Sifat Fisik Tanah pada Areal TPTJ
tanah akan mempengaruhi sifat kimia, sifat fisik, maupun sifat biologi dari tanah tersebut. Penetapan kandungan bahan organik tanah ini dilakukan melalui
pengukuran kandungan C-organiknya Arianto 2008. Kandungan bahan organik tanah dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2,
hal ini bertujuan supaya kandungan bahan organik dalam tanah tidak berkurang seiring berjalannya waktu akibat adanya proses dekomposisi mineralisasi yang
menyebabkan diperlukannya penambahan bahan organik mutlak setiap tahunnya Musthofa 2007. Supardi 1983 menyatakan bahwa kandungan bahan organik
dalam tanah selalu lebih banyak berada didalam tanah, namun seringkali kadar bahan organik pada lapisan olah dalam keadaan kritis. Hal ini menyebabkan
dalam pengelolaan diperlukan tindakan supaya kadar bahan organik ini dapat dipertahankan dengan baik.
Tabel 6 menunjukkan nilai C-organik dan N-total yang didapatkan pada plot penelitian. Dari tabel terlihat bahwasa nilai C-organik tergolong rendah sampai
sedang atau berkisar antara 1.00 –2.80, sedangkan nilai N-total semuanya
tergolong rendah dengan kisaran nilai antara 0.10 –0.20 dengan perbedaan nilai
antar plot pengamatan kecil. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai C-organik dan N-total pada tanaman berumur 3 tahun
hingga tanaman umur 4 tahun, dan kembali menurun pada tanaman umur 5 tahun hingga tanaman berumur 8 tahun. Perbedaan nilai C-organik tanah pada plot
tanaman berumur 3 dan 4 tahun bisa disebabkan ketebalan serasah pada kedua plot tersebut lebih tinggi dibadingkan dengan plot yang lainnya disajikan pada
Lampiran 2. Hal ini menyebabkan bahan organik tanah pada lokasi tersebut lebih banyak. Perbedaan yang kecil antara C-organik dan N-total pada setiap plot
disebabkan oleh perbedaan tutupan tajuk antar plot yang dapat mempengaruhi kondisi iklim mikro pada plot tersebut. Kondisi tajuk ini juga berpengaruh
terhadap aliran permukaan, dengan tingkat curah hujan yang tinggi pada kondisi tajuk yang lebih terbuka dapat menyebabkan bahan organik tercuci dan
terdistribusi secara tidak merata Notohadiprawiro 2006.
Sifat biologi tanah yang menjadi parameter dalam menentukan kualitas tanah dalam penelitian ini yaitu C-biomassa mikroorganisme. Keberadaan
mikroorganisme dalam tanah menjadi salah satu faktor penting karena berperan dalam siklus hara tanah dan mempengaruhi stabilitas tanah Pamoengkas 2006.
Kandeler and Murer 1993 bahkan menyatakan bahwa mikroorganisme tanah memiliki korelasi yang positif terhadap stabilitas agregat tanah. Keberadaan
mikroorganisme tanah itu sendiri dipengaruhi oleh bahan organik tanah yang dalam hal ini berfungsi sebagai bahan makanan bagi mikroorganisme
Hardjowigeno 2007. Nilai C-mic ini juga dapat dijadikan indikator perubahan lingkungan dalam jangka pendek, hal ini dikarenakan respon C-mic terhadap
perubahan bahan organik tanah lebih besar bahkan dibadingkan dengan C-organik Pamoengkas 2006.
Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai C-mic berkisar dari 650.89 mgkg sampai 825.89 mgkg. Nilai-nilai tersebut dapat digolongkan dalam kategori tinggi.
Tingginya nilai C-biomassa mic ini dipengaruhi oleh adanya aktivitas mikroorganisme tanah yang juga tinggi. Mikroorganisme tanah berperan dalam
proses perombakan bahan organik yang jatuh kepermukaan tanah, yang akan menyebabkan meningkatnya aktivitas mikroorganisme tanah Gregorich et al.
1997. Hal tersebut menjadi salah satu faktor tingginya nilai C-mic pada plot penelitian.
Tabel 7 juga memperlihatkan bahwa nilai C-mic pada plot tahun 2005 dan 2007 memiliki nilai yang sangat mendekati nilai C-mic pada plot buffer zone,
sedangkan pada plot penelitian yang lainnya nilai C-mic lebih tinggi. Adanya fluktuasi atau perbedaan nilai C-mic antar plot ini dipengaruhi oleh sifat dan
aktivitas mikroorganisme itu sendiri. Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya misalnya, aktivitas mikroorganime pada kondisi yang
kering atau panas akan berbeda dengan aktivitas mikroorganisme pada kondisi lingkungan lembab ataupun basah Gregorich et al. 1997. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan antara aktivitas mikroorganisme antara sebelum dan setelah terjadinya hujan. Untuk hasil pada plot penelitian diperoleh
nilai C-mic untuk plot pada areal buffer zone lebih rendah dibandingkan dengan pada plot TPTJ. Hal ini dikarenakan aktivitas mikroorganisme lebih besar pada
areal yang mengalami gangguan seperti keterbukaan tajuk dan sebagainya. Pada areal TPTJ kegiatan penebangan dan penyiapan lahan menjadi faktor yang
menyebabkan terjadinya gangguan pada ekosistem hutan tersebut sehingga aktivitas mikroorganisme lebih tinggi, dibandingkan dengan areal buffer zone
yang sudah mulai mendekati kondisi stabil. Hal ini menyebabkan nilai C-mic untuk plot TPTJ lebih tinggi dibandingkan dengan plot pada buffer zone.
Faktor lain penyebab adanya perbedaan nilai C-mic pada setiap plot yaitu penutupan tajuk. Areal dengan penutupan tajuk yang lebih rapat pada umumnya
akan memiliki nilai C-mic yang lebih tinggi daripada areal yang kondisi tajuknya lebih terbuka. Hal ini dikarenakan pada areal yang memiliki penutupan tajuk lebih
rapat terdapat substrat atau bahan organik segar lebih banyak dibadingkan dengan pada tajuk yang lebih terbuka Pamoengkas 2006.
Nilai kualitas tanah pada setiap plot yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan adanya fluktuasi nilai kualitas tanah antar plot penelitian. Namun
saat dikategorikan ke dalam batas ambang nilai kualitas tanah yang dikembangkan oleh Pamoengkas 2006, nilai kualitas tanah pada semua plot tergolong sedang.
Hasil ini menunjukan tidak adanya perubahan kualitas tanah pada areal yang diterapkan sistem silvikultur TPTJ dengan kualitas tanah pada buffer zone yang
diasumsikan memiliki kondisi yang sama dengan hutan alam primer. Sedikit berbeda dengan hasil yang diperoleh Murti 2011 dengan menggunakan
persamaan yang sama namun pada areal TPTJ yang berbeda. Murti 2011 memperoleh hasil yang memperlihatkan adanya peningkatan nilai kualitas tanah
pada areal yang diterapkan sistem TPTJ dibandingkan dengan kualitas tanah pada hutan alam.
Nilai kualitas tanah yang tergolong sedang pada areal yang diterapkan sistem TPTJ dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu intensitas
penebangan yang sebelumnya dilakukan di areal tersebut. Kualitas tanah pada areal TPTJ yang penerapannya dilaksanakan di areal bekas tebangan atau logged
over area LoA, tentunya dipengaruhi oleh intensitas penebangan yang pernah dilakukan pada areal tersebut. Rendahnya intensitas penebangan ini bisa jadi salah
satu faktor kenapa kualitas tanah yang diperoleh tergolong sedang dan tidak berbeda dengan kualitas tanah pada areal buffer zone.
Faktor lain yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas tanah yaitu potensi tegakan pada areal tersebut. Hal ini dikarenakan besar atau kecilnya