Sintas BAL Selama Proses Pengeringan Beku Freeze-Drying

setelah kompetisi 24 jam nilai pH mengalami penurunan menjadi 4,5; L. rhamnosus R21 pada jam ke-0 yakni 7,61 setelah kompetisi 24 jam nilai pH mengalami penurunan menjadi 4,49. Hal serupa juga terjadi pada isolat L. rhamnosus R23 pada jam ke-0 yakni 7,6 setelah kompetisi 24 jam nilai pH mengalami penurunan menjadi 4,4; sedangkan untuk isolat L. rhamnosus R25 nilai pH pada jam ke-0 sebesar 7,6 setelah 24 jam nilai pH mengalami penurunan menjadi 4,8. Penurunan nilai pH yang cukup rendah diduga tidak mempengaruhi pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a, hal ini dapat dilihat pada uji kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan isolat BAL L. rhamnosus R14 dan R23 dimana kedua isolat ini tidak mampu menghambat pertumbuhan patogen C. sakazakii YRC3a. Jumlah C. sakazakii YRC3a terus mengalami kenaikan mencapai 4-6 siklus log setelah kompetisi selama 24 jam Tabel 6.

4.3 Sintas BAL Selama Proses Pengeringan Beku Freeze-Drying

Pengeringan beku pada prinsipnya dilakukan untuk meningkatkan stabilitas dan viabilitas mikroba ketika dilakukan pemanasan sehingga jumlah mikroba yang hidup pasca proses pengolahan ataupun pemanasan lebih tinggi. Namun untuk mencapai proses pengeringan beku mikroba juga melewati serangkaian proses yang sangat berpengaruh terhadap viabilitasnya, diantara tahapan itu adalah proses pembekuan freezing dan proses pengeringan beku Freeze drying, di mana kedua proses ini berkontribusi sangat besar untuk menurunkan viabilitas mikroorganisme yang akan dikeringkan. Pengeringan beku dilakukan terhadap 2 isolat BAL terpilih pada tahap 2, yaitu Lactobacillus rhamnosus R21 dan R25. Sintas BAL selama pengeringan beku ditentukan dengan membandingkan total BAL sebelum dan sesudah proses pengeringan beku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultur BAL yang dikering bekukan yaitu isolat L. rhamnosus R21 dan R25 memiliki viabilitas yang masih tinggi Tabel 7 dan Gambar 7. Berdasarkan Tabel 7 diketahui jumlah sel hidup isolat L. rhamnosus R21 dan R25 masing-masing sebelum pembekuan adalah 5,2 x 10 12 CFU dan 5,3 x 10 12 CFU. Setelah mengalami pembekuan selama 12 jam dengan suhu -22 °C jumlah sel BAL masing-masing isolat L. rhamnosus R21 dan R25 masih tetap tinggi yakni berturut-turut sebesar 3,0 x 10 12 CFU dan 2,9 x 10 12 CFU. Pada proses pembekuan terjadi penurunan jumlah sel BAL namun tidak signifikan p-value 0,05. Tidak terjadinya penurunan jumlah sel hidup yang signifikan selama proses pembekuan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: ukuran dan tipe sel, umur sel, permeabilitas membran sel. Selain itu resistensi BAL terhadap pembekuan juga dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing strain BAL untuk melakukan sintesis senyawa-senyawa protein dan perubahan komposisi asam lemak pada membran Wang et al. 2005. Namun demikian, respon ini sangat bervariasi diantara spesies BAL. Perubahan komposisi asam lemak membran sel akan memperbaiki permeabilitas membran pada suhu rendah dan akhirnya mikroba dapat beradaptasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio antara asam lemak jenuh dan tidak jenuh, serta jenis asam lemak yang terbentuk menentukan resistensi BAL terhadap pembekuan Goldberg Eschar 1977; Beal et al. 2001; Wang et al. 2005. Tabel 7 Sintas BAL L. rhamnosus R21 dan R25 setelah pengeringan beku Kode Isolat Jumlah total sel hidup dalam sampel selama pembuatan kultur kering CFU sebelum pembekuan setelah pembekuan setelah pengeringan beku Lactobacillus rhamnosus R21 5,2 x 10 12 3,0 x 10 12 5,7 x 10 11 Lactobacillus rhamnosus R25 5,3 x 10 12 2,9 x 10 12 8,0 x 10 11 Keterangan: jumlah bakteri merupakan hasil rata-rata 2 kali ulangan dan duplo Penggunaan bahan pelindung kriogenik juga berkontribusi untuk menjaga kestabilan sel hidup pada mikroba selama pembekuan. Bahan pelindung dapat memberikan pengaruh koligatif, membantu berlangsungnya dehidrasi secara osmotik sebelum pembekuan, dapat menurunkan titik beku sel, menstabilkan membran, meningkatkan permeabilitas sel dan juga dapat bersifat sebagai bufer untuk mengimbangi adanya perubahan pH selama pembekuan. Selain itu bahan pelindung mampu membentuk ikatan hidrogen dengan air dan dengan struktur sel sehingga dapat mencegah kematian sel akibat terjadinya pembentukan kristal es dan peningkatan konsentrasi zat terlarut. Tahapan selanjutnya adalah proses pengeringan beku. Gambar 7 menunjukkan bahwa tingkat ketahanan kultur BAL L. rhamnosus R21 dan R25 setelah pengeringan beku relatif baik. Pada tahap ini, jumlah total mikroba setelah pengeringan beku untuk masing-masing isolat L. rhamnosus R21 dan R25 adalah 5,7 x 10 11 CFU dan 8,0 x 10 11 CFU. Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah sel total selama pengeringan beku masing-masing isolat R21 dan R25 hanya sebesar 0,97 dan 0,82 log CFU. Keterangan: Superscript huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05 Gambar 7 Penurunan jumlah BAL L. rhamnosus R21 dan R25 selama proses pengeringan beku freeze drying Berdasarkan hasil analisis statistik, sintas kultur L. rhamnosus R21 dan R25 terhadap proses pengeringan beku tidak berbeda nyata p-value 0,05. Penurunan jumlah sel pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmayani et al. 2001 yang menjelaskan bahwa selama proses pengeringan beku BAL asal dadih, terjadi penurunan jumlah sel berkisar antara 0,5-2 siklus log. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Seveline 2005 yang menunjukan bahwa pengeringan beku yang dilakukan terhadap Lactobacillus F1 menghasilkan BAL yang memiliki viabilitas sel yang baik. Puspawati et al. 2010, juga menjelaskan bahwa terjadi penurunan jumlah sel mikroba pada proses pengeringan beku BAL asal ASI namun masih memiliki viabilitas sel yang masih tinggi. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Harmayani et al. 2001, dimana terjadi penurunan jumlah bakteri isolat Lactobacillus sp. Dad 13 asal dadih sebesar 2 siklus log yaitu dari 10 13 CFUmL menjadi 10 11 CFUmL, sedangkan pada penelitian ini penurunan jumlah BAL isolat R21 dan R25 cukup rendah setelah pengeringan beku dimana jumlah BAL yang hidup masih tetap 0,97±0,50a 0,82±0,42 a 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 L. rhamnosus R21 L. rhamnosus R25 Penur unan Ʃ BA L lo g CF U Isolat BAL tinggi yaitu masing-masing sebesar 11,75 log CFU dan 11,90 log CFU. Viabilitas sel BAL isolat R21 dan R25 yang relatif tinggi karena media pertumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah MRSB yang merupakan media sintesis dengan kandungan nutrisi yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan BAL. Penurunan viabilitas sel terbesar terjadi selama proses pengeringan beku. Penurunan jumlah sel terbesar selama pengeringan beku diduga disebabkan oleh faktor pengurangan air selama pengeringan. Selain itu proses pengeringan beku sering dihubungkan dengan adanya akumulasi bahan terlarut, dimana akumulasi ini dapat menyebabkan kondisi stres untuk pertumbuhan sel terutama respon terhadap tekanan osmotik medium sehingga ketahanan sel bakteri menurun Hutkins et al. 1987; Molenaar et al. 1993; Glaaskar et al. 1996 dalam Champagne et al. 2001. Proses pengeringan juga dapat menyebabkan hilangnya air dari bahan sehingga konsentrasi biomolekul dan ion-ion di dalam sel meningkat dan menyebabkan aktivitas seluler berhenti, sehingga sel mengalami kondisi stress Novelina 2005. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Ray dan Speck 1973, yang menjelaskan bahwa kenaikan konsentrasi ion dapat menurunkan kekuatan ikatan hidrofobik sehingga konfigurasi makromolekul akan mengalami gangguan dan menyebabkan membran lipid mengalami kebocoran sel. Terdapat beberapa kerusakan yang terjadi pada sel mikroba yang disebabkan oleh pengeringan beku. Hal ini dapat dilihat dari kerusakan sistem biologis seperti terjadinya perubahan sifat fisik pada membran lipid atau perubahan struktur protein yang sensitif Leslie et al. 1995 dalam Carvalho 2002. Beberapa hasil penelitian lain juga menjelaskan bahwa kehilangan atau penurunan viabilitas sel karena pengeringan beku berhubungan dengan kerusakan komponen sel, membran sel, dinding sel, dan DNA Zamora et al. 2006. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat bahwa viabilitas BAL selama proses pengeringan beku cukup tinggi. Viabilitas BAL yang cukup tinggi diduga karena adanya penggunaan bahan penyalut kriogenik, yaitu laktosa. Penggunaan laktosa sebagai bahan pelindung sudah banyak diaplikasikan. Zamora et al. 2006 menunjukkan bahwa penggunaan laktosa 12 sebagai bahan pelindung pada proses pengeringan beku dapat mempertahankan ketahanan L. murinus-PS85 selama penyimpanan pada suhu 20 °C selama 60 hari mencapai 20. Puspawati et al 2010, juga menunjukkan bahwa penggunaan laktosa sebagai pelindung pada proses pengeringan beku Pediococcus pentosaceus A16 dapat mengurangi penurunan jumlah bakteri ini, besarnya penurunan jumlah total bakteri sebelum dan sesudah pengeringan beku sebesar 0,91 log CFUg. Hal serupa juga dilaporkan oleh Nanasombat dan Sriwong 2007, dimana hasil penelitiannya menjelaskan bahwa penggunaan Lyoprotective agents 9,1 bb jenis laktosa dapat mempertahankan kemampuan hidup bakteri Lactococcus lactis sebesar 64,17±3,00 dan Lactobacillus sakei sebesar 56,42±2,35. Penurunan jumlah sel hidup kultur BAL pada penelitian ini sangat rendah baik L. rhamnosus R21 maupun R25. Hal ini diduga karena bahan pelindung yang digunakan mampu menurunkan suhu pada fase transisi membran dan melindungi struktur protein dalam keadaan kering Leslie et al. 1995. Bahan pelindung secara umum juga memilki karakteristik fisik yang berbeda seperti konduktivitas termal dan divusivitas termal yang sangat berperan dalam memberikan efek perlindungan pada sel yang disalut Mosilhey 2003.

4.4 Kompetisi BAL dan Cronobacter sakazakii YRC3a pada Susu Formula