Proses Pelaksanaan Penyitaan yang Dilakukan Oleh Jurusita Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

(1)

PROSES PELAKSANAAN PENYITAAN YANG DILAKUKAN OLEH JURUSITA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA

MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Oleh: LAILA SAFITRI

112101044

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Diploma III

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEUANGAN

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

NAMA : LAILA SAFITRI

NIM : 112101044

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III KEUANGAN

JUDUL : Proses Pelaksanaan Penyitaan yang Dilakukan Oleh Jurusita Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

Tanggal : 2014 DOSEN PEMBIMBING

Marhayanie, SE, M.Si

NIP: 195804721985032002

Tanggal : 2014 KETUA PROGRAM STUDI

DIPLOMA III KEUANGAN

Drs. Yeni Absah, SE, M.Si

NIP:197411232000122001

Tanggal : 2014 DEKAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Prof. Dr. Azhar Maksum, SE,M.ec. Ac.Ak, CA NIP: 1956407198002101


(3)

melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya yang tidak terhingga kepada penulis dalam kehidupan sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Dan tak lupa pula shalawat berangkaikan salam penulis ucapkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang mana kita amat merindukan syafaat beliau di hari kemudian kelak. AMIN.

Maksud dari penulisan tugas akhir ini adalah guna untuk memenuhi salah satu syarat akademik untuk mencapai atau memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Diploma III Keuangan pada Fakultas Ekonomi di Universitas Sumatera Utara dengan tepat waktu. Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Proses Pelaksanaan Penyitaan yang Dilakukan Oleh Jurusita Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan”.

Dalam penulisan yang sangat singkat dan sederhana ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan – kekurangan dalam penulisan ini yang bahkan jauh dari kesempurnaan, mungkin mengenai isi maupun penulisan dan tata bahasa yang digunakan yang semuanya dikarenakan keterbatasan wawasan dan pengetahuan, serta pemikiran penulis yang masih dalam proses pembelajaran, dari itu penulis masih mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun bagi perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang demi kebaikan penulis.

Namun demikian tugas akhir ini juga terselesaikan berkat adanya dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan hati, penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini, orang-orang tersebut yang tak lain adalah:


(4)

sangat berpengaruh besar dalam kehidupan penulis.

2. Saudara/i ku , Bambang Iswanto, Dedi Hermansyah, Maya Trisni, dan Putri

Diana yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil.

3. Bapak Prof.Dr. Azhar Maksum, SE,M.Ec,Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr.Yeni Abash, SE, M.si selaku ketua Jurusan (prodi) DIII Keuangan

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Marhayanie, SE,M.si selaku dosen serta Pembimbing dalam penulisan Tugas Akhir ini.

6. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM selaku dosen serta Penasehat Akademik bagi penulis.

7. Bapak Oding Rifaldi dan Ibu Nurmayani SH, selaku kepala kantor dan Kasubag

KPP Madya Medan, beserta seluruh Staf dan pegawai KPP Madya Medan yang telah memberikan informasi dan data - data yang sangat diperlukan oleh penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.

8. Sahabat terkasih penulis Devi Hamdhani, Natashya Situmorang, Dee Ariani,

Santy Putri Sakina yang menjadi tempat penulis berbagi suka dan duka dan mereka: Annisa Putri Utami, Tisha Yulandri, Minanda Annisa, yang telah memberikan penulis banyak pengalaman berharga dalam menjalani keseharian.

9. Teman–teman DIII Keuangan Grup Angkatan 2011 yang selama ini telah

banyak membantu dan menemani penulis dalam menjalani keseharian dan membantu penulis dalam mengikuti perkuliahan.

10.Temat-teman terdekat penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu diluar perkuliahan yang banyak memberikan motivasi dan masukan bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan.


(5)

Penulis sangat berharap semoga tugas akhir ini berguna bagi semua pembaca dan kiranya allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya dalam kehidupan penulis.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Medan, Mei 2014 Penulis

LAILA SAFITRI NIM: 112101044


(6)

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KPP MADYA MEDAN ... 8

A. Sejarah Singkat KPP Madya Medan ... 8

B. Visi dan Misi Pajak ... 10

C. Tugas dan Fungsi ... 11

D. Struktur Organisasi ... 12

E. Uraian Pekerjaan ... 15

F. Kinerja Usaha Terkini ... 19

G. Rencana Kegiatan ... 21

BAB III PEMBAHASAN ... 23

A. Pengertian Penyitaan (MENURUT UU NO.19/2000) ... 23

B. Kriteria Jurusita Pajak BesertaTugas dan Fungsinya ... 28

C. Barang-barang yang Termasuk Objek Penyitaan Beserta Pengecualiannya ... 32

a. Barang Bergerak Maupun Penanggung Pajak yang Dapat Disita ... 32

b. Barang Tidak Bergerak Penanggung Pajak yang DapatDisita ... 33

c. Barang-barang yang Dikecualikan dari Penyitaan ... 33

D. Prosedur Penyitaan Oleh Jurusita pajak ... 35

a. Pengeluaran Surat Teguran ... 35

b. Pengeluaran Surat Paksa ... 36

c. Pengeluaran Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP)... 38


(7)

d. Pencabutan Penyanderaan ... 52

e. Ketentuan Pidana Lainnya ... 54

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA


(8)

Tabel.2 Realisasi Target Perencanaan Penerimaan Pajak


(9)

A. LATAR BELAKANG

Meningkatkan penerimaan dan mengembangkan serta memajukan pembangunan Negara merupakan hal yang paling utama yang menjadi tujuan suatu Negara walaupun bukan satu-satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak, kebijakan pajak di Indonesia akhir-akhir ini sebelum reformasi 1983 telah banyak terpengaruh oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial yang stabil sambil meningkatkan pemerataan hukum pajak keseluruhan lapisan masyarakat. Demikian juga untuk tujuan pemulihan kehidupan ekonomi untuk bangkit mensejahterakan masyarakat dan mengentaskan diri dari krisis moneter tentu memerlukan suatu pengorbanan penerimaan pajak yang bertolak belakang dengan keinginan manambah penerimaan pajak.

Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan sumber penerimaan negara yang meningkatkan pendapatan negara paling besar dibanding dengan sektor lainnya. Dari tahun ketahun dapat dilihat bahwa penerimaan dari sektor pajak ini terus meningkat dan memberi andil dan peran yang besar bagi penerimaan Negara. Penerimaan dari sektor pajak sering dikatakan primadona dalam membiayai pembangunan nasional.

Sedangkan dari sektor Migas, yang dahulu menjadi andalan penerimaan Negara, sekarang ini sudah tidak bias diandalkan lagi sebagai sumber keuangan


(10)

Negara yang terus menerus, karena sifatnya yang terbatas tidak dapat di perbaharui. Penerimaan pada sewaktu waktu dapat habis seiring dengan menipisnya persediaan , sedangkan dari pajak selalu dapat diperbaharui, yaitu sesuai dengan perkembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

Maka dari itu untuk meningkatkan pendapatan negara dan mencapai tujuan untuk mensejahterakan masyarakat serta mengembangkan pembangunan, negara membentuk instansi yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak atau yang disebut dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Namun meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak bukanlah hal yang mudah, banyak kendalala-kendala yang dialami Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan pendapatan negara. Beberapa contoh kendala yang sering dialami adalah rendahnya kesadaran masyarakat tentang kewajiban membayar pajak dan manfaat pajak, kurangnya pengetahuan masyarakan tentang informasi perpajakan, dan munculnya pajak terutang atau sengketa pajak antara pemungut pajak dan WP.

Oleh sebab itu untuk melaksanakan ketentuan perpajakan sesuai perundang-undangan yang berlaku KPP terus membenahi diri untuk melakukan berbagai program yang dapat meningkatkan kesadaran dan mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Adapun cara yang ditempuh oleh KPP untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul tersebut adalah dengan melakukan sosialisasi secara merata ke beberapa daerah, memberikan pelayanan yang baik serta melakukan pengembangan pelayanan melalui program e-filling yang dapat memudahkan masyarakat dalam melaksanakan


(11)

kewajiban perpajakannya. Sementara untuk menghindari bertambahnya pajak terutang demi mengurangi terjadinya sengketa pajak KPP melaksanaan kebijakan dengan melakukan penagihan dan penyitaan terhadap wajib pajak yang mengalami pajak terutang.

Penyitaaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh juru sita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan penyitaan tersebut akan dilakukan oleh juru sita yang adalah adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Juru sita merupakan orang yang dipilih oleh pejabat yang berwenang dengan berdasarkan kriteria tertentu sesuai ketentuan yang ditetapkan seperti: Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum (SMU), atau yang setingkat dengan itu, berpangkat serendah-rendahnya golongan II/ a,berbadan sehat, lulus pendidikan dan latihan Juru Sita Pajak, jujur, bertanggungjawab dan penuh pengabdian.

Juru sita yang telah terpilih tersebut akan bertugas melaksanakan tahapan prosedur dalam pelaksanaan penyitaan yang meliputi : Melaksanakan Surat Perintah Penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, melaksanakan Penyitaan atas barang-barang penanggung pajak berdasarkan Surat Perintah, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan. Dan berbagai ketentuan lain dalam pelaksanaaan penyitaan tersebut.


(12)

KPP Madya Medan merupakan salah satu kantor pelayanan pajak yang berada di kota medan yang beralamat di Jl. Suka Mulia No.17 Medan, yang bertugas untuk melaksanan kegiatan perpajakan dalam menjalankan fungsinya untuk meningkatkan pendapatan negara melalui sektor pajak. Yang menjadi target WP/penanggung pajak dari kantor pelayanan ini adalah wajib pajak yang berbentuk perusahaan atau badan usaha yang mana memiliki tanggungan pajak yang lebih besar dari WP pribadi (orang). Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa pada KPP ini masih saja terdapat wajib pajak yang belum melaksanakan pelunasan pajak terutangnya. Dari catatan yang disajikan KPP Madya Medan saja masih terdapat beberapa wajib pajak yang masih dalam sengketa perpajakan, dan salah satu cara yang ditempuh untuk menyelesaikan pemasalahan perjakana tersebut pada KPP Madya Medan adalah melalui penyitaan barang-barang wajib pajak. Dalam melakukan penyitaan terkadang petugas mengalami kesulitan dengan wajib pajak yang tidak menerima atas barang-barangnya yang akan disita oleh juru sita pajak, sehingga terjadi upaya hukum yang tidak sesuai dengan penyelesaian sengketa pajak. Maka itu diperlukan peningkatan kewaspadaan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak, seperti menghilangkan, mengalihkan dan atau menyembunyikan barang-barang yang akan disita (Sihaloho : 2001: 74)

Maka dari itu tugas akhir ini akan menganalisa pelaksanaan penyitaan terhdap barang sitaan sesuai dengan prosedur ketentuan perUndang-undangan. Yang menjelaskan batasan-batasan juru sita pajak dalamk melakukan tugasnya, sehingga


(13)

tugas akhir ini diberi judul “ Proses Pelaksanaan Penyitaan Yang Dilakukan Oleh Juru Sita Pajak Pada Tantor Pelayanan Pajak Madya Medan”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah maka, secara singkat permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah tahapan prosedur pelaksanaan penyitaan yang akan dilakukan oleh juru sita pajak di KPP MADYA MEDAN”.

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang diharapkan penulis adalah:

“ Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menyebabkan dilakukannya penyitaan dan apa sajakah yang menjadi objek dari penyitaan yang dilakukan, serta bagaimana tahapan berjalannya prosedur pelaksaan penyitaan yang akan dilakukan oleh juru sita pajak terhadap wajib pajak yang mengalami beban pajak terutang”.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan penulis pada penulisan tugas akhir ini adalah: Bagi perusahan:

1. Sebagai bahan masukan dan menjadi salah satu pertimbangan bagi instansi

yang dapat digunakan dalam mengambil langkah-langkah perbaikan pada masa yang akan datang sehingga diharapkan dapat terus mengalami peningkatan.


(14)

2. Mendorong munculnya ide-ide pemikiran baru

3. Mempererat hubungan yang positif antara instansi dan masyarakat secara

lebih baik lagi.

Bagi mahasiswa:

1. Sebagai masukan dan tambahan pengetahuan bagi penulis khususnya tentang

kewajiban membayar pajak dan akibat yang akan ditimbulkan dari kelalaian membayar pajak.

2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan wawasan khususnya

mengenai proses pelaksanaan penyitaan.

3. Memberikan bekal pengalaman kerja kepada setiap mahasiswa..

4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya untuk menyempurnakan dalam

pengkajian penyitaan pajak.

5. Menjadi bahan masukan pada peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengkaji pada bidang ini.


(15)

A. SEJARAH PERUSAHAAN

Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan diresmikan pada tanggal 27 Desember 2006 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak bersamaan dengan 12 Kantor Pelayanan Pajak Madya lainnya. Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-48/PJ/2007 tanggal 5 Maret 2007 tentang Tata Cara Pemindahan Wajib Pajak Ke Kantor Pelayanan Pajak Madya, saat mulai operasi (SMO) kantor adalah tanggal 9 April 2007 dengan wilayah kerja meliputi Sumatera Utara dan sekitarnya. KPP Madya mengelola Wajib Pajak besar jenis badan dalam skala regional (lingkup Kantor Wilayah). Jenis pajak yang dikelola oleh KPP Madya sama dengan pajak yang dikelola oleh KPP Wajib Pajak Besar, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Bea Materai. Di KPP Madya tidak ada kegiatan ekstensifikasi dan jumlah Wajib Pajak-nya juga sudah tetap sekitar 200-500 Wajib Pajak yang berasal dari seluruh KPP Pratama di lingkup Kantor Wilayah sesuai dengan ketetapan Direktorat Jenderal Pajak.


(16)

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 161/KMK.1/2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Kode Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Dan Kantor Pelayanan Pajak, kode KPP Madya Medan adalah 123. KPP Madya Medan pertama kali beralamat di Gedung Graha Niaga II lantai 1-6 Jalan Putri Hijau Nomor 20 Medan Kode Pos 20115 dan terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2012, KPP Madya Medan beralamat di Gedung Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I lantai 2 Jalan Suka Mulia Nomor 17 A, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Kode Pos 20151.

Untuk melaksanakan dan menjalankan oprasional kantor, telah diangkat dan ditetapkan Kepala KPP Madya Medan yang pertama yaitu Bapak Lamban Subeqi Purnomo (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 60/KM.01/UP.11/2007 tanggal 30 Januari 2007 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon III Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan) serta diangkat dan ditetapkan para Pejabat Eselon IV (Kepala Subbag dan Kepala Seksi) dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-51/PJ/UP.53/2003 tanggal 28 Pebruari 2003 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon IV di Lingkungan Direktorat Jendral Pajak Departemen Keuangan. Dan saat ini jabatan Kepala Kantor KPP Madya Medan dijabat oleh Bapak Muslim Gunanta sejak awal tahun 2012.

Untuk Membantu oprasional Eselon III dan IV diangkat Account Representatif (AR) dan para pelaksana Kantor KPP Madya Medan. KPP Madya Medan sebagai kantor pelayanan pajak modern sudah melakukan perubahan fungsi pemeriksaan yang mana pemeriksaan pajak harus dilakukan oleh tenaga fungsional


(17)

pemeriksa sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 331/KMK.1/UP.11/2007 dan Nomor KMK.24/SJ.4/UP.9.1/2007 telah ditetapkan dan diangkat para pejabat fungsional pemeriksa pajak untuk KPP Madya Medan.

B. Visi dan misi pajak Visi

Menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profosionalisme yang tinggi.

Misi

Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.

C. Tugas Dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 merupakan dasar pelaksanaan tugas dan fungsi KPP Madya Medan untuk menjalankan kebijakan dan pelayanan di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan.

KPP Madya Medan mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang


(18)

berlaku (Pasal 54 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009). Dalam melaksanakan tugasnya, KPP Madya Medan menyelenggarakan fungsi: (Pasal 55 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009)

1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi

perpajakan,dan penyajian informasi perpajakan;

2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan; Administrasian

dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;

3. Penyuluhan perpajakan;

4. Pelaksanaan registrasi wajib pajak;

5. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;

6. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;

7. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak;

8. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;

9. Pelaksanaan intensifikasi;

10. Pembetulan ketetapan pajak;

11. Pelaksanaan administrasi kantor.

D. STRUKTUR ORGANISASI KPP MADYA MEDAN

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan wewenang, tugas, dan fungsi masing-masing subbagian dan seksi. Tujuan dibentuknya struktur organisasi tersebut adalah untuk membina keharmonisan kerja


(19)

agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan penuh tanggung jawab, sehingga rencana kerja dapat terlaksana dengan baik untuk mencapai tujuan secara maksimal.

Adapun struktur organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan adalah struktur organisasi linier dan staf yang berada dibawah seorang koordinasi Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara, dimana seluruh pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Berdasarkan SK. Menkeu RI No.162/KMK.01/1997 tanggal 10 April 1997 tentang peningkatan KPP tipe B menjadi tipe A, sehingga dengan adanya surat keputusan itu KPP tipe B tidak ada lagi di Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Sumatera bagian Utara (Sumbagut).

Berdasarkan SK.Menkeu RI No.94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 tentang sususan organisasi Departemen Keuangan, maka tipe A terdiri dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak MadyaMedan, membawahi 1 sub bagian, 8 seksi, 1 kantor penyuluhan ditambah kelompok tenaga fungsional (yang berada diluar struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak)

1. Sub Bagian Umum

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 3. Seksi Pelayanan


(20)

5. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV


(21)

Adapun perincian jumlah pegawai pada KPP Madya Medan adalah sebagai berikut: Tabel.1 Tabel Perincian Jumlah Pegawai

No Seksi /Bagian Jumlah Pegawai

1. Kepala Kantor 1 Orang

2. Sub Bagian Umum 8 Orang

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 5 Orang

4. Seksi Pelayanan 12 Orang

5. Seksi Penagihan 5 Orang

6. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal 5 Orang

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 10 Orang

8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 8 Orang

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 8 Orang

10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 9 Orang

11. Kelompok Jabatan Fungsional 33 Orang

Jumlah 104 Orang


(22)

E. URAIAN PEKERJAAN di KPP MADYA MEDAN

(Pasal 57 Peraturan Menteri Keuangan Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak)

1. Subbagian Umum

Bagian ini mengelola semua kebutuhan kantor dan karyawan yang meliputi urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha dan rumah tangga seperti kenaikan pangkat, disiplin pegawai, penggajian pegawai, cuti, dan segala aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan sarana/prasarana kantor.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Bertugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data; pengamatan potensi perpajakan; penyajian informasi perpajakan; perekaman dokumen perpajakan; pelayanan dukungan teknis komputer (pengelolaan akses dan keamanan sistem komputer); pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing; penyiapan, pencetakan, dan pengiriman laporan kinerja; serta melakukan urusan penatausahaan, pemeliharaan dan pengawasan Relational Data Base Management System (RDBMS).

3. Seksi Pelayanan

Bertugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan; pengadministrasian dokumen dan kearsipan berkas perpajakan; penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT) beserta surat-surat lainnya dari Wajib Pajak


(23)

seperti Surat Setoran Pajak, Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak/Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga yang diuangkan, Putusan Keberatan dan Banding; penyuluhan ketentuan formal perpajakan; pelaksanaan registrasi Wajib Pajak; melakukan kerjasama perpajakan; serta melakukan pelayanan terhadap Wajib Pajak.

4. Seksi Penagihan

Bertugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak; penundaan dan angsuran tunggakan pajak; penagihan aktif seperti penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa dan Surat Perintah; usulan penghapusan piutang pajak; Melakukan penyitaan dan pelelangan; serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

5. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal

Bertugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan; pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan; pengelolaan administrasi kegiatan sebelum maupun setelah pemeriksaan perpajakan (penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) hingga pengimputan hasil pemeriksaan ke dalam Sistem Informasi Manajemen Pemeriksaan Pajak [SIMP]); pemantauan pengendalian interen; pengelolaan resiko; kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin; tindak lanjut hasil pengawasan serta penyusunan rekomendasi perbaikan proses bisnis.


(24)

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon)

Terdapat 4 (empat) Seksi Pengawasan dan Konsultasi, yaitu:

a. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I menangani Wajib Pajak yang

bergerak di bidang Jasa.

b. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II menangani Wajib Pajak yang

bergerak di bidang Industri Non Kelapa sawit dan Karet.

c. Seksi Pengawasan Konsultasi III menangani Wajib Pajak yang

bergerak di bidang Perkebunan.

d. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV menangani Wajib Pajak yang

bergerak di bidang Perdagangan Non Kelapa sawit dan Karet.

Masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; pelayanan penyelesaian hak Wajib Pajak; bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan; penyusunan profil Wajib Pajak; analisis kinerja Wajib Pajak; rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi; usulan pembetulan ketetapan pajak; evaluasi hasil banding; pemantauan proses administrasi perpajakan (workflow); penerbitan, pembetulan dan penyimpanan produk-produk hukum; pengawasan terhadap penyelesaian pemeriksaan pajak dan proses keberatan; penyelesaian permohonan surat keterangan yang diperlukan Wajib Pajak; serta melakukan pemuktahiran data Wajib Pajak dalam membuat company profile.


(25)

1. Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak

Bertugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 67 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009). Sesuai dengan Pasal 68 ayat (1-4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009, Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok sesuai dengan bidang keahliannya dan setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh setiap Kepala KPP Madya. Jumlah Jabatan Fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Untuk jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal melaksanakan tugasnya Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak di KPP Madya Medan melakukan pemeriksaan pajak menggunakan Teknik Audit Berbasis Komputer (TABK) untuk mendapatkan kualitas hasil pemeriksaan yang optimal dan mempercepat proses pemeriksaan.

F. KINERJA USAHA TERKINI KPP MADYA MEDAN

Setiap intansi tentu mempunyai visi dan misi yang harus dijalankan sesuai dengan tujuan intasi, dibutuhkan waktu yang tidak singkat untuk mencapai tujuan itu. Begitu juga pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan, instansi ini terus berupaya agar tujuan KPP Madya Medan DJP Sumut I yang telah digariskan dan disusun berdasarkan UU dapat terlaksana sesuai peraturan yang ada. Dalam mewujudkan itu semua karena membutuhkan kerja keras yang tinggi, disiplin dan


(26)

loyalitas dalam bekerja. Pastinya untuk mendorong mencapai hasil yang maksimal diperlukan kinerja yang bermutu dengan tenaga ahli dan profesional yang terlatih di bidang-bidangnya.

KPP Madya Medan DJP Sumut I

NO Tahun Rencana Realisasi Pencapaian Pertumbuhan

1 2010 5.075.190.439.722 4.351.125.569.722 85.73% -

2 2011 5.548.019.557.654 4.537.648.410.388 81.79% 4.29%

3 2012 6.415.510.280.000 6.070.182.943.818 94.62% 33.77%

4 2013 7.728.312.200.000 6.676.429.630.022 86.39% 9.99%

Tabel.2 Realisasi Target Perencanaan Penerimaan Pajak KPP MADYA MEDAN Keterangan :

1. Pada tahun 2010 rencana pencapaian hasil peningkatan pajak yang ditargetkan

sebesar Rp. 5.075.190.439.722 dan realisasi peningkatan yang berhasil di tahun ini adalah sebesatr Rp. 4.351.125.569.722 atau dengan persentase sebesar 85,73% dari rencana pendapatan yang ditargetkan.

2. Capaian realisasi penerimaan pajak pada tahun 2011 adalah sebesar

Rp.4.537.648.410.388 dengan rencana yang ditargetkan sebesar Rp. 5.548.019.557.654. capaian tersebut sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 4.351.125.567.722 atau dengan persentase sebesar 81,79% dari rencana dengan tingkat pertumbuhan 4,29%.


(27)

3. Realisasi penerimaan pajak yang berhasil dicapai pada tahun 2012 adalah sebesar Rp. 6.070.182.943.818 dengan rencana pendapatan sebesar Rp. 6.415.510.280.000 atau sebesar 94,62%. Penerimaan pajak yang diperoleh pada tahun ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp.4.537.648.410.388 dengan pencapaian tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 33,77%.

4. Pada tahun 2013 realisasi penerimaan pajak yang berhasil ditingkatkan adalah sebesar Rp.6.676.429.630.022 dan target yang ditetapkan sebesar Rp. 7/728.312.200.000, itu berarti realisasi dicapai ditahun ini adalah 86,39% dengan tingkat pertumbuhan 9,99%.

Jadi dapat disimpulkan bahwa , setiap tahunnya target penerimaan pajak yang direncanakan pada KPP Madya Medan akan mengalami peningkatan dari target yang ditetapkan pada tahun-tahun sewbelumnya, begitupun juga realisasi yang berhasil dicapai juga akan mengalami peningkatan dari pencapainan pada tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan rencana penerimaan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh peningkatan penerimaan pajak yang juga akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan Negara, meskipun realisasi penerimaan yg dicapai tidak berhasil melebihi target yang ditetapkan secara maksimal namun terjadi pertambahan yang cukup signifikan terhadap penerimaan pajak dari tahun ke tahun.


(28)

G. RENCANA KEGIATAN

Adapun rencana kegiatan yang terus dilakukan oleh oleh KPP Madya Medan adalah terus melakukan sosialisi pengenalan pajak kepada masyarakat lebih luas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan terus berupaya meningkatkan kinerja pelayanan pegawai serta melakukan berbagai pengembangan alternatif yang dapat memudahkan masyarakan untuk melakukan kewajiban perpajakannya demi mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk membayar pajak dan menyadari pentingnya membayar pajak yang berperan penting untuk meningkatkan penerimaan negara dan mengembangkan pembangunan negara untuk mencapai tujuan negara mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat Indonesia.


(29)

A. PENGERTIAN PENYITAAN (MENURUT UNDANG-UNDANG No. 19/ 2000)

Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, menyebutkan bahwa “Penyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh juru sita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. ” Penyitan dilakukan adalah sebagai upaya untuk menjamin dan melindungi nilai atau keamanan atas barang-barang yang dimiliki oleh WP/penanggung pajak yang memiliki hutang pajak sebagai jaminan untuk membayar dan melunasi pajak terutang yang dimilikinya. Terkadang ada pula yang mengkaitkan penyitaan dengan pemblokiran. Yang dimaksud dengan pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik penaggung pajak yang tersimpan oleh Bank dengan tujuan pengamanan terhadap penambahan jumlah atau nilai.

Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dan penaggung pajak. Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang penanggung pajak. Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebih lanjut setelah surat paksa yang hanya dapat dilakukan setelah batas waktu 2x24 jam sebagaimana dimaksud dalam surat paksa. Artinya apabila penanggung pajak/WP tetap tidak melunasi utang pajak sebagaimana tercantum dalam surat paksa, barulah


(30)

penyitaan dapat dilaksanakan. Dalam hal penyitaan atas barang-barang milik WP/ penanggung pajak tidakakanmengakibatkan penundaan atas kewajibannya membayar/ melunasi pajak terutangnya atau pajak kurang bayar.

Penyitaan adalah salah satu sengketa yang diperbuat oleh WP/ penanggung pajak yang tidak melaksanakan kepatuhannya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), dimana Indonesia menganut perpajakan sebagai penerimaan pendapatan kas Negara, oleh karena itu Negara mempunyai hak dan berkewajiban untuk melindungi serta menjamin keselamatan jiba dan harta benda yang dimiliki warga negaranya.

Walaupun WP/ penanggung pajak dikenakan penyitaan terhadap barang-barangnya yang mengalami sitaan, WPdapat tetap melakukan pembayaran pajak terutangnya yang masih ada atau dapat melalui upaya hukum.Karena dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, WP sering kali merasa tidak puas atas pelaksanaan Undang yang berlaku. Terhadap hal demikian, Undang-Undang Perpajakan itu sendiri menegaskan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh WP untuk menyelesaikan sengketa pajak yang timbul.

Dalam hal ini dapat diajukan penyelesaiannya. Melalui Direktorat Jendral Pajak atau Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Pada prinsipnya penyitaan dalam hukum pajak tidak mengubah status kepemilikan atas suatu barang, bahkan barang yang telah disita atau dititipkan pada penanggung pajak atau dapat disimpan ditempat lain. Pemilik barang, pada dasarnya masih tetap dapat mempergunakan barang yang telah disita hak atas barang yang telah disita tersebut tidak dialihkan.


(31)

Hukumnya kepada pihak lain yang merusak barang atau menghilangkan barang adalah merupakan tindakan pidana sesuai pasal 231 KUHP Pidana.

Pelaksanaan penyitaan atau penyanderaan barang penanggung pajak dapat dilakukan, apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka pejabat dapat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Penyitaan dilakukan berdasarkan Surat Perintah .

Melaksanakan Penyitaan, jika penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya lewat dari 2x24 jam setelah surat pajak diberitahukan. Adapun ketentuan pelaksanaan penyitaan atas barang-barang penanggung pajak sebagai berikut (PP No. 135/2000, RIPKA, Kanwil Sumbagut Medan) :

Pasal 4 :

1. Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa. Penduduk Indonesia, dikenal oleh juru sita pajak dan dapat dipercaya.

2. Setiap melaksanakan penyitaan, juru sita pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, ditandatangani oleh juru sita, penaggung pajak dan saksi-saksi.

3. Dalam hal ini penaggung pajak adalah Badan, maka Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh pengurus, Kepala perwakilan, Kepala cabang, penaggung jawab, pemilik modal, atau pegawai tetap perusahaan.

4. Walaupun penanggung pajak tidak hadir, pelaksanaan penyitaan tetap dapat dilakukan dengan syarat, salah satu seorang saksi berasal dari pemerintahan


(32)

daerah setempat. Berita Acara Pelaksanaan Sitanya dapat ditndatangani oleh juru sita pajak dan saksi-saksi.

5. Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap mempunyai kekuatan hukum meningkat, meskipun penanggung pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut.

6. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak atau barang yang tidak bergerak yang disita berada dan atau ditempat-tempat umum.

7. Atas barang yang disita dapat ditempelkan atau diberi segel sita. Pengajuan keberatan tidak menunda pelaksanaan sita.

8. Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi penagihan pajak dan utang pajak berdasarkan putusan pengadilan atau putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.

Sedangkan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan penyitaan/ penyanderaan terhadap barang-barang WP sebagai berikut :

Undang No. 16 Tahun 2000 Tentang Perubahan ke tiga atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983.Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP).

Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa : 1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penagihan


(33)

2. PP No. 137 Tahun 2000 tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama baik Penanggung Pajak dan Pemberian Ganti Rugi dalam Rangka Penagihan dengan Surat Paksa.

3. Keputusan Menteri Keuangan No. 563/ KMK 04/ 2000 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

4. Keputusan Menteri Keuangan No. 362/ KMK 04/ 2000 tentang surat-surat, tata cara pengangkatan dan pemberhentian juru sita pajak Keputusan Menteri Keuangan No. 561/ KMK 04/ 2000 tentang Tata Cara Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Surat Paksa.

B. KRITERIA JURUSITA PAJAK BESERTA TUGAS DAN FUNGSINYA Pelaksanaan penyitaan dan penyanderaan terhadap barang-barang WP atau Penanggung Pajak terutang untuk melunasi utang pajak hanya dapat dilakukan oleh juru sita pajak. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Juru sita pajak ditentukan oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh DJP Republik Indonesia (RI) dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, pejabat tersebut memiliki kewenangan untuk:


(34)

a. mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak;

b. menerbitkan:Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus; Surat Paksa; Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; Surat Perintah Penyanderaan; Surat

Pencabutan Sita; Pengumuman Lelang; Pembatalan Lelang; dan Surat lain yang

diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.

Sebelum melaksanakan penyitaan Juru Sita Pajak, diharuskan telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat yang dipenuhi untuk menjadi Juru Sita (sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 562/ KMK 04/ 2000, tertanggal 26 Desember 2000) yaitu: Berijazah serendah-rendahnya, Sekolah Menengah Umum (SMU), atau yang setingkat dengan itu; Berpangkat serendah-rendahnya golongan II/ a; Berbadan sehat; Lulus pendidikan dan latihan Juru Sita Pajak; Jujur, bertanggungjawab dan penuh pengabdian.

Sebelum mendapat jabatannya, Juru Sita Pajak dimbil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaan pejabat yang berbunyi sebagai berikut :

“ Saya bersumpah atau berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk mendapat jabatan ini langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga.”

“ Saya bersumpah atau berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan saya ini tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.”


(35)

“ Saya bersumpah atau berjanji bahwa saya akan setia dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara, Undang-Undang Dasar 1945 dan segala Undang-Undang dan peraturan lain bagi Negara RI.

“Saya bersumpah atau berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini denagn jujur, seksama, dan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya layaknya sebagai Juru Sita Pajak yang berbudi baik dan jujur, menegakkan hokum dan keadilan.”

Dalam melaksanakan tugasnya jurusita pajak bertugas untuk:

1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan seketika dan

sekaligus.

2. Memberitahukan Surat Paksa.

3. Melaksanakan Penyitaan atas barang-barang penanggung

pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah

penyanderaan.

Petugas pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal Juru Sita Pajak dan Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak.

Dalam melaksanakan tugasnya Juru Sita Pajak dapat meminta bantuan kepada Kepolisian, Kejaksaan, Departemen Kehakiman, Pemerintah Daerah


(36)

setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain dalam rangka melaksanakan penagihan pajak. Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha dan melakukan penyitaan di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.

Jurusita Pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri atau Kepala Daerah. Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila:

a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama lamanya

atauberniat untuk itu;

b. Penanggung Pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan

perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia,ataupun memindah tangankan barang yang dimiliki atau dikuasainya;

c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan

usahanya atau berniat untuk itu;

d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau

e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.


(37)

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat: nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; besarnya utang pajak; perintah untuk membayar; dansaat pelunasan utang pajak.

C. BARANG-BARANG YANG TERMASUK OBJEK PENYITAAN DAN PENGECUALIANNYA

Barang milik Penanggung Pajak yang dapat disita adalah barang yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

a. Barang Bergerak Penanggung Pajak yang Dapat Disita Meliputi:

Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya, yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lainnya. Semua barang bergerak yang ada dirumah penaggung pajak seperti : Prakakas RT (lemari, meja, kursi dan sebagainya); Barang-barang mewah (TV, lemari es, tape recorder, kompor gas dan sebagainya); Barang-barang perhiasan (kalung, cincin, gelang dari emas, berlian dan batu permata lainnya); Uang tunai (surat-surat berharga); Kendaraan (mobil, sepeda motor dan sebagainya); Lain-lainnya (jam dinding, lukisan dan sebagainya).


(38)

b. Barang Tidak Bergerak Penanggung Pajak yang Dapat Disita Meliputi: Barang tidak bergerak, termasuk tanah, bangunan dan kapal, dengan isi kotor tertentu.Penyitaan sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup melunasi utang pajak dan biaya penagihan.

Terhadap Penanggung Pajak Badan penyitaan dapat dilaksanakan atas barang milik perusahaan,pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempatkedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain. Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak. Urutan barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita ditentukan oleh Jurusita Pajak dengan memperhatikan jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak, kemudahan penjualan atau pencairannya.

c. Barang-Barang yang Dikecualikan dari Penyitaan

Adapun barang-barang yang dikecualikan dari penyitaan, menurut ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, adalah sebagai berikut :

1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh


(39)

2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada dirumah.

3. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas.

4. Buku-buku yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak

dan alat-alat yang digunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan.

5. Peralatan dalam keadaan jalan yang memiliki kegunaan untuk melaksanakan

pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak melebihi Rp.10.000.000

6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan

keluarga.

Sewaktu-waktu Juru Sita Pajak dapat memberhentikan sesuai dengan kapasitas dirinya apabila : Meninggal dunia; Pensiun; Karena alih tugas atau keperluan dinas lainnya; Lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugasnya; Melakukan perbuatan tercela; Melanggar sumpah atau janji Juru Sita Pajak.

Dalam pelaksanaan penyitaan terhadap barang-barang yang akan disita, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh juru sita pajak seperti halnya penyitaan terhadap terhadap perhiasan emas permata dan sejenisnya yang dilakukan sebagai berikut:

Membuat rincian tentang jenis, jumlah dan harga perhiasan yang disita dalam surat dan daftar yang merupakan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang sebelumnya telah membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita


(40)

D. PROSEDUR PENYITAAN OLEH JURU SITA PAJAK Adapun kegiatan tindakan pelaksanaan penagihan pajak,yaitu : a. PENGELUARAN SURAT TEGURAN

Tindakan pelaksanaan penaghihan pajak diawali dengan penerbitan Surat Teguran oleh Pejabat yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh Pejabat tersebut. Formulir Teguran dibuat dan dikirim kepada WP yang belum melunasi utang pajaknya sesudah tanggal hari pelunasan terakhir/ tanggal jatuh tempo pembayaran yang telah ditentukan dalam tindakan STP/ SKPKB/ SKPKBT/ SK Pembetulan/ SK Keberatan/ Putusan Banding setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

Tanggal dan Nomor Surat Teguran serta pelaksanaan pengirimannya harus dicatat pada buku registrasi Surat Teguran, buku registrasi tindakan penagihan dan pada tindakan STP/ SKPKB/ SK Pembetulan/ SK Keberatan/ Putusan Banding.Surat Teguran dibuat rangkap 2, lembar ke-1 (asli) dikirim kepada WP dan lembar ke-2 yang diterima dari petugas pemegang buku registrasi pengawasan Penagihan disimpan dalam berkas Penagihan pada KPP Medan Barat.Surat Teguran diterbitkan sebanyak 150 buah. Surat Teguran diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk menangsur atau menunda pembayaran pajaknya, karena penanggung pajak tersebutakan menanggung beban tambahan berupa bunga sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap keterlambatan pembayaran tersebut yang tentunya keterlambatan tersebut atas sepengetahuan dan persetujuan fiskus.


(41)

b. PENGELUARAN SURAT PAKSA

Surat Paksa berkepala “Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Penerbitan Surat Paksa secara syah oleh Pejabat berwenang merupakan modal utama bagi pelaksanaan penagihan pajak yang efektif, karena dengan terbitnya Surat Paksa memberikan

wewenang kepada petugas penagihan pajak untuk melaksanaka eksekusi langsung

(parate executie) dalam penyitaan atas barang milik WP/ penanggung pajak dan melakukan penjualan langsung atau melalui lelang atas barang-barang tersebut atas pelunasan pajak terutang tanpa melalui prosedur di pengadilan terlebih dahulu.

Surat Paksa diterbitkan apabila hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus terhadap penanggung pajak yang tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Setelah diteliti di buku registrasi tindakan penagihan dan buku pengawasan penagihan, juru sita pajak membuat formulir Surat Paksa dan melalui Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Penagihan serta Kepala Seksi (Kasi) Penagihan dan verivikasi meneruskannya kepada Kepala KPP untuk ditandatangani, setelah ditandatangani Surat Paksa dicatat pada buku registrasi pengawasan penagihan dan pada tindakan STP/ SKPKB/ SK Pembetulan/ SK Keberatan/ Putusan Banding yang bersangkutan.


(42)

Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat Nomor dan Tanggal Surat Paksa, nama dan alamat WP/ penanggung pajak, NPWP, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP), dasar penagihan besarnya hutang pajak dan perintah untuk membayar. Surat Paksa dibebani biaya penagihan sebesar Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.135 tentang Tata Cara Penyitaaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Surat Paksa yang telah dilaksanakan diserahkan kepada Kasubsi Penagihan disertai laporan pelaksanaan Surat Paksa dan diterusakan Korlak kepada Kasi Penagihan dan verivikasi untuk ditandatangani dan selanjutnya dimasukkan dalam berkas penagihan WP/ penanggung pajak yang bersangkutan dengan terlebih dahhulu dicatat Tanggal pelaksanaan Surat Paksa dalam buku register pengwasan penagihan. Buku register tindakan penagihan, kartu pengawasan tunggakan pajak dan pada tindakan STP/ SKPKB/ SKPKBT/ SK Pembetulan/ SK Keberatan/ Putusan Banding yang bersanguktan. Hutang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh juru sita pajak.

c. PENGELUARAN SURAT PERINTAH MELAKUKAN PENYITAAN (SPMP)

Sebelum Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) dibuat, terlebih dahulu WP diberitahukan bahwa akan dilakukan penyitaan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan akan dilakukan Penyitaan. Surat Pemberitahuan ini dibuat dan

diteruskan kepada Kasi Penagihan dan verivikasi untuk diteliti dan diparaf


(43)

lembar ke-1 (asli) untuk WP/ penanggung pajak dan lembar ke-2 untuk arsip berkas penagihan dan mencatat Nomor dan Tanggal Surat Pemberitahuan tersebut pada buku register pengawasan penagihan dan buku register tindakan penagihan.

Prosedur Pengeluaran SPMP

Apabila setelah 2x24 jam setelah Taggal Pemberitahauan Surat Paksa, WP masih belum melunasi utang pajaknya, maka dapat dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaan WP yang bersangkutan segera dilakukan penagihan dengan mengeluarkan SPMP, SPMP dibuat dan diteruskan ke Korlak Penagihan untuk diteliti dan diparaf, kemudian diteruskan kepada Kasi Penagihan untuk diteliti kembali dan diparaf, selanjutnya ke Kepala KPP untuk ditandatangani.

Tanggal dan Nomor SPMP yang sudah ditandatangani oleh Kepala KPP dicatat dalam buku registrasi pengawasan penagihan, buku register SPMP, buku register tindakan penagihan dan pada tindakan STP/ SPKB/ SKPKBT/ SK Pembetulan/ SK Keberatan/ Putusan Banding yang bersangkutan. Asli SPMP diserahkan pada juru sita hendaknya mengumpulkan dan mempelajari data mengenai kekayaan WP yang akan disita tersebut. Datanya dapat diperoleh antara lain SPT, laporan pemeriksaan pajak dan laporan pelaksanaan Surat Paksa.


(44)

E. PELAKSANAAN PENYITAAN TERHADAP BARANG-BARANG SITAAN

Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dapat dilaksanakan dengan menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya dalam suatu daftar yang merupakan laporan Berita Acara Pelaksanaan Sita dan menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya ditempeli dengan segel sita dan kemudian menitipkannya kepada penanggung pajak atau menitipkannya kepada Bank. Lain halnya penyitaan terhadap kekayaan penanggung pajak yang disimpan di Bank berupa deposito jangka panjang, tabungan saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan, dengan cara pejabat menunjukan permintaan pemblokiran kepada Bank disertai dengan penyimpanan salinan surat paksa dan surat penyitaan.

Pemerintah melaksanakan penyitaan, Bank wajib memblokir seketika, setelah menerima pemblokiran dari pejabat dan membuat berita acara pemblokiran serta menyampaikan salinan kepada pejabat dan Juru Sita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari Bank, memerintah penanggung pajak untuk memerintahkan Bank agar memberitahukan saldo kekayaan yang tersimpan pada Bank tersebut kepada Juru Sita Pajak. Dalam hal penanggung pajak tidak memberikan kuasa kepada Bank.Pejabat meminta Gubernur Bank Indonesia (BI) melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan Bank, memberitahukan saldo kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada Bank dimaksud pada


(45)

Pejabat.Setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada Bank diketahui, Juru Sita Pajak melaksanakan penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada penanggung pajak dari Bank yang bersangkutan.

Pejabat dapat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada Bank setelah penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak terhadap kekayaan penanggung pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran dalam hal jumlah yang diblokir lebih besar dari jumlah yang disita maka atas sisa lebih tersebut diajukan permintaan pencabutan pemblokiran oleh pejabat kepada Bank.

Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak penyitaan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, Pejabat segera meminta kepada pemimpin Bank untuk memindah bukukan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada Bank ke kas Negara atas kas Daerah sejumlah yang tercantum dalam Berta Acara Pelaksanaan Sita. Sebelum jangka waktu 14 hari sebagaimana dimaksud dalam uraian diatas, penanggung pajak dapat mengajukan permohonan kepada Pejabat untuk menggunakan barang sitaan yang dimaksud untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak. Pencabutan sitaan dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak berdasarkan surat pencabutan sita yang diterbitkan oleh pejabat dan tebusannya disampaikan kepada Pimpinan Bank yang bersangkutan.


(46)

Sedangkan penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan dibursa efek dapat dilaksanakan dalam memblokir rekening efek dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari DJP atau Pejabat yang ditunjuknya kepada Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM) dengan menyebutkan nama pemegang rekening atau nomor pemegang rekening sabagai penanggung pajak, sebab dan alasan perlunya pemblokiran tersebut dilakukan. Berdasarkan permintaan DJP atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud.Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Ka.BAPEPAM) dapat menyampaikan perintah tertulis kepada Custodian untuk melakukan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung Pajak.


(47)

Dalam hal permintaan pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan tentang Rekening Efek kepada Custodian, maka permintaan tertulis dari DJP harus memuat nama Pejabat yang berwenang mendapat keterangan tersebut, Custodian yang melakukan pemblokiran dan memberikan keterangan tentang Rekening Efek, pemegang rekening membuat Berita Acara Pemblokiran, dan Berita Acara Pemblokiran keterangan tersebut disampaikan kepada DJP dan salinannya disampaikan kepada Ka.BAPEPAM dan Pemegang Rekening sebagai Penanggung Pajak, selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah pemblokiran dan keterangan tersebut dilakukan. Juru Sita Pajak dapat melaksanakan penyitaan atas efek dan atau dana dalam Rekening Efek pada Custodian segera setelah menerima Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian Keterangan. Juru Sita Pajak dalam melakukan penyitaan harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Juru Sita Penanggung Pajak dan saksi-saksi.

Apabila penanggung pajak tidak hadir, Berita Acara Pelaksanaan Sita bisa ditandatangani oleh saksi-saksi kemudian Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada Penanggung Pajak dan salinannya disampaikan kepada Ka.BAPEPAM dan Custodian. Pejabat dapat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung Pajak kepada Custodian, setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak, dan biaya penagihan pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita, apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran Efek


(48)

dapat diperdagangkan di Bursa yang telah disita, dijual di Bursa melalui perantara pedagang Efek anggota Bursa atas permintaan Pejabat.

Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di Bursa Efek dilaksanakan dengan cara melakukan Inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai minimal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran pelaksanaan sita yang sebelumnya telah membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang kemudian membuat Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama Penanggung Pajak pada Pejabat. Dalam hal penyitaan terhadap piutang, lebih dahulu melakukan Inventarisi dan membuat perincian tentang jenis dan jumlah piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan Pelampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.Kemudian membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Piutang dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan pihak yang berkewajiban membayar hutang.

Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya dilaksanakan sebagai berikut :

Melakukan Inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan modal

pada perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita, kemudian membuat akte persetujuan pengalihan hak penyertaan modal pada perusahaan lain dalam penanggung pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada perusahaan tempat penyertaan modal.


(49)

Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau Kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus Pidana, baru dapat dilaksanakan setelah barang bukti tersebut dikembalikan Penanggung Pajak. Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan sampai dengan jumlah nilai barang yang diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak yang dimaksud nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya utang penagihan dan utang pajak sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.

a. Pelaksanaan Penyitaan

Atas barang yang disita dapt ditempeli atau diberi segel sita.Penempel segel sita yang dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, sifat dan bentuk barang sitaan.Segel sita sekurang-kurangnya memuat “Disita”, Nomor dan Tanggal Berita Acara Pelaksanaan Sita.Larangan untuk memindah tangankan, memindahkan hak, meminjamkan, merusak barang yang disita.

Penanggung pajak dapat melunasi utang pajak biaya yang timbul dalam rangka penagihan pajak selama barang yang telah disita belum dijual, digunakan, atau dipindah bukukan. Apabila utang pajak dan atau biaya penanggung pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan.Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang maupun menggunakan atau memindah bukukan barang yang disita untuk pelunasan utang pajak dan atau biaya penagihan pajak dimaksud. Penjual secara lelang melalui kantor lelang dan dilaksanakan paling cepat sesudah jangka waktu 14 hari terhitung sejak penyitaan. Apabila hasil lelang telah mencapai jumlah


(50)

yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, maka pelaksanaan lelang dihentikan dan sisa barang dan kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada penanggung pajak paling lambat 3 hari setelah dilaksanakannya lelang. Besarnya biaya penagihan pajak adalah Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap pelaksanaan penyitaan.

b. Pencabutan Sita

Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau berdasarkan putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atau Kepala Daerah Tingkat I dan Kepala Daerah Tingkat II. Surat pencabutan sita sekaligus berfungsi sebagai pencabutan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak dan instansi yang terkait, diikuti dengan pengembalian penguasaan barang yang disita kepada penanggung pajak.

Pencabutan sita dapat dilakukan terhadap:

a. Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau yang disamakan dengan itu dilaksanakan dengan menyampaikan surat pencabutan sita kepada penanggung pajak dan tembusannya disampaikan kepada Bank yang bersangkutan.

b. Surat berharga berupa, obligasi, saham atau sejenisnya baik yang diperdagangkan maupun yang tidak diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan dengan menyampaikan surat pencabutan sita kepada penanggung pajak dan


(51)

tembusannya disampaikan kepada pihak terkait yang sekaligus berfungsi sebagai Pembatalan Berita Acara Pengalihan Hak Atas Surat Berharga tersebut.

c. Piutang dilaksanakan dengan menyampaikan surat pencabutan sita kepada penanggung pajak dan tembusannya disampakan kepada pihak yang berutang sekaligus berfungsi sebagai pembatalan Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Atas Menagih Piutang.

d. Penyertaan modal pada perusahaan lain dilaksanakan dengan menyampaikan surat pencabutan sita kepada penanggung pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak terkait serta membuat akte pembatalan penagihan hak.

c. Pelaksanaan Penyanderaan

Dalam hal penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak selain dari pada barang-barang milik penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangka waktu 14 hari terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang :

a. Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang meliputi seluruh jenis pajak dan tahun pajak. Jumlah tersebut merupakan syarat kuantitatif dan sekaligus menunjukan bahwa penyanderaan tidak ditujukan kepada penanggung pajak yang berpenghasilan kecil.

b. Diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Selain syarat kuantitatif seperti yang diatur, juga ditentukan syarat kuantitatif yaitu penanggung pajak diragukan iktikad baiknya untuk melunasi utang pajaknya, misalnya


(52)

penanggung pajak diduga menyembunyikan harta kekayaan sehingga tidak ada atau tidak cukup barang yang disita untuk jaminan pelunasan utang pajak, atau terdapat dugaan yang kuat bahwa penanggung pajak akan melarikan diri.

Penyanderaan terhadap penanggung pajak sebagaimana dimaksud dalam uraian diatas dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau dari Gubernur untuk penagihan pajak Daerah.Permohonan izin penyanderaan dilakukan oleh Pejabat atau atasan Pejabat kepada Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau kepada Gubernur untuk penagihan pajak Daerah. Namun dalam hal Pejabat berhalangan dan penggantian Pejabat tersebut belum ditunjuk maka atasan Pejabat dapat mengajukan permohonan izin penyanderaan. Permohonan izin penyanderaan memuat sekurang-kurangnya identitas penanggung pajak yang akan disandera, jumlah utang pajak yang belum dilunasi, tindakan penagihan pajak yang telah dilaksanakan dan uraian tentang adanya petunjuk bahwa pananggung pajak diragukan iktikad baik dalam pelunasan utang pajak.

Surat penyanderaan diterbitkan oleh Pejabat seketika setelah diterimanya izin tertulis dari Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau dari Gubernur untuk penagihan pajak Daerah.Surat Perintah Penyanderaan memuat sekurang-kurangnya identitas penanggung pajak, alasan penyanderaan, izin penyanderaan, lama penyanderaan dan tempat penyanderaan.


(53)

Penanggung pajak yang disandera ditempatkan ditempat tertentu sebagai tempat penyanderaan, jika melakukan penyanderaan terhadap penanggung pajak dengan syarat-syarat sebagai berikut : tertutup dan terasing dari masyarakat, mempunyai fasilitas terbatas dan mempunyai sistem pengamatan dan pengawasan yang memadai. Sebelum tempat penyanderaan sebagaimana dimaksud dibentuk, penanggung pajak yang disandera dititipkan dirumah tahanan lain, kemudian lebih lanjut penyanderaan penanggung pajak sebagaimana yang dimaksud ditetepkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM).Ketentuan yang akan ditetapkan dalam keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menterui Kehakiman dan HAM, antara lain :

a. Prosedur penitipan penanggung pajak disandera dirumah tahanan Negara.

b. Tangungjawab atas penanggung pajak yang disandera selama dalam

penyanderaan.

c. Izin kunjungan dari keluarga, pengecaran dan sahabat. d. Kriteria pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.

e. Tata tertib yang dilakukan terhadap penanggung pajak yang disandera.

Jangka waktu penyanderaan selambat-lambatnya 6 bulan terhitung sejak penanggung pajak ditempatkan dalam tempat penyanderaan dan dapat diperpanjang paling lama 6 bulan izin perpanjang jangka waktu penyanderaan dapat sekaligus diberikan oleh yang berwenang pada waktu memberikan izin penyanderaan. Dalam izin perpanjangan penyanderaan sekaligus diberikan maka tidak diperlukan surat izin baru. Ketentuan jangka waktu maksimum penyanderaan tidak berlaku dalam


(54)

hal penyanderaan melarikan diri penentuan lamanya penyanderaan didasarkan pada perhitungan besarnya utang pajak, besarnya jumlah harta yang disembunyikan dan dihubungkan dengan iktikad tidak baik dengan penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Juru sita pajak harus menyampaikan surat sita penyanderaan langsung kepada penanggung pajak dan salinannya disampaikan kepada Kepala setempat penyanderaan. Dalam hal penanggung pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan juru sita Pejabat atasan dapat meminta bantuan kepada Kepolisian atau Kejaksaan untuk menghadirkan penanggung pajak yang tidak dapat ditemui tersebut, termasuk dalam pengertian menghadirkan penanggung pajak untuk mencari, menangkap dan membawa penanggung pajak ketempat Pejabat untuk selanjutnya diserahkan kepada Kepala tempat penyanderaan.

Penyanderaan mulai dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan diterima penanggung pajak yang bersangkutan.Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal penanggung pajak sedang beribadat, sedang mengikuti sidang resmi atau sedang mengikuti Pemilihan Umum. Penyanderaan dilaksanakan oleh juru sita pajak yang disaksikan oleh 2 orang penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh juru sita pajak dapat meminta Kepolisian atau kepada Kejaksaan.Dalam hal juru sita menemui kesulitan ataupun karena alasan keamanan dan keselamatan juru sita pajak dan saksi-saksi maka juru sita pajak dapat meminta kepada Kepolisian untuk melaksanakan penyanderan.Juru sita pajak ditempatkan ditempat penyanderaan, Berita Acara Penyanderaan ditandatangani oleh juru sita


(55)

pajak, Kepala tempat penyanderaan dan saksi-saksi.Berita Acara Penyanderaan merupakan syarat utama syahnya penyanderaan yang berfungsi sebagai Berita Acara Penyanderaan paling sedikit memuat Nomor dan Tanggal Surat Perintah Penyanderaan.Izin tertulis Menteri Keuangan atau Kepala Daerah Tingkat I (Gubernur) identitas juru sita pajak yang disandera, tempat penyanderaan, lamanya penyanderaan, identitas penyanderaan, salinan Berita Acara Penyanderaan disampaikan kepada Kepala tempat penyanderaan. Penanggung pajak dan KDH, TK II (Bupati)

Biaya penyanderaan dibebankan kepada penanggung pajak yang disandera dan di perhitungkan sebagai biaya penanggung pajak. Termasuk dalam biaya penyanderaan antara lain, biaya hidup selama dalam penyanderaan dirumah tahanan Negara. Biaya penyanderaan merupakan salah satu biaya penagihan yang harus ditanggung oleh penanggung pajak yang disandera.Selama dalam penyanderaan penanggung pajak berhak untuk melakukan ibadah ditempat penyanderaan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mendapat makanan yang layak, termasuk kiriman dari keluarga.Menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas, memperoleh bahan bacaan dan informasi lainnya atas biaya penanggung pajak yang disandera, serta menerima kunjungan dari keluarga, pengacara, sahabat, dokter pribadi atasbiayasendiri ayau rohaniawan.


(56)

d. Pencabutan Penyanderaan

Penanggung pajak yang disandera dilepas jika telah memenuhi persyaratan, apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas, jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah dipenuhi, berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau berdasarkan pertimbangan tertentu dan Menteri Keuangan dan Gubernur Pertimbangan Menteri Keuangan atau Gubernur dimaksud adalah antara lain penanggung pajak mengatakan akan melunasi utang pajaknya, tetapi berdasarkan buku yang disampaikan, tidak dapat melaksanakan pelunasan utang pajak tersebut tanpa meninggalkan tempat penyanderaan, atau dalam hal penanggung pajak menderita sakit berat sehingga memerlukan perawatan dalam jangka waktu yang lama diluar tempat penyanderaan.

Serta memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Daerah ditempat Wilayah penyanderaan dilakukan dan sebaiknya Kepala Daerah Wilayah dilaksanakannya penyanderaan segera memberitahukan secara tertulis kepada Pejabat apabila penanggung pajak telah dilepas dari penyanderaan.

Penanggung pajak yang melarikan diri dari tampat penyanderaan dalam masa penyanderaan, disandra kembali berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang dahulu diterbitkan terhadapnya masa penyandera kembali adalah sama dengan masa penyanderaan menurut Surat Perintah Penyanderaan yang dahulu diterbitkan terhadapnya dengan memperhitungkan masa penyanderaan yang telah dijalani sebelum penanggung pajak melarikan diri. Penyanderaan tetap dapat dilaksanakan


(57)

terhadap penanggung pajak yang telah dilakukan pencegahan penyanderaan Penanggung pajak yang telah disandera dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan hanya kepada Pengadilan Negeri.Gugatan penanggung pajak tidak dapat diajukan setelah masa penyanderaan berakhir.

Dalam pelaksanaan rehabilitasi nama baik penanggung pajak dan pemberian ganti rugi atas pelaksanaan penyanderaan atas penanggung pajak, hanya dapat dilakukan dalam hal gugatan penanggung pajak dikabulkan oleh Pengadilan dan putusan Pengadilan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Permohonan rehabilitasi, nama baik dan ganti rugi terhadap penanggung pajak, dapat diajukan kepada Pejabat yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan.

Rehabilitasi nama baik dilaksanakan oleh Pejabat dalam bentuk 1 kali pengumuman pada media cetak berskala yang bersekala Nasional dengan ukuran yang memadai, yang dilakukan paling lambat 30 hari sejak diterimanya permohonan penanggung pajak. Besarnya ganti rugi yang diberikan Pejabat kepada penanggung pajak adalah sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) setiap hari selama masa penyanderaan yang telah dijalaninya. Ganti rugi diberikan paling lambat 30 hari sejak diterimanya permohonan penanggung pajak.

e. Ketentuan Pidana Lainnya Penanggung pajak dilarang :

a. Memindahkan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan atau


(58)

b. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu.

c. Membebani barang bergerak yang telah disita atau digunakan untuk

pelunasan utang tertentu.

d. Merusak, mencabut atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditempel pada barang sitaan.

Ketentuan pidana dapat diberi sanksi, apabila penanggung pajak yang memindahkan hak, menyembunyikan, menghilangkan atau merusak barang yang telah disita dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 4 tahun dan denda paling sedikit Rp.1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah), dan apabila pihak-pihak yang diberi tugas untuk mengalihkan atau menjual barang sitaan (sesuai Undang- undang PPSP Pasal 25 ayat (3) huruf (b,c,d,e) tidak melaksanakan kewajibannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 minggu dan paling lama 4 bulan 2 minggu dan denda paling sedikit Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut Undang-Undang atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan dalam melaksanakan ketentuan Undang-Undang yang dilakukan oleh juru sita pajak, dengan pidana penjara paling singkat 1 minggu dan paling lama 4 bulan 2 minggu dan denda sedikitnya


(59)

Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).


(60)

A. KESIMPULAN

Berdasarkanuraiandiatasdapatdisimpulkan:

a. KPP Madya Medan merupakan salah satu kantor pelayanan pajak yang berada di

kota medan yang beralamat di Jl. Suka Mulia No.17 Medan, yang bertugas untuk melaksanan kegiatan perpajakan dalam menjalankan fungsinya untuk meningkatkan pendapatan negara melalui sektor pajak. Dengan waji bpajak yang merupakan perusahaan atau badan usaha.

b. Adapun struktur organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Madya

Medan adalah struktur organisasi linier dan staf yang berada dibawah seorang koordinasi Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara, dimana seluruh pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.

c. Penyitaan adalah suatu kegiatan jurusita sebagai tindaklanjut dari

diterbitkannya surat paksa apabila pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam sesudah tanggal penyampaian surat paksa kepada WP.

d. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan SuratPaksa, penyitaan dan penyanderaan. Jurusita pajak ditujuk oleh pejabat yang berwenang dengan


(61)

e. catatan telah memenuhi criteria tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang.

f. Barang milik Penanggung Pajak yang dapat disita adalah barang yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

g. Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari penanggung pajak. Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang penanggung pajak.

h. Hambatan-hambatan yang sering dihadapi pada saat proses penyitaan antara lain sebagai berikut : Alamat penanggung pajak tidak ditemukan atau penanggung pajak pindah tempat tinggal dan tidak memberitahu; Kesulitan mengidentifikasi objeksita; Jurusita tidak diperbolehkan masuk rumah; Jurusita tidak diperbolehkan menyita barang; Tunggakkan berbeda; Penanggung pajak bertempat tinggal di Wilayah KPP lain; Kurangnya tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pajak.


(62)

B. SARAN

a. Masih minimnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya

pajak bagi pembangunan Negara, mengakibatkan sedikit terhambatnya proses pemungutan pajak. Oleh sebab itu sebaiknya aparat perpajakan harus lebih giat lagi dalam memberikan informasi yang lengkap dan benar serta memperkenalkan pajak kepada masyarakat luas melalui penyuluhan dan sosialisasi yang lebih terstruktur.

b. Sesuai dengan azas perpajakanya itu azas demokrasi dan azas keadilan maka perlu meningkatkan kesadaran pemerintah selaku roda penggerak pembangunan untuk menggunakan sumber penerimaan dari sector perpajakan dengan sebaik-baiknya mengingat bahwa sector pajak merupakan salah satu sector penerimaan yang memberikan peranan yang cukup besar kepada pendapatan Negara di bandingkan sumber pendapatan Negara lainnya.

c. Dalam penerapan pelaksanaan penyitaan dan atau penyanderaan atas barang-barang milik penanggun pajak, harus ada dukungan kebijakan dari aparatur perpajakan dalam penyelenggaraan penyuluhan kepada masyarakat, seperti mensosialisasikan peraturan – peraturan perpajakan pada umumnya dan khususnya peraturan-peraturan perpajakan tentang penyitaan, penyanderaan dan pemblokiran barang-barang milik penanggung pajak . Sebagaimana diketahui bahwa penyuluhan berfungsi untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat untuk membayar pajak sehingga kesadaran masyarakat yang


(63)

meningkat akan meringankan beban pekerjaan pegawai pajak dengan demikian pendapat negara semakin bertambah dan menghindarkan negara dari kerugian.

d. Meningkatkan kinerja pelayanan dan pemberian bekal pengetahuan kepada para

pegawai pajak untuk dapat lebih berinteraksi dan memperlancar komunikasi dengan wajib pajak untuk menghindari kendala-kendala yang sering dihadapi. Sehingga proses pemungutan pajak dapat berjalan dengan lancar sesuai prosedur yang seharusnya.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Buku Uraian Jabatan Instansi Vertikal – Direktorat Jendral Pajak

Hadi, Moeljo. 1994.” Dasar-dasar Penagihan Pajak Negara”. Jakarta: Raja Grafindo.

Himpunan Peraturan Perpajakan – Direktorat Jendral Pajak

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor .135 Tahun 2000 Tentang “Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa”. Jakarta.

Sihaloho, Cyrus. 2001. “Ketentan Umum & Tata Cara Perpajakan”. Jakarta: Raja Garfindo Persada.

Soemitro, Rochmat dan Dewi Kania Sugiharti. 2004. “Asas dan Dasar Perpajakan”. Bandung: Refika Aditama.

Soemitro, Rochmat. 2009. “Asas dan Dasar Perpajakan 2”. Bandung: Refika Aditama.

Undang-undangNomor 19 Tahun 2000, PerubahanAtasUndang-undangNomor 19 Tahun 1997 “Tentang Penagihan Pajakdengan Surat Paksa.”

Undang –undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997, “ Tentang Penagihan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa”.


(65)

(1)

A. KESIMPULAN

Berdasarkanuraiandiatasdapatdisimpulkan:

a. KPP Madya Medan merupakan salah satu kantor pelayanan pajak yang berada di kota medan yang beralamat di Jl. Suka Mulia No.17 Medan, yang bertugas untuk melaksanan kegiatan perpajakan dalam menjalankan fungsinya untuk meningkatkan pendapatan negara melalui sektor pajak. Dengan waji bpajak yang merupakan perusahaan atau badan usaha.

b. Adapun struktur organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan adalah struktur organisasi linier dan staf yang berada dibawah seorang koordinasi Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara, dimana seluruh pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.

c. Penyitaan adalah suatu kegiatan jurusita sebagai tindaklanjut dari diterbitkannya surat paksa apabila pajak yang masih harus dibayar tidak


(2)

e. catatan telah memenuhi criteria tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang.

f. Barang milik Penanggung Pajak yang dapat disita adalah barang yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

g. Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari penanggung pajak. Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang penanggung pajak.

h. Hambatan-hambatan yang sering dihadapi pada saat proses penyitaan antara lain sebagai berikut : Alamat penanggung pajak tidak ditemukan atau penanggung pajak pindah tempat tinggal dan tidak memberitahu; Kesulitan mengidentifikasi objeksita; Jurusita tidak diperbolehkan masuk rumah; Jurusita tidak diperbolehkan menyita barang; Tunggakkan berbeda; Penanggung pajak bertempat tinggal di Wilayah KPP lain; Kurangnya tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pajak.


(3)

B. SARAN

a. Masih minimnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pajak bagi pembangunan Negara, mengakibatkan sedikit terhambatnya proses pemungutan pajak. Oleh sebab itu sebaiknya aparat perpajakan harus lebih giat lagi dalam memberikan informasi yang lengkap dan benar serta memperkenalkan pajak kepada masyarakat luas melalui penyuluhan dan sosialisasi yang lebih terstruktur.

b. Sesuai dengan azas perpajakanya itu azas demokrasi dan azas keadilan maka perlu meningkatkan kesadaran pemerintah selaku roda penggerak pembangunan untuk menggunakan sumber penerimaan dari sector perpajakan dengan sebaik-baiknya mengingat bahwa sector pajak merupakan salah satu sector penerimaan yang memberikan peranan yang cukup besar kepada pendapatan Negara di bandingkan sumber pendapatan Negara lainnya.

c. Dalam penerapan pelaksanaan penyitaan dan atau penyanderaan atas barang-barang milik penanggun pajak, harus ada dukungan kebijakan dari aparatur perpajakan dalam penyelenggaraan penyuluhan kepada masyarakat, seperti mensosialisasikan peraturan – peraturan perpajakan pada umumnya dan


(4)

meningkat akan meringankan beban pekerjaan pegawai pajak dengan demikian pendapat negara semakin bertambah dan menghindarkan negara dari kerugian. d. Meningkatkan kinerja pelayanan dan pemberian bekal pengetahuan kepada para

pegawai pajak untuk dapat lebih berinteraksi dan memperlancar komunikasi dengan wajib pajak untuk menghindari kendala-kendala yang sering dihadapi. Sehingga proses pemungutan pajak dapat berjalan dengan lancar sesuai prosedur yang seharusnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku Uraian Jabatan Instansi Vertikal – Direktorat Jendral Pajak

Hadi, Moeljo. 1994.” Dasar-dasar Penagihan Pajak Negara”. Jakarta: Raja Grafindo.

Himpunan Peraturan Perpajakan – Direktorat Jendral Pajak

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor .135 Tahun 2000 Tentang “Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa”. Jakarta.

Sihaloho, Cyrus. 2001. “Ketentan Umum & Tata Cara Perpajakan”. Jakarta: Raja Garfindo Persada.

Soemitro, Rochmat dan Dewi Kania Sugiharti. 2004. “Asas dan Dasar Perpajakan”. Bandung: Refika Aditama.

Soemitro, Rochmat. 2009. “Asas dan Dasar Perpajakan 2”. Bandung: Refika Aditama.

Undang-undangNomor 19 Tahun 2000, PerubahanAtasUndang-undangNomor 19 Tahun 1997 “Tentang Penagihan Pajakdengan Surat Paksa.”

Undang –undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997, “ Tentang Penagihan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa”.


(6)