Pengeringan Bakteri Asam Laktat

dengan karakteristik probiotik terbaik diantara spesies starter yang dianalisis. Bakteri ini tahan terhadap asam lambung dan empedu dan menunjukkan nilai tinggi untuk aktivitas β-galactosidase. Aplikasi probiotik pada produk pangan diantaranya dimanfaatkan untuk fermentasi beberapa produk pangan dan dilaporkan dapat mencegah kerusakan makanan baik oleh bakteri patogen serta bakteri perusak pangan Budiana 1997. Kelompok bakteri probiotik juga lazim digunakan sebagai kultur starter baik pada pengolahan yoghurt, keju, atau proses fermentasi lainnya. Penggunaan BAL juga banyak digunakan karena memiliki sifat antimikroba baik sebagai anti bakteri maupun sebagai antimikotik ldawati 1996; Ismail 2002. Sifat antimikroba tersebut dihasilkan oleh kemampuan BAL untuk menghasilkan asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin Axelsson 1998. Selain itu bakteri probiotik dewasa ini sering dimanfaatkan oleh industri penghasil susu formula bubuk sebagai mikroba potensial untuk menghambat pertumbuhan patogen sehingga dapat ditambahkan dalam bentuk bubuk kering beku. Jenis bakteri probiotik yang telah dimanfaatkan untuk dikeringbekukan adalah B. lactis dan L. acidophillus Gerber 2011.

2.2 Pengeringan Bakteri Asam Laktat

Untuk mengawetkan kultur BAL yang mengandung sel hidup dalam jumlah tinggi dan tahan lama maka BAL dapat diawetkan dengan cara pengeringan semprot spray drying, pengeringan beku freeze drying, dibekukan freezing, atau pengeringan dengan oven vakum Fu dan Etzel 1995; Nuraida et al. 1995; Harmayani et al. 2001. Pengeringan beku atau liofilisasi adalah teknik pengeringan dimana produk dibekukan terlebih dahulu kemudian dengan menggunakan energi dalam bentuk panas dan pada tekanan yang rendah, kandungan air bahan yang berupa es akan diuapkan dengan cara sublimasi. Pengeringan beku merupakan pengeringan yang terbaik untuk mencegah terjadinya perubahan kimia dan meminimumkan kehilangan nutrien selama proses pengeringan berlangsung. Kultur kering beku mempunyai penampakan jernih, padat dan memiliki viabilitas sel yang baik. Pengeringan beku dapat mempertahankan bentuk kaku dari bahan yang dikeringkan sehingga dapat menghasilkan produk kering yang berpori dan tidak berkerut. Selama proses pengeringan beku, kandungan air bahan akan hilang sebanyak 90, dan kandungan air bahan tidak berada pada fase cair sehingga dapat mencegah transpor zat-zat yang dapat larut dalam air dan memperkecil terjadinya reaksi degradasi King 1971 dalam Endry 2000. Terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan pada produk pangan yang dikeringkan dengan pengeringan beku. Keunggulan produk yang dikeringkan melalui pengeringan beku adalah produk lebih kering, stabil, menempati volume yang kecil sehingga dapat menekan biaya penyimpanan dan pengiriman. Adapun kelemahanya adalah proses pengeringan beku membutuhkan biaya operasional mahal, biasanya diproduksi dalam skala besar. Produksi lambat atau rendah karena proses pengeringan beku biasanya dengan sistem batch dan pengeringan melalui sublimasi berjalan lambat Jhonson Etzel 1995. Pengeringan beku dapat menyebabkan beberapa perubahan, diantaranya perubahan fisik, kimiawi maupun biokimia pada sel bakteri. Selama proses pembekuan kemungkinan terjadi kerusakan sel karena perbedaan sensitivitas untuk setiap jenis mikroba terhadap pembekuan, terbentuknya kristal es baik ekstraseluler maupun intraseluler. Kerusakan yang terjadi akibat proses pembekuan ini akan mengakibatkan perubahan morfologi sel, struktur sel, perubahan fungsi sel dan perubahan stabilitas genetik Ray Speck 1973. Kemampuan sel untuk bertahan selama pembekuan dipengaruhi oleh ukuran dan tipe sel, umur sel, permeabilitas membran sel, metode penyimpanan dan metode thawing. Secara umum respon BAL terhadap pembekuan yaitu, BAL akan mensintesis senyawa-senyawa protein dan terjadinya perubahan komposisi asam lemak pada membran bakteri Wang et al. 2005. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa proses pembekuan dapat mempengaruhi BAL yang dibekukan, seperti terjadinya perubahan rasio antara asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang dapat menentukan resistensi dari BAL terhadap pembekuan Goldberg Eschar 1977; Beal et al. 2001; Wang et al. 2005. Hal yang serupa telah dilaporkan oleh Murga et al. 2000, yang telah mengamati kenaikan C16:0 dan C18:2 pada L. acidopilus. Siuta dan Goulet 2001, menjelaskan bahwa enkapsulasi L. acidophilus R0052 menyebabkan viabilitas sel dapat bertahan dari 9,l x 10 9 CFU menjadi 5,3 x 10 9 CFU pada hari ke 50 pada penyimpanan 40 °C dengan kelembaban RH 75. De Vrese dan Schrezenmeir 2008, dalam laporannya juga menyebutkan bahwa pengeringan probiotik melalui spray drying dapat melindungi sel bakteri yang dikeringkan hingga suhu 70 °C. Untuk dapat melindungi sel agar tetap hidup selama proses pengeringan beku, maka beberapa cara dapat dilakukan, yaitu melalui penambahan bahan pelindung kriogenik pada sel bakteri yang akan dikeringkan. Bahan pelindung adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi kerusakan dinding sel dan membran sel, tetapi ada juga bahan yang hanya dapat menahan kerusakan membran sel. Bahan kriogenik sangat berperan penting dalam mencegah kerusakan akibat proses pengeringan ataupun pengeringan beku. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, menjelaskan bahwa bahan pelindung dapat mencegah terjadinya penurunan jumlah sel selama proses pengeringan, pengeringan beku atau pembekuan. Nasombat dan Sriwong 2000, mengemukakan dalam hasil penelitiannya bahwa penggunaan Lyoprotective agents 9,1 bb jenis laktosa dapat mempertahankan kemampuan hidup bakteri Lactococcus lactis sebesar 64,17±3,00 dan L. sakei sebesar 56,42 ± 2,35. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Puspawati et al. 2010 yang menyatakan bahwa pengeringan beku P. pentosaceus A16, Lactobacillus brevis, L. rhamnosus R21 setelah disalut dengan kriogenik mengalami sedikit penurunan yaitu masing- masing 1,24; 1,42; dan 2,13 log CFUg. Laktosa merupakan salah satu jenis bahan pelindung atau kriogenik yang umum digunakan pada proses pengeringan beku. Laktosa merupakan golongan karbohidrat yang utama terdapat pada susu. Laktosa merupakan disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Penggunaan laktosa sebagai bahan pelindung sudah banyak diaplikasikan. Hasil penelitian yang dilakukan Zamora et al. 2006 menunjukkan bahwa penggunaan laktosa 12 sebagai bahan pelindung pada proses pengeringan beku dapat mempertahankan ketahanan L. murinus-PS85 yang selama penyimpanan pada suhu 20 °C selama 60 hari, mencapai 20 sedangkan pada suhu 5 °C sebesar 4. Pada kultur Enterococcus raffinosus-PS7, penggunaan laktosa 12 sebagai bahan pelindung mampu mempertahankan viabilitasnya selama penyimpanan pada suhu 5 °C sebesar 60, sedangkan pada suhu 20 °C selama 60 hari dapat menyebakan penurunan sebesar 100. Puspawati et al. 2010, juga mengemukakan dalam hasil penelitiannya bahwa penggunaan laktosa sebagai pelindung pada proses freeze dried Pediococcus pentosaceus A16 dapat mengurangi penurunan jumlah bakteri ini, besarnya penurunan jumlah total bakteri akibat freeze dried sebesar 0,91 log CFUg.

2.3 Bakteri Asam Laktat Asal Air Susu Ibu