Tabel 7 Hasil analisis sifat biologi tanah pada plot penelitian
Tegakan C-biomassa mic mgkg
2005 741.49
2006 812.78
2007 676.37
2008 800.45
2009 825.89
2010 815.76
2011 813.67
2012 820.45
Buffer zone 650.89
Tabel 7 menunjukkan bahwa perbedaan umur tanaman tidak memiliki perbedaan nilai C-biomassa mic yang terlalu besar. Nilai C-biomassa mic terbesar
terdapat pada tegakan 2009 sebesar 825.89 mgkg, dan nilai terendah terdapat pada plot buffer zone sebesar 650.89 mgkg.
3.2.4 Nilai Kualitas Tanah
Penentuan nilai kualitas tanah menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Pamoengkas 2006. Kemudian kategori nilai kualitas tanah ditentukan
berdasarkan pada nilai batas ambang yang disajikan pada Tabel 2. Hasil perhitungan nilai kualitas tanah dan pengelompokan kategorinya disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8 Hasil analisis nilai kualitas tanah dan kategorinya Tegakan
Nilai kualitas tanah Kategori
2005 5.38
Sedang 2006
5.04 Sedang
2007 4.42
Sedang 2008
5.31 Sedang
2009 5.93
Sedang 2010
5.70 Sedang
2011 4.74
Sedang 2012
5.28 Sedang
Buffer zone 4.19
Sedang Hasil perhitungan nilai kualitas tanah yang disajikan pada Tabel 8
menunjukkan bahwa kategori kualitas tanah pada semua plot penelitian tegolong ke dalam kelas sedang. Tabel 8 juga memperlihatkan tidak adanya perbedaan
antara kualitas tanah pada areal TPTJ dengan areal buffer zone.
3.3 Pembahasan
Penilaian terhadap kualitas tanah menjadi hal yang penting dalam kegiatan pengelolaan hutan. Hal ini diperlukan untuk menentukan sistem pengelolaan yang
tepat untuk menjamin adanya keberlanjutan hasil untuk saat ini dan masa depan. Pengelolaan hutan yang dilakukan pada satu kawasan hutan akan mempengaruhi
atau merubah karakteristik dari sifat tanah Wasis 2005. Deteksi perubahan dari sifat tanah ini adalah hal penting dalam evaluasi kinerja kelestarian pengelolaan
Aminudin 2012.
Perubahan kualitas tanah merupakan respon dari suatu jenis tanah terhadap tindakan pengelolaan yang dilakukan pada areal tanah tersebut Handayani 2001.
Dengan kata lain, penggunaan lahan akan dapat dikatakan lestari apabila kualitas tanah dapat dipertahankan atau ditingkatkan Aminudin 2012. Perubahan dari
kualitas tanah dapat dilihat dari sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah.
Sifat fisik tanah merupakan salah satu bentuk sifat morfologi tanah yang secara umum penilaiannya dapat dilakukan dengan pengamatan langsung di
lapangan Hardjowigeno 2007. Sifat fisik tanah yang digunakan untuk menentukan nilai kualitas tanah dalam penelitian ini yaitu stabilitas agregat dan
bobot isi. Stabilitas agregat yang diperoleh dari hasil analisis yang terdapat di Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai stabilitas agregat berkisar antara 53.78
– 72.25, atau dikategorikan ke dalam kelas tidak stabil hingga agak stabil. Hal ini
dapat disebabkan oleh bentuk kontur yang bergelombang, curah hujan yang tinggi serta tutupan vegetasi pada areal tersebut Murti 2011. Notohadiprawiro 2006
menyatakan bahwa tanah podsolik merah kuning merupakan jenis tanah yang memiliki kemampuan mengikat air yang rendah. Apabila dihubungkan dengan
tiga faktor sebelumnya maka akan menyebabkan tingginya laju aliran permukaan run off sehingga mempengaruhi perkembangan stabilitas agregat, di antaranya
yaitu kehilangan lapisan atas lapisan organik serta liat inorganik tanah yang berfungsi sebagai perakat, serta menyebabkan terjadinya perubahan tekstur tanah
Hardjowigeno 2007.
Sifat fisik tanah selanjutnya yang menjadi pengamatan yaitu bobot isi. Menurut Hardjowigeno 2007, bobot isi merupakan perbandingan antara berat
tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Pada umumnya nilai bobot isi berkisar antara 1.1
–1.6 gcm³ dan beberapa jenis tanah memiliki nilai kurang dari 0.90 gcm
³ misalnya tanah andosol, bahkan ada yang kurang dari 0.10 gcm
³ misalnya tanah gambut Hardjowigeno 2007. Menurut Soepardi 1983 bobot isi untuk tanah-tanah didaerah tropis berkisar antara 1
–1.6 gcm³. Tabel 5 menunjukkan hasil analisis sifat fisik tanah untuk bobot isi berkisar
antara 0.90 –1.38 gcm³. Nilai tersebut masih tergolong normal untuk bobot isi
tanah didaerah tropis. Hasil analisis menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda antara yang terdapat pada sistem TPTJ dengan yang terdapat pada buffer zone. Hal
ini mengindikasikan bahwa penerapan sistem silvikultur TPTJ pada areal hutan tidak merubah sifat fisik tanah untuk bobot isi.
Sifat tanah lainnya yang digunakan untuk menentukan kualitas tanah pada areal ini yaitu sifat kimia. Sifat kimia tanah yang dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kualitas tanah yaitu C-organik dan N-total. Kandungan bahan organik tanah menjadi salah satu penentu keberhasilan dalam kegiatan budidaya,
baik dibidang kehutanan ataupun pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik