Model Iklim Regional RegCM4

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Model Iklim Regional RegCM4

RegCM4 dikembangkan oleh ICTP Italia. RegCM4 telah diaplikasikan oleh sebagian besar peneliti di bidang iklim untuk studi iklim regional berupa paleo-klimatologi maupun proyeksi iklim. RegCM4 didesain untuk dapat digunakan secara umum, open source, mudah digunakan, memiliki portable code, dan dapat disimulasi-kan untuk seluruh wilayah belahan Bumi. RegCM4 didukung oleh Regional Climate Research Network RegCNet, jaringan peneliti model iklim regional yang dikoordinir oleh departemen fisika bumi ICTP Abdus Salam Giorgi et al. 2006. Perbedaan RegCM4 dari versi sebelum- nya antara lain, algoritma model yang telah di- upgrade secara penuh, sehingga meningkatkan fleksibilitas, portabilitas, dan keramahan terhadap pengguna. Selain itu, terdapat penambahan skema fluks udara-lautan dan Planetary Boundary Layer PBL, jenis penutupan lahan baru, penggabungan sistem band tropis dan konveksi, serta modifikasi skema transfer radiatif. RegCM4 menggunakan hydrostatic version Mesoscale model Version 5 MM5 yang mengatur grid horizontal angin dan variabel termodinamika dengan time- splitting explicit, sehingga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk simulasi. Perhitungan nilai radiasi pada RegCM4 menggunakan Community Climate Model version 3 CCM3 yang tidak hanya mampu menghitung efek gas rumah kaca H 2 O, O 3 , O 2 , CO 2 dan awan, tetapi juga NO 2 , CH 4 , CFCs, aerosol, dan awan es. Pendekatan δ-Eddington digunakan untuk menentukan transfer radiatif matahari. Radiasi awan ditentukan oleh 3 parameter, yaitu fraksi penutupan awan, kandungan cloud liquid water, dan radius butir hujan efektif. Penggambaran radiasi awan dalam RegCM4 dimodifikasi dengan terlebih dahulu menghitung total penutupan awan, kemudian menghitung fluks permukaan dari proporsi langit cerah dan berawan pada grid. Asumsi overlap acak digunakan dalam menentukan total penutupan awan. Dan perbedaan yang terakhir adalah penambahan spektrum inframerah dalam perhitungan transfer radiatif aerosol Giorgi et al. 2006. Skema Konveksi RegCM4 Konveksi, proses naiknya massa udara, kemudian membentuk awan dan menghasilkan hujan atau yang disebut dengan proses hujan konveksi, di dalam model RegCM4 dihitung menggunakan salah satu dari empat skema yang tersedia. Keempat skema tersebut adalah skema Kuo yang telah dimodifikasi oleh Anthes Anthes 1977, skema Grell Grell 1993, menggunakan salah satu dari Grell AS Arakawa-Schubert, Arakawa dan Schubert 1974 atau Grell FC Fritsch-Chappell, Fritsch dan Chappel 1980, dan skema MIT yang dikembang-kan oleh Emmanuel Emmanuel dan Zivkovic 1999. 1. Skema Kuo Peristiwa konveksi di dalam skema Kuo yang telah dimodifikasi Anthes 1977 terjadi ketika konvergensi lembab M kolom udara melebihi ambang batas dan stabilitas atmosfer tidak stabil. Fraksi udara lembab dikonversi menjadi hujan P CU menggunakan persamaan sebagai berikut, P CU = M 1- β β adalah fungsi RH rata-rata RH av yang nilainya sebesar 21-RH av untuk RH av ≥0.5 dan 1.0 untuk nilai RH av lainnya. 2. Skema Grell Skema Grell Grell 1993 menyatakan bahwa awan sebagai sirkulasi dua persamaan status, updraft dan downdraft. Fluks massa konstan terhadap ketinggian dan tidak terdapat penambahan maupun pelepasan massa udara di pinggir awan. Ketinggian sesungguhnya dari updraft dan downdraft berada pada maksimum dan minimum energi udara lembab. Kondensasi pada updraft dihitung dengan menaikkan parsel udara jenuh. Persamaan hujan pada skema Grell adalah, P CU = I 1 m b 1- β RegCM4 menggunakan asumsi pendekat- an stabilitas, yaitu tipe FC80 yang secara umum diimplementasikan pada model-model GCM dan RCM dan AS74. Perbedaan dasar dari kedua tipe tersebut adalah bahwa pendekatan AS74 menghubungkan fluks konvektif dan hujan terhadap kecenderungan status atmosfer, sedangkan pendekatan FC80 menghubungkan fluks konvektif terhadap derajat ketidakstabilan di atmosfer. 3. Skema MIT-Emmanuel Skema MIT Emmanuel dan Zivkovic 1999 mengasumsikan bahwa pen-campuran di awan terjadi kadang-kadang dan tidak homogen dan menyatakan bahwa fluks konveksi berdasar pada model ideal sub-cloud- scale updraft dan downdraft. Konveksi terjadi ketika ketinggian gaya bouyan netral lebih tinggi dari dasar awan. Awan yang terbentuk diasumsikan bercampur dengan lingkungan mengikuti spektrum seragam yang meningkat atau menurun. Skema MIT memiliki beberapa kelebihan dibandingkan skema konveksi RegCM4 3 lainnya, antara lain formula yang dapat mengkonversi langsung cloud water menjadi presipitasi di dalam awan-awan kumulus. Skema MIT adalah yang paling kompleks dan menghasilkan lebih banyak presipitasi pada wilayah daratan, terutama terjadinya presipitasi tunggal yang sangat intensif. Skema Grell menghasilkan nilai presipitasi yang rendah pada lautan tropis. Penggabungan dua jenis skema dalam simulasi dapat meningkatkan performa model, misalnya menggunakan skema MIT untuk lautan dan Grell untuk wilayah daratan Giorgi et al. 2011. Proses konveksi dan pembentukan hujan di setiap wilayah berbeda-beda, dipengaruhi oleh letak lintang, sebaran daratan dan lautan, serta topografi. Pendekatan proses konveksi tidak sama hasilnya untuk setiap wilayah, dalam arti lain, masing-masing skema konveksi dapat memberikan hasil yang berbeda-beda untuk wilyah kajian yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan kajian untuk mengetahui kesesuaian wilayah kajian dengan skema konveksi yang akan digunakan untuk simulasi. Penelitian terkait kajian sensitivitas skema konveksi antara lain dilakukan oleh Jie et al. 2007 menggunakan RegCM3 di wilayah meridian Range Gorge, China Barat Daya. Kajian tersebut menunjukkan bahwa skema Kuo mampu merepresentasikan curah hujan lebih baik pada musim panas dibandingkan skema lainnya. Sementara itu, pada bulan mei, skema Grell- FC yang lebih mampu meng-gambarkan curah hujan wilayah Range Gorge. Kemudian Zanis et al. 2008 yang juga menguji kemampuan model RegCM3 terhadap karakteristik iklim, tetapi untuk wilayah Eropa.

2.2. MJO Madden Julian Oscillation