Penelitian Tahap II Pembahasan

tersebut berbeda dengan hasil hipotesis yaitu perlakuan D Perendaman jaring selama 12 hari. Pemilihan perlakuan D pada hipotesis didasarkan pada pernyataan Huthette et.al 1985, yang menyatakan bahwa perifiton pada KJA akan mulai berkembang setelah dua minggu dan akan berkembang penuh setelah minggu ketiga. Selain itu hipotesis berdasarkan pada hasil penelitian Suparlina 2003 pada kolam berkonstruksi beton yang menunjukan bahwa kelimpahan tertinggi perifiton terdapat pada kisaran hari ke 10, 11, 12 dan 13. Pertumbuhan perifiton yang lebih cepat daripada hipotesis diduga karena adanya perbedaan parameter kualitas perairan terutama pada intensitas cahaya dan ortofosfat. Berdasarkan hasil pengukuran selama penelitian, dapat dilihat bahwa kedalaman secchi disk pada perairan selama penelitian berkisar antara 76-104 cm, nilai ini jika dihitung berdasarkan hukum Lambert maka intensitas cahaya kurang lebih dapat mencapai kedalaman 2,08 m. Hal ini menjadikan aktivitas fotosintesis pada waduk terjadi lebih tinggi, karena pada penelitian Suparlina 2003, kedalaman secchi disk hanya berkisar antara 28-100 cm. Walaupun kriteria tersebut masih sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Weitzel 1979 bahwa kisaran transparansi cahaya yang optimal bagi pertumbuhan perifiton berkisar antara 10-25. Namun dapat dilihat bahwa intensitas cahaya pada Waduk Cirata lebih tinggi daripada kisaran optimal dan penelitian Suparlina 2003. Tingginya intensitas ini diduga menyebabkan pertumbuhan perifiton berlangsung lebih cepat, sehingga penanggulangan maupun pembersihan jaring harus dilakukan secara kontinyu dalam waktu yang lebih singkat.

4.2.2. Penelitian Tahap II

Dari hasil pengamatan ternyata bahwa ada perbedaan pada tingkat konsumsi ikan nilem terhadap perifiton dari berbagai ukuran, hal ini dapat dilihat pada tabel 10 bahwa ikan nilem dengan ukuran kecil mempunyai mempunyai nilai konsumsi yang lebih kecil, walaupun antara perlakuan A dan B tidak berbeda nyata. Makin tinggi ukuran ikan maka semakin tinggi nilai konsumsi tersebut karena pada ikan yang berukuran lebih besar relatif mempunyai jumlah enzim pencernaan yang lebih banyak sehingga lebih dapat mencerna dibandingkan dengan ikan yang berukuran lebih kecil Weatherley dan Gill, 1987.Tetapi walaupun demikian belum tentu efektif,karena seiring dengan pertumbuhan ikan maka kebiasaan makananpun akan dapat berubah Opunszynki dan Shireman, 1991.Soeseno 1971 menyatakan bahwa ikan nilem yang masih kecil mula- mula memakan plankton tetapi kemudian lebih suka memakan epifiton dan perifiton. Berdasarkan efektifitas ikan nilem dalam memakan perifiton maka dari hasil penelitian didapat bahwa ikan nilem ukuran keci 5 – 7 g mempunyai nilai efektifitas yang terbaik. 4.2.3.Penelitian Tahap III 4.2.3.1. Fisika dan Kimia Air Berdasarkan data pada tabel diatas tampak bahwa Suhu perairan yang diamati relatif tinggi yaitu dengan nilai rata – rata diatas 30 C, tetapi hal ini masih mendukung untuk kehidupan ikan. Hal ini disebabkan penelitian berlangsung pada waktu musim kemarau. Kandungan oksigen yang diukur di lokasi penelitian relatif cukup bagus, yaitu dengan konsentrasi rata-rata diatas 3 ppm. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa keberadaan nilem berpengaruh terhadap nilai oksigen media, semakin tinggi kepadatan nilem maka semakin tinggi juga kadar oksigennya, dan sebaliknya semakin rendah kepadatan nilem maka kandungan oksigen terlarut juga semakin kecil. Kisaran pH di lokasi penelitian berkisar antara 6,76 – 7,76, dengan demikian pH masih mendukung kehidupan ikan mas yang di budidayakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd 1990 bahwa kebanyakan ikan mempunyai kisaran pH optimum antara 6 – 9. Nilai kadar CO2 media masih dibawah nilai yang membahayakan. Dari hasil pengamatan selama penelitian diketahui bahwa semakin padat ikan nilem maka semakin tinggi juga CO2 nya.Walaupun demikian nilai CO2 pada masing - masing perlakuan masih dibawah nilai yang membahayakan. Untuk nilai Amonia ternyata semakin tinggi kepadatan nilem semakin tinggi juga kadar amonia medianya.Walaupun masih dibawah ambang batas yang membahayakan tetapi pada perlakuan A 400 ekor nilem + 200 ekor ikan mas kadar amonia rata-ratanya sudah mendekati 0,2 ppm. Nitrat NO3 adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami.Nitrat merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae.Sehingga nitrat dapat digunakan untuk mengklasifikasi tingkat kesuburan suatu perairan. Kadar nitrat 0 – 1 mgl merupakan perairan oligotrofik, perairan dengan kadar nitrat 1 – 5 merupakan perairan mesotrofik dan perairan eutrofik yaitu yang mempunyai kadar nitrat 5 – 50 mgl. Kadar nitrat terukur berkisar antara 0,333 sampai 0.433 mgl, sehingga termasuk ke dalam perairan yang oligotrofik. Kadar nitrat yang diperoleh selama penelitian melebihi 0,2, semakin tinggi kepadatan nilem semakin tinggi juga kadar nitrat medianya. Nitrit NO2 biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil dari pada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen.Kadar nitrit di perairan alami sekitar 0,001 mgraml dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mgraml. Kadar nitrit yang terukur pada penelitian ini adalah berkisar 0,001 sampai 0,003 mgl. Dengan demikian kadar nitit masih sesuai untuk ikan yang dibudidayakan. Ortofosfat adalah bentuk fosfor yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Nilai kisaran optimum orthofosfat untuk pertumbuhan perifiton adalah 0,02 Wetzel 1975 dalam Hany 2009. Berdasarkan pengukuran, fosfat selama periode penelitian berkisar antara 0,048-0,080 mgL. Maka kisaran tersebut jauh di atas kisaran optimum untuk pertumbuhan perifiton. Besarnya nilai nitrat dan fosfat dapat memacu pertumbuhan perifiton. Besarnya nilai nitrat dan fosfat dapat memacu pertumbuhan perifiton. Tingginya nilai nitrat dan fosfat diduga akibat pasokan dari luarwaduk dan dari bahan-bahan organik sisa pakan dan feses ikan yang dipelihara di KJA.. 4.2.3.2. Parameter Biologi 4.2.3.2.a. Keanekaragaman Perifiton Dari hasil pengamatan selama penelitian ternyata bahwa nilai keragaman dari suatu komunitas ditentukan oleh kekayaan spesies dan jumlah individu masing-masing spesies di dalam komunitas tersebut. Dari masing – masing perlakuan mempunyai nilai yang tidak berbeda yaitu dibawah 2,3026 yaitu termasuk dalam kriteria rendah .Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran individu tiap jenis perifiton dan kestabilan komunitas berkisar rendah karena struktur komunitas suatu perairan dapat diketahui juga melalui indeks keaneka ragaman H’. Indeks keanekaragaman menggambarkan kekayaan jenis yang terdapat di suatu perairan Odum, 1971. Tingginya nilai indeks dominansi menunjukkan ketidakstabilan ekosistem karena hanya didominasi oleh jenis organisme tertentu. Suatu perairan ,dikatakan memiliki dominansi apabila nilai indeks dominansi simpson diatas 0,8. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan kisaran rata-rata nilai indeks dominansi perifiton pada perlakuan sebesar 0,27-0,37, ini berarti bahwa tidak menunjukkan adanya dominansi jenis perifiton tertentu atau dengan kata lain dapat diinformasikan bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi stabil. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan ikan nilem selama penelitian tidak mempengaruhi nilai keanekaragaman dan dominasi perifiton. 4.2.3.2.b. Kelimpahan Perifiton Kelimpahan perifiton dihitung berdasarkan hasil penghitungan jumlah perifiton yang teridentifikasi. Data hasil penghitungan kelimpahan perifiton pada akhir penelitian disajikan pada tabel berikut. Berdasarkan hasil pengamatan, kelimpahan perifiton yang tertinggi adalah pada perlakuan E 87.980 indcm 2 yaitu perlakuan yang tidak menggunakan ikan nilem dan yang terendah adalah pada perlakuan A 33.265 indcm 2 yaitu pada perlakuan dengan menggunakan ikan nilem 400 ekor. Hal ini membuktikan bahwa semakin padat ikan nilem maka kelimpahan perifiton semakin rendah atau menurun, hal ini menunjukkan bahwa keberadaan ikan nilem dapat menekan populasi perifiton pada KJA. Sedangkan pada perlakuan E tanpa ikan nilem ternyata kelimpahan perifiton setara dengan perlakuan D83.265 indcm 2 Semakin rendah kepadatan ikan nilem maka semakin tinggi nilai laju pertumbuhannya baik pertumbuhan spesifik maupun pertumbuhan mutlaknya. Keberadaan perifiton pada KJA sangat berkaitan dengan kualitas air. Hal ini dapat dilihat hubungannya dengan oksigen, apabila kepadatan nilem rendah maka oksigen di KJA juga rendah sedangkan kelimpahan perifitonnya semakin tinggi dan ini menyebabkan tersedianya pakan yang cukup untuk memacu pertumbuhan ikan nilem tersebut. Pertumbuhan bobot mutlak rata – rata ikan mas dan ikan nilem pada masing – masing perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini. , hal ini menunjukkan bahwa kebaradaan ikan mas juga ikut memanfaatkan perifiton yang ada pada KJA. Apabila kepadatan ikan nilem dihubungkan dengan kepadatan perifiton dan kadar oksigen di perairan maka tampak jelas bahwa semakin tinggi kepadatan ikan nilem akan semakin rendah kepadatan perifiton tetapi oksigen terlarut akan semakin tinggi. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui variasi nilai kelimpahan perifiton dari kelas Bacillariophyceae cenderung stabil dan hampir mendominasi padaperlakuan.

4.2.3.3. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan

Hasil analisis pada Tabel 12 menunjukkan keberadaan ikan nilem tidak mempengaruhi kelangsungan hidup ikan mas tetapi berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan mas. Hal ini diduga karena dengan kepadatan ikan nilem tersebut didukung oleh kualitas air terutama oksigen yang cukup bagus yaitu 3 ppm. Tetapi dengan menurunnya kepadatan nilem berpengaruh terhadap pertumbuhan baik laju pertumbuhan spesifiknya maupun pertumbuhan mutlaknya, karena kepadatan nilem semakin turun nilai oksigennya semakin turun tetapi kelimpahan perifitonnya semakin naik . Hal ini membuktikan bahwa ikan mas juga mampu memanfaatkan perifiton juga sebagai tambahan makanan. Pada Gambar 9 tampak bahwa pertumbuhan ikan mas yang tertinggi adalah pada perlakuan D 100 ekor ikan nilem per KJA dengan bobot rata – rata yaitu 50.8 gram per ekor.Dari hasil analisa statistik ternyat bahwa untuk pertumbuhan bobot ikan mas mendapatkan hasil yang berbeda nyata P0.05 antara perlakuan pemeliharaan ikan mas dengan 100 ekor ikan nilem perlakuan D dengan perlakuan yang lain. Sedangkan untuk pertumbuhan yang ikan nilem tertinggi yaitu pada perlakuan D yaitu dengan kepadatan 100 ekor ikan nilem. Setelah dianalisa secara statistik antar perlakuan mendapatkan hasil yang berbeda nyata P0.05. Menurut Boyd 1990 bahwa pada penebaran yang tinggi dapat menghasilkan pertumbuhan dan derajat sintasan yang lebih rendah karena terjadi kompetisi ruang gerak, makanan dan dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi bahan buangan amonia, karbon dioksida dan feses yang bersifat toksik.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: a. Kelimpahan perifiton meningkat dengan meningkatnya kedalaman posisi jaring hingga 3 meter. b. Kelimpahan perifiton pada KJA mencapai nilai terbesar pada hari ke 9 setelah perendaman. c. Ukuran ikan nilem tidak menyebabkan perbedaan tingkat konsumsi perifiton pada ukuran 5-7 g dan 8-15 g, sedangkan ukuran 16-20 g berbeda dengan ukuran 5-7 g dan 8-15 g.. d. Keberadaan ikan nilem pada kolom air antara jaring terluar dan jaring dalam mampu menekan populasi perifiton dan memanfaatkan ekses pakan ikan mas yang dipelihara pada jaring dalam serta berpengaruh positif terhadap kadar O 2 media. e. Ikan nilem berpengaruh positif terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan mas itu maupun ikan nilem itu sendiri.

5.2. SARAN

a. Pada pemeliharaan ikan mas dengan double jaring sebaiknya menggunakan ikan nilem untuk mengendalikan perifiton agar kualitas air di KJA terjaga dengan baik perifiton feeder b. Untuk mempertegas pengaruh kualitas air di KJA perlu dilakukan pengukuran kualitas air di masing-masing kolom air di dalam, di luar, dan di antara KJA.