pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan. Evaluasi proses pada model CIPP menunjuk pada ”apa” what kegiatan yang dilakukan dalam program, ”siapa” who orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, dan ”kapan” when kegiatan akan selesai. Menurut Worthen Sanders 1981:137, evaluasi proses menekankan pada tiga tujuan, yaitu “a do detect or predict in procedural design or its implementation during implementation stage, b to provide information for programmed decisions, and c to maintain a record of the procedure as it occurs”. Dalam model CIPP, evaluasi diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Oleh Stufflebeam, beberapa pertanyaan 25 untuk proses, misalnya, a apakah pelaksanaan program sesuai jadwal?, b apakah staf yang terlibat di dalam pelaksanaan program akan sanggup menangani kegiatan selama proses berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan?, c apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal?, dan d hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika program dilanjutkan? Sementara itu, evaluasi produk atau hasil diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah. Evaluasi produk merupakan tahap akhir dari serangkaian evaluasi program. Pertanyaan- pertanyaan yang diajukan, antara lain: a apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?, b pernyataan-pernyataan apakah yang mungkin dirumuskan berkaitan antara rincian proses dengan pencapaian tujuan?, dan 3 apakah dampak yang diperoleh dalam waktu yang relatif panjang dengan adanya program tersebut? g Discrepancy Evaluation Model Kata discrepancy adalah istilah bahasa Inggris, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ”kesenjangan”. Model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang 26 dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen. Kesenjangan ini sebetulnya merupakan persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi, yaitu mengukur adanya perbedaan antara yang seharusnya dicapai dengan yang sudah riel dicapai. Salah satu model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Discrepancy evaluation model DEM. Hal ini dikarenakan DEM memiliki tahapan yang jelas dalam melakukan evaluasi. Evaluasi difokuskan untuk mengetahui kesenjangan antara standar dan implementasinya, baik dalam program dan pelaksanaannya. Dengan mengetahui kesenjangan itu dapat disusun rekomendasi untuk perbaikan program dan implementasinya sehingga implementasi program tersebut dapat sesuai dengan program standar yang ditetapkan. Kesesuaian antara standar yang ditetapkan dan implementasinya akan lebih meningkatkan profesionalitas guru sehingga guru lebih memiliki peran dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Hal ini tidak dapat dilakukan bila menggunakan model lain. Evaluasi model kesenjangan discrepancy evaluation model menurut Provus adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara baku standard yang ditentukan dalam program dengan kerja performance sesungguhnya dengan program 27 tersebut. Baku adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil pelaksanaan program. Macam-macam kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam program pendidikan antara lain: 1. Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program 2. Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan yang benar- benar direalisasikan. 3. Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang ditentukan 4. Kesenjangan tujuan 5. Kesenjangan mengenai bagian program yang diubah 6. Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten Menurut Sucipto 2011 langkah-langkah atau tahap-tahap yang dilalui dalam mengevaluasi kesenjangan adalah sebagai berikut: Pertama: Tahap Penyusunan Desain. Dalam tahap ini dilakukan kegiatan : a. Merumuskan tujuan b. Menyiapkan kelengkapan c. Merumuskan standar dalam bentuk rumusan yang menunjuk pada suatu yang dapat diukur, biasa di dalam langkah ini evaluator berkonsultasi dengan pengembangan program. Sesudah memahami tentang isi yang terdapat di dalam program yang merupakan obyek evaluasi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penyusunan desain. Kedua: Tahap Instalasi atau Penetapan Kelengkapan Program. Yaitu melihat kelengkapan yang tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan atau belum. Dalam tahap ini dilakukan 28 kegiatan: a.Meninjau kembali penetapan standar b. Meninjau program yang sedang berjalan c. Meneliti kesenjangan antara yang direncanakan dengan yang sudah dicapai Ketiga: Tahap Proses Process. Dalam tahap ketiga dari evaluasi kesenjangan ini adalah mengadakan evaluasi, tujuan tujuan manakah yang sudah dicapai. Tahap ini juga disebut “tahap mengumpulkan data dari pelaksanaan program”. Keempat: Tahap Pengukuran Tujuan Product. Yaitu tahap melaksanakan analisis data dan menetapkan tingkat output yang diperoleh. Pertanyaan yang diajukan dalam tahap ini adalah “ Apakah program sudah mencapai tujuan terminalnya?” Kelima:Tahap Perbandingan Programe Comparison. Yaitu tahap membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini evaluator menuliskan semua penemuan kesenjangan untuk disajikan kepada para pengambil keputusan, agar mereka dapat memutuskan kelanjutan dari program tersebut. Kemungkinan adalah :a. menghentikan program, b mengganti atau merevisi, c meneruskan, d memodifikasi Kunci dari evaluasi discrepancy adalah dalam hal membandingkan penampilan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Yang menjadi dasar dalam evaluasi program ini adalah menilai kesenjangan, dengan demikian tanpa perlu menganailis pihak-pihak yang dipasangkan. Kita segera dapat menyimpulkan bahwa model evaluasi kesenjangan dapat ditetapkan untuk mengevaluasi pemrosesan. Sebelum melakukan desain evaluasi maka terlebih dahulu harus dilakukan fokus evaluasi yaitu mengkhususkan apa dan bagaimana evalusi akan dilakukan. Bila evaluasi sudah terfokus, maka ini berarti proses dan desain dimulai. 29

2.2 KKGMGMP

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Mengajar Guru MI Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T2 942013013 BAB I

0 1 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Mengajar Guru MI Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T2 942013013 BAB II

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Mengajar Guru MI Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T2 942013013 BAB IV

1 7 55

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Mengajar Guru MI Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T2 942013013 BAB V

0 1 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui KKG di Gugus Imam Bonjol Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui KKG di Gugus Imam Bonjol Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T2 942010038 BAB I

0 1 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui KKG di Gugus Imam Bonjol Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T2 942010038 BAB IV

0 2 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui KKG di Gugus Imam Bonjol Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T2 942010038 BAB V

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui KKG di Gugus Imam Bonjol Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga

0 0 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui KKG di Gugus Imam Bonjol Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga

0 0 2