Masa Pemerintahan Sultan Basyaruddin Syaiful Alam Shah 1850-28 Desember 1880

memasok kain-kain buatan Eropa. Wilayah kekuasan sudah melebar mulai dari Percut, Padang Bedagai, Sinembah, Batak Timur sampai Negeri Dolok. 2 Masa pemerintahan Baginda ditandai oleh beberapa peristiwa besar. antara lain : Lembaga Dewan Diraja, kawan raja musyawarah diperteguh yaitu: 1 Raja Muda kemudian puteranya pengganti bergelar Bendahara Luhak Lubuk Pakam. 2 Sri Maharaja Luhak Ramunia. Datuk Paduka Raja Batangkuis keturunan Kejeruan Lumu Aceh. Datuk Maha Menteri Araskabu Disebut WAZIR BEREMPAT atau Dewan Diraja, yang harus bersama Sultan memutuskan sesuatu. 3 Majelis Orang Besar, yaitu Raja dan Kepala Negeri yang ditaklukkan, dan jajahan. Oleh sebab itu, Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarsha h memakai gelar “Sri Paduka Duli Yang Maha Mulia Tuanku Thaf Sinar Basar Shah Sultan Kerajaan Serdang dengan Rantau, Jajahan, dan Takluknya”. 4 Baginda menaklukkan negeri Padang dan Bedagai serta mengangkat Wakil Sultan di sana. 5 Baginda mengadakan hubungan politik dan dagang dengan Pemerintah Inggris di Penang Missi John Anderson 1823. 6 Baginda memajukan perdagangan dan industri dan kemakmuran sehingga banyak saudagar negeri-negeri lain mengekspor melalui Serdang termasuk dari Pantai Barat Sumatera Barus, Alas. Karena kemakmuran negeri Serdang maka Kerajaan Siak datang menyerang sehingga Sultan Sinar terpaksa mengakui hegemoni Siak di tahun 1817; ditetapkan bahwa fungsi Raja Serdang ialah: Sebagai Kepala Pemerintahan, Sebagai Kepala Agama Islam dan Sebagai Kepala Adat. Banyak raja dan kepala daerah tunduk karena sifat yang baik dimiliki Baginda: Pemurah, adil, dan memerintah dengan lemah lembut; Elok berkata-kata manis dan lemah lembut budi bahasanya; Selalu pandai mengambil hati rakyatnya sehingga bertambah-tambah kemakmuran negeri; Ringan tangan dan kasih sayang membantu orang susah; Berani di dalam peperangan sehingga para panglima dan prajurit setia dan berbakti pada baginda; Sangat gemar belajar mengenai berbagai hal di dunia. Baginda mangkat dalam tahun 1850, sebagai penggantinya; Baginda digantikan puteranya Tengku Basyaruddin.

c. Masa Pemerintahan Sultan Basyaruddin Syaiful Alam Shah 1850-28 Desember 1880

Sultan Serdang keempat adalah Tengku Muhammad Basyaruddin yang kemudian bergelar Paduka Sri Sultan M. Basyarauddin Syaiful Alam Shah. Ia ditabalkan di tahun 1850 sesaat setelah ayahandanya mangkat. Basyaruddin merupakan putra keempat Tuanku Ainan. Selama pemerintahannya, Negara KeSultanan Serdang melebarkan wilayah jajahannya hingga ke Batubara Lima Laras, seluruh Senembah dan menembus kawasan Karo dan Batak Timur. 2 Pemkab Serdang Begadai. Profil Sejarah Kabupaten Serdang Begadai Sei Rampah : www.serdangbedagaikab.go.id ; 2000 Ketika pengaruh Belanda semakin kuat, Sultan Basyarudiin dengan tegas memihak pada KeSultanan Aceh dan melakukan perlawanan. Hal ini membuat ia diberi mandat sebagai Wajir kuasa Sultan Aceh dengan wilayah kewajirannya meliputi Langkat hingga Asahan. Sebagai wajir, ia menghadapi kedatangan ekspedisi Belanda yang dipimpin Netscher tahun 1862. Di sisi lain, Sultan Basyaruddin berusaha menjaga perdamaian dengan KeSultanan Deli yang memiliki hubungan akrab dengan Belanda. Namun peperangan dengan KeSultanan Deli sempat pecah ketiak Serdang merebut kembali wilayah Denai. Demikian juga ketika KeSultanan Aceh mengirim 200 kapal perang untuk menyerang KeSultanan Deli dan KeSultanan Langkat, Sultan Basyaruddin turut membantu. Dalam melawan Belanda, Sultan Basyaruddin didukung oleh para raja dan orang-orang besar jajahannya seperti raja Kampung Kelambir: Raja Muda Pangeran Muda Sri Diraja M Takir, Wajir Bedagai: Datuk Putera Raja Negeri Serdang Ahmad Yudha, Wajir Senembah: Kejuruan Seri Diraja Sutan Saidi. Melihat perlawanan yang begitu kuat, akhirnya Belanda pada Agustus 1865 menurunkan ribuan pasukannya di Batubara dan Tanjung Balai. Penyerangan ini diberi sandi Ekspedisi Militer melawan Serdang dan Asahan. 30 September, pasukan Belanda sampai di Serdang dan langsung mengejar Sultan Basyaruddin yang bertahan di pedalaman, hingga akhirnya perlawanan tersebut dipatahkan pada 3 Oktober dan Sultan Basyaruddin ditawan Belanda. Belanda kemudian merampas tanah-tanah jajahan Serdang seperti Padang, Bedagai, Percut dan Denai. 20 Desember 1879, Sultan Basyaruddin mangkat di Istana Bogak, Rantau Panjang dan dimakamkan di dekat Stasiun Araskabu. 3 Masa pemerintahan Baginda penuh dengan peperangan, terutama dengan Deli, memperebutkan wilayah Bedagai, Padang dan Percut, yang mau dirampas oleh Deli. Menurut London Treaty tahun 1824 antara Inggris dengan Belanda maka Sumatera diserahkan Inggris di bawah pengaruh Belanda. Pemerintah Hindia Belanda lalu mendekati Siak yang sedang lemah karena perang saudara, dan berhasil menekan Siak membuat perjanjian Kontrak Politik Siak-Belanda, 1 Februari 1858. Di dalam Kontrak itu Siak berada di bawah naungan Pemerintah Hindia Belanda. Siak mohon bantuan Belanda agar mengusir pengaruh Aceh pada kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur. Atas dasar itu maka Residen Belanda di Riau, E. Netscher, mulai mengunjungi kerajaan Langkat, Deli, Asahan, dan Serdang. Di Serdang, Pemerintah Hindia Belanda mengakui bahwa Padang, Bedagai, Percut, Perbaungan, dan Denai tetap jajahan Serdang Pernyataan Belanda 16-8-1862. Tetapi karena Asahan dan Serdang serta Temiang bermufakat dengan Aceh untuk membendung penetrasi Belanda ke Sumatera Timur, maka Pemerintah Hindia Belanda dengan Keputusan Gubernur Jenderal no. 1 tanggal 25-8-1865 mengirim satu ekspedisi militer yang besar dan tangguh dibawa 7 buah kapal perang dengan serdadu dan marinir dilengkapi meriam dan mortar serta bedil yang mutakhir. Ekspedisi itu dinamakan “Militaire Expeditie Tegen serdan g en asahan”. Dengan kekuatan yang begitu besar dan modern itu tentu saja kerajaan bumiputera yang kecil dan sederhana kalah. Pada tanggal 1 Oktober 1865 pasukan Belanda memblokade dan mendarat di Serdang dan pada tanggal 6 Oktober Serdang menyerah. Sebagai hukuman wilayah Percut, Padang, dan Bedagai dirampas Belanda. Sultan Basyaruddin, sesuai gelarnya yakni Syaiful Alamshah Pedang Alam, suka berperang dan memiliki sifat pemberani, seperti kata pepatah : “Bersungut dawai mati berkapan cindai bermata kuc ing setia tiada bertukar bertangan besi pantang surut biar selangkah” Baginda kurang pandai berdiplomasi, melawan kepada kekuatan imperialisme dan kolonialisme Barat yang sedang berada di puncaknya di dunia. Sejak kekalahan itu, baginda menyendiri dan bersuluk dan mangkat pada tanggal 28 Desember 1880 meninggalkan hanya seorang putera yaitu Tengku Sulaiman. 3 Ibid., d. Pemerintahan Sultan Sulaiman Shariful Alam Shah, 1880-13 Oktober 1946 Negara KeSultanan Serdang diteruskan pada Tengku Sulaiman yang saat itu masih dibawah umur, 13 tahun. Ia ditabalkan menjadi Paduka Sri Sultan Tuanku Sulaiman Syariful Alam Shah. Untuk menghindari kekosongan kekuasaan pamannya Tengku Mustafa bergelar Raja Muda Sri Maharaja diangkat sebagai Wali Sultan. Penabalan ini dilaksanakan di Istana Tanjung Puteri, Bogak, Rantau Panjang. Pengangkatan ini tidak serta merta diakui oleh Residen Belanda. Mereka memberi 3 syarat jika Sultan Sulaiman ingin diakui yakni: Serdang tidak menuntut daerah-daerah yang telah dirampas Belanda, penetapan tapal batas antara Deli dan Serdang serta Sultan harus tunduk pada kekuasaan Belanda. Namun Sultan Sulaiman tidak perduli. Tahun 1882, Belanda memaksa agar sebagian wilayah Senembah diserahkan kepada Deli dengan imbalan Deli akan menyerahkan kembali Negeri Denai. Sultan Sulaiman baru diakui pada tahun 1887 walau ia tetap tidak setuju atas tapal batas dengan Deli yang ditentukan Belanda. Tahun 1891 Kontrolir Belanda, Douwes Dekker memindahkan ibukota Negara KeSultanan Serdang ke Lubuk Pakam karena Rantau Panjang selalu mengalami banjir. Namun Sultan Sulaiman tidak mau. Ia yang telah membangun istana Kota Galuh dan mesjid Sulaimaniyah di Persimpangan Tiga Perbaungan pada tahun 1886 justru pindah ke istana tersebut. Kota ini menjadi tandingan kota Lubuk Pakam karena Sultan kemudian membangun kedai, pasar dan pertokoan sehingga ramai. Daerah-daerah taklukan Serdang yang dikuasai Belanda dijadikan perkebunan seperti di Denai, Bedagai, Senembah dan Percut. Seluruh perkebunan ini mengikat kontrak dengan Sultan Deli. Walau diakui namun kekuasaan Sultan pelan-pelan dibatasi Belanda. Bahkan ketika pulang bertemu dengan Kaisar Jepang Tenno Heika Meiji Mutshuhito, tapal batas dengan Bedagai telah diperkecil Belanda. Belanda juga menghapus jabatan- jabatan penting keSultanan setelah yang menyandangnya meninggal dunia. Di bawah pimpinan Sultan Sulaiman, Negara KeSultanan Serdang membangun 2.000 bahu lahan persawahan lengkap dengan irigasinya. Kemudian di tahun 1903 didatangkan transmigran masyarakat Banjar untuk mengolahnya. Sultan juga membuka pabrik belacan dan sabun di Pantai Labu serta membuka perkebunan tembakau di Kuala Bali. Bank Batak dibangun Sultan di Bangun Purba sebagai penunjang roda perekonomian di Serdang. Di bidang pendidikan Sultan mendirikan sekolah Syairussulaiman di Perbaungan. Dalam buku Kronik Mahkota Negara KeSultanan Serdang yang ditulis Tuanku Luckman Sinar Basarsyah, Sultan Sulaiman digambarkan orang yang anti Belanda. Misalnya Sultan Sulaiman adalah orang yang memperjuangkan agar rakyat yang tinggal di sekitar perkebunan tembakau konsesi dibenarkan mengerjakan lahan untuk tanaman padi saat areal perkebunan dibelukarkan. Untuk memastikannya ia membuat kodefikasi tentang Hak Adat Rakyat Penunggu di tahun 1922, hak ini membenarkan siapa saja yang memenuhi syarat untuk memperoleh hak jaluran. Sultan Sulaiman juga dikenal akrab dengan kesenian dan kebudayaan. Ia mendirikan teater ”Indera Ratu” yang membawakan cerita-cerita Melayu, India dan Barat. Sekali setahun teater ini menggelar pertunjukan ke berbagai pelosok Serdang untuk menghibur rakyat secara gratis. Sultan juga menghidupkan teater tradisional ”Makyong” dan wayang kulit Negara Kesultanan Serdang yang dihadiahkan oleh Sultan Hamengkubowono VIII. Biasanya kesenian ini digelar pada tiap hari raya di depan Istana Perbaungan. Saat perang dunia kedua, Jepang yang masuk ke Serdang melalui Pantai Perupuk Tanjung Tiram, Batubara. Namun pasukan ini terkejut ketika masuk ke istana menemukan gambar Tenno Heika Meiji tergantung di dinding istana. Sejak itu hubungan Sultan Sulaiman dengan tentara pendudukan Jepang terjalin baik. Bahkan Sultan diberikan mobil dengan plat no. 1. jepang juga berjanji tidak akan mengambil pekerja paksa dari Serdang dengan syarat Serdang harus menyuplai beras ke markas-markas Jepang. Sultan Sulaiman juga segera mengibarkan bendera merah putih ketika mendengar proklamasi 17 Agustus 1945 melalui gubernur Sumatera Timur, TM Hassan, Sultan mengirimkan sebuah telegram kepada Presiden Soekarno yang menyatakan Negara KeSultanan Serdang serta seluruh daerah taklukannya mengakui kekuasaan pemerintah Republik Indonesia dan dengan segala kekuatan akan mendukungnya. Pada masa ini, semua kerajaan bumiputera di Indonesia sudah dijajah Belanda. Pemerintah Hindia Belanda membuat Politik Kontrak 1907 dengan Kerajaan Serdang yang berada di bawah protektorate. Ia tidak boleh berhubungan dengan pemerintah asing dan rakyatnya adalah rakyat asli Serdang saja. Mahkamah Kerajaan tidak boleh menghukum rejam, atau potong tangan atau hukuman dera cambuk. Hukuman mati dan hukum buang harus dengan seizin pemerintah Hindia Belanda. Semua hasil negeri diambil 50 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sultan Sulaiman terkenal sebagai raja yang selalu melawan dan sabotase setiap tekanan Belanda dan bersimpati kepada gerakan kemerdekaan Indonesia. Karena pemerintahannya yang banyak sekali untuk pembangunan dan pendidikan serta kesehatan rakyat, maka ketika baginda sakit di tahun 1927, ribuan rakyat berkunjung ke Istana Kota Galuh Perbaungan. Baginda melindungi rakyatnya dari kekerasan Jepang yang mau menangkap pemuda untuk dijadikan romusha kerja paksa dan wanita gyanfu. Ketika diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17-8-1945, Baginda segera mengirim telegram kepada Presiden Sukarno, bahwa Kerajaan Serdang berdiri dan akan mempertahankan Republik Indonesia. Tetapi di daerah Sumatera Timur berkecamuk kegiatan pengaruh kaum komunis yang mensponsori diadakannya coup “Revolusi Sosial”. Banyaklah raja-raja dan bangsawan yang ditangkap dan dibunuh dan istana direbut dan dibakar. Sultan Sulaiman selamat dijaga oleh Tentera Republik Indonesia di istana tetapi karena sakit dan usia tua baginda mangkat 13-10-1946 dan dimakamkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan kehormatan dan diiringi ribuan rakyat. Sejak 3 Maret 1946 oleh “Revolusi Sosial” itu lenyaplah semua kerajaan yang ada di Sumatera Timur dan Aceh. Berdasarkan pasal 18D UUD 1945 perobahan ke-2 sistem Kerajaan seperti zaman Belanda tidak berlaku lagi.

2. Bentuk Pemerintahan Negara Kesultanan Serdang