22
Paradigma penyelesaian konflik secara tradisional ternyata memiliki konsekuensi menentukan siapa yang benar dan yang salah. Pada akhirnya
penyelesaian konflik akan berakhir pada kekecewaan salah satu pihak. Mungkin juga konflik yang terjadi tidak dapat diselesaikan karena kedua pihak memiliki
kekuatan yang sama dan tidak ada yang merasa diri bersalah. Model penyelesaian konflik seperti itu, dianggap kurang relevan karena belum tentu dapat
menjanjikan penyelesaian masalah.
2.2.3 Penyelesaian Konflik Melalui Ranah Hukum
Penyelesaian konflik dengan cara hukum membutuhkan biaya yang besar. Biasanya penyelesaian dipilih ketika konflik yang terjadi tergolong konflik besar
dan rumit terutama menyangkut nilai ekonomis yang besar dan tidak dapar diselesaikan secara kekeluargaan. Cara tersebut biasanya juga ditempuh ketika
dalam konflik yang terjadi ada unsur-unsur pelanggaran hukum. Pada akhirnya penyelesaian dengan jalur hukum akan menghasilkan konsekuensi menang kalah
atau benar salah. Pihak yang dinyatakan kalah akan merasa dirugikan. Penyelesaian konflik dengan cara hokum juga menimbulkan pelabelan
atau tuduhan negatif kepada pelaku atau pihak yang berkonflik. Proses peradilan pidana yang panjang dimulai dari kepolisian, jaksa, hakim dan lembaga
pemasyarakatan membuat penyelesaian masalah, dengan cara yang kurang efisiensi. Teguh Prasetyo 2011 penyelesaian dengan cara hukum, akan sulit
untuk menentukan menang - menang karena saah satu pihak yang bersalah akan ditindak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
23
Cara penyelesain itu dianggap kurang relevan karena tidak semua konflik yang terjadi bisa dibawa ke ranah hukum. Selain itu, kemampuan finansial juga
menjadi bahan pertimbangan apakah sebuah masalah akan dibawa ke ranah hukum. Oleh karena itu, muncullah cara penyelesaian alternative yang tentu tidak
menggunakan jalur hukum dan berbeda dengan penyelesaian konflik secara
tradisional.
2.2.4 ADR Alternative Dispute Resolution
Penyelesaian konflik alternative atau yang dikenal dengan alternative dispute resolution ADRmerupakan salah satu cara penyelesaian konflik yang
memungkinkan pihak - pihak yang berkonflik memperoleh solusi menang - menang dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Awalnya ADR muncul di wilayah Amerika Serikat dengan suatu realita bahwa terlalu banya konflik yang dialami oleh berbagai pihak yang kemudian
diselesaikan menggunakan jalur hukum. Namun penyelesaian konflik dengan cara tersebut menghabiskan banyak waktu dan biaya. Realitas inilah yang mendorong
munculnya ADR sebagai cara penyelesaian konflik yang dirasa lebih aman dan efisien.
Strategi yang biasanya diterapkan ADR menurut Amriani 2011 adalah; Pertama, abitrase merupakan proses untuk mengatasi konflik di mana
kelompok netral diminta untuk menangani dan mengembangkan ikatan antara konflik kelompok. Dalam pasal 1 UU no. 30 tahun 1999,
abitrase wasit adalah cara penyelesaian sengketa diluar peradilan
24
umum yang didasarkan pada perjanjian abitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Kedua, negosiasi menurut Ficher dan Ury 1991, merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan
pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang
berkonflik untuk menyelesaikan masalah tanpa campur tangan pihak ketiga. Secara umum, teknik negosiasi dapat dibagi menjadi teknik
negosiasi kompetitif, teknik kooperatif, teknik lunak, teknik keras dan teknik negosiasi yang bertumpu pada kepentingan.
Teknik kompetitif sering kali diistilahkan dengan teknik yang bersifat alot tough. Teknik kompetitif bercirikan; menjaga agar tuntutan tetap tinggi
sepanjang proses negosiasi, menganggap perundingan lain sebagai musuh sehingga jarang memberikan konsensi dan sering kali menggunakan cara yang
berlebihan. Teknik komperatif bercirikan komunikasi yang baik antara dua pihak yang berkonflik demi menjejaki kepentingan bersama. Hal yang menjadi tujuan
utama dari teknik komperatif adalah penyelesaian yang adil berdasarkan analisis yang objektif fakta di lapangan. Teknik negosiasi lunak dan keras adalah saling
melengkapi di mana teknik negosiasi lunak menempatkan pentingnya hubungan baik untuk mencapai kesepakatan damai. Sedangkan teknik negosiasi keras
menempatkan perundingan sangat dominan terhadap perundingan lunak dan menganggap pihak lawan adalah musuh sehingga tujuannya adalah memperoleh
kemenangan.
25
Untuk menghasilkan suatu negosiasi yang efektif, maka perlu diperhatikan tahapan-tahapan dalam proses negosiasi yang berlangsung. Howard Raiffa dalam
Sarwoko Joko 1996 membaginya dalam beberapa tahap; Tahap persiapan, tahap tawaran awal opening gambit, tahap pemberian konsesi, dan tahap akhir adalah
permainan end play. Selain mempersiapkan tahapan negosiasi, hal lain yang perlu diperhatikan adalah factor-faktor yang mempengaruhi efktivitas proses penyelesaian
melalui negosiasi; Pertama, kedua pihak bersedia bernegosiasi secara sukarela
berdasarkan kesadaran penuh willingness to negotiate. Kedua, mempunyai wewenang mengambil keputusan. Ketiga,
memiliki kekuatan yang relative seimbang sehingga menciptakan saling ketergantungan.
Ketiga, mempunyai kemauan menyelesaikan masalah willingness to sattle. Adapun kelebihan dari negosiasi adalah pihak yang berkonflik
sendirilah yang akan menyelesaikan konflik dimaksud. Ketiga, mediasi merupakan proses untuk mengatasi konflik dengan
meminta bantuan orang lain atau pihak ketiga untuk menjadi mediator kepada kedua kelompok yang berkonflik. Kovach 2002 mengatakan bahwa mediasi
adalah suatu istilah umum, menggambarkan intervensi dari pihak ke tiga dalam proses penyelesaian pertikaian. Mediasi merupakan upaya menyelesaikan konflik
secara damai, yaitu bersifat tidak memaksa noncoerceive dan tidak memakai kekerasan nonviolence. Henny Lusia 2010 dalam jurnal Mediation as negation
instrument.
26
Keempat adalah konsiliasi, merupakan kelanjutan dari mediasi. Konsiliasi adalah usaha untuk mempertemukan pihak-pihak yang berkonflik sehingga dapat
mencapai persetujuan bersama. Dalam konsiliasi, mediator akan berfungsi sebagai konsiliator. Konsiliator berwenang menyusun dan merumuskan penyelesaian
untuk ditawarkan kepada pihak yang berkonflik tetapi tidak berhak membuat putusan mengatasnamakan salah satu pihak. Makarim 2004 menyatakan bahwa
kesepakatan yang dihasilkan dalam konsiliasi bersifat final dan mengikat pihak yang berkonflik.
Salah satu perbedaan mediasi dengan konsiliasi adalah berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh pihak ketiga kepada pihak yang bersengketa.
Hanya dalam konsiliasi terdapat terdapat rekomendasi kepada pihak yang berkonflik. Sementara mediasi hanya berusaha membimbing para pihak yang
berkonflik untuk menghasilkan sebuah kesepakatan, Amriani 2011. Kelima, litigasi merupakan proses penyelesaian konflik di mana semua
pihak yang berkonflik saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik melalui litigasi adalah
keputusan yang menyatakan pihak yang satu menang dan pihak yang lain kalah. Dalam proses litigasi, pihak-pihak yang berkonflik akan memberikan
wewenangan kepada pihak yang dianggap terpercaya untuk mengambil keputusan akhir. Litigasi merupakan proses yang sangat dikenal oleh para lawyer dengan
adanya karakteristik pihak ketiga yang mempunyai kekuatan untuk memutuskan to impose solusi di antara pihak yang bersengketa. Proses tersebut memiliki
banyak kekurangan karena litigasi memaksa pihak-pihak yang berkonflik untuk
27
menerima apapun yang menjadi keputusan pihak ketiga. Litigasi mengangkat seluruh prosedur untuk persamaan kepentingan.
Bambang Sugeng 2012, karakteristik dari litigasi adalah besifat formal, keputusan dibuat oleh pihak ketiga, pihak yang berkonflik tidak terlibat dalam
pengambilan keputusan, sifat keputusan adalah memaksa dan mengikat, berorientasi pada fakta hukum dan persidangan yang dilakukan bersifat terbuka.
2.3 Mediasi Sebagai Cara Penyelesaian Konflik