HASIL PENELITIAN ANALISIS CADANGAN KARBON POHON HUTAN KOTA

20

2.4. PEMBAHASAN

2.4.1. Analisis Situasional

Meningkatnya pencemaran lingkungan di DKI Jakarta, yang selanjutnya diperburuk dengan peningkatan populasi manusia akibat proses kotanisasi dan industrialisasi, menyebabkan keberadaan hutan kota sangat diperlukan. Hutan kota menjadi semakin penting seiring dengan dikeluarkannya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Provinsi DKI Jakarta memiliki 14 hutan kota yang telah dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta, dengan luas keseluruhan yaitu 149.18 ha. Jumlah hutan kota paling banyak tersebar di wilayah Jakarta Timur yaitu hutan kota PT JIEP, Bumi Perkemahan Cibubur, Situ Rawa Dongkal, Komplek Kopasssus Cijantung, Mabes TNI Cilangkap, dan Komplek Lanud Halim Perdana Kusuma. Hutan kota di wilayah Jakarta Timur sebahagian besar berada pada areal perkantoran dan industri serta beberapa hutan kota terdapat pada tanah hak. Fungsi hutan kota pada wilayah ini adalah sebagai kawasan hijau penyangga lingkungan perkantoran dan industri serta sebagai sangtuari liar Dinas Kelautan dan Pertanian 2011. Proporsi hutan kota paling banyak juga berada pada wilayah Jakarta Utara yaitu hutan kota Waduk Sunter Utara, Tepian Banjir Kanal Barat dan Berikat Nusantara Marunda. Fungsi hutan kota pada wilayah ini secara umum adalah sebagai kawasan penyangga perairan dan lingkungan industri. Hutan kota juga terdapat di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Hutan kota di wilayah Jakarta Selatan terdiri dari hutan kota UI dan Blok P, yang secara umum berfungsi sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati dan penyangga bangunan fisik perkotaan. Sementara wilayah Jakarta Pusat terdiri dari hutan kota Kemayoran dan Masjid Istiqlal, yang secara umum berfungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik perkotaan dan industri. Proporsi hutan kota paling sedikit berada di wilayah Jakarta Barat yaitu hutan kota Srengseng, yang berfungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik perkotaan, resapan air dan wisata Dinas Pertanian dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta 2011. Jika dilihat dari penyebaran hutan kota di DKI Jakarta, masih terdapat beberapa hutan kota yang ditemukan pada tanah hak. Keberadaan hutan kota pada tanah hak ini salah satunya dikarenakan keterbatasan aset Pemda DKI Jakarta dalam hal penguasaan atas tanah. Harga tanah yang mahal sehingga membuat Pemda kesulitan untuk melakukan pengembangan hutan kota. Berkaitan dengan kondisi umum, berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, terdapat persoalan pemeliharaan hutan kota pada areal tanah hak ini, seperti pertumbuhan pohon yang kurang baik, pengrusakan terhadap pohon, sampah dan lain sebagainya. Jika mengacu pada pasal 19 PP No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota, semestinya pemerintah dapat melakukan optimalisasi pengelolaan yang konsisten pada hutan kota. Optimalisasi pengelolaan dapat dilakukan dengan pemeliharaan hutan kota, seperti penyulaman pohon hutan kota, diversifikasi jenis pohon dan perbaikan kualitas tempat tumbuh. Pemerintah juga dapat melakukan perlindungan hutan kota, seperti perlindungan dari pengrusakan, kebakaran, hama dan penyakit. Pengembangan hutan kota pada tanah hak juga dapat dilakukan dengan pemberian insentif kepada pihak pemilik hak swasta berupa penghargaan, kemudahan sarana dan prasarana dan diskon pembayaran Pajak Bumi Bangunan 21 PBB. Pemberian insentif ini bertujuan untuk memberikan semangat kepada pihak pemilik hak agar lebih optimal dan konsisten dalam menjaga hutan kota di areal usaha mereka. Pada lain pihak, melalui pemberian insentif ini maka akan semakin mempermudah Pemda dalam melakukan percepatan perluasan hutan kota seperti yang diamanatkan oleh peraturan perundangan. Hutan kota UI memiliki pohon yang kompak dan jenis pohon yang beranekaragam. Pada hutan kota ini juga terdapat diameter batang yang cukup besar sehingga memberikan kontribusi cadangan karbon yang tinggi yaitu 172.86 tonha. Tingginya cadangan karbon pada hutan kota UI dipengaruhi oleh diamter batang dan kondisi iklim yang mendukung bagi pertumbuhan pohon. Jumlah cadangan karbon pohon UI juga salah satunya dipengaruhi oleh umur pohon hutan kota yaitu 25 tahun. Sementara pada hutan kota Srengseng memiliki umur pohon 18 tahun dan PT JIEP 10 tahun. Perbedaan umur pohon ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi cadangan karbon pohon Hairiah et al. 2011. Hutan kota Srengseng memiliki pohon yang kompak dan jenis pohon yang cukup beragam, selain itu hutan kota Srengseng juga memiliki cadangan karbon sebesar 24.02 tonha. Berbeda dengan hutan kota PT JIEP yang memiliki pertumbuhan pohon yang kurang baik, jenis pohon kurang beranekaragam dan cadangan karbon pohon yang rendah yaitu 23.63 tonha. Faktor lain yang juga mempengaruhi cadangan karbon pohon adalah terkait dengan aspek pemeliharaan pohon hutan kota itu sendiri. Berdasarkan pengamatan pada tiga lokasi hutan kota, masih ditemukan masyarakat yang melakukan pengrusakan pada beberapa pohon hutan kota. Pengrusakan pohon tersebut akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan batang yang selanjutnya akan mempengaruhi peningkatan cadangan karbon pohon. Jika mengacu pada pasal 26 ayat 2 PP No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota, sudah jelas terdapat larangan merambah atau merusak hutan kota.

2.4.2. Analisis Cadangan Karbon Pohon Hutan Kota

Berdasarkan analisis potensi cadangan karbon pohon pada tiga lanskap hutan kota DKI Jakarta hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP, maka diperoleh total cadangan karbon pohon sebesar 220.52 ton. Jumlah cadangan karbon pohon terbesar terdapat pada hutan kota UI yaitu 172.86 tonha dengan perolehan biomassa sebesar 345.72 tonha, kemudian disusul oleh hutan kota Srengseng yaitu 24.04 tonha dengan biomassa sebesar 48.04 tonha, dan hutan kota PT JIEP yaitu 23.64 tonha dengan biomassa sebesar 47.29 tonha. Nilai cadangan karbon pohon ini menunjukkan bahwa lanskap hutan kota selain memiliki fungsi sebagai konservasi keanekaragaman hayati, hidrologi dan estetika juga memiliki andil dan fungsi sebagai penyimpan karbon. Jika dilihat pada hutan kota UI terdapat jumlah cadangan karbon yang tinggi yaitu 172.86 tonha. Nilai cadangan karbon pohon sebesar ini sudah dapat dikategorikan sebagai hutan alam tropis, yang memiliki cadangan karbon berkisar antara 161 - 300 tonha Murdiyarso et al. 1994. Berdasarkan analisis cadangan karbon pohon pada tiga lanskap hutan kota di DKI Jakarta maka diperoleh rata-rata cadangan karbon pohon sebesar 73.51 tonha. Namun jika dikonversi ke luas lahan hutan kota seluas 149.18 ha 14 hutan kota yang telah dikukuhkan oleh Gubernur Jakarta, maka akan menghasilkan cadangan karbon pohon yang lebih besar yaitu 10.892,52 ton. Nilai cadangan karbon semakin meningkat ketika target 10 perluasan hutan kota yang 22 diamanatkan dalam PP No. 63 Tahun 2002 dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan hasil analisis CITY green yang menyatakan bahwa kapasitas cadangan karbon pohon berbanding lurus dengan persentase peningkatan luas lahan. Dwivedi 2009 dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa setiap km 2 hutan kota akan menghasilkan cadangan karbon 1.254.4 ton. Cadangan karbon pohon pada tiga lokasi mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan diameter batang pohon. Hal ini sesuai dengan Kusmana et al. 1992 yang mengatakan bahwa salah satu faktor penting yang menentukan besarnya cadangan karbon pohon adalah diameter batang. Rayahu et al. 2007 juga menjelaskan bahwa cadangan karbon pada komunitas hutan, salah satunya dipengaruhi oleh diameter batang. Namun demikian, jika dilihat berdasarkan kelas diameter pada hutan kota Srengseng dan PT JIEP terdapat perbedaan, yaitu terjadi penurunan cadangan karbon pohon pada kelas diameter 30 – 39.9 cm. Penurunan cadangan karbon pohon dikarenakan sedikitnya jumlah pohon atau kerapatan yang ditemukan pada kelas diameter batang tersebut. Hal ini sesuai dengan Rahayu et al. 2007 yang mengatakan bahwa selain diameter batang, kerapatan pohon juga mempengaruhi peningkatan cadangan karbon melalui peningkatan biomassa. Sumbangan cadangan karbon pohon terbesar pada hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP dihasilkan dari pohon famili Fabaceae, di antaranya yaitu Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth, Acacia mangium Willd, Paraserianthes falcataria L, Leucaena leucocephala L, Bauhinia purpurea L, Delonix regia Boj. Ex Hook, Pterocarpus indicus Willd, Erythrina crista-galli L, dan Abrus precatorius L. Jenis pohon ini memiliki pertumbuhan diameter yang cukup cepat sehingga menyebabkan jumlah cadangan karbon pohon tinggi. Familli fabaceae juga merupakan jenis tumbuhan yang memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, kelembaban, dan keadaan tanah serta kompetisi unsur hara sehingga sangat memungkinkan terjadi perkembangan yang baik serta memiliki diameter batang yang cukup besar Nova et al. 2011. Biomassa memiliki hubungan dengan cadangan karbon, yaitu dengan mengukur jumlah cadangan karbon pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO 2 di atmosfer yang diserap oleh pohon. Berdasarkan analisis yang dilakukan, maka diperoleh nilai serapan CO 2 terbesar dihasilkan dari hutan kota UI yaitu 634.40 tonha, kemudian diikuti oleh hutan kota Srengseng sebesar 88.15 tonha dan PT JIEP sebesar 86.76 tonha. Informasi ini menggambarkan bahwa hutan kota selain berfungsi sebagai konservasi keanekaragaman hayati, ternyata juga memiliki andil dan fungsi dalam mengurangi keberadan gas CO 2 perkotaan. Pohon hutan kota berperan penting tidak hanya sebagai penyimpan karbon, tetapi secara alami juga berfungsi sebagai penyerap karbon CO 2 yang paling efesien. Jumlah emisi CO 2 yang semakin meningkat di DKI Jakarta saat sekarang ini harus diimbangi dengan jumlah penyerapannya sehingga dapat mengurangi efek rumah kaca atau pemanasan. Jenis pohon yang baik sebagai penyerap CO 2 yang ditemukan pada hutan kota, antara lain yaitu Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth, Acacia mangium Willd, Paraserianthes falcataria L, Leucaena leucocephala L, Bauhinia purpurea L, Delonix regia Boj. Ex Hook, Pterocarpus indicus Willd, Erythrina crista-galli L, Abrus precatorius L, Swietenia macrophylla King, Gmelina arborea Roxb, Pithecellobium dulce Roxb, Mimusops elengi L, Schima wallichii Dc. Korth, Lagerstroemia speciosa Auct, Artocarpus heterophyllus L dan Pometia pinnata J.R. J.G. Forster. 23

3. ANALISIS FAKTOR KEBIJAKAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA

3.1. PENDAHULUAN

DKI Jakarta merupakah provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Indonesia yaitu 9.607.787 jiwa BPS Provinsi DKI Jakarta 2010. Besarnya penduduk di wilayah ini menyebabkan banyak terdapat pencemaran lingkungan, seperti peningkatan polusi dan peningkatan suhu udara. Jumlah polusi udara dari sektor transportasi dan industri di Jakarta pada tahun 2007 telah mencapai 170 juta ton emisi CO 2 dan akan terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan aktivitas industri. Sementara untuk peningkatan suhu di tahun 2007 sudah mencapai 29.12 o C – 31.26 o C. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan ini yaitu melalui keberadaan dan kelestarian hutan kota. Hutan kota menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi pencemaran lingkungan ini dikarenakan pepohonan secara alami dapat menyerap gas CO 2 dari atmosfer yang disimpan dalam bentuk karbon dan dikeluarkan dalam bentuk oksigen. Manfaat hutan kota sebagai salah satu jasa lanskap perkotaan sebenarnya telah dirasakan oleh masyarakat dan pemerintah sejak lama. Hal ini dapat dilihat ketika DKI Jakarta secara resmi melakukan penanaman pohon pada saat pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah Kongres Kehutanan Dunia ke-7 pada tahun 1978. Penanaman pohon di atas lahan 5 ha pada lingkungan Gedung Wanabakti menjadi awal sejarah dicanangkannya hutan kota di seluruh Indonesia. Berawal dari kegiatan tersebut, maka bermunculan gerakan penanaman pohon di DKI Jakarta, diantaranya Gerakan Sejuta Pohon, Pembangunan Hutan Kota UI Depok, Hutan Kota Kemayoran, Hutan Kota Mabes ABRI Cilangkap dan Hutan Kota Bumi Perkemahan Cibubur Samsoedin dan Waryono, 2010. Seiring dengan pesatnya laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan infrastruktur kota di DKI Jakarta, maka ruang terbuka hijau RTH dan hutan kota sering menjadi korban. Pada tahun 1965, DKI Jakarta memiliki RTH lebih dari 35 tetapi jumlah ini terus berkurang sampai dengan 9.3 pada tahun 2003 dan diperkirakan akan menjadi 6.2 pada tahun 2007 akibat komersialisasi ruang dan industrialisasi, padahal jika mengacu pada pasal 29 ayat 2 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa proporsi RTH paling sedikit 30 20 publik dan 10 privat dengan presentase luas hutan kota minimal 10 dari luas wilayah perkotaan dan disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat, seperti jumlah penduduk, tingkat pencemaran dan kondisi fisik kota PP No. 63 Tahun 2002. Melihat permasalahan ini, pemerintah DKI Jakarta mencoba melakukan upaya peningkatan jumlah RTH dan hutan kota seperti melakukan penutupan SPBU yang berlokasi di kawasan hijau, penertiban bangunan-bangunan liar di sempadan sungai dan membangun hutan kota skala kecil di berbagai wilayah. Akan tetapi masih terdapat persoalan-persoalan dalam pengembangan hutan kota diantaranya yaitu persepsi stakeholder yang berbeda-beda terhadap hutan kota, lahan negara yang semakin terbatas, mahalnya harga tanah, tidak adanya insentif bagi masyarakat yang menanam pohon pada lahan miliknya, sulitnya mencari sumber dana, penegakan hukum dan sanksi yang masih lemah, kuranya sosialisasi 24 dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini sebagai salah satu upaya untuk mencari solusi dan prioritas kebijakan yang dapat mendukung pengembangan hutan kota.

3.2. BAHAN DAN METODE

3.2.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kuisioner yang berfungsi sebagai panduan dan media input data ketika wawancara dengan responden, peta dasar hutan kota UI, peta dasar hutan kota Srengseng dan peta dasar hutan kota PT JIEP. Alat yang digunakan adalah Softwere Experrt Choice 11 untuk analisis input indepth interview dan Kamera untuk mengambil gambar-gambar yang terkait dengan penelitian. 3.2.2. Metode

3.2.2.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey. Data diperoleh dari focus group discussion FGD tentang kebijakan hutan kota, wawancara dengan stakeholder hutan kota dan pengumpulan data dari lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian. 3.2.2.2. Pemilihan Responden Pemilihan responden AHP dilakukan dengan metode purposive sampling. Responden pada penelitian ini merupakan individu atau lembaga yang dianggap mengerti persoalan hutan kota, dan mempunyai kemampuan dalam memberikan masukan kepada para pengambil kebijakan pengembangan hutan kota. Responden tersebut berasal dari Dinas Kelautan dan Pertanian Bidang Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan RI-Bogor, Balai Penelitian Benih Kehutanan-Bogor, Kebun Raya Bogor serta pihak pengelola hutan kota UI, Srengseng dan PT JIEP. 3.2.2.3. Penentuan Prioritas Kebijakan Pengembangan Hutan Kota Penentuan prioritas kebijakan pengembangan hutan kota dilakukan dengan metode Analitical Hierarchy Process AHP. AHP merupakan metode atau alat yang dapat digunakan oleh seseorang pengambil keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem, membantu melakukan prediksi dan pengambilan keputusan Saaty 1993. AHP juga merupakan metode yang memodelkan prioritas permasalahan yang tidak terstruktur seperti dalam bidang sosial, kebijakan dan ilmu manajemen. Metode AHP memiliki kelebihan, yaitu sederhana dan tidak banyak asumsi dan juga cocok untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat strategis dan makro. AHP memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi dan logis. Proses ini tergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah berdasarkan logika, instuisi, dan pengalaman untuk memberikan pertimbangan. Te yaitu men persoalan prioritas, konsistens secara log dengan te elemen p memberik elemen la penilaian terendah. Cir hirarki un sederhana menyeluru harus mam 4 hirark keputusan 1 hirark pada level 2 hirarki pada level tinggi, 3 dibanding penambah elemen lai erdapat tiga nggambarka menjadi u yaitu mene si logis, yai gis dan dipe knik kompa pada suatu kan bobot n ainya. Tah untuk me ri pemecaha ntuk mengur a, yaitu: 1 uh, 2 hira mpu mengid ki harus ma n. Keuntung i mewakili l yang lebih i memberik l yang lebi sistem ak gkan dalam han elemen in Saaty 19 G prinsip das an dan meng unsur-unsur entukan per tu menjami eringkatkan. arasi berpa u tingkatan numerik da hap selanjut enentukan an masalah raikan sistem 1 hirarki arki harus m dentifikasi ampu meng gan digunak suatu siste h tinggi dap kan informa h rendah d kan menjadi m bentuk la pada struk 993. ambar 3.1. sar pada AH guraikan m r yang ter ringkat elem in bahwa se . Tahapan te sangan pa n hirarki an memban tnya adala elemen ya dengan me m yang kom harus mam mampu me faktor yang gidentifikasi kannya hira em yang da pat dipenga asi rinci me dan member i lebih efisi ain, dan 4 ktur yang te Abstraksi s HP, yaitu 1 asalah seca rpisah Gam men menur emua eleme erpenting d irwise comp level . Pe ndingkan a ah melakuk ang memili enggunakan mpleks men mpu meng emperhitung g berhubung i alternatif arki dalam apat menera aruhi priori engenai stru rikan gamb ien jika dis 4 bersifat elah tersusu truktur hira penyusuna ara hirarki d mbar 3.1, rut kepentin en – elemen dalam AHP parison ter nilaian dil antara satu kan sintesa iki priorita n AHP adala njadi eleme ggambarkan gkan keputu gan dengan yang berhu pemecahan angkan bag tas pada le uktur dan fu baran pada susun dalam stabil dan un tidak ak arki AHP an skema h dengan mem , 2 pene ngannya da n dikelompo adalah pen rhadap elem lakukan de elemen de a terhadap as tertinggi ah digunaka en - elemen n sistem s usan, 3 h n keputusan ubungan de n masalah y gaimana pri vel dibawa ungsi dari s level yang m bentuk h n fleksibel kan mengga 25 hirarki mecah etapan an 3 okkan ilaian men - engan engan hasil i dan annya yang secara hirarki n, dan engan yaitu: oritas ahnya, istem lebih hirarki yaitu anggu 26 3.2.2.4. Analisis Data a. Penyusunan Hirarki Analisis kebijakan pengembangan hutan kota dilakukan dengan metode AHP melalui bantuan kuisioner dan Software Expert Choise 11. Tujuannya adalah menentukan prioritas kebijakan yang mendukung pengembangan hutan kota. Landasan utama pengisian kuisioner adalah struktur hirarki dengan komponen yang telah disusun berdasarkan pendapat ahli atau pakar hutan kota Gambar 3.2. Gambar 3.2. Skema hirarki kebijakan pengembangan hutan kota DKI Jakarta Berdasarkan pendapat ahli atau pakar hutan kota pada saat focus group discussion FGD dan wawancara langsung dengan dengan stakeholder, maka faktor yang dianggap mempengaruhi pengembangan hutan kota yaitu: 1. Dukungan Peraturan Dukungan peraturan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan peraturan perundangan tertulis aspek legal tentang hutan kota atau yang terkait baik langsung maupun tidak langsung, yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Hirarkinya yaitu: UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri dan Peraturan Daerah. Selain itu, dukungan peraturan ini juga dapat diartikan sebagai panduan teknis penyelenggaraan hutan kota yang menyertakan andil cadangan karbon didalamnya, sehingga diperoleh fungsi hutan kota yang optimal. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA YANG MENDUKUNG POTENSI CADANGAN KARBON Dukungan Peraturan 0,35 Peningkatan Kualitas Hutan Kota 0,49 Evaluasi dan Kontrol 0,16 Evaluasi Peraturan 0,25 Perluasan Hutan Kota 0,20 Pemerintah 0,61 Masyarakat 0,23 Swasta 0,16 Pemilihan Jenis Pohon 0,10 Dukungan Dana 0,13 Sanksi 0,04 Insentif 0,19 Sosialisasi 0,11 Sasaran Faktor Aktor Alternatif 27 Fungsi peraturan hutan kota ini adalah untuk mengatur substansi hutan kota, sehingga dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam pengembangan hutan kota. Artinya peraturan hutan kota adalah sebagai instrumen kebijakan dalam bentuk apapun, baik penetapan, pengesahan, pencabutan dan perubahan. Peraturan ini semakin penting dalam penerapannya karena setiap tindakan harus didasari pada asas legalitas hutan kota itu sendiri. Hal ini berarti ketika stakeholder ingin melakukan tindakan terhadap hutan kota maka harus sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. 2. Peningkatan Kualitas Hutan Kota Peningkatan kualitas hutan kota yang dimaksud dalam penelitian ini adalah optimalisasi mutu dan kesesuaian hutan kota dengan peraturan dan pedoman. Peningkatan kualitas hutan kota juga dapat diartikan sebagai suatu sistem verifikasi dan perawatan hutan kota dari suatu tingkat kualitas antara lain, yaitu: a penyusunan pengelolaan hutan kota tujuan, program-program, kelembagaan dan dukungan dana, b pemeliharaan hutan kota optimalisasi fungsi dan manfaat, deversifikasi jenis pohon, dan kualitas tempat tumbuh, c perlindungan hutan kota perlindungan dari pengrusakan, kebakaran dan hama penyakit, d serta pemanfaatan hutan kota pemanfaatan untuk wisata, rekreasi, olahraga, pendidikan, konservasi keanekaragaman flora dan fauna, penelitian, potensi cadangan karbon dan serapan CO 2 . 3. Evaluasi dan Monitoring Hutan Kota Evaluasi dan monitoring hutan kota yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan korektif dan pengawasan terhadap pengelolaan, pemeliharaan, perlindungan, dan pemanfaatan hutan kota ke arah pengembangan ekonomi. Evaluasi dan monitoring berfungsi untuk menilai kekurangan dan kekuatan hutan kota sebagai salah satu upaya dalam mengatasi pencemaran lingkungan, sehingga diperoleh kebijakan yang terbaik dalam pengembangan hutan kota. Berdasarkan pendapat ahli atau pakar hutan kota pada saat focus group discussion FGD dan wawancara langsung dengan dengan stakeholder, maka aktor yang dianggap terlibat dalam pengembangan hutan kota yaitu: 1. Pemerintah Pemerintah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah organisasi atau lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah yang menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemerintah adalah pihak yang memiliki kewenangan dan berperan penting dalam menentukan kebijakan pengembangan hutan kota. Pemerintah harus bisa menengahi berbagai kepentingan stakeholder sehingga tidak terjadi konflik dalam pengembangan hutan kota. 2. Masyarakat Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu atau sekelompok manusia yang memiliki kepedulian atau kepentingan terhadap keberadaan dan pengembangan hutan kota. Masyarakat merupakan pihak penting 28 dalam pengembangan hutan kota, karena selain sebagai penikmat jasa hutan kota, masyarakat juga bisa menjadi mitra pemerintah dalam optimalisasi perluasan lahan dan monitoring terhadap pengelolaan hutan kota. 3. Swasta Swasta yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pihak yang berasal dari lembaga non pemerintah yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan hutan kota. Pihak swasta menjadi salah satu aktor dalam pengembangan hutan kota, dikarenakan pihak swasta juga memiliki tanggung jawab dalam menjaga kualitas lingkungan hidup dan sekaligus penunjang dalam pencapaian target hutan kota yang diamanatkan pada PP No. 63 Tahun 2002. Pihak swasta bisa juga berperan sebagai salah satu sumber dana dalam pengembangan hutan kota. Berdasarkan pendapat ahli atau pakar hutan kota pada saat focus group discussion FGD dan wawancara langsung dengan dengan stakeholder, maka alternatif yang dianggap mempengaruhi pengembangan hutan kota yaitu: 1. Evaluasi Peraturan Evaluasi peraturan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah melakukan penyesuaian atau telaah terhadap kebijakan yang dianggap kurang sesuai dengan pemahaman stakeholder dan konsep hutan kota itu sendiri. Evaluasi peraturan ini juga mengupayakan lahirnya peraturan daerah tentang hutan kota yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan hutan kota. 2. Peluasan Hutan Kota Peningkatan kualitas hutan kota yang dimaksud dalam penelitian ini adalah optimalisasi peningkatan ratio hutan kota oleh pemerintah DKI Jakarta yang belum capai target 10 persen dari RTH yang ditetapkan sesuai dengan amanat PP No. 63 Tahun 2002. 3. Pemilihan Jenis Pohon Pemilihan jenis pohon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengupayakan pemilihan jenis pohon yang sesuai dengan tipe atau fungsi hutan kota. Jenis pohon yang memiliki cadangan karbon potensial dapat diupayakan sebagai salah satu nilai tambah dalam fungsi hutan kota yang tertuang pada pasal 3 PP No. 63 Tahun 2002, sehingga fungsi hutan kota sebagai sebuah ekosistem akan lebih optimal. 4. Dukungan Dana Dukungan dana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemudahan dana untuk melakukan pengembangan hutan kota. Dukungan dana untuk masyarakat lebih kepada dukungan teknis tunjangan sarana dan prasarana. Dana berfungsi untuk mempermudah proses pelaksanaan pengembangan hutan kota. 29 5. Insentif Insentif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemberian kompensasi kepada pihak masyarakat dan swasta yang bersedia melakukan kegiatan pengembangan hutan kota di tanah hak atau lahan mereka. Insentif tidak hanya berupa uang tapi juga bisa dalam bentuk penghargaan, kemudahan usaha bagi swasta, penurunan pajak dan menjalin mitra kerja. 6. Sanksi Sanksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hukuman kepada perusak hutan kota dan pemda yang tidak dapat mencapai target pengembangan hutan kota. Hukuman bertujuan sebagai koreksi, menakuti, mendidik serta menanggulangi kerusakan terhadap hutan kota. 7. Sosialisasi Sosialisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah proses transfer kebiasaan oleh pemerintah atau pakar hutan kota. Fungsi sosialisasi hutan kota adalah agar masyarakat memiliki pemahaman dan persepsi yang baik tentang hutan kota. Melalui sosialisasi, pemerintah juga dapat melakukan kerjasama dalam pengembangan hutan kota. Sosialisasi hutan kota, tidak sekedar memberikan informasi tapi juga berupaya melakukan penyuluhan dan pembinaan yang meliputi pemberian bimbingan, pelatihan dan supervisi.

b. Pengisian Matriks Perbandingan

Matriks perbandingan adalah matriks yang menggambarkan perbandingan kepentingan relatif antara satu elemen dengan elemen lainya pada level yang sama maupun terhadap level di atasnya. Pengisian matriks perbandingan dilakukan berdasarkan pendapat ahli atau pakar hutan kota, dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan tersebut, maka digunakan pembobotan berdasarkan skala nilai proses AHP Tabel 3.1 – 3.2. Tabel 3.1. Skala nilai yang digunakan dalam perbandingan berpasangan Nilai Perbandingan A dibandingkan dengan B Definisi 1 A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 1 3 Kebalikannya B sedikit lebih penting dari A 5 A jelas lebih penting dari B 1 5 Kebalikannya B jelas lebih penting dari A 7 A sangat jelas lebih penting daripada B 9 A mutlak lebih penting daripada B 1 9 Kebalikannya B mutlak lebih penting daripada A 2, 4, 6, 8 atau ½, ¼, 1 6 , 1 8 Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan patokan di atas apabila ragu-ragu antara dua nilai perbandingan yang berdekatan