PENDAHULUAN Tree carbon stock analysis of urban forest landscape in DKI Jakarta

51 5. Penetapan tanah hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan tanpa melalui proses penunjukan dan pembangunan. 6. Tanah hak yang dapat dimintakan penetapannya sebagai hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1, harus memenuhi kriteria sebagai berikut a. terletak di wilayah perkotaan dari suatu KabupatenKota atau provinsi untuk Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta; b. merupakan ruang terbuka hijau yang didominasi pepohonan; c. mempunyai luas yang paling sedikit 0,25 dua puluh lima perseratus hektar dan mampu membentuk atau memperbaiki iklim mikro, estetika, dan berfungsi sebagai resapan air. 7. Penetapan dan perubahan peruntukan tanah hak sebagai hutan kota dilakukan dengan Keputusan Bupati Walikota. 8. Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, penetapan dan perubahan peruntukan tanah hak sebagai hutan kota dilakukan dengan keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 9. Penetapan dan perubahan peruntukan tanah hak sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dilakukan berdasarkan permohonan dari pemegang hak. Pasal 20 1. Perubahan peruntukan hutan kota yang berada pada tanah negara disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan serta ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 2. Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, perubahan peruntukkan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 3. Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 didasarkan pada hasil penelitian terpadu. Bagian Kelima Pengelolaan Paragraf 1 Umum Pasal 21 1. Pengelolaan huta kota dilakukan sesuai dengan tipe dan bentuk hutan kota agar berfungsi secara optimal berdasarkan penetapan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. 2. Pengelolaan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi tahapan kegiatan : a. penyusunan rencana pengelolaan; b. pemeliharaan; c. perlindungan dan pengamanan; 52 d. pemanfaatan; dan e. pemantauan dan evaluasi. Pasal 22 1. Pengelolaan hutan kota yang berada di atas tanah negara dapat dilakukan oleh: a. Pemerintah Daerah; dan atau b. Masyarakat. 2. Pengelolaan hutan kota yang berada pada tanah hak dilakukan oleh pemegang hak. 3. Pengelolaan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dilakukan oleh masyarakat bukan pemegang hak atau Pemerintah Daerah melalui perjanjian dengan pemegang hak. Paragraf 2 Penyusunan Rencana Pengelolaan Pasal 23 Penyusunan rencana pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 huruf a disusun berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan yang meliputi: a. penetapan tujuan pengelolaan; b. penetapan program jangka pendek dan jangka panjang; c. penetapan kegiatan dan kelembagaan; dan d. penetapan sistem monitoring dan evaluasi. Paragraf 3 Pemeliharaan Pasal 24 Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 huruf b dilaksanakan dalam rangka menjaga dan mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan kota melalui optimalisasi ruang tumbuh, diversifikasi tanaman dan peningkatan kualitas tempat tumbuh. Paragraf 4 Perlindungan dan Pengamanan Pasal 25 1. Perlindungan dan pengamanan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 huruf c bertujuan untuk menjaga keberadaan dan kondisi hutan kota agar tetap berfungsi secara optimal. 2. Perlindungan dan pengamanan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui upaya : 53 a. pencegahan dan penanggulangan kerusakan lahan; b. pencegahan dan penanggulangan pencurian fauna dan flora; c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran; dan d. pengendalian dan penanggulangan hama dan penyakit. Pasal 26 1. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan dan atau penurunan fungsi hutan kota. 2. Setiap orang dilarang : a. membakar hutan kota; b. merambah hutan kota; c. menebang, memotong, mengambil, dan memusnahkan tanaman dalam hutan kota, tanpa izin dari pejabat yang berwenang; d. membuang benda-benda yang dapat mengakibatkan kebakaran atau membahayakan kelangsungan fungsi hutan kota; dan e. mengerjakan, menggunakan, atau menduduki hutan kota secara tidak sah. Paragraf 5 Pemanfaatan Pasal 27 1. Hutan kota dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a. pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga; b. penelitian dan pengembangan; c. pendidikan; d. pelestarian plasma nutfah; dan atau e. budidaya hasil hutan bukan kayu. 2. Pemanfaatan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Paragraf 6 Pemantauan dan Evaluasi Pasal 28 1. Pemantauan dan evaluasi sebaga imana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 huruf e dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pengelola melalui penilaian kegiatan pengelolaan secara menyeluruh. 2. Hasil penilaian kegiatan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dipergunakan sebagai bahan penyempurnaan terhadap pengelolaan hutan kota. 3. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara periodik. 54 Pasal 29 1. Kriteria dan standar pengelolan hutan kota diatur dengan Keputusan Menteri. 2. Pedoman pengelolaan hutan kota diatur dengan Peraturan Daerah. BAB III PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 30 1. Menteri melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan hutan kota yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah 2. Menteri dapat melimpahkan pembinaan atas penyelenggaraan hutan kota di KabupatenKota kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi. 4. 4 Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap pengelolaan hutan kota yang dilakukan oleh masyarakat. Pasal 31 1. Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan hutan kota yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. 2. Menteri dapat melimpahkan pengawasan atas penyelenggaraan hutan kota di KabupatenKota kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Gubernur atau Bupati Walikota melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan hutan kota di wilayah kerjanya. 4. Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan bersama-sama masyarakat secara terkoordinasi dengan instansi pemerintah yang terkait. Pasal 32 Pelaksanaan lebih lanjut tentang pengawasan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB IV PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 33 1. Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah KabupatenKota mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota. 2. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sejak penunjukan, pembangunan, penetapan, pengelolaan, pembinaan dan pengawasan. 55 3. Ketentuan tentang tata cara peran serta masyarakat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. Pasal 34 1. Peningkatan peran serta masyarakat dilakukan melalui : a. pendidikan dan pelatihan; b. penyuluhan; c. bantuan teknis dan insentif. 2. Ketentuan lebih lanjut tentang pengaturan pemberian bantuan teknis dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 35 1. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota dapat berbentuk : a. penyediaan lahan untuk penyelenggaraan hutan kota; b. penyandang dana dalam rangka penyelenggaraan hutan kota; c. pemberian masukan dalam penentuan lokasi hutan kota; d. pemberian bantuan dalam mengidentifikasi berbagai potensi dalam masalah penyelenggaraan hutan kota; e. kerjasama dalam penelitian dan pengembangan; f. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyelenggaraan hutan kota; g. pemanfaatan hutan kota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; h. bantuan pelaksanaan pembangunan; i. bantuan keahlian dalam penyelenggaraan hutan kota; j. bantuan dalam perumusan rencana pembangunan dan pengelolaan; k. menjaga, memelihara dan meningkatkan fungsi hutan kota. 2. Tata cara peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. BAB V PEMBIAYAAN Pasal 36 Biaya penyelenggaraan hutan kota berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau sumber dana lainnya yang sah. 56 BAB VI S A N K S I Pasal 37 Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 26 dikenakan sanksi yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 38 Hutan kota yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku dan segera menyesuaikan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. BAB VIII P E N U T U P Pasal 39 Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang- undangan yang mengatur hutan kota yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 40 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Nopember 2002 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 12 Nopember 2002 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 119 TAHUN 2002 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Batang Lingkin pada 28 Januari 1986 sebagai anak pertama dari lima bersaudara yang terdiri dari ayah Maradingin Lubis dan Ibu Ernawati. Empat Saudara, yaitu Nurhalimah Lubis, Rudi Agussalim Lubis, Fatimahrani Lubis, dan Abdul Azzis Lubis. Latar belakang pendidikan dimulai dari SDN 66 Batang Lingkin 1992 - 1998, MTsN Simpang IV Pasaman Barat 1998 - 2001 dan SMAN 2 Medan 2001 - 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di Politeknik Pertanian Universitas Andalas Padang, Program Studi Agribisnis Pertanian 2004 - 2007 dan meneruskan pada program ekstensi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian 2007 - 2010. Penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2007 - 2013. Selama mengikuti pendidikan di PSL-IPB, penulis aktif dalam organisasi mahasiswa, yaitu Forum Wacana Pascasarjana dan Ecologica PSL-IPB. Penulis juga pernah mengikuti Training “Climate Change Mitigation and Adaptation for Agricultural Productivity In Southeast Asia”, kerjasama The Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology SEAMEO BIOTROP dan Indonesia Network Agroforestry Education INAFE dan kegiatan Asia Forum Carbon Abdate, Dewan Nasional Perubahan Iklim, Indonesia. Selain itu, penulis juga bekerja pada PT. Alas Consultans 2012. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. dan Dr. Ir. Ismayadi Samsoedin, M.Sc. penulis dilibatkan dalam penelitian “Kajian Jenis Pohon Potensial untuk Pengembangan Hutan KotaLanskap Perkotaan”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan RI, Bogor. Penulis juga dilibatkan dalam penelitian “Landscape Ecology” kerjasama Fakultas Pertanian IPB – ETH Zurich – National University of Singapore, Singapore. Pada tanggal 15 – 23 Maret 2013, penulis diikut sertakan dalam kegiatan Wokshop and Seminar “Designing the Ciliwung River an Urban Landscape Study of Kampung Melayu” di Jakarta dan Singapore. 1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Provinsi DKI Jakarta secara geografis dan administratif terbagi menjadi enam wilayah yang meliputi: Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Kepulauan Seribu. Luas daratan DKI Jakarta yaitu 661.52 km 2 dan lautan seluas 6.977.50 km 2 . Pada tahun 2010 penduduk DKI Jakarta mencapai 9.607.787 jiwa dan merupakan kota terpadat di Indonesia Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011. Provinsi DKI Jakarta sebagai kota terpadat, metropolitan dan sekaligus kota jasa memiliki arah kebijakan pembangunan yang lebih cenderung kepada peningkatan kapasitas pelayanan infrastruktur, transportasi, pengembangan good governance , dan penguatan sektor industri serta perbankan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011. Sementara dalam hal perbaikan kualitas lingkungan hidup, masih jauh dari yang diharapkan sehingga menyebabkan persoalan pada lingkungan perkotaan, seperti peningkatan polusi, peningkatan suhu udara, permasalahan kesehatan, kenyamanan dan estetika. Meningkatnya permasalahan lingkungan hidup, menyebabkan keberadaan hutan kota di DKI Jakarta sangat penting. Hal ini dikarenakan fungsi dan jasa biologis pohon yang mampu melerai dan mengendalikan berbagai bentuk pencemaran lingkungan. Pohon berperan sangat penting tidak hanya sebagai penyimpan karbon C-stock, tetapi secara alami juga berfungsi sebagai penyerap karbon C-sequestration yang paling efesien. Keberadaan pohon menjadi semakin penting ketika dunia dihadapkan pada persoalan perubahan iklim global global climate change , yang menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup enviromental degradation. Degradasi lingkungan kemudian diperburuk dengan meningkatnya populasi manusia akibat proses urbanisasi, dan industrialisasi serta tanah komersial yang menyebabkan menurunnya daya dukung lingkungan dan peningkatan pencemaran Arifin and Nakagoshi 2011. Menurunnya daya dukung lingkungan dan peningkatan pencemaran perkotaan, ternyata mendapat perhatian oleh masyarakat dan pemerintah, khususnya DKI Jakarta. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan lingkungan ini seperti yang tertuang pada Agenda-21 dan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW DKI Jakarta 2010, yaitu melakukan pengembangan RTH dalam bentuk hutan kota Samsoedin dan Waryono 2010. Kesadaran pemerintah DKI Jakarta untuk melakukan pengembangan hutan kota didasari oleh pertimbangan hasil kajian fungsi dan jasa biologis pepohonan yaitu: a pohon dapat memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, b meresapkan air, c menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, d mendukung pelestarian keanekaragaman hayati dan e penelitian dan pendidikan Samsoedin dan Waryono 2010. Selain pertimbangan tersebut, keberadaan hutan kota secara ideologi juga diamanahkan secara nasional dalam Undang - Undang Dasar 1945 dengan landasan konseptualnya termuat pada peraturan pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota. Dasar legalitas yang mendukung pembangunan hutan kota antara lain: UU No. 05 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria, UU No. 05 2 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, UU No. 04 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, UU No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang, UU No. 06 Tahun 1994 tentang konvensi kerangka kerja PBB mengenai perubahan iklim, PP No. 69 Tahun 1996 tentang pelaksanaan hak, kewajiban, bentuk dan tata cara masyarakat dalam penataan ruang, PP No. 47 Tahun 1997 tentang rencana tata ruang wilayah nasional, UU No. 23 Tahun 1997 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, PP No. 20 Tahun 2001 tentang pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah, PP No. 34 Tahun 2002 tentang penyusunan rencana pengelolaan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, PP No. 35 Tahun 2002 tentang dana reboisasi dan PP 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

1.2. Rumusan Masalah

Meningkatnya pencemaran lingkungan perkotaan, seperti perubahan suhu merupakan fakta yang sedang terjadi di DKI Jakarta. Tahun 1970-an rata - rata suhu udara DKI Jakarta tercatat berkisar antara 26 o C - 28 o C dan telah berubah menjadi 29.12 o C – 31.26 o C di tahun 2007 Samsoedin dan Waryono 2010. Persoalan lingkungan kota DKI Jakarta diperburuk dengan meningkatnya populasi manusia akibat proses urbanisasi dan industrialisasi yang menyebabkan peningkatan polusi udara dan menurunnya daya dukung lingkungan. Samsoedin dan Waryono 2010 mengatakan bahwa tahun 2002 - 2007 pencemaran udara CO 2 di DKI Jakarta meningkat dari 187.4 mgm 2 menjadi 300.0 mgm 2 . Salah satu upaya untuk meredam persoalan lingkungan tersebut adalah melalui keberadaan dan pengembangan hutan kota. Hutan kota menjadi salah satu alternatif penting dalam mengatasi pencemaran lingkungan kota, karena pepohonan secara alami dapat menyerap gas CO 2 yang disimpan dalam bentuk karbon C dan dikeluarkan dalam bentuk oksigen O 2 . Selain itu, hutan kota juga berfungsi sebagai wahana kenservasi flora dana fauna. Pengembangan hutan kota menjadi isu penting seiring dikeluarkannya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu pada pasal 29 ayat 2 dijelaskan bahwa proporsi Ruang Terbuka Hijau RTH paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota 20 persen publik dan 10 persen privat dengan persentase luas hutan kota minimal 10 persen dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat, seperti jumlah penduduk, tingkat pencemaran dan kondisi fisik kota PP No. 63 Tahun 2002. Namun demikian, permasalahan utama dalam pengembangan hutan kota DKI Jakarta, diantaranya yaitu: a aspek teknis, seperti konsepsi dasar pemilihan jenis pohon hutan kota yang sesuai dengan peruntukannya, dan b aspek kebijakan hutan kota, seperti dukungan peraturan, peningkatan kuantitas dan kualitas hutan kota, evaluasi dan monitoring, dan pemahaman tentang keberadaan hutan kota. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mencari solusi dan menyusun rekomendasi kebijakan pengembangan hutan kota dalam upaya mewujudkan cadangan karbon potensial sehingga diperoleh pengembangan hutan kota yang berkelanjutan. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi fokus pertanyaan dalam penelitian ini yaitu: 3 1. Berapakah jumlah cadangan karbon pohon, nilai serapan CO 2 dan jenis pohon hutan kota yang memiliki cadangan karbon potensial. 2. Faktor kebijakan apakah yang mendukung pengembangan hutan kota sehingga diperoleh cadangan karbon pohon potensial.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang muncul di DKI Jakarta, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan yaitu: 1. Menganalisis cadangan karbon pohon, nilai serapan CO 2 dan jenis pohon hutan kota yang memiliki cadangan karbon potensial. 2. Menganalisis faktor kebijakan yang mendukung pengembangan hutan kota

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini menghasilkan data dan informasi yang mendukung kebijakan pemerintah dalam pengembangan hutan kota, diantaranya: 1. Data dan informasi jumlah cadangan karbon pohon, nilai serapan CO 2 , dan jenis pohon hutan kota yang memiliki cadangan karbon potensial, yang selanjutnya dapat disesuaikan dan dipilih untuk pengembangan hutan kota. 2. Informasi mengenai faktor, aktor dan alternatifsolusi kebijakan yang dapat menjadi faktor pendorong dalam pengembangan hutan kota.

1.5. Kerangka Pemikiran

Pengembangan hutan kota semestinya diupayakan sesuai dengan kaidah PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, untuk itu perlu dilakukan analisis cadangan karbon pohon dan analisis faktor kebijakan pengembangan hutan kota. Analisis cadangan karbon pohon dilakukan melalui pendekatan allometrik dengan mengukur diameter batang dan tinggi pohon. Analisis faktor kebijakan dilakukan melalui pendekatan Analitical Hierarchy Process AHP dengan menggunakan bantuan kuisioner dan Software Expert Choice 11. Analisis cadangan karbon pohon menghasilkan data jumlah cadangan karbon pohon, nilai serapan CO 2 , dan jenis pohon hutan kota yang memiliki cadangan karbon potensial. Analisis faktor kebijakan menghasilkan informasi tentang faktor, aktor dan alternatif kebijakan pengembangan hutan kota. Melalui analisis ini dihasilkan rekomendasi kebijakan pengembangan hutan kota dalam upaya mewujudkan cadangan karbon potensial sehingga diperoleh pengembangan hutan kota yang berkelanjutan Gambar 1.1. 4 Gambar 1.1. Kerangka pikir penelitian PENGEMBANGAN HUTAN KOTA YANG BERKELANJUTAN Hutan Kota DKI Jakarta Analisis Cadangan Karbon Pohon Rekomendasi kebijakan pengembangan hutan kota dalam upaya mewujudkan cadangan karbon pohon potensial PP No. 63 Tahun 2002 Analisis faktor kebijakan pengembangan hutan kota Pengukuran diameter batang ≥ 10 cm dan tinggi pohon Non-destructive Methods Allometric equestion Analitical Hierarchy Process Methods Software Expert Choice 11 Data jumlah C-stock pohon, nilai serapan CO 2 , dan jenis pohon hutan kota yang memiliki C-stock potensial Informasi faktor kebijakan pengembangan hutan kota 5

2. ANALISIS CADANGAN KARBON POHON HUTAN KOTA

2.1. PENDAHULUAN

Polusi dan suhu udara merupakan salah satu persoalan lingkungan yang sedang terjadi di DKI Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup KLH menyatakan bahwa jumlah pulusi udara dari sektor industri dan transportasi telah mencapai 170 juta ton emisi CO 2 , sementara untuk suhu udara telah mencapai 29.12 o C – 31.26 o C di tahun 2007. Persoalan kualitas udara ini menyebabkan keberadaan hutan kota sangat penting untuk dikembangkan. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanak hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang PP No. 63 Tahun 2002. Hutan kota menjadi salah satu upaya penting dalam mengatasi pencemaran lingkungan karena berhubungan dengan jasa biologis pohon yang mampu melerai pencemaran lingkungan perkotaan. Hutan kota memiliki fungsi untuk menjaga iklim mikro perkotaan, memberikan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan lingkungan serta pelestarian keanekaragaman hayati. Selain itu, pohon pada hutan kota juga memiliki fungsi sebagai penyimpan karbon melalui perolehan biomassa. Biomassa standing crop adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area tertentu IPCC 2003. Biomassa juga didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas Brown 1997. Biomassa pohon bertambah seiring dengan pertumbuhan tanaman. Pada proses pertumbuhannya, tanaman melakukan proses fotosintesis dengan menyerap CO 2 dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik karbohidrat sederhana. Melalui proses metabolisme, senyawa karbohidrat tersebut dirubah menjadi lipid, asam nukleat, protein dan molekul organik lainya. Molekul organik tersebut dirubah menjadi daun, batang, akar, buah, jaringan dan sistem organ lainnya. White and Plashett 1981 menyebutkan bahwa biomassa bagian-bagian pohon didistribusikan sebesar 60 - 65 pada bagian batang, 5 pada bagian tajuk, 10 - 15 pada bagian daun dan cabang, 5 - 10 pada bagian tunggak dan 5 pada bagian akar. Brown 1997 mengemukakan bahwa hampir 50 biomassa pohon tersusun atas unsur karbon, dimana unsur tersebut dapat dilepas ke atmosfer dalam bentuk CO 2 apabila hutan dibakar atau ditebang habis. Menurut Hygreen and Bowyer 1993 satu potong kayu memiliki 49 C, 06 H, 44 O dan 0.1 abu. Biomassa memiliki kaitan dengan cadangan karbon, yaitu dengan mengukur jumlah cadangan karbon pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO 2 di amosfer yang diserap oleh pohon Rahayu et al. 2007. Berhubungan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO 2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO 2 oleh tanaman sebanyak mungkin, dan menekan pelepasan emisi CO 2 ke udara serendah mungkin. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis jumlah cadangan karbon pohon, nilai serapan CO 2 dan jenis pohon yang memiliki cadangan karbon potensial, sebagai upaya untuk mencari solusi dan menyusun rekomendasi kebijakan pengembangan hutan kota. 6

2.2. BAHAN DAN METODE

2.2.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah peta dasar hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP yang berfungsi untuk mengetahui sebaran plot sesuai dengan strata tegakan. Alat yang digunakan adalah phi band untuk mengukur diameter pohon, meteran panjang untuk mengukur plot sampling, klinometer untuk mengukuran tinggi pohon, GPS Global Positioning System untuk menentukan posisi koordinat dan menyesuaikan ketepatan lokasi pengambilan sampel pohon sesuai dengan lokasi plot yang telah ditetapkan sebelumnya, tali rapia untuk membatasi plot, patok untuk penanda plot, kamera untuk mengambil gambar-gambar yang terkait dengan penelitian dan tally sheet untuk mencatat dan mengklasifikasi data yang telah diamati. 2.2.2. Metode

2.2.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Provinsi DKI Jakarta Gambar 2.1. Hutan kota yang diamati terdiri dari tiga hutan kota yang telah dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta, yaitu: hutan kota Universitas Indonesia UI yang berada di wilayah Jakarta Selatan dengan luas 52.40 ha, hutan kota Srengseng yang berada di wilayah Jakarta Barat dengan luas 15.00 ha, dan hutan kota PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung PT JIEP yang berada di Jakarta Timur dengan luas 8.90 ha. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan, yaitu Februari 2012 - Agustus 2012. Sumber: Samsoedin dan Waryono, 2010 Gambar 2.1. Peta lokasi hutan kota DKI Jakarta a, hutan kota PT JIEP b, hutan kota Srengseng c dan hutan kota UI d a d c b 7

2.2.2.2. Penentuan Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu tiga hutan kota dipilih secara sengaja berdasarkan keterwakilan fungsi utama jasa lanskap hutan kota yaitu: 1 hutan kota sebagai konservasi keanekaragaman hayati maka dipilih hutan kota UI sebagai perwakilannya, 2 hutan kota sebagai estetika atau rekreasi maka dipilih hutan kota Srengseng sebagai perwakilannya, dan 3 hutan kota sebagai penyangga lingkungan industri maka dipilih hutan kota PT JIEP sebagai perwakilannya. Pemusatan pada tiga hutan kota juga didasarkan atas pertimbangan kelayakan waktu penelitian. 2.2.2.3. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey. Data diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan, wawancara dengan stakeholder hutan kota dan pengumpulan data dari lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian. 2.2.2.4. Penentuan Sampling, Bentuk dan Jumlah Plot Penentuan sampling plot menggunakan metode purposive sampling yang terlebih dahulu dilakukan pengamatan lapang ground cheek untuk melihat dan memastikan kesesuaian penempatan plot Gambar 2.2. Intensitas sampling yang digunakan yaitu 1 dan bentuk plot yang digunakan adalah bujur sangkar Gambar 2.3. Bentuk plot bujur sangkar merupakan bentuk plot yang relatif sering digunakan dalam analisa vegetasi hutan di Indonesia. Jumlah plot yang dipergunakan sebanyak 43 plot dengan ukuran 20 m x 20 m SNI 2011. Gambar 2.2. Metode penyebaran plot dengan purposive sampling Gambar 2.3. Bentuk plot sampling petak kuadrat 20 m x 20 m 10 m x 10 m 5 m x 5 m 2 m x 2 m Jalan Plot sampling 8

2.2.2.5. Pengukuran Biomassa Pohon

Tahapan pengukuran biomassa pohon dilakukan yaitu 1 identifikasi nama jenis, 2 mengukur diameter batang setinggi dada atau pada ketinggian 1.3 meter dari atas permukaan tanah Gambar 2.4, 3 mencatat data dbh dan nama jenis ke dalam tally sheet, dan 4 menghitung biomassa pohon SNI 2011. Pohon normal: DBH diukur 1.3 meter dari permukaan tanah Pohon miring: DBH diukur 1.3 meter dari permukaan tanah terdekat atau searah kemiringan pohon Pohon normal pada tanah miring: DBH diukur 1.3 meter dari permukaan tanah tertinggi Pohon cacat: jika 1.3 meter tepat berada pada batang cacat gembung, DBH diukur pada batas bagian yang mulai normal, diatas atau dibawah tergantung yang terdekat Pohon cabang: jika 1.3 meter tepat berada pada awal percabangan, DBH diukur dibagian bawah cabang yang masih normal Pohon cabang: jika 1.3 meter berada di atas cabang, ukur DBH di kedua cabang dan dianggap 2 batang Gambar 2.4. Pengukuran diameter setinggi dada pada berbagai kondisi pohon Pohon berakar penunjang: DBH diukur 1.3 meter dari batas atas akar penunjang Pohon berbanir: DBH diukur 20 cm dari batas banir 9

2.2.2.5. Perhitungan Biomassa, Cadangan Karbon dan Serapan CO

2 Penentuan biomassa pohon hutan kota dilakukan dengan metode sampling tanpa pemanenan non-destruktive sampling, yaitu menggunakan persamaan allometrik berdasarkan spesies tanaman yang sudah ada Kusmana et al. 1992. Persamaan allometrik merupakan suatu fungsi atau persamaan matematika, yang menunjukkan hubungan antara bagian tertentu dari mahluk hidup dengan bagian lain atau fungsi tertentu dari makhluk hidup tersebut. Persamaan ini digunakan untuk menduga parameter tertentu dengan menggunakan parameter lainnya yang lebih mudah diukur yaitu diameter dan tinggi Hairiah et al. 2011. Menggunakan persamaan allometrik yang sudah ada memiliki kelebihan yaitu tidak melakukan pemanenan atau pengrusakan terhadap pohon, lebih efesien terhadap waktu dan biaya. Selain itu, metode ini sesuai dengan acuan pasal 26 ayat 2 PP No. 63 Tahun 2003 tentang larangan melakukan pengrusakan terhadap pohon hutan kota. Perhitungan cadangan karbon pohon hutan kota dilakukan dengan menggunakan rumus kandungan biomassa yang dikembangkan oleh IPCC 2006 yaitu C b = B x C organik. Nilai serapan CO 2 diketahui dengan menggunakan perbandingan masa molekul relatif O 2 44 dan masa atom relatif C 12 yaitu 3.67 x cadaangan karbon. Nilai berat jenis kayu, diakses melalui database wood density of trees word agroforestry http:www.worldagroforestry.org, FAO http:www.fao.org dan situs dunia tumbuhan http:www.plantamor.com. 2.2.2.6. Analisis Data

a. Analisis Potensi Biomassa

Analisis pendugaan bimassa pohon hutan kota menggunakan persamaan allometrik berdasarkan spesies tanaman Tabel 2.1. Jika persamaan allometrik berdasarkan spesies tidak tersedia, maka digunakan persamaan Chave et al. 2005. Persamaan allometrik ini dipilih karena merupakan hasil pengembangan dari persamaan allometrik sebelumnya dan juga menyerupai curah hujan lokasi penelitian. Curah hujan merupakan salah satu komponen iklim yang sangat penting dalam pendugaan biomassa karena berkaitan dengan komposisi bahan organik. Meningkatnya curah hujan akan menyebabkan proses dekomposisi berlangsung cepat. Formulasi umum yang digunakan dalam pendugaan biomassa adalah sebagai berikut: Y = a. DBH b ........................................... 1 Keterangan: Y : Above ground biomass kg DBH : Diameter Breast High 1.3 meter a : Koefisien Konversi b : Koefisien allometrik Tabel 2.1. Persamaan allometrik Jenis Tegakan Persamaan allometrik Sumber Jati Y = 0.153 D 2.39 Hairiah et al., 2011 Mahoni Y = 0.048 D 2,68 Hairiah et al., 2011 10 Lanjutan Tabel 2.1. Persamaan allometrik Jenis Tegakan Persamaan allometrik Sumber Akasia Y = 0.0000478 D 2.76 Hairiah et al., 2011 Sengon Y = 0.027 D 2.23 Hairiah et al., 2011 Karet Y = 419-16.9D + 0.322 D 2 Hairiah et al., 2011 Puspa Y = 0.000093 2.51 Krisnawati et al., 2012 Pohon lain Y = 0.112 π D 2 H 0.92 Chave at al., 2005 Pohon lain Y = 0.051 x π D 2 H Chave at al., 2005 Pohon lain Y = 0.0776 x π D 2 H 0.94 Chave at al., 2005 Keterangan: Y = Biomassa pohon kg per pohon D = DBH cm H = Tinggi pohon m π = BJ kayu g per cm 3 Persamaan allometrik dengan curah hujan 1.500 kering Persamaan allometrik dengan curah hujan 1.500 – 4.000 lembab Persamaan allometrik dengan curah hujan 4.000 basah b. Analisis Cadangan Karbon Analisis cadangan karbon pohon hutan kota menggunakan pendekatan kandungan biomassa yang dikembangkan oleh IPCC 2006. Formulasi umum yang digunakan adalah sebagai berikut: C = 0.5 x W ................................................. 2 Keterangan: C : Cadangan Karbon tC W : Biomassa kg 0.5 : Koefisien kadar karbon pada tumbuhan c. Analisis Serapan CO 2 Analisis serapan CO 2 dihitung dengan menggunakan data carbon stock dengan formulasi yang digunakan adalah sebagai berikut: EC = 3.67 x ΔCLC-D ..................................... 3 Keterangan: EC : Serapan CO 2 tCO 2 3.6 : Ratio atomic carbon dioxide terhadap carbon: 4412 tCO 2 eton C ΔCLC-D : Carbon stock 11

2.3. HASIL PENELITIAN

2.3.1. Analisis Situasional

Provinsi DKI Jakarta selain memiliki penduduk yang padat, juga memiliki persoalan-persoalan lingkungan seperti peningkatan polusi udara, sampah dan banjir. Maka dari itu, pemerintah sebagai aktor utama harus memiliki strategi atau apaya dalam mengatasi pencemaran lingkungan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah yaitu melalui pengembangan hutan kota. Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011 menyatakan bahwa tahun 1991 - 2011 pemerintah DKI Jakarta telah memiliki 14 hutan kota seluas 149.18 ha yang telah dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta. 14 hutan kota tersebut tersebar di lima wilayah administrasi yaitu: Jakarta Selatan seluas 57.04 ha, Jakarta Barat seluas 15.00 ha, Jakarta Pusat seluas 5.68 ha, Jakarta Utara seluas 12.28 ha, dan Jakarta Timur seluas 59.18 ha Tabel 2.2. Tabel 2.2. Hutan kota yang telah dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta No Hutan Kota Luas ha SK Gubernur Wilayah 1. Universitas Indonesia 52.40 No. 34872004 Jakarta Selatan 2. Blok P 1.64 No. 8692004 Jakarta Selatan 3. LPA Srengseng 15.00 No. 2021996 Jakarta Barat 4. Kemayoran 4.60 No. 3392002 Jakarta Pusat 5. Masjid Istiqlal 1.08 No. 1822005 Jakarta Pusat 6. Waduk Sunter Utara 8.20 No. 3171999 Jakarta Utara 7. Tepian Banjir Kanal Barat 2.49 No. 1972005 Jakarta Utara 8. Berikat Nusantara Marunda 1.59 No. 1962005 Jakarta Utara 9. PT. JIEP Pulo Gadung 8.90 No. 8702004 Jakarta Timur 10. Bumi Perkemahan Cibubur 27.32 No. 8722004 Jakarta Timur 11. Situ Rawa Dongkal 4.00 No. 2072005 Jakarta Timur 12. Komplek Kopassus Cijantung 1.75 No. 8682004 Jakarta Timur 13. Mabes TNI Cilangkap 14.43 No. 8712004 Jakarta Timur 14. Komplek Lanud Halim Perdana Kusuma 3.50 No. 3382002 Jakarta Timur Sumber: Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011 Hutan kota di wilayah Jakarta Selatan terdiri dari hutan kota UI seluas 52.50 ha dan Blok P seluas 1.64 ha. Hutan kota Blok P berdasarkan SK Gubernur No. 869 Tahun 2004 berfungsi sebagai kawasan hijau penyangga lingkungan perkantoran dan konservasi keanekaragaman hayati. Wilayah Jakarta pusat hanya memiliki 2 hutan kota yang telah dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta yaitu 12 hutan kota Kemayoran dan Masjid Istiqlal. Hutan kota Kemayoran memiliki luas 15.00 ha, dengan fungsi sebagai sebagai kawasan hijau penyangga perkotaan dan satwa liar perkotaan. Hutan kota Masjid Istiqlal memiliki luas 1.08 ha, dengan fungsi sebagai kawasan hijau penyangga bangunan fisik sarana ibadah dan pengendali lingkungan fisik perkotaan. Wilayah Jakarta Utara memiliki 3 hutan kota, diantaranya hutan kota Waduk Sunter Utara, Banjir Kanal Barat dan Berikat Nusantara Marunda. Hutan kota Waduk Sunter Utara memiliki luas 8.20 ha, dengan fungsi sebagai wahana penyangga perairan. Hutan kota Banjir Kanal Barat memiliki luas 2.49 dan hutan kota Berikat Nusantara Marunda sebesar 1.59 ha, dengan fungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan industri. Hutan kota di wilayah Jakarta Timur merupakan hutan kota yang paling banyak mendapatkan SK Gubernur DKI Jakarta. Wilayah ini memiliki 6 hutan kota yang terdiri dari hutan kota PT JIEP, Bumi Perkemahan Cibubur, Situ Rawa Dongkal, Komplek Kopassus Cijantung, Mabes TNI Cilangkap, dan Komplek Lanaud Halim Perdana Kusuma. Hutan kota PT JIEP memiliki luas 8.90 ha. Hutan kota Bumi Perkemahan Cibubur seluas 27.32 ha, dengan fungsi sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati. Hutan kota Situ Rawa Dongkal seluas 3.28 ha, dengan fungsi sebagai kawasan penyangga perairan dan sangtuari liar. Hutan kota Komplek Lanud Halim Perdana Kusuma seluas 3.60 ha, dengan fungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan kedirgantaraan dan plasma nuftah. Hutan kota yang menjadi fokus penelitian terdiri dari hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP. Hutan kota UI memiliki luas 55.40 ha yang ditetapkan berdasarkan SK Rektor UI No. 84SK121988, kemudian diperbaharui dengan SK Gubernur No. 3487 Tahun 1999. Hutan kota UI difungsikan sebagai kawasan resapan air, koleksi pelestarian plasma nutfah, penelitian dan rekreasi. Berdasarkan letak geografisnya hutan kota UI terletak pada 06 20’45” LS dan 106 49’15” BT, berada di wilayah Jakarta Selatan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Provinsi DKI Jakarta dan selebihnya masuk pada wilayah Depok, Provinsi Jawa Barat sebesar 34.6 ha. Hutan kota UI sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Jagakarsa, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Beji Timur Kota Depok dan sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Pondok Cina. Konfigurasi fisik kawasan hutan kota UI merupakan hamparan landai dengan kisaran kemiringan lereng 3 - 8 76.40 ha, dan bergelombang ringan dengan kisaran lereng 8 - 25 13.60 ha, dengan ketinggian tempat 39 - 74 m dpl. Jenis tanah kawasan ini adalah latosol merah dengan tekstur halus, peka terhadap erosi dan memiliki kedalaman efektif 90 - 100 cm. Suhu rata-rata harian hutan kota UI sebesar 27 C, kelembaban udara rata-rata tahunan 85 , curah hujan rata-rata 2.478 mmtahun dan jumlah hari hujan rata-rata tahunan 75 - 155 hari Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011. Berdasarkan pengamatan dilapangan, secara umum kondisi hutan kota UI tergolong baik. Hutan kota UI memiliki pepohonan yang kompak, rapat dan jenis pohon yang beranekaragam serta memiliki diameter batang yang cukup besar. Pada areal hutan kota UI juga terdapat danau yang berfungsi sebagai muara aliran air serta objek rekreasi bagi mahasiswa dan masyarakat sekitar Gambar 2.5. 13 Gambar 2.5. Kondisi areal hutan kota UI: pohon yang kompak dan rapat a, spesies pohon beranekaragam b, diameter batang besar c dan danau sebagai objek rekreasi d Hutan kota Srengseng memiliki luas 15.00 ha, dengan fungsi sebagai kawasan resapan air, pelestarian plasma nutfah dan wisata. Hutan kota ini terletak pada 06 12’32” LS dan 106 45’50” BT yang berada di wilayah kota Jakarta Barat, Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kemangan, Provinsi DKI Jakarta. Konfigurasi fisik kawasan ini merupakan hamparan datar dengan kisaran kemiringan lereng 0- 3 7.40 ha dan landai 8 - 25 2.10 ha pada ketinggian 27 - 34 m dpl. Jenis tanah kawasan merupakan bagian dari formasi alluvial, dengan sebahagian besar berupa liat dan debu, kedalaman efektif 90 - 100 cm dan bertekstur halus. Suhu rata-rata harian hutan kota ini yaitu 26.6 o C, kelembaban udara rata-rata tahunan 78-80 , curah hujan rata-rata 1.865,5 mmtahun dan jumlah hari hujan rata-rata tahunan yaitu 142 hari Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011. Secara umum kondisi hutan kota Srengseng tergolong cukup baik. Hutan kota Srengseng memiliki pohon yang kompak, rapat dan jenis pohon yang cukup beragam. Pada areal hutan kota Srengseng terdapat danau indah, taman bermain, sarana olahraga dan lain-lain. Namun, pada tapak lain, masih ditemukan sampah domestik pada areal hutan kota Srengseng Gambar 2.6. Sumber foto: Dok. Lubis, 2012 a b c d 14 Gambar 2.6. Kondisi areal hutan kota Srengseng: pohon yang kompak dan rapat a, danau sebagai objek rekreasi b, taman bermain c dan sampah domestik d. Hutan Kota PT JIEP memiliki luas 8.90 ha, dengan fungsi sebagai kawasan hijau penyangga lingkungan industri. Hutan kota ini terletak pada 06 12’24” LS dan 106 54’55” BT yang berada di wilayah kota Jakarta Timur, Kelurahan Rawa Terate, Kecamatan Cakung, Provinsi DKI Jakarta. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Rawa Sumur Barat, sebelah timur Jalan Pulo Buatan, sebelah utara Jalan Pulo Gadung dan sebelah selatan Jalan Pulo Agung. Konfigurasi fisik kawasan ini merupakan hamparan dataran rendah dengan kisaran kemiringan lereng 0 - 8 hingga tapak yang telah direkayasa galian atau timbunan, dengan ketinggian tempat 7.4 m dpl. Kawasan hutan kota PT JIEP merupakan bagian dari formasi alluvial yang tersusun atas kerikil, pasir dan lempung yang berwarna kelabu. Tanah pada kawasan ini sebahagian besar terbentuk dari bahan Pedosolik dan Tanah Glei. Tanah Pedosolik merupakan jenis tanah yang bersifat gembur, mempunyai perkembangan penampang, tidak begitu teguh, dan peka terhadap pengikisan, serta miskin unsur hara. Suhu rata-rata harian kawasan hutan kota PT JIEP yaitu 27.5 o C dengan kelembaban udara rata- rata tahunan yaitu 78.0 . Curah hujan rata-rata 241.3 mmtahun Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011. Secara umum kondisi hutan kota PT JIEP kurang baik. Pertumbuhan pohon kurang kompak dan jenis pohon kurang beragam. Pada areal hutan kota juga terdapat kegiatan pertanian sayur, penggalian lubang-lubang yang berfungsi sebagai pasokan air pertanian dan sampah domestik Gambar 2.7. Sumber foto: Dok. Lubis, 2012 a b c d