Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Mengajar Guru MI Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T2 942013013 BAB IV

(1)

45

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini ada tiga tempat, yaitu MI

Islamiyah Kauman Kidul, MI Ma’arif Pulutan dan MI Global Ma’arif Blotongan.Ketiga MI tersebut beralamat

di kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.Masing-masing MI memiliki karakteristik dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda.Berikut ini merupakan gambaran secara menyeluruh dari ketiga MI tersebut.

4.1.1 MI Islamiyah Kauman Kidul

MI Islamiyah Kauman Kidul berdiri sejak tahun 1959.MI ini berdiri atas prakarsa dari sesepuh jaman dahulu yang menginginkan adanya sekolah formal di Desa Kauman Kidul dan didukung perangkat desa terkait.Sebelumnya MI Islamiyah Kauman Kidul merupakan Madrasah Diniyah atau sekolah informal yang khusus mempelajari Al-Quran di sore hari.

MI Islamiyah Kauman Kidul beralamat di jalan Ki Jayengrono nomor 35 Kelurahan Kauman Kidul telp.(0298 3404288).Berdiri sejak tahun 1959 berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor lk.3c/204/PGM.MI/uj/1978 tanggal 2 januari 1978.Nomor statistik MI Islamiyah Kauman Kidul adalah 111233730011, sedangkan untuk nomor NPWP-nya 000.382.319.2.505.000.

Visi dari MI Islamiyah Kauman Kidul adalah


(2)

46

unggul dalam prestasi dan santun dalam berbudi serta

mampu mengkuti perkembangan teknologi”.

Sedangkan Misi dari MI ISlamiyah kauman Kidul dalam rangka menggapai Visi diatas adalah sebagai berikut:

1. Menanamkan pendidikan dasar agama Islam. 2. Menumbuh kembangkan potensi anak scara

menyeluruh dan maksimal.

3. Melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisien agar peserta didik dapat memperoleh prestasi yang maksimal.

4. Mewujudkan pembentukan akhlak Islami yang mampu mengaktualisasikan diri dalam masyarakat.

Kondisi gedung MI Islamiyah Kauman Kidul saat ini terbilang cukup baik.Ada 11 ruangan yang telah digunakan scara efektif.Enam untuk ruang kelas, satu untuk ruang guru dan kepala sekolah, satu mushola, satu ruang serbaguna, satu perpustakaan dan satu kantin sekolah.

Kemudian untuk kondisi peserta didik dan tenaga kependidikan peneliti sajikan dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.1

Kondisi peserta didik MI ISlamiyah Kauman Kidul Tahun Ajaran (TA) 2014/2015

No. Kelas Jumlah Siswa Wali Kelas

L P

1. I 14 9 Saeful Anwar,


(3)

47

2. II 13 8 Muhamad

Syukron A.Ma

3. III 9 12 Dra. Siti Rohmini M.Pd.I

4. IV 5 8 Chusmiyati,S.Ag

5. V 5 3 Sri Lestari, S.PdI

6. VI 8 4 Latifah, S.PdI

Sumber: Data peserta didik dari MI Islamiyah Kauman Kidul

Melihat Tabel 4.1 diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, MI Islamiyah Kauman Kidul mengalami peningkatan jumlah peserta didik yang masuk. Hal ini terlihat dari jumlah peserta didik di kelas empat yang hanya 13 orang, kelas tiga 21 orang, kelas dua 21 dan kelas satu mencapai angka 23 peserta didik.

Tabel 4.2

Kondisi Pendidik dan atau tenaga kependidikan MI Isalmiyah Kauman Kidul TA 2014/20015

No Jenis Kelamin

Pendidikan

Jumlah S2 S1 D2

1 Laki-laki 2 2 4

2 Perempuan 1 4 5

Total 9


(4)

48

Tabel 4.2 di atas menunjukan secara tersurat bahwasanya kebanyakan guru di MI Islamiyah Kauman Kidul dalam aspek mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikanya. Sebagai contoh guru yang bernama Sri Lestari, S.Pd.I, latar belakang guru ini adalah S1 Pendidikan Agama Islam, akan tetapi guru ini mengajar guru kelas atau dengan kata lain mengajar mata pelajaran umum seperti matematika, IPA, IPS dan lain sebagainya.

4.1.2 MI Ma’arif Pulutan Kota Salatiga

MI Ma’arif Pulutan beralamat di Jln. Dipomenggolo 25 RT.01 RW.04 Pulutan Salatiga.MI ini secara geografis, posisinya diapit oleh dua sekolah dasar negeri (SDN) yaitu SDN 01 Pulutan dan SDN 02 Pulutan.Akan tetapi hal itu tidak mengurangi animo masyarakat untuk mensekolahkan anaknya di MI

Ma’arif Pulutan. Karena dari segi jumlah murid, MI

Ma’arif pulutan memiliki jumlah murid yang paling

banyak diantara kedua SDN itu.

Visi dan Misi MI Ma’arif Pulutan dapat peneliti

sampaikan sebagai berikut: VISI

Terwujudnya centre of excellence on Elementery School dalam agama dan budi pekerti, bahasa dan sains-tech.

MISI

1. Membangun rasa cinta dan bangga terhadap agama, bangsa dan tanah air.


(5)

49

2. Menanamkan nilai-nilai ajaran Islam ahlusunah wal jamaah dalam perilaku sehari-hari.

3. Membentuk akhlak mulia dan berprestasi tinggi.

4. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan beragam bahasa (Arab, Inggris, dan Jawa).

5. Membekali sains-tech tepat guna.

Kondisi gedung MI Ma’arif Pulutan tidak jauh

berbeda dengan MI Islamiyah Kauman Kidul. Hanya

saja yang membedakan, jumlah ruangan di MI Ma’arif

Pulutan lebih banyak, karena jumlah murid di sana

lebih banyak. Ada 16 ruangan yang ada di MI Ma’arif

Pulutan.Diantaranya 13 untuk ruang kelas, satu untuk ruang guru, satu untuk perpustakaan dan satu untuk ruang serbaguna.

Kemudian, untuk kondisi siswa dan tenaga kependidikan peneliti sajikan dalam Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 sebagai berikut:

Tabel 4.3

Kondisi peserta didik MI Ma’arif Pulutan Kota Salatiga TA 2014/2015

No. Kelas Jumlah Siswa Wali Kelas

L P

1. I

(Tiga Rombel)

49 34 Umi Tasrifah, S.Pd Hanik Mufidah, S.Ag

Siti Haniah, S.Pd.I

2. II

(Dua Rombel)

37 27 Wiwin Nuryani, S.Pd.I Ustadzah, S.Ag


(6)

50

3. III (Dua Rombel)

29 24 M. Agus Indrianto, S.Pd.I Ratim, S.Ag

4. IV

(Dua Rombel)

25 14 Siti Ansah, S.Pd.I Aini Nur Faizah, S.Pd

5. V

(Dua Rombel)

23 18 Khurotul aini, S.Pd Asibro Mulisi, S.Pd.I

6. VI

(Dua Rombel)

18 22 Y. Ari Purwanto, S.Pd Sujoro, S.Pd Sumber: Data peserta didik dari MI Ma’arif Pulutan

Tabel 4.4

Kondisi Tenaga Kepandidikan MI Ma’arif Pulutan Kota Salatiga TA 2014/2015

No Jenis Kelamin

Pendidikan

Jumlah S2 S1 D2

1 Laki-laki 1 8 9

2 Perempuan 1 12 13

Total 22

Sumber: Data Tendik MI Ma’arif Pulutan

4.1.3 MI Ma’arif Global Blotongan

MI Ma’arif Global Blotongan beralamat di Jl.

Arwana No. 4 Blotongan Kec.Sidorejo Kota Salatiga.Telp. (0298) 3125637, e-mail: miglobalsalatiga@gmail.com. MI ini berdiri sejak tahun 1966 berdasrkan surat keputuan Mentri Pendidikan Nasinal nomor Lk/3.c/164/pcmMI/1978 tanggal 2 januari 1978. Nomor statistik MI Ma’arif Global Blotongan adalah 1112333730003. Sedang untuk nomor NPWP-nya ialah 00.382.307.7.505.000.


(7)

51

Sejarah nama MI ini mengapa ada tambahan

“Global” dalam penamaanya karena menurut sumber

data (Kepala sekolah), pada tahun 2010 kepala sekolah membuat satu gagasan dimana dalam melaksnakan kegiatan pembelajaran siswa dan guru harus menggunakan minimal tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Hal ini didukung oleh sumber daya pengajarnya yang ketika itu mampu dalam menerapkan tiga bahasa ini karena para pengajar dulunya banyak alumni pondok peseantren (ponpes) Gontor, dimana ponpes tersebut memang mewajibkan santrinya (siswa) menggunakan tiga bahasa dalam berkomunikasi sehari-hari.

Seiring berjalanya waktu, para pengajar mulai ada yang menikah dan mengikuti suami ke luar daerah, pergi keluar kota untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik dan lain sebagainya, sehingga program tiga bahasa itu sedikit demi sedikit mulai luntur karena tidak adanya tenaga yang mampu dalam hal itu dan akhirnya saat ini program itu sudah tidak diterapkan lagi oleh sekolah.

MI Ma’arif Global Blotongan memiliki visi yang mulia yaitu “Terwujudnya generasi Islam yang terampil

beribadah, berakhlakul karimah serta unggul dalam

prestasi”. Dalam menggapai visi tersebut, MI ini

memiliki misi yaitu:

- Menyelenggarakan pembelajaran yang berkualitas dalam pencapaian prestasi dalam bentuk akademi dan non akademik


(8)

52

- Mewujudkan pembelajaran dan pembiasaan dalam mempelajari Al-Quran dan menjalankan ajaran agama Islam

- Mewujudakan pembentukan karakter Islam yang mampu mengaktualisasi diri dalam masyarakat

- Meningkatkan pengetahuan dan profesionalisme tenaga kependidikan sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan - Menyelenggarakan tata kelola madrasah

yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel

Rata-rata untuk kondisi gedung di MI sekecamatan Sidorejo memang sudah baik, seperti

halnya gedung yang ada di MI Ma’arif Blotongan.Ada

dua lokal gedung yang kokoh berdiri di MI ini.satu untuk ruang kelas dan perpustakaan dan yang satunya untuk ruang guru. Akan tetapi untuk dua ruangan yang digunakan sebagai ruang kelas, saat ini sedang ada perbaikan lantai dan dinding, sehingga ada duaruang kelas yang saat ini ditempatkan di salah satu bangunan mushola tepat di depan sekolah.

Kemudian untuk kondisi siswa dan tenaga kependidikan yang ada di MI Ma’arif Global Blotongan peneliti sajikan dalam Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.5

Kondisi Siswa MI Ma’arif Pulutan Tahun Ajaran 2014/2015 No. Kelas Jumlah Siswa Wali Kelas


(9)

53

1. I 9 14 Sukhaesi Ahla, S.Pd.I

2. II

(Dua Rombel)

26 8 Tatik Pradesa, S.Pd.I Mega N.D, S.Pd.I

3. III 15 10 Mukaromah, A.Ma

4. IV 12 18 Yasin

5. V 11 6 Ahsin Juniarsasi,

S.Pd.I

6. VI 7 16 Rumadi, S.Pd.I

Sumber: Data peserta didik MI Global Blotongan Tabel 4.6

Kondisi Tenaga Kependidikan MI Ma’arif Global Blotongan Tahun Ajaran 2014/2015

No Jenis Kelamin

Pendidikan

Jumlah S1 D2 SMA

1 Laki-laki 4 1 5

2 Perempuan 4 1 5

Total 10

Sumber: Data Tendik MI Global Blotongan

4.2 Hasil Penelitian

Pada sub bab hasil penelitian ini, peneliti akan memaparkan data dan informasi terkait kinerja mengajar guru di tiga sekolah sebagai objek penelitian yang peneliti laksanakan beberapa waktu yang lalu. Data dan informasi terkait kinerja mengajar guru itu, peneliti klasifikasikan menjadi tiga kompenen yang melekat di dalam kinerja mengajar guru.Yaitu


(10)

54

perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi.Berikut data dan informasi yang dapat peneliti himpun atau dapatkan dari subjek penelitian atau informan terkait kinerja mengajarnya.

4.2.1 Desain Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran merupakan satu dari tiga komponen yang melekat di dalam kinerja mengajar guru.Aspek atau indikator yang ada di dalam perencanaan pembelajaran yang pertama adalah tentang bagaimana seorang guru memformulasikan tujuan pembelajaran dalam rencana pelaksanaan pembelajran (RPP), apakah sesuai dengan kurikulum atau silabus dan memperhatikan karakteristik peserta didik atau tidak.

Terkait indikator ini peneliti menemukan data untuk dua guru di MI Islamiyah Kauman Kidul sebagai subjek penelitian mengatakan bahwa pembuatan RPP di MI Islamiyah kauman kidul tidak diwajibkan oleh kepala sekolah, para guru memperoleh RPP dengan copy file dari teman-teman sejawat guru yang sering berkumpul dalam forum KKG (kelompok kerja guru). Di MI Islamiyah Kauman Kidul kepala sekolah memang tidak mewajibkan guru untuk membuat RPP, yang terpenting guru memiliki RPP sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran, dari mana RPP itu didapat tidak menjadikan suatu permasalahan. Hal ini tersirat dari pernyataan kepala seklolah saat wawancara sebagai berikut,

masalah RPP, saya mewajibkan memiliki, untuk

membuat sendiri saya hanya menyarankan, kasihan mas kalo mereka harus saya wajibkan membuat RPP, beban kerja mereka sudah banyak, saya mboten tegel e,


(11)

55

yang penting RPP mereka punya, mau dari mana

terserah”.

Sehingga dengan guru tidak membuat RPP maka otomatis secara personal mereka juga tidak memformulasikan tujuan pembelajaran sesuai dengan silabus dan kurikulum. Akan tetapi para guru tetap memiliki RPP meskipun bukan karya sendiri.

Hal serupa terjadi pada guru-guru di MI Ma’arif

Pulutan dan MI Ma’arif Global Blotongan.Di MI Ma’arif

Pulutan dua guru yang peneliti wawancara terkait indikator ini mengatakan bahwa keduanya tidak pernah membuat RPP.RPP sudah tersedia dari teman-teman guru yang tergabung dalam kelompok kerja guru (KKG).sehingga hal ini tentu memperingan tugas guru dalam konteks perencanaan pembelajaran. Tanggapan dari kepala sekolah tentang para guru yang tidak membuat RPP sendiri pun juga sama, tidak menjadikan suatu permasalahan. Ini terbukti dari pernyataan kepala sekolah ketika wawancara sebagai berikut,

menurut saya RPP itu penting adanya karena memang sebagai acuan dan itu harus dimiliki oleh setiap guru. Akan tetapi jika memang dari KKG sudah menyediakan ya menggunakan itu juga tidak apa-apa, tapi membuat sendiri juga lebih baik”

Senada dengan dua MI yang lain, guru-guru di

MI Ma’arif Global Blotongan yang menjadi subjek

penelitian juga memberikan data yang sama, para guru kadang-kadang terkait dalam pembuatan RPP. Alasanyapunsama, karena kepala sekolah tidak mewajibkan gurunya membuat RPP. Pernyataan kepala sekolah itu dapat peneliti sajikan sebagai berikut,


(12)

56

Idealnya memang RPP dibuat sendiri, tapi memang disekolah saya belum bisa mas, dan saya belum berani mewajibkan mereka membuat RPP sendiri.yang penting mereka menguasai mata pelajaran yang mau disampaikan dikelas gitu saja sudah baik kalo saya, lebih-lebih guru-guru yang masih wiyata itu lho”.

Sehingga dapat peneliti simpulkan bahwa subjek penelitian ditiga MI se-Kecamatan Sidorejo tidak selalu atau bahkan tidak pernah membuat RPP karena dari forum KKG sudah menyediakan RPP untuk para guru.

Indikator yang kedua dalam perencanaan pembelajaran adalah guru menyusun bahan ajar secara runut, logis, kontekstual dan mutakhir. Terkait indikator ini, peneliti memberikan pertanyaan pembuka kepada subjek penelitian tentang apakah para guru dalam setiap akan melaksanakan pembelajaran menyiapkan bahan ajar terlebih dahulu?. Dan semua

subjek penelitian menjawab ”Iya”. Akan tetapi ketika

obrolan wawancara mulai mengerucut pada aspek yang dipertimbangkan dalam menyusun bahan ajar, masing-masing subjek peneliti mulai berbeda.

Subjek penelitian di MI Islamiyah Kauman Kidul yang berinisial SL mengatakan bahwa dalam penyusunan bahan ajar tidak ada pertimbangan khusus, hanya mengacu pada silabus dan materi saja. Berbeda dengan SL, subjek penelitian yang berinisial MS yang sama-sama guru di MI Islamiyah Kauman Kidul memberikan keterangan bahwa dalam penyususnan bahan ajar, MS mempertimbangkan urut-urutan materi yang ada apakah sesuai dengan silabus


(13)

57

atau tidak, kemudian kesesuaian atau relevansi materi dengan realita lingkungan sekarang, lalu menghubungakan atau mengaitkan materi dengan disiplin ilmu yang lain.

Berikutnya, subjek peneliitan di MI Ma’arif Pulutan yang berinisaial SG mengatakan bahwa dalam menyusun bahan ajar SG mempertimbangkann kondisi peserta didik, sarana prasarana, kerunutan atau urutan materi dan kelogisan dengan keadaan lingkungan sekitar. Sedangkan untuk subjek penelitian

di MI Ma’arif Pulutan yang berinisial MA memberikan

keterangan bahwa ketika melakukan penyususnan bahan ajar mempertimbangkan kerunutan materi, dihubungkan dengan hal-hal baru, materinya logis dan mudah diterima.

Kemudian RMD yang merupakan subjek

penelitian dari MI Ma’arif Global Blotongan memberikan

keterangan bahwa dalam menyusun bahan ajar belio mempertimbangkan materi atau bahan yang akan diajarkan itu sendiri, relevansi materi dengan keadaan saat ini, serta selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan sebagai referensi. Dan untuk subjek

penelitian dari MI Ma’arif Global Blotongan yang

berinisial IK memberikan keterangan bahwa dalam menyususn bahan ajar IK hanya mempertimbangakan materi yang akan disampaikan disusun secara runut saja.

Indikator yang ketiga dalam perencanaan pembelajaran adalah guru menyusun atau merencanaakan kegiatan pembelajaran yang efektif.


(14)

58

Sama dengan indikator yang kedua, peneliti memberikan pertanyaan pembuka tentang apakah subjek penelitian (guru) membuat perencanaan atau suatu cara agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Lima dari enam subjek penelitian

menjawab “Iya” dan yang satu menjawab kadang -kadang membuat perencanaan dan ter-kadang juga tidak.Subjek teliti yang menjawab kadang-kadang ialah MS dari MI Islamiyah Kauman Kidul.Hal ini dikarenakan menurut keterangan MS, siswa di dalam kelas tempat MS mengajar dari aspek pengendalian diri masih labil. Dari pengalaman MS, ketika ia telah membuat perencanaan yang matang sebelum mengajar dan diterapkan dikelas ternyata respon siswa kurang baik sehingga pembelajaran jadi tidak efektif. Namun ketika MS hanya mengikuti maunya siswa saat mengajar tanpa adanya perencanaan, malah pembelajaran menjadi lebih efektif.Sehingga MS menjadi ragu ketika akan membuat satu perencanaan pembelajaran. Dan akhirnya terkadang membuat perencanaan dan terkadang juga tidak membuat.Dari lima subjek penelitian yang memberikan jawaban “Iya” akan peneliti paparkan cara atau strategi yang digunakan agar pembelajaran dapat efektif. Point ini peneliti sajikan di dalam Tabel 4.7 dibawah ini

Tabel 4.7

Strategi subjek penelitian agar pembelajaran efektif Nama Subjek

Penelitian

Sekolah Strategi

- SL - MI

Islamiyah

- Memahami betul materi, merumuskan metode yang


(15)

59

- SG

- MA

- RMD

- IK

Kauman KIdul

- MI Ma’arif

Pulutan

- MI Ma’arif

Pulutan

- MI Ma’arif

Global Blotongan

- MI MA’arif

Global Blotongan

tepat, memformulasikan media yang ada

- Menyesuaiakan metode dengan materi

- Merumuskan media pembelajaran yang sesuai - Mengajak siswa berperan aktif

dalam penyampaian materi - Mengajak siswa merasakan,

melihat dan mendengar secara langsung tentang materi yang disampaikan

- Memberikan waktu siswa untuk dapat membaca dan mendalami materi yang akan dipelajari diawal pertemuan

Sumber: Hasilwawancara dengan Subjek Penelitian

Indikator perencanaan pembelajaran yang keempat adalah guru memilih sumber belajar atau media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan strategi pembelajaran. Semua subjek penelitian memberikan keterangan bahwa media pembelajaran merupakan hal penting untuk menunjang berhasilnya proses pembelajaran. Masing-masing subjek penelitian memberikan ilustrasi tentang kesesuaian penggunaaan media dan atau sumber belajar dengan materi yang diajarkan.SL pernah menggunakan media persawahan yang ada di dekat sekolah dalam menyampaiakan materi tentang akar tumbuhan. MS sering menggunakan media LCD dalam menyampaiakan


(16)

60

materi seperti IPA dan IPS yang dibalut rapi dengan program power point. SG juga menggunakan media power point ketika menyampaikan materi bahasa Inggris, sehingga siswa dapat langsung mengetahui, melihat bentuk, model serta nama benda menggunakan bahasa Inggris. MA fokus menggunakan buku paket sebagai sumber belajar.RMD sering menggunakan media LCD dengan progam power point sebagai penunujang untuk mempermudah menyampaikan materi.IK menggunakan alat musik sederhana ketika menyampaikan mata pelajaran kesenian.

4.2.2 Instalasi Standar Kinerja

Dalam komponen instalasi terhadap evaluasi kinerja mengajar di MI se Kecamatan Sidorejo, mengacu pada standar evaluasi kinerja yang berasal dari Dekdikbud tahun 2012. Adapun substansi dan standar evaluasi kinerja tersebut meliputi komponen perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang secara administrasi telah disusun oleh guru dalam mempersiapkan proses pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan cheklistkesiapan guru melalui tabel sebagai berikut:

Tabel 4.8

Daftar Chek List Kesiapan Mengajar Guru

No Komponen Kinerja Mengajar

Kondisi Standar

Ada Tidak

1 Perencanaan V

2 Pelaksanaan V

3 Evaluasi V

Sumber: Data Cheklist Supervisi Kepala Sekolah MI, 2015

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat dijelaskan bahwa secara administrasi guru telah mengacu pada


(17)

61

standar komponen dalam evaluasi kinerja mengajar di MI. Dengan demikian bahwa dalam menjalankan kinerja mengajar, guru telah berpedoman pada aspek komponen perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Hal tersebut senada disampaikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum MI se Kecamatan Sidorejo sebagai berikut

Secara administrasi dalam persiapan pembelajaran, guru di MI telah membuat rancangan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran (Wawancara: Waka. Kur MI Kec. Sidorejo, 16 Feb 2016).

Berdasarkan hasil data dan wawancara dan cheklist data supervisi terhadap instalasi kinerja mengajar guru di MI se Kecamatan Sidorejo, dapat dijelaskan bahwa pada tahapan instalasi evaluasi kinerja mengajar guru di MI se Kecamatan Sidorejo telah sesuai dengan standar yang digunakan.

4.2.3Proses Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan komponen atau aspek penilaian kinerja mengajar guru yang kedua.Di dalam pelaksanaan pembelajaran ini, kegiatan lebih kepada kegiatan-kegiatan teknis yang dilakukan guru di dalam kelas.Ada enam indikator yang terdapat di dalam aspek pelaksanan pembelajaran ini.Indikator yang pertama adalah guru memulai kegiatan pembelajaran. Enam guru sebagai subjek penelitian memberikan data yang sama ketika peneliti bertanya tentang proses memulai kegiatan pembejaran.


(18)

62

pembelajaran merupakan pernyataan-pernyataan yang diutarakan oleh para guru.

Indikator yang kedua adalah guru menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan. Pada indikator ini jawaban dari para subjek penelitian bervariasi. SL misalnya, ketika peneliti bertanya apakah SL menguasai seluruh mata pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik, maka SL pun

menjawab, “ada yang menguasai ada juga yang belum

begitu menguasai”. Cara atau strategi SLmengatasi materi yang belum dikuasai, dengan mempersiapkan dan mempelajari materi yang didapat dari sesama guru, internet dan buku sebelum materi itu disampaikan kepada peserta didik. SL juga menambahkan, untuk materi yang belum begitu dikuasainya adalah materi-materi yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikanya. Karena menurut SR jika seorang guru belum mengetahui karakter materi dan metode yang tepat untuk menyampaikanya maka hal itu akan mempersulit penyampaian materi itu sendiri dan efeknya siswa juga akan sulit menerima materi tersebut.

Lain halnya dengan SL, MS yang juga merupakan guru di MI Islamiyah Kauman Kidul memberikan keterangan bahwa MS menguasai semua materi atau mata pelajaran yang di ampunya.Hal ini dikarenakan materi-materi atau mata pelajaran yang diajarkan di MI masih relatif mudah untuk dikuasai.MS juga menambahkan agar guru bisa menguasai seluruh mapel (mata pelajaran) yang diampunya maka guru


(19)

63

tersebut dianjurkan untuk sering berkumpul, syering, menimba ilmu dari teman guru yang lain, serta mencari referensi-referensi dari internet dan buku-buku yang relevan.

Kemudian untuk subjek penelitian yang berinisial SG, memberikan keterangan terkait penguasaanya terhadap materi dan bahan ajar yang diampunya.SG mengatakan bahwa menguasai materi dan bahan ajar itu sebuah keharusan (harus).Sehingga dengan demikian mempersiapkan materi dengan matang dan mencari referensi dari berbagai sumber adalah sebuah kewajiban agar guru lebih mudah menyampaikan materi dan siswa pun juga mudah menerima materi yang disampaikan oleh guru.

Berbeda dengan SG, MA yang juga merupakan

guru di MI Ma’arif Pulutan memberikan keterangan

terkait penguasaan materi atas mapel yang diampunya, bahwa ada materi yang dikuasai ada juga materi yang diakui MA memang kurang dikuasai. Hal ini dikarenakan memang untuk karakteristik materi atau mapel yang kurang dikuasai belum pernah dipelajari sebelujmnya selama dibangku kuliah. Namun, terlepas dari itu MA memiliki cara atau strategi untuk mengatasi materi-materi yang kurang dikuasainya dengan mencoba metode pembelajaran yang sekiranya dapat diterapkan pada materi yang kurang dikuasai.

Selanjutnya, untuk dua subjek penelitian dari MI

Ma’arif Global Blotongan yaitu RMD dan IK

memberikan keterangan yang sama terkait penguasaan terhadap materi atau mapel yang diampu. Keduanya


(20)

64

mengatakan bahwa memang tidak semua materi betul-betul dikuasai, hal ini dikarenakan ada beberapa mapel yang tidak relevan atau tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka, sehingga ada sedikit kesulitan atau membutuhkan waktu lebih untuk dapat benar-benar menguasai materi-materi yang tidak relevan tersebut.

Indikator yang ketiga dalam pelaksnaan kegiatan pembelajaran adalah guru menerapkan pendekatan atau strategi pembelajaran yang efektif. Pada indikator ini, subjek penelitian secara pribadi menyampaikan dengan lugas dan apa adanya sesuai pengalaman mereka. Ada yang mengatakan strategi pembelajanya sudah efektif ada juga yang mengatakan belum efektif.Tentu mereka memiliki alasan tersendiri mengenai hal tersebut.

SL mengungkapkan terkait indikator ini bahwa srategi yang diterapkan di dalam kelas sudah efektif.Karena menurut SL sudah banyak siswa yang berhasil menguasai mata pelajaran dan mendapat nilai baik setelah dilakukan evaluasi. Kemudian MS, MS mengungkapakan bahwa strategi pembelajaran yang diterapakanya untuk mapel agama sudah efektif, namun untuk mapel lain seperti matematika, IPA, IPS dan lain sebagainya selain yang sesuai latar belakang pendidikanya memang dirasa kurang begitu efektif.

Selanjutnya untuk subjek penelitian di MI Ma’arif

Pulutan yaitu SG dan MA memberikan keterangan terkait strategi pembelajaran yang efekif sebagai berikut. Pertama SG, SG mengungkapkan bahwa


(21)

65

strategi yang diterapkan kadang efektif, kadang juga kurang atau bahkan tidak efektif sama sekali. Namun menurut keterangan SG efektif dan tidaknya strategi yang diterapkan lebih kepada bagaiana kondisi peserta didik saat strategi itu diterapkan. Subjek pelitian yang kedua MA, MA memberikan keterangan bahwa strategi yang diterapkan selama ini sudah efektif karena MA selalu mencari formulasi strategi yang disesuaikan dengan mata pelajaran dan kondisi siswa sehingga strategi dapat efektif.

Kemudian subjek penelitian dari MI Ma’arif

Global Blotongan yaitu RMD dan IK mamberikan keterangan relatif sama terkait penggunaan strategi yang efektif. RMD memberikan keterangan bahwa strategi pembelajaran yang diterapkanya masih belum maksimal. RMD menyoroti kondisi siswa yang memiliki latar belakang, motivasi dan kemauan yang bervariasilah salah satu penyebabnya. Tidak jauh berbeda dengan RMD, IK yang juga merupakan subjek

penelitian dari MI Ma’arif Global Blotongan memberikan keterangan bahwa strategi yang diterapkan selama ini masih belum efektif.IK beralasan lagi-lagi hal ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikanya yang tidak sesuan dengan mata pelajaran yang diampunya.

Indikator yang keempat dalam komponen pelaksanaan pembelajaran adalah guru memanfaatkan sumber belajar atau media dalam proses pembelajaran. Subjek penelitian kaitanya dengan indikator ini memberikan data sebagai berikut.Yang pertama SL dan MS dari MI Islamiyah Kauman Kidul.SL memberikan


(22)

66

informasi atau keterangan terkait penggunaan sumber atau media pembelajaran bahwasanya SL hanya menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai referensi dan bahan tambahan untuk menyampaikan materi.Dan SL merasa LKS saja sudah cukup efektif. Selanjutnya MS, MS memberikan keterangan dalam penggunaan media atau sumber belajar hanya menggunakan buku paket dan LKS saja. LKS pun menurut MS hanya digunakan sebagai tambahan alat evaluasi bagi peserta didik, sehingga LKS jarang digunakan.

Subjek penelitian yang kedua adalah SG dan MA

dari MI Ma’arif Pulutan.SG memberikan keterangan

bahwa dirinya biasa menggunakan media LCD sebagai penunjang kegiatan pembelajaran.Untuk sumber belajar SG biasa menggunakan media internet yang langsung bisa diakses dari dalam ruangan kelas (fasilitas WIFI). Selanjutnya MA, menurut data yang disampaikan MA, dia belum pernah sama sekali memanfaatkan media pembelajaran yang disediakan oleh pihak sekolah. MA hanya fokus menggunakan buku paket sebagai pegangan atau referensi dalam menyampaiakan materi pelajaran.Menurutnya buku paket merupakan media paling efektif untuk menyampaikan pelajaran yang diampunya.

Subjek penelitan yang ketiga adalah RMD dan IK

dari MI Ma’arif Global Blotongan. RMD memberikan

keterangan bahwa dirinya sering menggunakan atau mencari sumber-sumber belajar yang lain selain buku paket (salah satunya dari internet) guna menunjang


(23)

67

penguasaan mapel yang tidak relevan dengan latar belakang pendidikanya. RMD juga biasa menggunakan media LCD sebagai penunjang atau untuk mempermudah dia dalam menyampaikan materi.Lalu

subjek penelitian dari MI Ma’arif Global Blotongan yang

berinisial IK.IK memberikan data kepada peneliti bahwasanya kaitanya dengan penggunaan media atau sumber belajar IK tidak selalu menggunakan dalam setiap menyampaiakan materi pelajaran.Karena tidak semua materi harus menggunakan media selain buku paket. Selain itu keterbatasan media yang disediakan oleh sekolah adalah alasan lain IK tidak selalu menggunakanya sehingga penggunaanya harus bergantian.Akan tetapi ketika ada kesempatan dan media siap sedia, maka IK memanfaatkan media tersebut.

Indikator pelaksanaan pembelajaran yang kelima adalah guru memicu dan atau memelihara keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Indikator ini oleh peneliti diartikan atau dimaknai sistem pembelajaran dua arah yaitu bukan hanya guru saja yang aktif di dalam kelas akan tetapi siswa juga aktif. Semua subjek penelitian pada indikator ini memberikan data yang sama yaitu menggunakan sistem dua arah atau melibatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.

Indikator pelaksanaan kegiatan pembelajaran keenam adalah guru menggunakan bahasa yang benar dan tepat dalam pembelajaran.Namun sering seorang guru kehilangan kontrol emosi ketika ada siswa yang tidak bisa diatur dan membuat gaduh di dalam


(24)

68

kelas.Sehingga bahasa kasar dan intonasi serta nada suara yang tinggi sering terucap dari guru secara tidak sengaja. Saat peneliti menggali data terkait penggunaan bahasa ketika proses pembelajaran dan respon bahasa guru atau subjek penelitian ketika terpancing emosi, apakah bahasa yang digunakan tidak tepat atau bahkan kasar dan kotor maka jawaban-jawaban mereka berbeda-beda. Yang pertama subjek penelitian dari MI Islamiyah Kauman Kidul yaitu SL dan MS. SL mengatakan bahwa bahasa yang digunakan ketika mengajar adalah bahasa Indonesia. Dan respon bahasa ketika terpancing emosi meninggikan suara tapi tidak sampai mengeluarkan kata-kata kotor dan kasar. Lanjut MS, MS memberikan data kepada peneliti bahwa bahasa yang digunakan ketika mengajar adalah bahasa Indonesia. Ketika suasana kelas tidak dapat dikendalikan, MS juga sering terpicu emosi akan tetapi ia masih dapat mengendalikanya dan tidak sampai mengeluarkan kalimat kasar dan kotor sehingga penerapan bahasa yang benar dan tepat tetap dapat dijaga.

Kedua, subjek penelitian dari MI Ma’arif Pulutan yaitu SG dan MA. SG memberikan keterangan bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan terkadang menggunakan bahasa Jawa krama. Emosi SG juga sering terpancing ketika siswa tiak dapat dikendalikan akan tetapi SG tetap menjaga untuk tidak mengeluarkan kalimat kasar dan kotor selama di dalam kelas. Kemudian MA, dalam menyampaiakan materi di dalam kelas MA menggunakan bahasa Indonesia yang


(25)

69

dikombinasikan dengan bahasa Jawa Krama. MA menggunakan bahasa Jawa Krama dengan tujuan untuk menumbuhkan nilai saling menghargai sesama. Sama seperti subjek penelitian yang lain, emosi MA juga sering terpicu ketika menghadapi siswa yang tidak bisa dikendalaikan, akan tetapi MA meluapkanya hanya dengan memberikan ancaman-ancaman kecil kepada siswa, tidak sampai membentak atau bahkan berkata kasar.

Ketiga, subjek penelitian dari MI Ma’arif Global

Blotongan yaitu RMD dan IK. RMD memberikan keterangan bahwa dalam menyampaiakan materi pelajaran dia menggunakan bahasa campuran (bahasa Indonesia dan bahasa Jawa). Sebagai manusia biasa emosi RMD juga sering terpicu, namun manifestasi dari luapan emosinya tidak diwujudkan dengan mengeluarkan kata-kata kasar dank eras akan tetapi menurut keteranganya ia hanya diam, pasang muka geram dan siswapun sudah faham. Tidak berbeda jauh

dengan RMD, IK yang juga mengajar di MI Ma’arif

Blotongan ini ketika menyampaikan materi pelajaran menggunakan bahasa campuran (bahasa Indonesia dan bahasa jawa). Akan tetapi ketika peneliti bertanya apakah emosinya sering terpicu ketika kondisi kelas tidak dapat dikendalikan dan apa yang dilakukan ketika itu, IK pun menjawab sering terpicu emosi dan yang dilakukan adalah dengan memperkeras suara untuk menenangkan suasana kelas, namun tidak sampai mengeluarkan kalimat-kalimat kasar.


(26)

70

Indikator pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang ketujuh adalah guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan efektif. Efektif di sini peneliti artikan bahwa dalam menutup pembelajaran seorang guru bukan hanya sekedar pelajaran selesai kemudian ditutup begitu saja akan tetapi guru juga harus menyimpulkan materi yang tadi disampikan, memberikan penekanan pada materi-materi yang dianggap penting serta memberikan motivasi atau pesan-pesan baik kepada siswa. Data tentang bagaimana subjek penelitian mengakhiri pembelajaran peneliti sajikan dalam Tabel 4.9 di bawah ini.

Tabel 4.9

Cara masing-masing subjek penelitian dalam mengakhiri pembelajaran

No. Nama Subjek Penelitian

Cara mangakhiri Pembelajran 1. SL - Menyimpulkan materi yang

tadi disampikan

- Member pesan-pesan baik untuk belajar

- Salam penutup 2. MA - Evaluasi lesan

- Menyimpulkan - Salam penutup

3. Nya SG - Menarik kesimpulan pelajaran

- Memberikan penekanan pada hal yang penting

- Salam penutup

4. MA - Menyimpulkan materi

- Tanya jawab perihal materi yang telah dipelajari


(27)

71

- Salam penutup

5. RMD - Menyimpulkan materi yang baru saja disampaikan

- Memberikan motivasi untuk giat belajar kepada siswa - Salam penutup

6. IK - Menyimpulkan materi - Tanya jawab

- Salam penutup

Sumber: Hasilwawancara dengan subjek penelitian

Dengan demikian, melihat data di atas dapat dikatakan bahwa semua guru sebagai subjek penelitian telah efektif dalam menutup proses pembelajaran.

4.2.4 Hasil Penilaian Pembelajaran

Komponen terakhir dalam penilaian kinerja mengajar guru adalah penilaian pembelajaran. Ada tiga indikator yang terdapat dalam komponen penilaian pembelajaran ini.Indikator yang pertama adalah tentang apakah guru merancang alat evaluasi untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik, yang kedua adalah tentang apakah guru menggunakan berbagai strategi dan metode penilaian untuk memantau kemajuan dan hasil belajar peserta didik dalam mencapai kompetensi tertentu sebagaimana yang tertulis di dalam RPP.Dan indikator yang ketiga adalah tentang apakah guru memanfaatkan berbagai hasil penilaian untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik tentang kemajuan belajarnya dan bahan penyusunan rancangan pembelajaran selanjutnya.


(28)

72

Indikator yang pertama adalah tentang apakah guru merancang alat evaluasi untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik. Terkait indikator ini, peneliti memberikan pertanyaan awalan kepada subjek penelitian tentang apa yang dilakukanya untuk mengetahui atau mengukur tingkat keberhasilan siswa atau peserta didik. Keenam subjek penelitian memberikan jawaban yang sama yaitu

“mengevaluasi”. Artinya ketika jawaban subjek

penelitian atas pertanyaan yang peneliti ajukan di atas

yaitu ”mengevaluasi” maka secara otomatis mereka

juga membuat rancangan alat evaluasi. Karena saat guru melakukan evaluasi pasti ia memiliki alat untuk mengevaluasi seperti tes tertulis, tes lisan, praktik dan lain sebagainya. Dan ini juga berarti bahwa semua subjek penelitian membuat rancangan alat evaluasi untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan peserta didik.

Indikator penilaian pembelajaran yang kedua adalah guru menggunakan berbagai strategi dan metode penilaian untuk memantau kemajuan dan hasil belajar peserta didik dalam mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran tertentu sebagaimana yang tertulis dalam RPP. Data tentang strategi dan atau metode penilaian yang dugunakan subjek penelitian akan peneliti sajikan dalam Tabel 4.10 dibawah ini.


(29)

73

Tabel 4.10

Strategi atau metode yang digunakan subjek penelitian untuk melakukan penilaian

No. Nama Subjek Penelitian

Strategi atau metode yang digunakan

untuk melakukan penilaian 1. SL Tes tertulis dan praktik 2. MS Tes tertulis, tes lesan, praktik,

dan sikap

3. SG Tes lisan, tes tertulis, praktik 4. MA Tes lesan dan tes tertulis 5. RMD Tes tertulis, tes lisan dan

praktik

6. IK Tes lesan dan tes tertulis Sumber: Hasil wawancara dengan subjek penelitian

Akan tetapi ketika peneliti bertanya tentang apa acuan dalam menyusun alat evaluasi, hanya SG subjek penelitian dari MI Ma’arif Pulutan yang memberikan jawaban bahwa dalam membuat alat evaluasi acuanya adalah tujuan pembelajaran dalam RPP dan materi terkait. Sedangkan subjek penelitian yang lain seperti SL, MS, MA, RMD dan IK hanya mengacu pada materi yang telah disampaikan.

Indikator penilaian pembelajaran yang ketiga atau terakhir adalah guru memanfaatkan berbagai hasil penilaian untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik tentang kemajuan belajarnya dan bahan penyususan rancangan pembelajaran selanjutnya.Pada indikator ini, peneliti secara langsung memberikan pertanyaan kepada subjek penelitian tentang bagaimana mereka memanfaatkan atau tindak lanjut hasil penilaian yang telah dilakukan.Data hasil


(30)

74

wawancara peneliti sajikan dalam Tabel 4.11 di bawah ini.

Tabel 4.11

Pemanfaatan/tindak lanjut hasil penilaian peserta didik

No. Nama Subjek Penelitian

Pemanfaatan hasil penilaian

1. SL Pengklasifikasian siswa-siswa yang masih kurang dan memberikan tambahan materi dan atau remidiasi serta dasar penyusunan metode pelajaran selanjutnya.

2. MS Sebagai acuan untuk

menggunakan strategi pada pertemuan-pertemuan yang lain, sebagai bahan untuk mengklasifikasikan mana siswa yang masih kurang dan mana siswa yang sudah baik kemudian menyusun rencangan dan strategi bagaimana kita memperlakukan mereka

3. SG Sebagai acuan untuk

menentukan metode pelajaran selanjutnya, memberikan penekanan dan tambahan bagi siswa yang belum tuntas dalam konteks memahami mata pelajaran.

4. MA Digunakan sebagai umpan balik kepada siswa atas nilai yang diperolehnya, jika yang sudah baik diberikan penghargaan atau pujian sedang yang masih kurang diberi nasehat dan


(31)

75

motivasi serta pertemuan tambahan agar nilainya bisa tuntus sampai batas minimal (remidiasi). Juga sebagai bahan renungan untuk pertemuan selanjutnya

5. RMD Selain digunakan sebagai bahan refleksi untuk pertemuan selanjutnya, di sini kami juga berusaha menghimpun untuk digunakan sebagai acuan dalam keikutsertaan lomba-lomba mata pelajaran di tingkat kecamatan dan kota.

6. IK Bahan refleksi dan introspeksi diri untuk pembelajaran yang lebih baik dan kesuksesan siswa-siswa

Sumber: Hasilwawancara dengan subjek penelitian

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Pada sub bab ini akan peneliti sajikan pembahasan tentang hasil penelitian yang dipaparkan pada sub bab sebelumnya. Pembahasan terhadap hasil penelitian ini sebagai upaya untuk menjawab atau menjelaskan atas rumusan-rumusan masalah yang telah peneliti susun tentang bagaimana kinerja mengajar guru dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran di MI se-Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga TA 2014/2015.

4.3.1 Kinerja Mengajar Guru Dalam Merencanakan Kegiatan Pembelajaran

Perencanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan MI se-Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga meliputi empat


(32)

76

indikator sesuai dengan pedoman pelaksanaan penilaian kinerja guru yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2012. Empat indikator itu meliputi:

1. Guru memformulasikan tujuan pembelajaran dalam RPP dengan kurikulum atau silabus dan memperhatikan karakteristik peserta didik.

2. Guru menyusun bahan ajar secara runut, logis, kontekstual dan mutakhir.

3. Guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang efektif

4. Guru memilih sumber belajar atau media pembelajaran sesuai dengan materi dan strategi pembelajaran.

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah peneliti himpun dari indikator yang pertama bahwa semua subjek penelitian terkait pembuatan RPP, mereka tidak selalu membuatnya bahkan tidak pernah membuatnya. Atau dengan kata lain masih terdapat kesenjangan. Artinya ketika guru tidak membuat RPP, maka guru juga tidak memformulasikan tujuan pembelajaran.Karena tujuan pembelajaran termasuk poin-poin yang harus ada di dalam RPP.

Senada dengan hasil temuan tersebut juga

disampaikan oleh Guru MI Ma’ari, Islamiyah dan Ma’arif Blotongan dalam perencanaan pembelajaran

sebagai berikut:

Walaupun dalam standar kinerja terdapat acuan perencanaan, namun belum tersusun secara baik dan maksimal (Wawancara: Guru Kelas MI M’arif dan Ilamiyah, 18 Februari 2016.)


(33)

77

Hal ini dikarenakan RPP didapat dari teman-teman guru dalam KKG. Proses perumusan RPP di dalam KKG itu sendiri hanya dilakukan oleh beberapa guru yang ditunjuk dan diberi tugas masing-masing untuk memformulasikanya baru kemudian dikumpulkan dan disosialisasikan kepada guru lainya yang tergabung dalam forum KKG. Dalam proses ini menurut peneliti ada kekuranganya, salah satunya adalah terjadi kurang relevansi antara RPP yang dibuat dengan keadaan siswa dan lingkungan masing-masing sekolah. Hal ini dikarenakan pembuatan RPP tidak dilakukan secara personal, melainkan secara kolektif dan keadaan siswa serta lingkungan masing-masing sekolah tentu berbeda-beda sehingga sistem pembuatan RPP ini dirasa kurang komprehensif. Oleh karena itu selaras dengan apa yang ada di dalam kutipan undang-undang no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 20

poin “a” yang menyebutkan bahwa, ”Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran ”.

Hal tersebut juga disampaikan oleh Kepala Sekolah

MI Ma’arif dan Islamiyah sebagai berikut:

Guru perlu menyusun perencanaan agar memiliki kesiapan dan melaksanakan proses pembelajaran (Wawancara: Kepala Sekolah MI, 20 Februari 2016).

Dari kutipan undang-undang di atas nampak jelas bahwa guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, artinya tugas merencanakan pembelajaran termasuk di


(34)

78

dalamnya membuat RPP yang di dalamnya berisi poin untuk memformulasikan tujuan pembejaran wajib dilakukan guru secara personal bukan secara kolektif. Sehingga poin-poin di dalam RPP yang menuntut pengetahuan guru secara personal atas keadaan-keadaan yang melingkupinya seperti karakteristik siswa, keadaan lingkungan sekitar, sarana prasaraan dan lain sebagainya dapat tertuang sebagai pertimbangan seorang guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran (Majid, 2011).

Keadaan ini berbeda dengan penelitian dari Kustantini (2005) yang judul Analisis Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Ungaran Kabupaten Semarang”.Kustantini (2005) mengatakan bahwa meskipun di SMP N 2 Ungaran masih ada 15% guru yang kurang mampu untuk merencanakan pembelajaran dengan baik, namun demikian mereka membuat perencanaan pembelajaran secara personal (pribadi) tidak secara kolektif dan hal ini sesuai dengan amanat undang-undang no 14 tahun 2005 tentang

guru dan dosen pasal 20 poin “a”.

Selanjutnya pada indikator yang kedua yaitu guru menyusun bahan ajar secara runut, logis, kontekstual dan mutakhir.Runut berarti penyususnan bahan ajar dari yang mudah ke yang sulit, dari yang ringan kepada yang berat, dari yang konkrit kepada yang abstrak dan dari yang simpel kepada yang lebih rumit. Lalu logis berarti ada kesesuaian atau relevansi antara kedalaman materi yang akan disampaiakan dengan kondisi atau kemampuan atau potensi peserta didik


(35)

79

serta bakat, minat dan gaya belajarnya (Sanjaya, 2010). Kemudian kontekstual berarti penyususnan bahan ajar dibuat sesaui dengan konteks kehidupan dan perkembangan keilmuan dan teknologi. Selanjutnya yang terakhir yaitu mutakhir dapat diartikan penyusunan bahan ajar tidak hanya berpacu pada buku akan tetapi lebih kepada sumber-sumber ilmu pengetahuan lain sesuai keadaan saat ini dengan bentuk yang tidak terbatas (Majid, 2011).

Idealnya semua poin diatas harus dipertimbangkan guru dalam setiap menyususn rencana pembelajaran. Akan tetapi sesuai apa yang peneliti temukan di lapangan, para guru dalam menyusun bahan ajar tidak mempertimbangkanpoin-poin diatas secara menyeluruh. Ada guru yang hanya mempertimbangkan aspek kerunutan, kontekstual dan kemutakhiran saja, ada yang hanya runut dan logis, dan ada juga yang hanya mempertimbangkan aspek kerunutan, kelogisan serta kemutakhiran saja.Hal ini tentu menimbulkan kesenjangan antara teori atau standar yang ada dengan realitas yang terjadi di lapangan.Menurut peneliti, memang tidak mudah menyusun bahan ajar dengan mempertimbangkan aspek kerunutan, logis, kontekstual dan mutakhir karena membutuhkan pemikiran mendalam serta pengetahuan yang komprehansif antara keadaan siswa, lingkungan dengan materi itu sendiri. Bahkan di dalam penelitian yang lain, yaitu penlitian yang dilakukan oleh Rahmatan (2004) dengan judul ”Analisis Kinerja Mengajar Guru Perbantuan Sementara (GPS) Biologi


(36)

80

SLTP dan SMU Se-Provinsi Nanggro Aceh

Darussalam”menyebutkan bahwa guru dalam menyususn bahan ajar dengan memperhatikan kemampuan siswa (aspek kelogisan) dan pemilihan sumber dan media belajar (aspek kemutakhiran) masuk

dalam kategori “kurang”.

Artinya, wajar jika para subjek penelitian tidak secara menyeluruh mempertimbangkan aspek-aspek di atas untuk menyusun bahan ajar karena memang tidak mudah, akan tetapi kewajaran itu bukan berarti benar atau diperbolehkan, melainkan guru tetap dituntut untuk bisa mempertimbangkan keempat aspek itu ketika menyusun bahan ajar meskipun belum seutuhnya baik.

Indikator yang ketiga yaitu guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang efektif.Efektif berarti menghasilkan atau bernilai. Artinya proses pembelajaran harus menghasilkan sesuatu sesuai apa yang ada di dalam tujuan pembelajaran (Hamruri, 2012). Merencanakan kegiatan pembelajaran yang efektif berarti merencanakan suatu cara atau strategi agar pembelajaran menghasilkan nilai-nilai yang ada di dalam tujuan pembelajaran.

Secara garis besar, ciri utama pembelajaran yang efektif yaitu memudahkan siswa dalam belajar (Dunne dan Wragg, 1996). Sehingga segala aktifitas yang dilakukan guru untuk memudahkan siswa dalam belajar atau menerima pelajaran merupakan upaya agar pembelajaran dapat efektif.Perlu perencanaan dan penyusunan serta strategi yang matang untuk hal


(37)

81

tersebut.Dari data penelitian yang telah dihimpun, semua subjek teliti menyusun perencanaan dan strategi yang tidak jauh berbeda antar para guru dalam rangka terciptanya pembelajaran yang efektif. Kecuali satu subjek teliti yang memang dalam pembuatan perencanaan tidak selalau membuatnya atau dengan kalimat lain, terkang membuat terkadang juga tidak membuat.Menurut peneliti perilaku yang ditunjukan oleh subjek teliti ini tidak benar. Karena dalam satu proses pembelajaran harus ada perencanaan yang matang. Pendapat peneliti ini sesuai dengan

undang-undang nomor 14 tahun 2005 pasal 20 poin “a” tentang

guru dan dosen yang menyiratkan pada intinya bahwa dalam tugas keprofesionalnya guru berkewajiban merencanakan proses pembelajaran.

Dalam proses perencanaan tentu guru juga telah mempertimbangkan kesesuaian antara materi yang akan disampaikan dengan kondisi siswa ketika itu. Sehingga tidak ada alasan bagi guru untuk tidak merencanakan kegiatan pembelajaran. Meskipun apayang telah direncanakan guru terkadang realisasi didalam kelas ada sedikit perbedaan.

Bagi subjek teliti yang selalu merencanakan kegiatan pembelajaran, dalam konteks ini perencanaan yang dilakukan oleh subjek penelitian bersifat abstrak. Artinya subjek penelitian merencanakan, akan tetapi hanya menyesuaikan atau mengeksplorasi dari RPP yang bukan produk mereka sendiri. Sehingga, terkadang apa yang direncanakan subjek penelitian ada


(38)

82

sedikit perbedaan dengan apa yang tertuang di dalam RPP secara redaksional atau tekstual.

Namun secara substansi, apa yang dilakukan subjek teliti menurut peneliti tidak masalah, karena poinya adalah agar siswa lebih mudah memahami dan menerima mata pelajaran serta agar pembelajaran dapat lebih efektif. Masing-masing subjek penelitian memiliki strategi atau cara untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif. Ada subjek penelitian yang memfokuskan kepada metode yang digunakan, pemanfaatan media, keaktifan siswa dan lain sebagainya.Hal ini disesuaikan dengan kondisi karakteristik siswa dan lingkungan di masing-masing sekolah yang tentu berbeda-beda.Di dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Rahmatan (2004), tiga komponen yaitu pemilihan materi pelajaran, penyusunan alat evaluasi dan kerapian dalam menyusun RPP merupakan komponen yang masuk dalam kategori baik untuk mewujudkan pembelajaran efektif.

Selanjutnya, indikator yang keempat ialah guru memilih sumber belajar atau media pembelajaran sesuai dengan materi atau strategi pembelajaran.Pada penelitian ini, semua subjek penelitian telah memilih dan menggunakan media atau sumber belajar sebagai pendukung kegiatan pembelajaran.Terbukti dari beberapa RPP yang peneliti himpun dari subjek penelitian. Tentu pemilihan media atau sumber belajar disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pembelajaran,


(39)

83

meningkatkan efisiensi proses pembelajaran, menjaga relevansi antara materi dengan tujuan, serta membantu konsentrasi kegiatan belajar mengajar (Sanaky, 2009). Sebagai contoh SL yang merupakan guru di MI Islamiyah Kauman Kidul.Menggunakan media alam sekitar ketika menyampaikan pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dengan materi tumbuhan.Siswa diajak keluar sekolah, berjalan dan mengamati perkebunan serta persawahan yang ada di belakang sekolah.Siswapun sangat antusias ketika itu.Artinya, dalam konteks ini media atau sumber belajar juga memiliki kegunaan yang salah satunya adalah untuk menimbulkan kegairahan siswa dalam belajar (Sadiman dkk, 2012).

4.3.2 Kinerja Mengajar Guru Dalam Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di MI se-Kecamatan Sidorejo terdiri dari enam indikator.Indikator yang pertama adalah guru memulai pembelajaran dengan efektif.Tidak ada perbedaan signifikan antar subjek penelitian dalam memulai pelajaran. Dimulai dengan salam pembuka, doa, apersepsi dan mulai kegiatan pembelajaran. Menurut peneliti, inti dari kegiatan pembuka dalam pelajaran adalah apersepsi. Apersepsi juga dapat menggambarkan kualitas guru dalam memulai proses pembelajaran.

Apersepsi merupakan kegiatan awal untuk menyamakan persepsi siswa tentang pelajaran yang akan dipelajari, kemudian mengaitkan materi yang


(40)

84

akan disampaikan dengan materi yang telah dipelajari atau mengaitkan materi dengan pengalaman-pengalaman guru atau orang lain yang telah dilakukan. Kegiatan ini bertujuan agar siswa lebih tertarik dan menimbulkan rasa ingin tahu tentang materi yang akan

diajarkan. Selaras dengan pendapat peneliti, Sa’ud

(2011) juga mengemukakan tentang tujuan prapelajaran (apersepsi) yang salah satunya adalah untuk membantu siswa mempersiapkan diri dalam menerima mata pelajaran, serta menumbuhkan minat dan perhatian siswa kepada apa yang akan dipelajari dalam kegiatan pembelajaran. Dan pada penelitian ini, semua subjek penelitian dari data yang peneliti himpun telah melakukan apersepsi sebelum memulai pelajaran meski kualitas apersepsinya dapat dikatakan berbeda-beda.Namun secara substansi dan mendasar menurut peneliti hal itu bukan menjadi masalah.

Indikator pelaksanaan pembelajaran yang kedua ialah guru menguasai materi pelajaran. Idealnya, seorang guru wajib menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan ketika mengajar. Sebab hal ini mendukung kelancaran dan keberhasilan serta keefektifan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Meskipun saat ini banyak media dan sumber belajar yang lain untuk membantu seorang guru menyampaikan materi pelajaran yang belum dikuasainya. Namun, sesuai amanat undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, pada

bab 3 pasal 7 poin “d”, mengatakan bahwa, ”guru memiliki kompetensi yang diperlukan,sesuai dengan


(41)

85

bidang tugasnya”. Artinya ketika guru ditugaskan untuk membidangi satu mata pelajaran, maka guru tersebut wajib menguasai mata pelajaran yang ditugaskanya.

Pada tataran sekolah dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) utamanya ditiga sekolah tempat peneliti melakukan penelitian, pemberian tugas mengajar kepada seorang guru memang cukup berat.Hal ini dikarenakan satu guru harus mengampu lebih dari satu mata pelajaran yang berbeda.Bahkan kebanyakan dari para guru juga mendapat tugas mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.Sehingga menurut data penelitian yang diperoleh bahwa ada beberapa guru yang menurut mereka kurang efektif dalam menyampaikan beberapa mata pelajaran tertentu.Tetapi tidak sedikit juga dari para guru yang mampu menguasai mata pelajaran secara menyeluruh dan dapat diterima peserta didik dengan baik (efektif).Permasalahan beban tugas dan penguasaan materi pelajaran ini menurut kepala seksi pendidikan Madrasah yaitu Ibu Retno, S.Pd. M.Pd bersifat kasuistik.Artinya tidak semua guru merasa terbebani ketika dihadapkan pada permasalahan seperti itu. Jika seorang guru memiliki keinginan yang kuat dan berusaha keras untuk mempersiapkan mata pelajaran yang akan diajarkan maka ia dapat menguasai dengan baik seluruh mata pelajaran yang diampunya dan begitu pula sebaliknya.

Indikator yang ketiga adalah guru menerapkan pendekatan atau strategi pembelajaran yang efektif.


(42)

86

Menurut peneliti, salah satu cara agar siswa dapat lebih mudah menerima mata pelajaran adalah dengan memilih strategi pembelajaran atau metode yang disesuaiakan dengan mata pelajaran ketika itu. Hal ini ditegaskan oleh Hamruri (2012) yang menyatakan bahwa makin tepat metode yang digunakan guru dalam mengajar akan semakin efektif kegiatan pembelajaran. Artinya kepiawaian guru terkait pemilihan metode atau strategi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan agar kegiatan pembelajaran dapat lebih efektif. Pada penelitian ini semua subjek teliti telah berusaha menggunakan berbagai macam strategi saat menyampaiakan mata pelajaran kepada siswanya dan tentu beda mata pelajaran terkadang beda strateginya. Namun penggunaan strategi tersebut diakui para guru bahwa ada yang sudah efektif ada juga yang belum efektif. Dari data yang peneliti peroleh, hal ini diantaranya disebabkan karena ada beberapa bidang tugas mengajar yang didapat tidak sesuai dengan latar belakang pendidikanya (tidak lenear) meski strategi yang digunakan juga sudah menyesuaiakan mata pelajaran yang akan diajarkan. Pada penelitian yang lain, yaitu penelitian dari Rahmatan (2004) dengan judul “Analisis Kinerja Mengajar Guru Perbantuan Sementara (GPS) Biologi SLTP dan SMU se-Provinsi Nanggro Aceh Darussalam memperoleh data bahwa cara atau strategi atau metode mengajar yang digunakan oleh para guru di Provinsi Aceh juga masih kurang efektif. Sehingga kembali pada pernyataan peneliti di atas bahwa guru harus piawai dalam


(43)

87

mempersiapkan, memilih dan menyesuaikan strategi dengan mata pelajaran yang akan diajarkan.

Permasalahan ketidak sesuaian antara bidang tugas dan latar belakang pendidikan kembali muncul pada indikator ini. Namun hal ini lagi-lagi tidak terjadi pada semua guru yang menjadi subjek penelitian. Hanya beberapa guru saja yang mempermasalahkan hal itu. Bahkan ketika peneliti meminta keterangan kepada kepala sekolah (kepsek) terkait permasalahan tidak sesusainya latar belakang pendidikan dengan bidang tugas mengajar, secara substansi serempak tiga kepala sekolah yaitu Ibu Rumini selaku Kepsek MI Islamaiyah Kauman Kidul, Bapak Abdul Basyid selaku

Kepsek MI Ma’arif Pulutan dan Bapak Khoeroni selaku Kepsek MI Ma’arif Global Blotongan menyatakan tidak

ada masalah. Sebab kebijakan (undang-undang) linearitas antara latar belakang pendidikan dan bidang tugas baru ada pada tahun 2005 atau pada

undang-undang guru dan dosen nomor 14 tahun 2005 poin “c”.

Sedangkan proses perekrutan guru sudah ada atau dimulai sebelum undang-undang itu ada.

Hal tersebut senada disampaikan oleh Kepala Sekolah MI se Kecamatan Sidorejo, mengenai relevansi bidang tugas sebagai berikut:

Secara substansial sebenarnya tidak ada permasalahan terkait dengan linearitas bidang tugas guru (Wawancara: Kepala Sekolah, 2 Maret 2016).

Berdasarkan pernyataan diatas dapat dipahami bahwa perekrtutan guru tidak memperhatikan unsur linieritas ketika itu. Hanya ada satu syarat menjadi guru ketika itu, ada kemauan dan ada usaha. Dan


(44)

88

hasilnya untuk guru yang mengajar meski tidak linear akan tetapi mau berusaha keras, mereka dapat menciptakan pembelajaran yang efektif.

Indikator pelaksanaan pembelajaran yang keempat adalah guru memanfaatkan sumber belajar atau media dalam pembelajaran.Dari data hasil penelitian dikatakan bahwa seluruh subjek penelitian telah memanfaatkan sumber belajar atau media pembelajaran.Hasil penelitian ini dikuatkan dengan data konfirmasi dari beberapa siswa yang diajar oleh para guru sebagai subjek penelitian.Namun, meski mereka (subjek penelitian) menggunakan media dan atau sumber belajar sebagai pendukung kegiatan pembelajaran, banyak juga diantara para guru yang masih merasa kesulitan dalam memilih sumber atau media belajar yang tepat dengan materi yang diajarkan. Hal ini ditegaskan oleh Nasution (2008) yang mengatakan bahwa memang belum ada dasar teoritis kuat yang menentukan media apa yang paling serasi atau cocok untuk bahan pelajaran atau materi pelajaran tertentu. Dalam jurnal yang ditulis Suratno

dkk (2010) dengan judul “Evaluasi kinerja guru professional studi kasus guru SD di Kota Jambi dikatakan bahwa permasalahan menonjol yang dialami para guru ketika merencanakan pembelajaran adalah kesulitan dalam membuat formula antara media pembelajaran dan atau sumber belajar yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Kesulitan ini disebabkan karena para guru terbiasa dengan budaya menunggu perintah atau menunggu juklak (petunjuk


(45)

89

pelakasanaan) dari kepala sekolah ataupun dinas pendidikan. Akibatnya guru menjadi kurang kreatif untuk meramu atau membuat formula media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan (tepat) dengan materi yang akan disampaikan.

0leh karena itu melihat keadaan yang ada, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam mencoba dan mencoba apakah sumber belajar atau media yang digunakan memberikan pangaruh posistif kepada siswa atau tidak, jika berpengaruh positif berarti media yang digunakan tepat, namun jika respon siswa negatif dan kegiatan pembelajaran menjadi pasif serta membosankan atau tidak ada kemajuan terhadap siswa maka pemilihan sumber belajar atau media pembelajaran perlu dievaluasi.

Indikator pelaksanaan pembelajaran yang kelima ialah guru memicu dan atau memelihara keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Salah satu implementasi dari indikator ini ialah terjadinya sistem pembelajaran dua arah atau dapat dikatakan siswa ikut mengambil bagian secara aktif dalam proses pembelajaran. Harapanya agar dapat mendorong siswa terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap, dan perilaku (Hamruri, 2012). Sehingga pemberi informasi tidak serta merta dari seorang guru yang berdiri di depan kelas akan tetapi siswa juga terlibat. Pada penelitian ini, semua subjek teliti juga telah melakukan kegiatan pembelajaran dengan mengikutsertakan siswa untuk memberikan pelajaran, menanggapi serta menyanggah opini guru atau teman yang lain terhadap


(46)

90

suatu permasalahan. Akan tetapi dari data yang ada tidak semua siswa memberikan respon positif terhadap sistem ini. Untuk siswa yang proaktif memang baik dan antusias, akan tetapi untuk beberapa siswa yang pasif, duduk tenang dan diam adalah jurus andalan ketika pembelajaran sistem dua arah sedang digunakan.

Permasalahan ini tentu menurut peneliti tidak lantas membuat para guru mengurungkan niat untuk melakukan pembelajaran dengan menggunakan sistem dua arah, akan tetapi hal ini merupakan tantangan bagi mereka untuk dapat membuat formulasi terbaik agar ketika menggunakan sistem pembelajaran dua arah atau sistem pembelajaran yang memicu dan melibatkan siswa secara aktif semua siswa dapat berantusias positif. Pada penelitian yang lain, yaitu penelitian Suratno dkk (2010) pada jurnal dengan judul

”Evaluasi Kinerja Guru Profesional Studi Kasus Guru SD di Kota Jambi”manyimpulkan bahwa para guru professional yang mengajar di SD kota Jambi juga masih ditemukan permasalahan dalam menumbuhkan keceriaan atau keaktifan serta antusiasme siswa. Artinya, memang tidak mudah bagi seorang guru untuk dapat menguasai kelas, mengaktifkan serta melibatkan siswa secara menyeluruh dalam pembelajaran.Tetapi sebagai seorang guru, hal tersebut merupakan suatu kewajiban yang harus selalu diusahakan.

Selanjutnya, indikator pelaksanaan pembelajaran yang keenam ialah guru menggunakan bahasa yang benar dan tepat dalam pembelajaran.Dari data hasil penelitian, memang tidak semua guru menggunakan


(47)

91

bahasa yang tepat.Mungkin sudah benar tapi belum tepat. Apalagi jika dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia secara menyeluruh, beberapa guru mengakui belum bisa. Terkadang bahasa Jawa ikut serta ketika menyampaikan mata pelajaran.Hal ini menurut peneliti sejauh tidak menggunakan kata atau

kalimat yang kasar dan “kotor” dalam berbahasa tidak

masalah. Karena di dalam kutipan undang-undang sisdiknas no. 20 tahun 2003 bab VII pasal 33 tentang bahasa pengantar poin (b), juga dikatan bahwa,

bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan atau

keterampilan tertentu”.

Ini berarti bahasa Jawa sebagai bahasa daerah boleh digunakan guru dalam menghantarkan mata pelajaran kepada siswa dengan catatan apabila diperlukan. Sehingga pada penelitian-penelitian yang lain seperti penelitian dari Rahmatan (2004) dengan judul, “Analisis Kinerja Mengajar Guru Perbantuan Sementara (GPS) Biologi SLTP dan SMU se-Provinsi Nanggro Aceh Darussalam yang menyatakan bahwa komunikasi guru terhadap siswa dengan bahasa

Indonesia yang benar termasuk dalam kategori “baik”.

Begitu pula degan penelitian dari Yusrizal (2011) dalam jurnal dengan judul “Evaluasi Kinerja Guru Fisika, Biologi dan Kimia SMA Yang Sudah Lulus Sertifikasi yang menyatakan komunikasi antara guru dan siswa


(48)

92

juga masuk dalam kategori baik.Artinya ketika bahasa daerah diperbolehkan untuk digunakan dalam mengantarkan mata pelajaran maka tidak ada permasalahan berarti dalam indikator ini. Namun tetap bahasa Indonesia harus selalu diutamakan dan dikedepankan dalam penggunaanya terkait bahasa pengantar dalam pembelajaran.

Indikator yang terakhir dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran ialah guru mengakhiri pembelajaran dengan efektif. Dari data hasil penelitian, semua subjek teliti telah menutup proses pembelajaran dengan efektif. Dalam artian efektif di sini ialah ketika menutup pelajaran guru memberikan penekanan dan menyimpulkan atau membuat rangkuman atas pelajaran yang telah disampaikan, memberikan motivasi kepada siswa serta pesan-pesan kebaikan.Hal senada juga di sampaikan oleh Usman (2010) yang mengemukakan bahwa salah satu bentuk usaha guru dalam menutup pelajaran ialah dengan merangkum atau membuat garis-garis besar persoalan yang baru dibahas atau dipelajari (kesimpulan) sehingga siswa memperoleh gambaran yang jelas tentang makna serta esensi pokok persoalan yang baru saja dipelajari.

Tidak dapat dihindari bahwa masing-masing guru memiliki cara atau strategi tersendiri dalam menutup pelajaran. Sebagai contoh MS yaitu subjek teliti yang berasal dari MI Islamiyah Kauman KIdul, dari data yang peneliti peroleh bahwa setiap menutup pelajaran selalu diawali dengan evaluasi ringan tentang pelajaran yang


(49)

93

baru saja di pelajari baru kemudian menyimpulkan.

Sedangkan MA subjek teliti dari MI Ma’arif Pulutan

kebalikanya, yaitu membuat kesimpulan atau rangkuman dari pelajaran yang baru saja di pelajari baru kemudian mengadakan tanya jawab dengan siswa. Namun secara esensial, menurut peneliti hal ini tidak menjadikan satu permasalahan karena tidak ada aturan khusus yang mengatur tentang urutan dalam menutup pelajaran.Yang terpenting seperti dikatakan Usman (2010) adalah adanya penyampaian kesimpulan dari pelajaran yang telah dipelajari.

4.3.3 Kinerja Mengajar Guru Dalam Penilaian Pembelajaran

Penilaian pembelajaran merupakan aspek terakhir dalam penelitian ini.ada tiga indikator yang ada dalam aspek ini, yaitu:

1. Guru merencanakan alat evaluasi untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik 2. Guru menggunakan berbagai strategi dan metode

penilaian untuk memantau kemajuan dan hasil belajar perserta didik

3. Guru memanfaatkan berbagai hasil penilaian untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik tentang kemajuan belajarnya serta sebagai bahan penyusunan rancangan pembelajaran selanjutnya Sebelum evalausi hasil pembelajaran dilaksanakan, harus terlebih dahulu disusun perencanaan secara baik dan matang (Sudijono, 2008). Oleh karena itu indikator pembahasan yang pertama adalah Guru merencanakan


(50)

94

alat evaluasi untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik. Bahasan tentang perencanaan alat evaluasi ini telah disinggung pada salah satu indikator pembahasan tentang aspek perencanaan pembelajaran. Lebih spesifik adalah ketika membahas tentang pemformulasian tujuan belajar dalam RPP. Di dalam RPP, terdapat satu poin tentang penilaian yang di dalamnya mencakup teknik penilaian dan instrumen penilaian. Artinya jika subjek penelitian mambuat atau memiliki RPP, maka secara tidak langsung dia merancang atau paling tidak memiliki pemikiran atau gagasan tentang evaluasi yang akan dilakukan.

Kemudian, ketika guru melaksanakan penilaian dengan berbagai strategi, maka setidaknya sebelum itu guru memiliki angan-angan atau pemikiran tentang strategi atau teknik apa yang akan digunakan. Dalam konteks ini, angan-angan atau pemikiran tentang teknik yang akan digunakan untuk menilai merupakan salah satu kegiatan perencanaan. Hal ini dikuatkan oleh Sudijono (2008) yang menyatakan bahwa perencanaan evaluasi belajar itu umumnya mencakup enam jenis kegiatan, salah satunya adalah memilih dan menentukan teknik yang akan digunakan dalam pelaksanaan evaluasi.

Pada penelitian ini, data hasik penelitian menunjukan bahwa semua guru sebagai subjek teliti secara tekstual memiliki rencana pembelajaran berbentuk RPP sebelum melaksanakan pembelajaran.Meskipun RPP yang dimikili oleh sebjek


(51)

95

penelitian bukan buatan sendiri melaikan dari forum atau perkumpulan para guru sejawat (KKG).Kemudian data pada penelitian ini juga menunjukan bahwa semua subjek teliti melaksanakan evaluasi untuk mengukur kemajuan peserta didik dan sebelumnya mereka memilih serta menentukan teknik atau strategi apa yang akan digunakan untuk mengevaluasi.

Selanjutnya masuk pada indikator guru menggunakan berbagai strategi dan metode penilaian untuk memantau kemajuan dan hasil belajar peserta didik.Data hasil penelitian pada indikator ini menunjukan bahwa semua subjek teliti menggunakan tes untuk mengukur kemajuan belajar siswanya.Ada tiga bentuk atau model tes yang dilakukan guru dalam melakukan pengukuran.Tes yang pertama adalah tes tertulis, lalu tes lisan dan yang terakhir adalah tes praktek atau tes tindakan (Ratnawulan dan Rusdiana, 2015).Pada penelitian ini, para guru (subjek teliti) menggunakan ketiga model tes tersebut.

Penggunaan model tes disesuaikan dengan materi yang disampaikan.Sebagai contoh SR yaitu subjek teliti dari MI Islamiyah Kauman Kidul.SR banyak menggunakan tes tertulis untuk mengevaluasi ketika mengajar pelajaran Matematika dan pelajaran lainya.Tes tertulis merupakan salah satu bentuk tes yang menuntut jawaban dari siswa secara tertulis (Arifin, 2014).Bagi guru dan siswa sama-sama diuntungkan dengan bentuk tes ini. Bagi guru, guru dapat mempersiapkan redaksi pertanyaan yang akan diujikan oleh siswa secara matang dan dapat lebih


(52)

96

difahami oleh siswa, kemudian proses koreksi yang dilakukakn guru dapat lebih teliti. Dan bagi siswa, siswa dapat lebih cermat dalam membaca setiap butir pertanyaan dan dapat lebih tepat ketika menjawab meski bentuk tes seperti ini juga terbatas oleh waktu. Oleh karena itu bukan hanya SR yang banyak menggunakan tes tertulis untuk mengevaluasi materi pelajaran, namun subjek teliti yang lain juga menggunakan bentuk tes tersebut.

Selanjutnya SR menggunakan tes lisan disetiap akhir pelajaran untuk memberikan penekanan atas pelajaran yang baru disampaikan dan diawal pelajaran untuk mengetahui sejauh mana siswa tau akan materi yang akan disampaikan. Tes lesan merupakan bentuk tes dimana tester dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soal dilakukan secara lisan dan testee memberikan jawaban secara lisan pula (Sudijono, 2008). Penggunaan tes lisan pada penelitian ini semata-mata hanya untuk mengetahui pemahaman siswa akan sebuah materi tidak digunakan untuk menilai atau memberikan skor atau digunakan secara resmi dalam ujian akhir. Karena dalam tes ini, kondisi mental siswa harus pada kondisi yang baik.

Kemudian SR juga menggunakan tes praktek terhadap materi yang telah disampaiakan.SR menggunakan tes praktek pada pelajaran Kerajinan Tangan (KT) seperti materi melukis, membuat prakarya dan lain sebagainya.Pada penelitian ini, tidak semua subjek teliti menggunakan tes praktek atau tes tindakan dalam setiap mata pelajaran yang diampu.Hal


(53)

97

ini dikarenakan mata pelajaran yang diampu tidak memungkinkan untuk diuji secara praktek.Sebagai contoh mata pelajaran yang berhubungan dengan sejarah.Selit bagi guru untuk mengadakan ujian praktekpada materi yang berhubungan dengan sejarah.Akan tetapi dari itu semua pada pembahasan ini, poinya adalah satu, guru telah menggunakan minimal dua metode untuk menilai atau memantau kemajuan siswa dengan menggunakan tes tertulis dan tes lisan.

Indikator yang terakhir dalam pembahasan ini adalah guru memanfaatkan hasil penilaian untuk memberikan umpan balik bagi siswa tentang kemajauan belajarnya dan bahan penyusunan rancangan pembelajaran selajutnya.Pada pembahasan indikator ini, poin yang dapat peneliti petik adalah tentang adanya satu tindakan tindak lanjut atau pemanfaatan hasil penilaian pembelajaran siswa oleh seorang guru.Mungkin saat ini masih ditemukan guru yang hanya memanfaatkan hasil penilaian untuk mengisi buku rapor siswa saja. Hal itu tentu bukanlah satu kesalahan, akan tetapi jika hasil penilaian dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang lain tentu akan membawa nilai lebih dalam satu lingkaran pembelajaran. Sehingga pihak –pihak terkait juga akan ikut bertanggung jawab dan memiliki perhatian lebih terhadap proses pembelajaran yang dilakukan siswa.

Data hasil penelitian pada penelitian ini menunjukan bahwa semua subjek penelitian menindak lanjuti hasil penilaian yang mereka lakukan. Tindak


(54)

98

lanjut yang dilakukan oleh para guru (subjek teliti) secara garis besar adalah dengan memanfaatkanya sebagai acuan yang digunakan untuk penyusunan atau perencanaan strategi pembelajaran berikutnya, kemudian dimanfaatkan untuk mengklasifikasikan mana siswa yang memiliki kemampuan belajar rendah dan mana siswa yang memiliki kemampuan belajar tinggi untuk selanjutnya bagi siswa yang memiliki kemampuan belajar rendah diberikan tambahan pelajaran pada waktu yang dikhususkan, kemudian hasil penilaiaan juga digunakan sebagai umpan balik terhadap siswa agar kegitan belajar menjadi lebih baik serta umpan balik terhadap orang tua agar lebih memperhatikan kegiatan belajar anaknya.

Tindak lanjut yang dilakukan oleh subjek teliti berupa pemanfaatan hasil penilaian pada penelitian ini senada dengan pendapat dari Arifin (2014) yang menyatakan bahwa manfaat dari hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik kepada semua pihak, untuk perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran dan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran serta membangkitkan minat dan motivasi belajar peserta didik. Dengan demikian, menurut peneliti tugas seorang guru dalam satu rangkaian proses mengajar mulai dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan, sampai kepada pemanfaatan hasil penilaian telah selesai dilakukan. Rangkaian ini akan terus berulang dan terus berulang.

Pada penelitian yang lain, yaitu penelitian dari Yusrizal (2011) dengan judul, “Evaluasi kinerja guru


(55)

99

fisika, biologi dan kimia SMA yang sudah lulus

sertifikasi di Banda Aceh”ada perbedaan yang signifikan dimana guru dalam penelitian itu jarang atau bahkan tidak pernah mengumumkan hasil pekerjaan atau ujian atau pekerjaan rumah terhadap siswanya. Sehingga dalam konteks ini tidak ada umpan balik dari seorang guru terhadap siswanya tentang apa yang harus dilakukan setelah terjadi penilaian atau ujian. Oleh karena itu kesimpulan dalam penelitian Yusrizal (2011) menunjukan bahwa guru yang sudah lulus sertifikasi di Banda Aceh dalam konteks penilaiaan masih memprihatinkan dan perlu banyak pembenahan.


(1)

94

alat evaluasi untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik. Bahasan tentang perencanaan alat evaluasi ini telah disinggung pada salah satu indikator pembahasan tentang aspek perencanaan pembelajaran. Lebih spesifik adalah ketika membahas tentang pemformulasian tujuan belajar dalam RPP. Di dalam RPP, terdapat satu poin tentang penilaian yang di dalamnya mencakup teknik penilaian dan instrumen penilaian. Artinya jika subjek penelitian mambuat atau memiliki RPP, maka secara tidak langsung dia merancang atau paling tidak memiliki pemikiran atau gagasan tentang evaluasi yang akan dilakukan.

Kemudian, ketika guru melaksanakan penilaian dengan berbagai strategi, maka setidaknya sebelum itu guru memiliki angan-angan atau pemikiran tentang strategi atau teknik apa yang akan digunakan. Dalam konteks ini, angan-angan atau pemikiran tentang teknik yang akan digunakan untuk menilai merupakan salah satu kegiatan perencanaan. Hal ini dikuatkan oleh Sudijono (2008) yang menyatakan bahwa perencanaan evaluasi belajar itu umumnya mencakup enam jenis kegiatan, salah satunya adalah memilih dan menentukan teknik yang akan digunakan dalam pelaksanaan evaluasi.

Pada penelitian ini, data hasik penelitian menunjukan bahwa semua guru sebagai subjek teliti secara tekstual memiliki rencana pembelajaran berbentuk RPP sebelum melaksanakan pembelajaran.Meskipun RPP yang dimikili oleh sebjek


(2)

95

penelitian bukan buatan sendiri melaikan dari forum atau perkumpulan para guru sejawat (KKG).Kemudian data pada penelitian ini juga menunjukan bahwa semua subjek teliti melaksanakan evaluasi untuk mengukur kemajuan peserta didik dan sebelumnya mereka memilih serta menentukan teknik atau strategi apa yang akan digunakan untuk mengevaluasi.

Selanjutnya masuk pada indikator guru menggunakan berbagai strategi dan metode penilaian untuk memantau kemajuan dan hasil belajar peserta didik.Data hasil penelitian pada indikator ini menunjukan bahwa semua subjek teliti menggunakan tes untuk mengukur kemajuan belajar siswanya.Ada tiga bentuk atau model tes yang dilakukan guru dalam melakukan pengukuran.Tes yang pertama adalah tes tertulis, lalu tes lisan dan yang terakhir adalah tes praktek atau tes tindakan (Ratnawulan dan Rusdiana, 2015).Pada penelitian ini, para guru (subjek teliti) menggunakan ketiga model tes tersebut.

Penggunaan model tes disesuaikan dengan materi yang disampaikan.Sebagai contoh SR yaitu subjek teliti dari MI Islamiyah Kauman Kidul.SR banyak menggunakan tes tertulis untuk mengevaluasi ketika mengajar pelajaran Matematika dan pelajaran lainya.Tes tertulis merupakan salah satu bentuk tes yang menuntut jawaban dari siswa secara tertulis (Arifin, 2014).Bagi guru dan siswa sama-sama diuntungkan dengan bentuk tes ini. Bagi guru, guru dapat mempersiapkan redaksi pertanyaan yang akan diujikan oleh siswa secara matang dan dapat lebih


(3)

96

difahami oleh siswa, kemudian proses koreksi yang dilakukakn guru dapat lebih teliti. Dan bagi siswa, siswa dapat lebih cermat dalam membaca setiap butir pertanyaan dan dapat lebih tepat ketika menjawab meski bentuk tes seperti ini juga terbatas oleh waktu. Oleh karena itu bukan hanya SR yang banyak menggunakan tes tertulis untuk mengevaluasi materi pelajaran, namun subjek teliti yang lain juga menggunakan bentuk tes tersebut.

Selanjutnya SR menggunakan tes lisan disetiap akhir pelajaran untuk memberikan penekanan atas pelajaran yang baru disampaikan dan diawal pelajaran untuk mengetahui sejauh mana siswa tau akan materi yang akan disampaikan. Tes lesan merupakan bentuk tes dimana tester dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soal dilakukan secara lisan dan testee memberikan jawaban secara lisan pula (Sudijono, 2008). Penggunaan tes lisan pada penelitian ini semata-mata hanya untuk mengetahui pemahaman siswa akan sebuah materi tidak digunakan untuk menilai atau memberikan skor atau digunakan secara resmi dalam ujian akhir. Karena dalam tes ini, kondisi mental siswa harus pada kondisi yang baik.

Kemudian SR juga menggunakan tes praktek terhadap materi yang telah disampaiakan.SR menggunakan tes praktek pada pelajaran Kerajinan Tangan (KT) seperti materi melukis, membuat prakarya dan lain sebagainya.Pada penelitian ini, tidak semua subjek teliti menggunakan tes praktek atau tes tindakan dalam setiap mata pelajaran yang diampu.Hal


(4)

97

ini dikarenakan mata pelajaran yang diampu tidak memungkinkan untuk diuji secara praktek.Sebagai contoh mata pelajaran yang berhubungan dengan sejarah.Selit bagi guru untuk mengadakan ujian praktekpada materi yang berhubungan dengan sejarah.Akan tetapi dari itu semua pada pembahasan ini, poinya adalah satu, guru telah menggunakan minimal dua metode untuk menilai atau memantau kemajuan siswa dengan menggunakan tes tertulis dan tes lisan.

Indikator yang terakhir dalam pembahasan ini adalah guru memanfaatkan hasil penilaian untuk memberikan umpan balik bagi siswa tentang kemajauan belajarnya dan bahan penyusunan rancangan pembelajaran selajutnya.Pada pembahasan indikator ini, poin yang dapat peneliti petik adalah tentang adanya satu tindakan tindak lanjut atau pemanfaatan hasil penilaian pembelajaran siswa oleh seorang guru.Mungkin saat ini masih ditemukan guru yang hanya memanfaatkan hasil penilaian untuk mengisi buku rapor siswa saja. Hal itu tentu bukanlah satu kesalahan, akan tetapi jika hasil penilaian dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang lain tentu akan membawa nilai lebih dalam satu lingkaran pembelajaran. Sehingga pihak –pihak terkait juga akan ikut bertanggung jawab dan memiliki perhatian lebih terhadap proses pembelajaran yang dilakukan siswa.

Data hasil penelitian pada penelitian ini menunjukan bahwa semua subjek penelitian menindak lanjuti hasil penilaian yang mereka lakukan. Tindak


(5)

98

lanjut yang dilakukan oleh para guru (subjek teliti) secara garis besar adalah dengan memanfaatkanya sebagai acuan yang digunakan untuk penyusunan atau perencanaan strategi pembelajaran berikutnya, kemudian dimanfaatkan untuk mengklasifikasikan mana siswa yang memiliki kemampuan belajar rendah dan mana siswa yang memiliki kemampuan belajar tinggi untuk selanjutnya bagi siswa yang memiliki kemampuan belajar rendah diberikan tambahan pelajaran pada waktu yang dikhususkan, kemudian hasil penilaiaan juga digunakan sebagai umpan balik terhadap siswa agar kegitan belajar menjadi lebih baik serta umpan balik terhadap orang tua agar lebih memperhatikan kegiatan belajar anaknya.

Tindak lanjut yang dilakukan oleh subjek teliti berupa pemanfaatan hasil penilaian pada penelitian ini senada dengan pendapat dari Arifin (2014) yang menyatakan bahwa manfaat dari hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik kepada semua pihak, untuk perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran dan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran serta membangkitkan minat dan motivasi belajar peserta didik. Dengan demikian, menurut peneliti tugas seorang guru dalam satu rangkaian proses mengajar mulai dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan, sampai kepada pemanfaatan hasil penilaian telah selesai dilakukan. Rangkaian ini akan terus berulang dan terus berulang.

Pada penelitian yang lain, yaitu penelitian dari Yusrizal (2011) dengan judul, “Evaluasi kinerja guru


(6)

99

fisika, biologi dan kimia SMA yang sudah lulus

sertifikasi di Banda Aceh”ada perbedaan yang signifikan

dimana guru dalam penelitian itu jarang atau bahkan tidak pernah mengumumkan hasil pekerjaan atau ujian atau pekerjaan rumah terhadap siswanya. Sehingga dalam konteks ini tidak ada umpan balik dari seorang guru terhadap siswanya tentang apa yang harus dilakukan setelah terjadi penilaian atau ujian. Oleh karena itu kesimpulan dalam penelitian Yusrizal (2011) menunjukan bahwa guru yang sudah lulus sertifikasi di Banda Aceh dalam konteks penilaiaan masih memprihatinkan dan perlu banyak pembenahan.