Kajian peranan ikan nilem dalam mengendalikan perifiton dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan mas pada keramba jaring apung di waduk Cirata

(1)

KAJIAN PERANAN IKAN NILEM (

Osteochillus hasselti

) DALAM

MENGENDALIKAN PERIFITON DAN PENGARUHNYA

TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN

IKAN MAS PADA KARAMBA JARING APUNG DI

WADUK CIRATA

KUSDIARTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Tentang Peranan Ikan Nilem (Osteochillus haselti) Dalam Mengendalikan Perifiton Pada Karamba Jaring Apung di Waduk Cirata adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir.

Bogor, Januari 2011

Kusdiarti NRP C151060261


(3)

ABSTRACT

KUSDIARTI. Study on The Ability of Silver Minnow (Osteochillus haselti) in The Utilization of Periphyton and Influence on Survival Rate and Growth of Common Carp in The Floating Net Cage at Cirata man made Lake) Supervised by D. DJOKOSETIYANTO and RIDWAN AFFANDI.

This research has been carried out in Cirata man made lake, West Java intended to determine the appropriate density of silver minnow fish to control the periphyton population in the floating net cage (KJA) in order to maintain good water quality. It is expected that growth and survival rate of the common carp was normal.

The research used Completely Randomized Design with the treatment were density of silver minnow fish (0, 100, 200, 300 and 400 fish/floating net cage). Silver minnow fishes + 5 g of weight were cultivated in the outer net with size 2 x 2 x 2 m, while inner net common carp fishes were cultivated with density of 200 fishes/cage and feed with artificial food of 3 times a day of 5% of body weight. This research is conducted during 3 month.result of the research showed that 100 fishes/cage density of silver minnow fish was able to maintain the periphyton population and resulting the best number of survival rate and growth rate common carp. .


(4)

Di Waduk Cirata. Dibimbing Oleh D. DJOKOSETIYANTO and RIDWAN AFFANDI.

Keberhasilan budidaya ikan di KJA tergantung pada pengaturan dan menjaga penyediaan pakan secara minimal dan standard lingkungan yang dibutuhkan ikan untuk tujuan produksi. Tingginya kandungan bahan – bahan organik di perairan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi perairan seperti terjadinya blooming phytoplankton yang akan berakibat pada produksi perikanan.Perifiton adalah salah satu jenis plankton yang menempel pada jaring sehingga apabila jumlahnya berlebihan maka akan mengganggu sirkulasi kualitas air antara didalam karamba dan diluar . Dengan demikian maka akan mengganggu pertumbuhan ikan yang di budidayakan. Oleh sebab itu perlu mencari suatu teknik budidaya ikan di KJA di waduk yaitu dengan memelihara jenis ikan pemakan perifiton yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif memanfaatkan perifiton dari pemupukan limbah organik secara berlebihan .

Salah satu jenis ikan yang dapat memanfaatkan plankton adalah ikan nilem.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui keragaman jenis dan komposisi peryphiton yang tumbuh di KJA pada berbagai kedalaman dan waktu yang berbeda,mengetahui kemampuan ikan nilem dalam memanfaatkan periphyton di KJA waduk Cirata serta mengetahui jumlah ikan nilem yang tepat untuk memanfaatkan periphyton di KJA sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan ikan mas. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bahwa penggunaan ikan nilem sebagai pemakan peryphyton dengan jumlah yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan ikan mas yang optimal di KJA waduk Cirata.

Penelitian dilakukan pada Karamba Jaring Apung di Waduk Cirata , Jawa Barat dan di Laboratorium Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar , penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan Juni sampai September 2009.. Ikan yang


(5)

digunakan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari 2 jenis yaitu ikan nilem dan ikan mas yang digunakan berasal dari jawa barat.

Penelitian dilaksanakan dengan 3 tahap, yaitu Penelitian Tahap I, tahap ini ada 2 percobaan yaitu:

1. Percobaan 1 adalah Pengaruh Perbedaan Kedalaman Posisi Jaring Yang Diletakkkan di Perairan Terhadap Keanekaragaman dan Kelimpahan Perifiton.

2. Percobaan 2 adalah Pengaruh Lama Perendaman Terhadap Keaneka ragaman dan Kelimpahan Perifiton.

Penelitian tahap II, yaitu Kemampuan Ikan Nilem Dalam Memanfaatkan Perifiton..

Penelitian Tahap III, yaitu Pengaruh Padat Penebaran Ikan Nilem Terhadap Produksi Ikan Mas.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan perifiton yang tumbuh di jaring pada berbagai strata kedalaman, untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan perifiton pada waktu yang berbeda, untuk mengetahui jumlah (bobot) perifiton yang dimanfaatkan oleh ikan nilem dan untuk mengatahui jumlah ikan nilem yang tepat untuk mengendalikan perifiton sehingga kualitas air di KJA dapat mengoptimalkan pertumbuhan ikan mas.

Pengamatan meliputi komposisi perifiton, indeks keanekaragaman dan dominansi perifiton, kelimpahan perifiton, tingkat konsumsi ikan nilem, kelangsungan hidup ikan nilem dan ikan mas, pertumbuhan iken nilem dan ikan mas serta pengamatan kualitas air media.

Selama penelitian hasil yang didapat pada tahap I percobaan 1 adalah ditemukan tiga kelas perifiton yaitu Bacillariophyceae (9 genus), Chlorophyceae (28 genus), dan Cyanophyceae (6 genus) yang terdistribusi pada setiap level kedalaman. Kelas Clorophyceae merupakan kelas dengan jumlah genus terbanyak yang ditemukan yaitu 28 genus atau 65% dari seluruh genus yang ada. Namun demikian banyaknya genus Chlophyceae yang ditemukan ternyata tidak diikuti oleh kelimpahan individunya. Kelimpahan terbesar ditempati oleh kelas Bacillariophyceae Dari nilai indeks keanekaragaman dari berbagai kedalaman


(6)

tertinggi yaitu pada perlakuan A (kedalaman 1 m) yaitu sebesar 0,26 + 0,058 dan yang terendah pada perlakuan D (kedalaman 4 m ) yaitu dengan nilai 0,11 + 0,023 . Hasil analisa statistik hubungan antara kelimpahan total perifiton terhadap kedalaman jaring tidak berbeda nyata dari setiap perlakuan,walaupun kalau dilihat dari jumlah kelimpahannya bahawa semakin dalam jaring angka kelimpahan meningkat.

Hasil penelitian tahap 1 percobaan 2 yaitu pada semua perlakuan lama perendaman (perlakuan A (3 hari ), B ( 6 hari ), C ( 9 hari ), D ( 12 hari ), dan E ( 15 hari ), ditemukan 36 genus perifiton yang terbagi atas tiga kelas, yaitu kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae. Kelas Chlorophyceae mempunyai komposisi genus terbanyak, yaitu sebanyak 20 genus atau 56 % dari seluruh genus yang ada, sedangkan kelas Bacillariophyceae mempunyai komposisi sebanyak 9 genus atau 25 % dan kelas Cyanophyceae sebanyak 7 genus atau 19 % . Kisaran nilai indeks keanekaragaman selama penelitian berkisar antara 0,67 – 0,83, nilai indeks keanekaragaman terendah pada perlakuan C (9 hari) dan tertinggi pada perlakuan E ( 15 hari). Nilai indeks dominansi terendah pada perlakuan E ( 15 hari) dengan nilai 0,17 + 0,03 dan nilai indeks dominansi tertinggi pada perlakuan C ( 9 hari ) yaitu 0,32 + 0,10. Hasil analisa statistik diperoleh bahwa kelimpahan total pada perlakuan C (perendaman 9 hari) yaitu 269.666 ind/cm2

Hasil penelitian tahap 2 yaitu tingkat konsumsi ikan nilem diperoleh ada perbedaan antar perlakuan, perlakuan A (bobot ikan nilem 5 – 7 g) tingkat konsumsi perifitonnya paling rendah yaitu 1,46 + 0,13 sedangkan tertinggi pada perlakuan C ( bobot 16 -20 g) yaitu 2,74 + 0,31.Antara perlakuan A (bobot ikan nilem 5 – 7 g) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (8 – 15 g).

berbeda nyata terhadap perlakuan yang lain.

Hasil penelitian tahap III yaitu tampak bahwa suhu perairan yang diamati relatif tinggi yaitu dengan nilai rata – rata diatas 300C. Kandungan oksigen yang diukur di lokasi penelitian relatif cukup bagus, yaitu dengan konsentrasi rata-rata


(7)

diatas 3 ppm yaitu dengan nilai rata – rata kisaran oksigen adalah 3,42 - 4,29 ppm. Nilai pH berkisar antara 6,91 – 7,11. Konsentrasi rata – rata CO2 yang diperoleh selama penelitian berkisar 2,53 – 3,32 mg/l. Kadar amonia media yang diperoleh selama penelitian mempunyai kisaran rata– rata adalah 0,129 – 0,192 mg/l, kemudian nilai kisaran rata – rata nitrit, nitrat dan fosfat berturut – turut adalah 0,001 – 0,003 mg/l, 0,333 – 0,433 mg/l dan 0,048 – 0,080mg/l. Hasil pengukuran nilai indeks keaneka ragaman perifiton berkisar dari 1,41 + 0,088 sampai 1,63 + 0,077, terendah pada perlakuan B ( 300 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ) sedangkan terrtinggi pada perlakuan A ( 400 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ).Nilai indeks dominansi perifiton yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 0,27 sampai dengan 0,36. Nilai terendah diperoleh pada perlakuan A ( 400 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ) sedangkan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan B ( 300 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ). Hasil analisa statistik untuk kelangsungan hidup ikan mas selama penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan antar perlakuan. Rata – rata kisaran kelangsungan hidup ikan mas adalah 80,3 % - 90,2 %. Nilai terendah diperoleh pada perlakuan E ( tanpa ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ), sedangkan tertinggi pada perlakuan D ( 100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ). Untuk penghitungan laju pertumbuhan spesifik diperoleh perbedaan diantara perlakuan , nilai SGR yang terbaik adalah pada perlakuan D ( 100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ) yaitu 1.99 + 0.27 % berbeda nyata dengan perlakuan A( 400 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ), B ( 300 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ) dan C ( 200 ekor ikan nilem dan ikan mas 200 ekor ), tetapi tidak berbeda dengan perlakuan E ( tanpa ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ). Hasil analisa statistik untuk nilai pertumbuhan mutlak ternyata mempunyai perbedaan yang nyata antar perlakuan, perlakuan yang terbaik adalah perlauan D ( 100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ) mempunyai nilai rata – rata pertumbuhan 50,8 gram, sedangkan rata – rata kisaran pertumbuhan mutlak selama penelitian adalah 43,7 - 50,8 gram. Dari hasil analisa statistik untuk kelangsungan hidup ikan nilem selama penelitian menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan.Perlakuan A( 400 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ) tidak berbeda nyata dengan perlakuan F( 400 ekor ikan nilem dan tanpa ikan mas ) tetapi berbeda nyata


(8)

tanpa ikan mas ) yaitu 60,7 % , sedangkan tertinggi pada perlakuan D ( 100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ) yaitu 87,3 %.Untuk penghitungan laju pertumbuhan spesifik ikan nilem diperoleh perbedaan diantara perlakuan , perlakuan A ( 400 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ), B ( 300 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ), C ( 200 ekor ikan nilem dan ikan mas 200 ekor ) dan F ( 400 ekor ikan nilem dan tanpa ikan mas ) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi perlakuan D (100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) berbeda nyata dengan perlakuan A (400 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ), B ( 300 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ) dan C ( 200 ekor ikan nilem dan ikan mas 200 ekor ) , tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan F (400 ekor ikan nilem dan tanpa ikan mas ). Nilai SGR yang terbaik adalah pada perlakuan D ( 100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) yaitu2.00 + 0.10 % dan terendah pada perlakuan F (400 ekor ikan nilem dan tanpa ikan mas ) yaitu 0.80 + 0.60 %. Hasil analisa statistik untuk nilai pertumbuhan mutlak ikan nilem ternyata mempunyai perbedaan yang nyata antar perlakuan, perlakuan yang terbaik adalah perlauan D ( 100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas ) mempunyai nilai rata – rata pertumbuhan 22,7 gram, sedangkan terendah pada perlakuan F ( 400 ekor ikan nilem tanpa ikan mas ) yaitu 10,7 gram. Rata – rata kisaran pertumbuhan mutlak ikan nilem selama penelitian adalah 10,7 - 22,7 gram.


(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wqjar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(10)

WADUK CIRATA

KUSDIARTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(11)

Judul : Kajian Peranan Ikan Nilem (Osteochillus haselti) dalam Mengendalikan Perifiton dan Pengaruhnya Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Mas pada Karamba Jaring Apung di Waduk Cirata.

Nama : Kusdiarti

NIM : C151060261

Disetujui Komisi Pembimbing:

Prof. Dr. Ir. D. Djokosetiyanto,DEA Dr. Ir. Ridwan Affandi,DEA Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Perairan

Prof. Dr.Ir. Enang Harris,M.S

Prof.Dr.Ir.Khairil A. Notodipuro, M.S.


(12)

SWT atas segala karunia-NYA dan shalawat serta salam kepada Sayyidina Muhammad SAW sehingga karya ilmiah mengenai ” Kajian Peranan Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) Dalam Mengendalikan Perifiton dan Pengaruhnya Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Mas pada Karamba Jaring Apung di Waduk Cirata ” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. D. Dokosetiyanto, DEA. dan Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA. Komisi Pembimbing telah sangat membantu dengan memberikan arahan dan masukan kepada penulis selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan untuk Dr. Ir. Kukuh Nirmala atas masukan dan kritik yang sangat membangun sebagai penguji luar komisi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Estu Nugroho, Dr. Tri Heru Prihadi dan Dr. Rudi Gustiano beserta rekan-rekan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) yang telah banyak mendukung penelitian ini, dan tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada kepada teman-teman BDP Air 2006 atas masukan-masukan dan dukungannya, sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. Secara khusus, penghargaan dan terima kasih yang tidak terhingga diberikan kepada Suamiku tercinta Budi Iskandar dan buah hatiku Pristi dan Lia atas segala do’a, keikhlasan dan kasih sayangnya selama penulis menempuh masa pendidikan. Kiranya Allah SWT akan membalas kebaikan kalian semua.

Penulis menyadari dengan sesungguhnya bahwa ada banyak kekurangan yang terdapat dalam karya ilmiah mengenai ” Kajian Peranan Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) Dalam Mengendalikan Perifiton dan Pengaruhnya Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Mas pada Karamba Jaring Apung di Waduk Cirata ” ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan dan perbaikan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2011


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 25 September 1959 dari ayah Thoyib Wiriodihardjo (Alm) dan ibu Sumirah (Almh). Penulis merupakan putri ketujuh dari tujuh bersaudara. Telah dikaruniai dua orang putri, Pristi Kurnia Dewi dan Pristi Amalia Nurcahyani, buah pernikahan dengan Budi Iskandar Prisantoso.

Pendidikan sarjana ditempuh pada tahun 1978 pada Fakultas Biologi Jurusan Biologi Lingkungan dan lulus pada tahun 1985 di Universitas Jenderal Soedirman.Pada tahun 1986 mulai bekerja Sub Balai Penelitian Perikanan Laut Serang Jawa Barat , kemudian pindah ke Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Tanjung Pinang , Riau. Kemudian pada tahun 1990 pindah ke Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok . Sejak Tahun 2005 bekerja di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor sampai sekarang. Pada tahun 2006 mendapat kesempatan untuk mengikuti program pendidikan pascasarjana di Institut Perikanan Bogor pada program studi Ilmu Perairan, melalui program ijin belajar dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan ( sebelumnya namanya Badan Riset Kelautan dan Perikanan), yang dibiayai sendiri.


(14)

vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Permasalahan ... 3

1.4 Pemecahan masalah ... 5

1.5 Hypotesa ... 6

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Waduk ... 7

2.2 Karamba Jaring Apung ... 10

2.3 Ikan Nilem (Osteochillus hasselti)) ... 11

2.3.1. Klasifikasi Ikan Nilem ... 11

2.3.2. Struktur Morfologis Ikan Nilem ... 12

2.3.3 Budidaya Ikan Nilem ... 12

2.4. Ikan Mas (Cyprinus carpio) ... 13

2.4.1. Klasifikasi Ikan Mas ... 13

2.4.2. Struktur Morfologis Ikan Mas ... 13

2.4.3. Budidaya Ikan Mas ... 14

2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bahan Organik ... 15

2.6. Perifiton ... 17

III. METODE PENELITIAN 3.1. Penelitian Tahap I ... 21

3.1.1. Percobaan 1 3.1.1.a. Judul ... 21

3.1.1.b.Tujuan ... 21

3.1.1.c.Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.1.1.d.Bahan dan Alat Penelitian ... 21

3.1.1.e. Metode Penelitian ... 22

3.1.1.f. Prosedur penelitian ... 22

3.1.1.g Parameter Yang Diamati ... 23

3.1.1.h Analisis Data ... 24

3.1.2.Percobaan 2 ... 25

3.1.2.a. Judul ... 25

3.1.2.b.Tujuan ... 25

3.1.2.c.Tempat dan Waktu Penelitian ... 25


(15)

viii

3.1.2.e.Metode Penelitian ... 26

3.1.2.f.Prosedur Penelitian ... 26

3.1.2.g.Parameter Yang Diamati ... 26

3.1.2.h.Analisis Data ... 28

3.2 Penelitian Tahap II ... 28

3.2.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

3.2.2. Judul ... 28

3.2.3. Tujuan ... 28

3.2.4..Bahan dan Alat Penelitian ... 28

3.2.5. Metode Penelitian ... 29

3.2.6. Prosedur penelitian ... 29

3.2.7. Parameter Yang Diamati ... 29

3.2.8. Analisis Data ... 30

3.3. .Penelitian Tahap III ……… 30

3.3.1. Tempat dan Waktu Penelitian. ... 30

3.3.2. Judul ... 30

3.3.3. Tujuan ... 31

3.3.4. Bahan dan Alat Penelitian ... 31

3.3.5. .Metode Penelitian ... 31

3.3.6. Prosedur Penelitian ... 32

3.3.7. Parameter Yang Diamati ... 32

3.3.7.Analisis Data ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 35

4.1.1.Penelitian Tahap I ... 35

4.1.1.1. Percobaan 1 4.1.1.1.a. Komposisi Perifiton ... 35

4.1.1.1.b. Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton ... 37

4.1.1.1.c. Kelimpahan Perifiton ... 37

4.1.1.2. Percobaan 2 4.1.1.2.a. Komposisi Perifiton ... 39

4.1.1.2.b. Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton ... 40

4.1.1.2.c. Kelimpahan Perifiton ... 40

4.1.2.Penelitian Tahap II ... 41

4.1.2.1.Tingkat Konsumsi Ikan Nilem ... 41

4.1.3. Penelitian Tahap III ... 41

4.1.3.1. Fisika dan Kimia Air ... 41

4.1.3.2. Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton ... 43

4.1.3.3. Kelimpahan Perifiton ... 43

4.1.3.4. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan ... 44

4.2. Pembahasan ... 47

4.2.1.Penelitian Tahap I ... 47 4.2.1.1. Percobaan 1


(16)

ix

4.2.1.2.b. Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton ... 52

4.2.1.2.c. Kelimpahan Perifiton ... 53

4.2.2.Penelitian Tahap II ... 54

4.2.2.1.Tingkat Konsumsi Ikan Nilem ... 54

4.2.3. Penelitian Tahap III ... 55

4.2.3.1. Fisika dan Kimia Air ... 55

4.2.3.2. Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton ... 57

4.2.3.3. Kelimpahan Perifiton ... 57

4.2.3.4. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan ... 58

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(17)

x

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Rata-rata Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton ... 37 2 Rata-rata Kelimpahan Perifiton selama penelitian ... 38 3 Intensitas Cahaya dan Kecerahan Perairan pada Berbagai Kedalaman

Selama Penelitian ... 38 4 Rata-rata Nilai Parameter Kualitas Air Selama Penelitian ... 39 5 Rata-rata Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton pada Berbagai

Waktu Pengamatan... 40 6 Rata-rata Kelimpahan Perifiton Berdasarkan Perlakuan ... 40 7 Konsumsi Perifiton pada Berbagai Ukuran Ikan Nilem ... 41 8 Nilai Parameter Fisika Kimia Air di KJA Waduk Cirata Selama

Penelitian ... 42 9 Rata-rata Keanekaragaman dan Indeks Dominansi Perifiton ... 43 10 Rata-rata Kelimpahan Perifiton pada Berbagai Perlakuan ... 44 11 Rata-rata Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Mas Selama

Penelitian ... 44 12 Nilai Rata-rata Kelangsungan Hidup dan Laju pertumbuhan Ikan Nilem


(18)

xi

1 Lokasi Penelitian di Waduk Cirata ... 8

2 Keramba Jaring Apung (KJA) yang Digunakan Dalam penelitian ... 11

3 Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) ... 12

4 Posisi Perifiton Dalam Suatu Ekosistem Perairan ... 18

5 Proses Pertumbuhan Perifiton ... 19

6 (A). Spyrogyra (B). Merismopedia (C). Zygnema ... 19

7 Komposisi Perifiton Berdasarkan Kelas ... 35

8 Perifiton yang Ditemukan di Tiap Kedalaman Substrat ... 36

9 Komposisi Perifiton Berdasarkan Kelas ... 39

10 Grafik Pertumbuhan Ikan Mas dan Ikan Nilem Selama 3 Bulan Masa Pemeliharaan ... 46


(19)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tata Letak Penempatan Jaring di KJA ... 67

2 Komposisi Genus Perifiton Selama Pengamatan ... 68

3 Komposisi Genus Perifiton Pada Perlakuan A ... 69

4 Komposisi Genus Perifiton Pada Perlakuan B ... 70

5 Komposisi Genus Perifiton Pada Perlakuan C ... 71

6 Komposisi Genus Perifiton Pada Perlakuan D ... 72

7 Komposisi Genus Perifiton Pada Perlakuan E ... 73

8 Komposisi Fitoplankton pada Usus Ikan Herbivora di Waduk Cirata .... 74

9 Kualitas Air Selama Penelitian ... 75

10 Biomassa Perifiton Selama Penelitian ... 76

11 Indeks Keanekaragaman ... 77

12 Indeks Dominansi ... 77

13 Analisis Statistik Kelimpahan Perifiton ... 78

14 PerhitunPerifiton yang ditemukan Selama Pengamatan ... 86


(20)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Budidaya perikanan di Indonesia pada awalnya menggunakan teknik tradisional, yaitu teknik budidaya ikan dengan hanya mengandalkan kesuburan perairan saja. Kegiatan budidaya dengan pola ini berlangsung secara turun temurun. Jenis ikan yang di budidayakan adalah ikan–ikan yang dapat memanfaatkan pakan alami seperti ikan nila, tambakan, grass carp, tawes dan nilem. Pakan ikan budidaya berupa organisme yang tumbuh di perairan (plankton, detritus, bakteri dll). Dengan bertambahnya penduduk, maka kebutuhan akan protein hewani dari ikan tidak dapat terpenuhi hanya dari budidaya perikanan berbasis kesuburan alami saja.

Pembudidaya ikan meningkatkan daya dukung perairan dengan cara pemupukan dan pemberian pakan tambahan . Sebagai contoh pada kegiatan budidaya ikan di karamba jaring apung di waduk, ikan budidaya harus mengandalkan pakan buatan. Pakan buatan yang diberikan sebagian besar akan dimanfaatkan oleh ikan, melalui proses pencernaan akan diperoleh energi dan nutrisi yang selanjutnya tersimpan dalam bentuk jaringan ikan sebagai biomassa. Sisanya akan terbuang ke perairan baik yang di ekskresikan dalam bentuk terlarut (NH3) maupun partikel organik berupa feses dan sisa pakan.Bahan – bahan tersebut akan mengalami proses pelarutan, sedimentasi, mineralisasi dan dispersi. Selanjutnya timbunan bahan organik limbah budidaya ikan tersebut akan memicu perubahan sifat fisika kimia air dan biologi dasar perairan sehingga akan berdampak pada degradasi lingkungan perairan tersebut.

Menurut Haris (2006) secara nasional produksi budidaya air tawar Indonesia naik dari 304. 579 ton pada tahun 1999 menjadi 488.080 ton pada tahun 2004. Dalam kurun waktu 6 tahun, produksi kolam naik 60 %, KJA naik 260 % tetapi mina padi turun 10 %. Selanjutnya dikatakan bahwa hal tersebut mengindikasikan bahwa kenaikan produksi berbasis budidaya dengan pellet/pakan buatan seperti pada budidaya ikan mas, nila, patin, lele dan gurame yang berasal dari KJA memberikan kontribusi 66 % dari produksi nasional pada tahun 2004.


(21)

2

Sedangkan budidaya berbasis pakan alami/ tanpa pelet seperti pada budidaya tawes, nilem, tambakan, sepat dll menurun, yaitu hanya 34 % . Fenomena ini memperlihatkan bahwa budidaya ikan di Indonesia sudah tidak bertumpu pada kesuburan perairan, pemanfaatan relung perairan dan tropik level, padahal teknologi tersebut adalah teknologi akuakultur yang terbaik sepanjang waktu (Harris, 2006).

Jumlah KJA di Waduk Cirata saat ini mencapai 40.000 unit dan setiap harinya membuang kelebihan pakan ikan (pellet) sekitar 50 ton ke dasar waduk (BPWC, 2004). Limbah organik hasil buangan dari kegiatan budidaya ikan di KJA pada kondisi berlebih dapat mencemari lingkungan perairan dan mengakibatkan sedimentasi di waduk. Menurut Garno (2002), penyumbang limbah organik terbesar (80%) ke dalam Waduk Cirata adalah dari limbah budidaya ikan di KJA yang mengakibatkan waduk bersifat mendekati hipertrofik. Hasil penelitian Nastiti et al. (2001) di perairan Cirata mengungkapkan bahwa, penyumbang N total dan P total terbesar ( 83,6 – 99,9 % ) adalah limbah budidaya ikan di KJA. Menurut Kartamiharja dan Krismono (1996), fenomena tersebut di duga karena pemanfaatan perairan waduk yang tidak sesuai dengan daya dukungnya, sehingga jika permasalahan tersebut tidak segera diatasi maka umur waduk menjadi lebih pendek dari perkiraan umur waduk pada saat dibangun.

Keberhasilan budidaya ikan di KJA tergantung pada pengaturan dan menjaga penyediaan pakan secara minimal dan standar lingkungan yang dibutuhkan ikan untuk tujuan produksi. Menurut Schmittou (1991) ada dua prinsip di dalam budidaya ikan di KJA yaitu 1) Ikan yang dibudidayakan harus dapat memanfaatkan makanan untuk pertumbuhan dan kesehatan baik pakan yang berasal dari alam (plankton) maupun pakan buatan yang diberikan oleh pembudidaya; 2) Pertukaran air antara didalam dan luar karamba harus diatas batas kebutuhan minimum, agar limbah dari budidaya dapat terbuang dan kesehatan ikan dapat dipertahankan.Tingginya kandungan bahan – bahan organik di perairan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi perairan seperti terjadinya blooming plankton termasuk perifiton yang akan berakibat pada produksi perikanan.


(22)

Perifiton adalah salah satu jenis plankton yang menempel pada substrat termasuk jaring sehingga apabila jumlahnya berlebihan maka akan mengganggu sirkulasi air antara didalam dan diluar karamba. Dengan demikian maka akan mengganggu pertumbuhan ikan yang dibududayakan. Perifiton adalah suatu komunitas kompleks dari mikrobiota yang menempel pada substrat, baik substrat organik maupun anorganik, hidup atau pun mati (Wetzel, 1983 dalam Hany 2009). Perifiton memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan rantai makanan pada ekosistem danau maupun waduk. Perifiton selain dapat berfungsi sebagai biofilter dan indikator kualitas air, juga dapat berfungsi sebagai alternatif pakan alami bagi ikan herbivora.

Oleh sebab itu perlu mencari suatu teknik budidaya ikan di KJA di waduk yaitu dengan memelihara jenis ikan pemakan perifiton yang dapat digunakan sebagai pengendali perifiton yang tumbuh di KJA akibat dari adanya limbah organik yang berlebihan sebagai ekses kegiatan budidaya.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:

1. Menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan perifiton yang tumbuh di Karamba Jaring Apung waduk Cirata.

2. Menganalisis kemampuan ikan nilem dalam memanfaatkan perifiton di KJA waduk Cirata

3. Menentukan jumlah ikan nilem yang tepat untuk mengendalikan perifiton sehingga kualitas air di KJA dapat mengoptimalkan pertumbuhan ikan mas.

1.3. Permasalahan

Keberadaan KJA yang sudah melebihi daya dukung perairan di waduk akan sulit dikurangi/ dihilangkan karena dapat menyebabkan konflik dengan pembudidaya ikan dan masyarakat di sekitar perairan waduk.Budidaya ikan dalam KJA di waduk Cirata telah memberikan keuntungan yang cukup besar, terbukti dari jumlah KJA di waduk Cirata yang terus meningkat dari waktu ke waktu, terutama setelah krisis moneter. Dilihat dari pakan yang diberikan pada ikan budidaya, maka kegiatan budidaya pada KJA yang ada di waduk Cirata masuk ke


(23)

4

dalam sistem budidaya intensif. Hal ini terlihat dari pemberian pakan dengan frekuensi pemberian rata- rata tiga kali sehari bahkan lebih dan penggunaan pakan komersial (pellet) yang mengandung protein tinggi (lebih dari 20 %) serta mengandung nutrisi lainnya yang cukup lengkap. Melimpahnya limbah organik yang berasal dari sisa pakan dan feses ikan ini mengakibatkan waduk Cirata menghadapi masalah yang cukup serius antara lain proses sedimentasi yang tinggi dan kesuburan perairan yang sangat tinggi sehingga menyebabkan penurunan kualitas air.

Pada kegiatan budidaya ikan secara intensif seperti di KJA waduk Cirata, maka pakan merupakan komponen biaya terbesar (dapat mencapai 40 – 70 % dari biaya produksi), sehingga biaya produksi yang dibutuhkan menjadi sangat besar. Petani sering tidk mendapatkan keuntungan karena pakan sangat tinggi bahkan dapat merugi. Sehubungan dengan hal tersebut Tacon (1998) menyatakan bahwa budidaya ikan dengan pakan buatan bermakna bukan meningkatkan produksi ikan. Hal tersebut karena secara mikro kegiatan tersebut efisien, tetapi secara makro (lingkungan) menjadi tidak efisien.

Limbah organik sebagai hasil buangan sisa pakan yang tidak dikonsumsi dan kotoran ikan dari kegiatan budidaya ikan di waduk pada kondisi berlebih dapat mencemari lingkungan perairan bahwa dari pakan yang diberikan maka hanya 25 % P dan 25 % N yang masuk ke ikan, sisanya terbuang ke lingkungan. Sisa pakan yang masuk ke lingkungan 10 % P dan 65 % N dalam bentuk terlarut, sedangkan 65 % P dan 10 % N berada dalam bentuk partikel. Pakan dalam bentuk partikel akan menjadi sedimen tergantung kondisi perairan dan dinamika di dasar perairan. Di perairan tawar pada keadaan di dasar perairan tidak ada oksigen, sejumlah P dilepaskan ke perairan sehingga mempercepat terjadinya eutrofikasi.

Plankton termasuk didalamnya perifiton berperan sangat sentral dalam memanfaatkan limbah oleh sebab itu adanya limbah organik yang berlebih akan digunakan sebagai nutrien, sehingga akan menpercepat terjadinya eutrofikasi perairan waduk. Menurut Dahuri (2003), eutrofikasi dapat mengakibatkan perairan pada kondisi annoxia (kekurangan oksigen) di dalam kolom air yang disebabkan kelebihan organisme pemakai oksigen yang sering dikombinasikan


(24)

dengan stratifikasi oksigen. Sebagian komunitas fitoplankton akan digantikan oleh jenis yang tidak diinginkan serta memiliki jumlah individu yang sangat banyak jumlahnya sehingga dapat menyebabkan kematian pada ikan.

1.4. Pemecahan Masalah

Perairan waduk merupakan kolam raksasa yang setiap harinya harus menampung aktivitas budidaya ikan intensif dengan pemberian pakan buatan dalam jumlah besar. Dampak dari aktivitas tersebut adalah daya dukung perairan waduk semakin menurun, terlihat dari terjadinya kematian massal ikan akibat up welling, dan serangan virus / bakteri. Oleh sebab itu perlu dicari teknik budidaya ikan yang tidak banyak menghasilkan limbah dan limbah yang ada diperairan tersebut dapat dimanfaatkan.

Penggunaan teknik budidaya yang dapat memanfaatkan seluruh relung perairan sudah lama ditinggalkan oleh petani ikan di Indonesia. Perairan waduk merupakan perairan yang mempunyai kedalaman, sehingga ikan yang dibudidayakan adalah ikan yang dapat memanfaatkan relung perairan tersebut, selain itu dapat juga digunakan jenis ikan yang dapat memanfaatkan plankton termasuk perifiton yang sering berlebihan, sehingga dapat mengurangi blooming plankton. Salah satu jenis ikan yang dapat memanfaatkan perifiton adalah ikan nilem.

Salah satu pemecahan masalah untuk mengurangi dampak keberadaan budidaya ikan di KJA secara teknis dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah perifiton di perairan yaitu dengan menggunakan ikan pemakan perifiton baik untuk ikan budidaya maupun ikan yang di tebar diluar KJA. Dengan menggunakan ikan pemakan perifiton sebagai ikan budidaya di KJA, selain dapat mengurangi jumlah perifiton juga di harapkan dapat meningkatkan pendapatan petani karena biaya produksi lebih rendah, serta lingkungan terjaga kualitasnya, yang pada akhirnya produksi ikan di KJA meningkat.


(25)

6

1.5. Hipotesis

Penebaran ikan nilem sebagai pemakan perifiton pada lapis luar KJA dengan jumlah yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan ikan mas pada lapis dalam KJA yang optimal .


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Waduk

Waduk adalah danau buatan manusia sebagai tempat menampung dan tangkapan air yang umumnya dibentuk dari sungai atau rawa dengan tujuan tertentu. Waduk dibangun dengan tujuan multi fungsi yaitu sebagai daerah tangkapan air yang akan dipergunakan untuk pembangkit listrik tenaga air , kegiatan pertanian, pengendali banjir, sarana olahraga air, budidaya perikanan dan untuk pariwisata. Indonesia mempunyai sekitar 800 danau dan 162 waduk buatan besar dan kecil untuk kepentingan irigasi pertanian, bahan baku air bersih, dan PLTA. Sekitar 500 danau dan waduk di Indonesia mulai terancam punah akibat pengelolaan yang tidak optimal, mulai dari hulu hingga hilir.

Waduk Cirata merupakan salah satu waduk besar di Jawa Barat, waduk ini selesai di bangun pada tahun 1988. Waduk tersebut dibangun dengan fungsi utama sebagai PLTA untuk menghasilkan daya listrik terpasang sebesar 1008 MW atau energi per tahun 1.426 GW jam sebagai pemasok tenaga listrik Jawa dan Bali (BPWC,2004). Volume air pada waktu normal adalah sekitar 2.160.000.000 m3, dengan luas permukaan sekitar 6.200 ha, kedalaman rata-rata sekitar 34,9 m, dan kedalaman maksimum mencapai 106 m. Status kesuburan waduk Cirata adalah mesotropic hingga eutropic (BPWC, 2004). Waduk Cirata merupakan waduk yang mendapat sumber air utama dari daerah aliran sungai Citarum. Pada awal dibangun, luas Waduk Cirata mencapai 6.200 hektar, adapun daerah yang tergenang dan menjadi Waduk Cirata ini, berasal dari 28 desa yang berada dalam delapan kecamatan yang termasuk ke dalam daerah administrasi Kabupaten Cianjur, Purwakarta dan Bandung.


(27)

8

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Waduk Cirata

Waduk Cirata adalah salah satu waduk yang dibangun di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Citarum sendiri merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat, dengan luas 6.080 km2

Beberapa anak sungai yang masuk ke Waduk Cirata diantaranya Sungai Cikundul, Cibalagung, Cisokan, Cihea, Cimeta dan Cilangkap (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perairan, 1999). Waduk Cirata termasuk dalam badan air yang memiliki fungsi utama sebagai pembangkit tenaga listrik dengan kekuatan 1008 MW (Tjokrokusumo 2000). Namun dengan berjalannya waktu Waduk Cirata memiliki manfaat lain yaitu sebagai media transportasi, rekreasi, dan perikanan. Dalam bidang perikanan terutama perikanan budidaya, Waduk Cirata sangat

dan panjang 269 km. Karena banyaknya debit air yang dialirkan oleh sungai yang bermuara di ujung Karawang, pemerintah membangun tiga bendungan untuk pembangkit listrik, yakni PLTA Saguling, Cirata, dan Jatiluhur.


(28)

dioptimalkan pemanfaatannya untuk kegiatan perikanan budidaya dengan menggunakan sistem Karamba Jaring Apung (KJA).

Salah satu permasalahan yang dihadapi waduk di Indonesia saat ini adalah tingginya sedimentasi sehingga sedimentasi telah menjadi faktor utama penyebab penurunan daya dukung ekosistem waduk. Waduk Cirata telah mengalami permasalahan seperti halnya waduk lainnya di Indonesia yaitu pendangkalan dan penurunan luasan perairan akibat tingginya sedimentasi. Peningkatan beban sedimentasi ini diduga disebabkan oleh peningkatan laju erosi akibat aktivitas-aktivitas di daratan , buangan limbah industri dan rumahtangga di DAS , serta aktivitas manusia di perairan seperti budidaya ikan dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) di waduk dengan pemberian pakan buatan yang berlebihan. Jumlah sedimen yang masuk ke waduk yang melebihi daya dukung akan mengurangi daya tampung air waduk sehingga dapat memperpendek usia fungsional waduk tersebut. Turunnya daya tampung air menyebabkan waduk tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, baik untuk keperluan irigasi maupun pembangkit tenaga listrik. Sebagai contoh Waduk Djuanda, Saguling, dan Cirata di DAS Citarum volumenya tinggal 57,6 persen dari volume pada saat baru dibangun.

Salah satu penyebab dari sedimentasi di Waduk Cirata adalah akibat aktivitas budidaya perikanan yang meningkat dari tahun ke tahun. Dengan teknik budidaya intensif di keramba jaring apung, petani memberikan pakan buatan secara berlebihan (sistem pompa), sehingga sisa pakan dan feses ikan banyak yang masuk ke perairan. Menurut BPWC (2004), pada awal pembangunan waduk jumlah petakan KJA yang dianjurkan 12.000 petak dengan jumlah pemilik 2472 , pada kenyataannya sampai tahun 2003 tercatat 39.690 petak dari jumlah pemilik 3899. Perkembangan KJA di perairan waduk Cirata sudah tidak terkendali, mulai tahun 1988--1994 meningkat 140% per tahun. Akibat dari pertambahan KJA yang tidak terkendali tersebut menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan perairan serta sedimentasi yang meningkat dari tahun ke tahun. Dampak negatif dari aktivitas budidaya ikan di karamba jaring apung di waduk adalah adanya buangan limbah budidaya selama operasional, limbah tersebut adalah sisa pakan


(29)

10

yang tidak termakan oleh ikan serta feses yang larut ke dalam perairan. Dalam budidaya perikanan secara komersial 30% dari total pakan yang diberikan tidak dikonsumsi oleh ikan dan sekitar 25-30% dari pakan yang dikonsumsi akan dibuang dalam bentuk feses. Kartamiharja dan Krismono (1996) mengemukakan bahwa pada budidaya KJA yang dilakukan petani ikan di Jawa Barat menunjukkan jumlah pakan yang terbuang ke perairan berkisar antara 30-40%. Bahan organik yang dihasilkan dari aktivitas budidaya ikan akan terakumulasi di bawah KJA yang berasal dari pakan yang tidak dikonsumsi dan kotoran ikan.

2.2. Karamba Jaring Apung (KJA)

Karamba jaring apung merupakan salah satu bentuk usaha bidang perikanan yang banyak diusahakan di Waduk Cirata (Gambar 2). KJA merupakan tempat upaya pembesaran ikan dengan menggunakan wadah budidaya berupa jaring yang diapungkan di permukaan air. Semua bagian sisinya diselubungi material jaring sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi air dan mempermudah pembuangan sisa pakan (Budiman et al 1991 dalam Prawita 2004). Sistem KJA di Waduk Cirata merupakan sistem usaha budidaya yang menerapkan pola intensif, yaitu menggunakan pakan buatan berupa pellet dengan kandungan protein tinggi (Krismono dan Poernomo, 1992).

Dalam pemanfaatannya, KJA memiliki fungsi sebagai sumber pendapatan, pemasok ikan, dan sarana yang menunjang perkembangan lokasi di sekitar waduk (Prawita 2004). Pemanfaatan tersebut sesuai dengan tujuan awal pengembangan jaring apung di Waduk Cirata yaitu memberikan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitar Waduk Cirata yang terkena proyek pembangunan PLTA.

Berdasarkan data yang tercatat, jumlah KJA di Waduk Cirata pada tahun 2006 telah mencapai 50.000 kolam atau 12.500 unit dan dari seluruh jumlah KJA tersebut, 60% KJA-nya atau 30 ribu kolam berada di wilayah Cianjur (Dadang dan Selamet 2008). Padahal berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No. 41 tahun 2002, jumlah KJA yang diperbolehkan di perairan Waduk Cirata sebanyak 12.000 kolam (1% dari luas perairan Waduk).


(30)

Gambar 2. Karamba Jaring Apung (KJA) yang digunakan dalam penelitian

2.3. Ikan Nilem (Osteochillus hasselti)

2.3.1.Klasifikasi Ikan Nilem

Menurut Saanin (1968), ikan nilem di klasifikasikan sebagai berikut: • Kingdom : Animalia

• Phylum : Chordata • Subphylum : Craniata • Class : Pisces

• Subclass : Actinopterygi • Ordo : Ostariophysi • Subordo : Cyprinoidae • Famili : Cyprinidae • Genus : Osteochillus

• Species : Osteochillus hasselti


(31)

12

Gambar 3. Ikan Nilem (Osteochillus hasselti)

2.3.2. Struktur Morfologis Ikan Nilem

Ikan nilem (Osteochillus hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia yang hidup di sungai – sungai dan rawa – rawa. Ciri ikan nilem hampir serupa dengan ikan mas. Ciri – cirinya yaitu pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut peraba. Sirip punggung disokong oleh 3 jari – jari lemah mengeras dan 12 – 18 jari – jari lemah. Sirip ekor bercagak dua bentuknya simetris, sirip dubur disokong oleh 3 jari – jari lemah mengeras dan 5 jari – jari lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari – jari lemah mengeras dan 13 – 15 jari – jari lemah. Jumlah sisik gurat sisi ada 33 – 36 keping, bentuk tubuh ikan nilem agak memanjang dan pipih, ujung mulut runcing dengan moncong (rostral) terlipat, serta bintik hitam pada ekornya merupakan ciri utama ikan nilem. Ikan ini termasuk kelompok omnivora, makanannya berupa ganggang penempel yang disebut epifiton dan perifiton (Djuhanda dan Tatang, 1985).

2.3.3.Budidaya Ikan Nilem

Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V), adalah salah satu komoditas budidaya ikan air tawar yang terkonsentrasi di Pulau Jawa khususnya di Wilayah Priangan, sementara sekarang pembudidayaan ikan tersebut hampir dilupakan/ditinggalkan. Data Statistik Perikanan Budidaya 2002 menunjukkan bahwa produksi ikan nilem terhadap produksi ikan budidaya lainnya dari tahun 1996 sampai 2000 persentasinya cenderung menurun berturut-turut 11,96; 7,28;


(32)

7,28; 6,78 dan 6,96%. Padahal ikan tersebut mempunyai potensi cukup besar dalam pengembangannya dimasa yang akan datang karena memiliki keunggulan komparatif.

Budidaya ikan nilem pada umumnya saat ini masih bersifat tradisional, bahkan hanya berupa produk sampingan dari hasil budidaya ikan secara polikultur dengan ikan mas, mujaer atau nila dan gurame. Dari kelompok Ciprinidae ikan nilem termasuk ikan yang tahan terhadap serangan penyakit, diduga karena ikan nilem termasuk dalam kelompok omnivora yang mengkonsumsi pakan alami dari kelompok ganggang yang disinyalir banyak mengandung anti bodi. Dengan mayoritas makanannya berupa perifiton dan tumbuhan penempel dengan demikian ikan nilem dapat berfungsi sebagai pembersih jarring (Jangkaru, 1980).

2.4. Ikan Mas (Cyprinus carpio)

2.4.1.Klasifikasi Ikan Mas

Menurut Saanin (1968) ikan mas diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum : Chordata

Class : Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub Ordo : Cyprynoidea Family : Cyprinidae Sub Family : Cyprininae Genus : Cyprinus

Species : Cyprinus carpio Linn

2.4.2. Struktur Morfologis Ikan Mas

Berdasarkan Djuhanda (1981), ikan mas memiliki ciri-ciri antara lain ukuran panjang tubuh lebih panjang dari tinggi tubuhnya (perbandingan panjang total dan tinggi badan 3,5 : 1), mulut di ujung kepala dan pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut peraba, badan ditutupi oleh sisik sikloid, ekor bercagak dua dan simetris. Ikan mas merupakan ikan yang hampir memakan


(33)

14

berbagai jenis pakan termasuk plankton (Lagler, 1972). Sumantadinata (1983) menyatakan bahwa ikan mas termasuk kelompok ikan omnivora yang lebih mudah memakan makanan yang berasal dari hewani.

2.4.3. Budidaya Ikan Mas

Ikan mas (Cyprinus carpio, Linn) merupakan ikan air tawar yang sudah dikenal di dunia, dibudidayakan mulai dari negara-negara tropis sampai dengan negara sub tropis. Ikan mas memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sehingga merupakan salah satu ikan yang relatif banyak dibudidayakan oleh pembudidaya. Sifat-sifat itu antara lain dapat mentolerir kisaran temperatur yang luas (20-30 oC) dan mudah memijah serta memiliki adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan (Webb, 1981). Budidaya ikan mas di Indonesia sudah tersebar diseluruh propinsi yang ada. Tingkat kesuksesan budidaya ikan mas berkaitan dengan teknologi budidaya ikan mas yang sudah lama dikenal oleh masyarakat serta ikan mas dikenal sebagai ikan yang mudah untuk memijah (Bardach et al., 1972). Data Statistik Perikanan Budidaya 2002 menunjukkan bahwa produksi ikan mas menunjukkan tren yang semakin meningkat. Di Wilayah Jawa Barat ikan mas banyak dibudidayakan di keramba jaring apung, kolam air deras, dan kolam tanah.

Sebagian besar usaha budidaya ikan mas menggunakan sistem budidaya semiintensif dan intensif. Budidaya ikan mas secara intensif dilakukan di kolam air deras dan keramba jaring apung (KJA). Usaha budidaya intensif ikan mas umumnya berupa monokultur atau terkadang polikultur dengan beberapa jenis ikan seperti ikan nila, tembakang, dan nilem (Sumantadinata, 1983). Usaha pembesaran ikan mas di KJA yang menggunakan jaring ganda biasanya menggunakan sistem polikultur dimana ikan mas berada di jaring dalam sedangkan ikan nila berada di jaring luar.


(34)

2.5. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Bahan Organik di Perairan

Limbah yang berasal dari budidaya intensif mengandung bahan organik yang tinggi. Limbah organik ini berasal dari sisa pakan yang terlarut dan tersuspensi dalam air , sisa metabolit, eksresi hewan budidaya berupa feses dan urin, pupuk, obat-obatan dan bahan perlakuan lainnya. Penguraian bahan organik melalui proses oksidasi aerobik, berlangsung sebagai bagian rantai makanan di alam, sebagai bahan makanan yang berasal dari bahan organik akan digunakan untuk membangun substansi vital dari jenis-jenis mikroba (Mara, 1976 dalam

Bachrianto, 1994)

Bahan organik total atau total organik matter (TOM) menggambarkan kandungan bahan organik total di suatu perairan yang terdiri atas bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid (Hariyadi et al, 1992). Bahan organik dalam suatu perairan budidaya dapat berasal dari sisa pakan, sisa metabolisme, pupuk, plankton yang mati dan beberapa sumber lainnya. Dalam perairan bahan organik secara tidak langsung berpengaruh pada organisme budidaya karena keberadaannya dapat mempengaruhi parameter kimia air lainnya sebagai bahan yang akan terdekomposisi baik secara aerob dan anaerob. Selain itu bahan organik juga merupakan faktor pendukung akan timbulnya jamur dan bakteri yang bersifat patogen.

Berdasarkan fungsinya, bahan organik menurut Goldman dan Horne (1983) dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu : 1) bahan organik yang dapat mengalami proses dekomposisi, contohnya N-organik, P-organik dan humus; 2) bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme, contohnya asetat, glukosa dan glikolat; 3) bahan organik yang dihasilkan oleh alga dan beberapa hewan yang berperan penting dalam pigmentasi darah dan klorofil, antara lain asam humik dan sitrat; 4) bahan organik yang dihasilkan oleh hewan dan tumbuhan yang dapat mempercepat atau menghambat pertumbuhan dirinya atau pesaingnya; 5) bahan organik yang dihasilkan oleh hewan atau tumbuhan untuk mempertahankan dirinya, sering kali bahan organik ini merupakan racun


(35)

16

bagi organisme lain, contohnya lendir yang dihasilkan oleh alga biru-hijau (blue green algae).

Berdasarkan sumbernya, Metcalf dan Eddy (1991) membedakan bahan organik menjadi tiga macam, yaitu 1) bahan organik yang berasal dari limbah domestik, yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, minyak dan surfaktan; 2) bahan organik yang berasal dari limbah industri yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, minyak, fenol dan surfaktan lainnya; 3) bahan organik yang berasal dari limbah pertanian, selain nutrien juga ada yang toksik seperti pestisida. Lebih lanjut dikatakan bahwa , nilai kandungan bahan organik diperairan dapat diukur sebagai karbon organik total (TOC, Total Organic Carbon), kebutuhan oksigen untuk proses kimia (COD, Chemichal Oxygen Demand), kebutuhan oksigen untuk proses biokimia (BOD, Biologychal Oxygen Demand).

Bahan organik dalam perairan berbentuk senyawa organik terlarut sampai bahan organik partikulat dalam agregar besar atau organisme mati yang bersumber baik dari dalam (autochtonous) maupun dari luar (allocthonous) perairan. Secara umum bahan organik mengandung 40 – 60 % protein, 25 – 50 % karbohidrat dan 10 % lemak dan minyak, serta urea (APHA, 1985). Menurut Sladeck, 1979 dalam Taurusman, (1999), bahan organik dalam ekosistem perairan akan terbentuk karena adanya proses anabolisme unsur hara oleh organisme primer dengan bantuan sinar matahari, lalu diikuti proses kehidupan organisme sekunder dan adanya masukan bahan organik dari ekosistem lainnya. Kandungan bahan organik dalam perairan dapat diukur secara langsung dengan cara mengukur kandungan bahan organik total (Total Organic Matter, TOM), (Wetzel dan Likens, 1991).

Seiring dengan penambahan jumlah pakan dalam kegiatan budidaya, beban bahan organik buangan yang harus dipikul oleh kolam budidaya semakin meningkat sehingga berimplikasi pada semakin tingginya tingkat penurunan kualitas media budidaya (Rosenbery, 2006). ).Peningkatan bahan organik dan unsur hara pada batas-batas tertentu akan meningkatkan produktivitas organisme akuatik, namun apabila masukan tersebut melebihi kemampuan organisme akuatik utuk memanfaatkannya akan timbul permasalahan serius. Permasalahan yang


(36)

timbul antara lain : tingkat kekeruhan menjadi tinggi sehingga menurunkan tingkat penetrasi sinar matahari dan proses fotosintesis di kolom air akan terhambat; makin meningkatnya jumlah tanaman berakar pada bagian litoral dan menghilangkan jenis plankton dan benthos tertentu serta jenis organisme akuatik lainnya; serta munculnya jenis organisme baru yang biasanya merugikan kepentingan perikanan (Jorgensen, 1980). Soeriatmaja (1981) menambahkan bahwa peningkatan bahan organik berlebihan akan membawa akibat-akibat seperti meningkatnya unsur kimia yang berlebihan, menurunkan pH dan oksigen terlarut, serta peningkatan aktivitas biologi yaitu proses dekomposisi.

Menurut Huisman (1987) dalam Harris (1996) menyatakan bahwa bila konversi pakan 1 : 1,5 ; maka setiap 1 kg pakan akan menghasilkan 514 gram padatan tersuspensi. Jika produksi udang tambak intensif sebesar 5 ton, maka pakan yang digunakan sebesar 7.500 kg, sehingga akan menghasilkan limbah organik dalam bentuk padatan tersuspensi sebesar 3.855 kg, yang selanjutnya akan terbuang ke perairan sekitarnya.

2.6. Perifiton

Perifiton adalah suatu komunitas kompleks dari mikrobiota yang menempel pada substrat, baik substrat organik, an-organik, hidup atau pun mati (Wetzel, 1983 dalam Hany 2009). Menurut Welch (1980) perifiton merupakan asosiasi organisme akuatik yang menempel pada batang dan daun tanaman berakar atau permukaan substrat lainnya yang berada di bawah permukaan air. Sedangkan menurut Odum (1971) perifiton adalah komunitas organisme yang hidup di atas atau sekitar substrat yang tenggelam (Gambar 4).


(37)

18

Gambar 4. Posisi perifiton dalam suatu ekosistem perairan Sumber : http://jmarcano.com/graficos/images/65.gif.

Perifiton selain berperan sebagai produsen primer di perairan eufotik, juga dapat berperan sebagai biofilter dan akumulator senyawa-senyawa konsentrat tinggi di perairan. Peran-peran ini menjadikan perifiton sebagai bioconditioner

atau penyeimbang sistem ekologis .

Proses pertumbuhan komunitas perifiton melalui empat tahap, yaitu kolonisasi awal perifiton pada permukaan substrat, pertumbuhan diatom, kolonisasi algae berfilamen hingga membentuk komunitas perifiton yang dapat tumbuh hingga maksimal, dan pelepasan fragemen perifiton sehingga menyebabkan adanya kolonisasi perifiton yang baru atau suksesi. Perkembanagan perifiton dapat dipandang sebagai proses akumulasi hasil kolonisasi dengan proses biologi yang menyertainya dan berinteraksi dengan faktor fisika dan kimia perairan (Nuraiani 2005 dalam Hany 2009).

Pelepasan perifiton terjadi setelah perifiton mengalami kematian akibat telah mencapai titik puncak pertumbuhan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, kemampuan untuk memproses nutrien, dan komposisi perifiton yaitu, ketersediaan cahaya, kualitas air, dan tipe substrat. Pertumbuhan perifiton dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya untuk proses fotosintesis (Stokes et al. 1970; Weitzel 1979 dalam Hany 2009).


(38)

Gambar 5. Proses Pertumbuhan Perifiton

Jenis-jenis perifiton didominasi oleh golongan plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton. Beberapa jenis yang sering ditemui di perairan tawar adalah Spirogyra, Cymbella, Zygnema, Navicula, Pinularia, Synedra, Oscillatoria, Cosmarium, Merismopedia, Nitzschia, Spirulina, Diatom, dan sebagainya , contoh gambar perifiton dapat dilihat pada gambar 6.

(A) (B) ©

Gambar 6. (A). Spyrogyra (B). Merismopedia (C). Zygnema (Sumber :

Struktur komunitas merupakan pola kelimpahan suatu jenis dan pola keterikatan antar jenis dalam sebuah komunitas (Barnes dan Mann 1993). Pada

Dominansi perifiton pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan, kandungan nutrien perairan, dan musim. Tidak semua jenis perifiton menempel secara permanen pada suatu substrat. Ada beberapa jenis perifiton yang hanya menempel sementara, misalnya hanya pada saat bereproduksi atau terbawa arus sehingga terjebak dalam koloni perifiton permanen.


(39)

20

perairan danau dan waduk, fitoplankton yang kodominan (dominan lebih dari satu) biasanya meliputi kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae (Boney 1975 dalam Prasetiya 2007).

Pertumbuhan dan perkembangan perifiton biasanya didukung oleh faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perifiton diantaranya tipe perairan (sungai, waduk, atau laut), intensitas cahaya (lama penyinaran) kecerahan, kekeruhan, tipe substrat (kondisi, lokasi, kedalaman, ketersediaan dan lama perendaman), pergerakan air (arus dan kecepatan), pH, alkalinitas, unsur hara, bahan terlarut, suhu, oksigen dan CO2

• Epipelik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan sedimen. .

Selain faktor-faktor diatas, perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya tergantung pada kemantapan substratnya. Berdasarkan penelitian Suparlina (2003) dengan menggunakan kolam berkonstruksi beton jumlah biota perairan menjadi lebih banyak. Hal ini karena kolam berkonstruksi beton dapat menahan air lebih baik, sehingga membuat kondisi perairan kolam lebih stabil dan terkontrol.

Berdasarkan substrat tempat menempelnya Weitzel (1979) membedakan perifiton menjadi beberapa jenis, yaitu:

• Epilitik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan batuan. • Epifitik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan tumbuhan. • Epizoik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan hewan.

Epipsamik, mikroorganisme yang hidup dan bergerak diantara butiran-butiran pasir.


(40)

III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksaakan di Karamba Jaring Apung (KJA) dengan mengambil lokasi di Waduk Cirata, Jawa Barat melalui 3 tahap sebagai berikut:

3.1. Penelitian Tahap I

Tahap penelitian ini terdiri atas 2 seri percobaan:

3.1.1.Percobaan 1: 3.1.1.a. Judul

Pengaruh perbedaan kedalaman posisi jaring yang diletakkan di perairan terhadap keanekaragaman dan kelimpahan perifiton.

3.1.1.b. Tujuan

Untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan perifiton yang tumbuh di jaring pada berbagai strata kedalaman.

3.1.1.c. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 15 hari di KJA Waduk Cirata Jawa Barat dan di Laboratorium Balai Riset Budidaya Air Tawar Bogor.

3.1.1.d. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1.Bahan jaring sebagai substrat dengan lebar mata jaring ¾ inci, masing- masing lembaran jaring memiliki luasan 0,25 m2

2.Tali pengait, untuk mengikat substrat pada bambu.

(0,5 m x 0,5 m) sebanyak 30 buah.

3.Akuades, untuk mengencerkan sampel yang diambil. 4.Alkohol 70%, digunakan dalam mengawetkan perifiton.

5.Bingkai bambu digunakan untuk membuat bentuk jaring tetap selama penelitian.


(41)

22

6.Pemberat, untuk menahan substrat jaring agar tidak mengapung dan terbawa arus.

Alat-alat yang digunakan antara lain :

1.Botol sampel, digunakan untuk menyimpan sampel perifiton.

2.Mikroskop binokuler, digunakan untuk mengidentifikasi perifiton yang diambil.

3.Object glass, digunakan untuk membuat preparat. 4.Cover glass ukuran 22 x 22 mm2

5.Pipet tetes, digunakan untuk mengambil sampel perifiton dari botol sampel.

digunakan untuk menutup preparat.

6.Secchi disk, untuk mengukur transparansi cahaya

7.pH meter merek HACH untuk mengukur derajat keasamaan

8.DO meter merek YSI Incorporated untuk analisis kandungan oksigen terlarut (DO) dan suhu

9.Spektrofotometer dan alat titrasi Biuret untuk mengukur parameter kualitas air.

3.1.1.e. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan tiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Perlakuan yang diakukan adalah :

• Perlakuan A : Perendaman jaring pada kedalaman 1 m • Perlakuan B : Perendaman jaring pada kedalaman 2 m • Perlakuan C : Perendaman jaring pada kedalaman 3 m • Perlakuan D : Perendaman jaring pada kedalaman 4 m

3.1.1.f . Prosedur penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah bahan jaring dengan luasan 0,25 m2 (50 cm x 50 cm) sebanyak 20 buah. Jaring diberi pemberat agar kedudukan jaring tidak berubah selama penelitian.Setiap jaring dilengkapi dengan tali pengait


(42)

untuk mengaitkan jaring pada batang bambu.Bahan yang dipersiapkan direndam di KJA perairan waduk cirata dengan berbagai kedalaman sesuai dengan perlakuan dan dibuat dalam lima lokasi sebagai ulangan.Sebelum direndam masing – masing jaring diberi penanda (tag) dan ditimbang bobotnya. Selanjutnya pada hari yang telah ditentukan setiap jaring ditimbang untuk keperluan penghitungan biomassa basah perifiton, selain itu digunakan sebagai bahan pengamatan yang lain.

3.1.1.g. Parameter Yang Diamati 3.1.1.g.1. Komposisi Perifiton

Komposisi perifiton dilihat dari seluruh perifiton yang teridentifikasi dari awal sampai akhir penelitian. Identifikasi perifiton menggunakan buku identitikasi karangan Sachlan (1972) dan Needham and Needham (1962)

3.1.1.g.2. Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton

Indeks ini digunakan untuk mengetahui keragaman jenis perifiton pada perairan. Keragaman dihitung dengan rumus Indeks Keragaman Simpson (Krebs 1975), yaitu:

D = 1-

∑ (pi)

2

pi = ni/N

Keterangan :

D = Indeks Keragaman.

pi = ni/N = Proporsi jumlah individu dalam satu genus dibagi dengan jumlah total individu.

Untuk memperoleh informasi mengenai jenis perifiton yang mendoninansi pada suatu komunitas pada tiap habitat digunakan rumus Indeks Dominansi Simpson (Krebs, 1975), yaitu:

C =

Σ

(pi)

2

Keterangan :


(43)

24

pi = ni/N

ni = Jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu

Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan dominansi species perifiton, yaitu:

• Mendekati 0 = indeks semakin rendah atau dominansi oleh satu spesies • Mendekati 1 = indeks besar atau cenderung dominansi oleh beberapa

spesies perifiton.

3.1.1.g.3. Kelimpahan Perifiton

Kelimpahan Perifiton dihitung atas dasar perhitungan plankton,yaitu

berdasarkan Inverted Microscope Method Counts (APHA 1985). Rumus yang digunakan adalah :

Ac

x

Vs

x

As

Vt

x

At

x

n

N

=

Keterangan :

N = Jumlah perifiton (Ind/cm2)

n = Jumlah perifiton yang tercacah (ind) At = Luasan cover glass (22x22mm2)

Vt = Volume konsentrat pada botol contoh (30ml) Ac = Luasan amatan (3,14x16x3mm2)

Vs = Volume pada cover glass (0,05ml) As = Luas substrat yang dikerik (5x5cm2)

3.1.1.h. Analisa Data

Analisis untuk data kelimpahan perifiton dilakukan dengan menggunakan ANOVA dengan uji F, apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5 % (Gasperz, 1991). Sedangkan Analisis untuk data Indeks Keanekaragaman, Indeks Dominansi dilakukan secara deskriptif komparatif.


(44)

3.1.2.Percobaan 2: 3.1.2.a. Judul

Pengaruh lama perendaman terhadap keragaman dan kelimpahan perifiton

3.1.2.b.Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan perifiton pada media tumbuh dengan lama waktu pemeliharaan yang berbeda.

3.1.2.c. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 15 hari di KJA Waduk Cirata Jawa Barat dan di Laboratorium Balai Riset Budidaya Air Tawar Bogor.

3.1.2.d. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bahan jaring dengan lebar mata jaring ¾ inci, sebanyak 25 buah dengan masing-masing lembaran jaring memiliki luasan 0,25 m2

2. Bingkai bambu, sebanyak 25 buah yang digunakan untuk membuat bentuk jaring tetap selama penelitian.

(0,5m x 0,5m), digunakan sebagai media penempelan perifiton.

3. Tali pengait, untuk mengikat substrat pada bambu. 4. Akuades, untuk mengencerkan sampel yang diambil. 5. Alkohol 70 %, untuk mengawetkan sampel yang diambil. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Botol sampel, untuk menyimpan sampel yang didapat.

2. Scalpel (pisau pengerik), untuk mengerik perifiton yang menempel pada substrat untuk kemudian ditempatkan dalam botol sampel.

3. Mikroskop binokuler, untuk mengidentifikasi perifiton yang diambil. 4. Object glass, untuk membuat preparat.


(45)

26

5. Cover glass, untuk menutup preparat pada object glass.

6. Pipet tetes, untuk mengambil sampel perifiton dari botol sampel

7. Planktonnet (20 mikron) diameter 10 inchi, untuk menyaring perifiton yang telah dikerok.

3.1.2.e. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode experimental dengan rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok dengan 5 perlakuan, adapun perlakuannya sebagai berikut:

A: 3 hari, B: 6 hari, C: 9 hari, D: 12 hari, E: 15 hari,

Setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Penempatan perlakuan dan ulangan dilakukan secara acak dengan menggunakan acuan buku Gasperz (1991).

.

3.1.2.f. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan bahan jaring dengan ukuran 25 x 25 cm dengan mata jaring ¾ inchi diletakkan dengan menggunakan tali pengikat dan diberi pemberat agar jaring tidak berubah kedudukan, jaring ditempatkan pada berbagai kedalaman sesuai dengan perlakuan.Sebelum jaring ditempatkan pada masing-masing perlakuan , jaring direndam dulu beberapa saat dan ditimbang untuk menghitung berat jaring awal (sebelum ditempeli perifiton) dan setiap jaring diberi tanda untuk memudahkan pada waktu sampling.

3.1.2.g. Parameter Yang Diamati 3.1.2.g.1. Komposisi perifiton

Komposisi perifiton dilihat dari seluruh perifiton yang teridentifikasi dari awal sampai akhir penelitian. Identifikasi perifiton menggunakan buku identitikasi karangan Sachlan (1972) dan Needham and Needham (1962)


(46)

3.1.2.g.2. Keragaman dan Dominansi Perifiton

Indeks ini digunakan untuk mengetahui keragaman jenis perifiton pada perairan. Keragaman dihitung dengan rumus Indeks Keragaman Simpson (Krebs 1975), yaitu:

D = 1-

∑ (pi)

AcxVsxAs nxAtxVt

2

pi = ni/N

Keterangan :

D = Indeks Keragaman.

pi = ni/N = Proporsi jumlah individu dalam satu genus dibagi dengan jumlah total individu.

Nilai indeks keanekaragaman Simpson berkisar antara 0 = 1. Menurut Odum (1971), ekosistem perairan dikatakan baik apabila nilai indeks keragaman Simpson berkisar antara 0.6 – 0,8

Untuk mengetahui dominansi perifiton digunakan Indeks Dominansi Simpson (Krebs 1975), yaitu:

C =

Σ

(Pi)²

Keterangan:

C = Indeks dominansi Pi = ni/N

ni = Jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu

3.1.2.g.3. Kelimpahan Perifiton

Kelimpahan perifiton dihitung atas dasar perhitungan plankton, yaitu berdasarkan Inverted Microscope Method Counts (APHA 1985). Metode pengamatan dilakukan dengan metode strip sebanyak dua kali ulangan.

N =


(47)

28

n = Jumlah perifiton yang tercacah (ind) At = Luasan cover glass (22x22mm²)

Vt = Volume konsentrat pada botol contoh (30ml) Ac = Luasan amatan (3,14x16x2mm²)

Vs = Volume pada cover glass (0,1ml)

As = Luas substrat yang dikerik (5x5cm²)

3.1.2.h. Analisis Data

Data yang diperoleh selama penelitian, dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis untuk data kelimpahan perifiton dilakukan dengan menggunakan Analisis Varian (ANAVA) dengan uji F, apabila terdapat perbedaan antar perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5% (Gasperz 1991). Sedangkan analisis untuk data Indeks Keragaman dan Indeks Dominansi dilakukan secara deskriptif komparatif.

3.2. Penelitian tahap II

3.2.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Waduk Cirata dan di Laboratorium Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar

3.2.2. Judul

Kemampuan ikan nilem dalam memanfaatkan perifiton.

3.2.3. Tujuan

Untuk mengetahui jumlah (bobot) perifiton yang dimanfaatkan oleh ikan nilem.

3.2.3. Bahan Penelitian

Ikan yang digunakan adalah ikan nilem sebanyak 5 ekor dengan berbagai ukuran yaitu 5 – 7 gram; 8 – 10 gram , sebelum ikan ditebar dipuasakan dulu selama 2 hari untuk memastikan bahwa lambung dalam keadaan kosong. Wadah yang digunakan adalah akuarium ukuran 60 x 40 x 40 cm dengan volume air 5 liter, air media yang digunakan adalah air bebas dari plankton. Pakan yang


(48)

digunakan adalah perifiton sebagai hasil penanaman di waduk cirata . Perifiton sebelum diberikan ke ikan ditimbang dulu. Ikan ditimbang bobotnya di awal dan diakhir penelitian.

3.2.4. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan tiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Perlakuan yang diakukan adalah :

• Perlakuan A : Bobot ikan 5 – 7 gram • Perlakuan B : Bobot ikan 8 – 15 gram • Perlakuan C : Bobot ikan 16 – 20 gram

3.2.5. Prosedur Penelitian

Ikan yang digunakan adalah ikan nilem sebanyak 5 ekor dengan berbagai ukuran yaitu 5 – 7 gram; 8 – 10 gram , sebelum ikan ditebar dipuasakan dulu selama 2 hari untuk memastikan bahwa lambung dalam keadaan kosong. Wadah yang digunakan adalah akuarium ukuran 60 x 40 x 40 cm dengan volume air 5 liter, air media yang digunakan adalah air bebas dari plankton. Pakan yang digunakan adalah perifiton sebagai hasil penanaman di waduk cirata . Perifiton sebelum diberikan ke ikan ditimbang dulu. Ikan ditimbang bobotnya di awal dan diakhir penelitian.

3.2.6. Parameter Yang Diamati .

Parameterr yang diamati meliputi

3.2.6.a. Tingkat Konsumsi Pakan Ikan Nilem

Untuk menghitung tingkat konsumsi ikan nilem digunakan rumus:

W = Wpo –Wpt/ Wit – Wio

Keterangan:


(49)

30

Wpt = bobot perifiton pada waktu t Wit = bobot ikan pada waktu t Wio = bobot ikan awal

3.2.6.b. Keragaman Perifiton

Untuk menghitung keaneka ragaman perifiton di dalam isi perut ikan nilem (individu/cc) dilakukan dengan cara membedah isi lambung ikan nilem pada akhir penelitian.

Untuk identifikasi perifiton digunakan buku identifikasi Needham (1963), sedangkan untuk menghitung keragaman jenis perifiton digunakan rumus indeks keragaman Shannon – Wiener yaitu:

H’ =

∑ [

n1 ] Ln [

n1 ]

N N

H’ = Indeks keragaman Shanon – Wiener] n1 = Jumlah individu suatu jenis

N = jumlah total individu

3.2.6.d. Analisis Data

Data dianalisa dengan ANOVA dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur.

3.3. Penelitian Tahap III

3.3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Waduk Cirata, Jawa Barat dan di Laboratorium Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor, penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dari Juli sampai dengan September 2009.

3.3.2. Judul


(50)

3.3.3.Tujuan

Untuk mengetahui jumlah ikan nilem yang tepat untuk mengendalikan perifiton sehingga kualitas air di KJA dapat mengoptimalkan pertumbuhan ikan mas.

3.3.4. Bahan Penelitian

Ikan yang digunakan adalah ikan nilem dengan bobot awal 5 g/ ekor dan ikan mas dengan bobot awal 10 g/ ekor. Pakan yang digunakan berupa pakan komersial tipe tenggelam dengan kandungan protein pakan sebesar 27%. Wadah percobaan adalah karamba jaring dengan bahan polyetilen. Jaring terbagi menjadi dua lapis, jaring apung luar untuk pemeliharaan ikan nilem berukuran 2 X 2 X 3 m dan jaring dalam untuk pemeliharaan ikan mas berukuran 1 x 1 x 1,5 m dengan lebar mata jaring ½ inchi. Timbangan yang digunakan untuk mengukur biomassa ikan total menggunakan timbangan duduk dengan kapasitas 20 kg, sedangkan untuk menimbang biomassa individu ikan digunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 gram.

3.3.5. Metodelogi Penelitian

Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah padat penebaran ikan nilem yaitu :

A. Pemeliharaan 400 ekor ikan nilem dengan ikan mas 200 ekor. B. Pemeliharaan 300 ekor ikan nilem dan ikan mas 200 ekor. C. Pemeliharaan 200 ekor ikan nilem dan ikan mas 200 ekor. D. Pemeliharaan 100 ekor ikan nilem dan ikan mas 200 ekor. E. Pemeliharaan 0 ekor ikan nilem dan ikan mas 200 ekor. F. Pemeliharaan 400 ekor ikan nilem dan ikan mas 0 ekor.

Sampling dilakukan setiap 2 minggu sekali. Penimbangan bobot individu ikan dilakukan sebanyak 10% dari populasi total.


(51)

32

3.3.6. Prosedur Penelitian

Ikan yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan nilem dengan berat rata-rata 5 g/ekor dan ikan mas dengan berat rata-rata ukuran 10 g/ekor. Padat tebar ikan mas per jaring 200 ekor. Wadah percobaan adalah karamba jaring dibuat dua lapis, jaring apung luar berukuran 2 X 2 X 3 m dan jaring dalam berukuran 1 x 1 x 1,5 m dengan lebar mata jaring ½ inchi. Ikan nilem ditebar diantara lapis luar dan lapis dalam, sedangkan ikan mas ditebar di dalam jaring lapis dalam .Pakan yang diberikan berupa pakan komersial yang hanya diberikan pada ikan mas dengan komposisi proksimat pakan sebagai berikut : kadar air : 8,7 %; Protein :26,89 %; Lemak : 6,87 %; Abu : 10,85 % dan Serat Kasar : 2,48 % ). , diberikan sebanyak 5% dari bobot total per hari, dengan frekuensi pemberian 3 kali per hari.

3.3.7. Parameter Yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi :

3.3.7.a. Parameter Fisika dan Kimia Air

Parameter fisika dan kimia air yang diamati antara lain : Suhu air , O2,CO2 ; pH; NH3 –N dan PO4.

3.3.7.b. Parameter Biologi Perairan

Parameter biologi yang diamati meliputi keanekaragaman dan kelimpahan perifiton.

1. Keanekaragaman Perifiton

Keanekaragaman perifiton dihitung dengan menggunakan rumus beri kut

H’ =

∑ [

n1 ] Ln [

2,3026 < H’ < 6,9078 = keaneka ragaman sedang

n1 ]

N N

H’ = indeks keanekaragaman Shannon – Winner ni = jumlah individu jenis ke i

N = jumlah total individu

Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: H’ < 2,3026 = keaneka ragaman rendah


(52)

H’ > 6,9078 = keaneka ragaman tinggi

2. Kelimpahan Perifiton.

Kelimpahan perifiton dihitung berdasarkan rumus berikut (APHA, 1989) :

Ac

x

Vs

x

As

Vt

x

At

x

n

N

=

N = Jumlah perifiton (Ind/cm2)

n = Jumlah perifiton yang tercacah (ind) At = Luasan cover glass (22x22mm2)

Vt = Volume konsentrat pada botol contoh (30ml) Ac = Luasan amatan (3,14x16x3mm2)

Vs = Volume pada cover glass (0,05ml) As = Luas substrat yang dikerik (5x5cm

2

     =

N ni C

2

Untuk menghitung komposisi jenisnya digunakan rumus : C = Indeks dominasnsi Simpson

ni = jumlah individu jenis ke i N = jumlah total individu

Nilai C berkisar antara 0 – 1 apabila nilai C mendekati 0 berarti hampir tidak ada idividu yang mendominasi, sedangkan apabila nilai C mendekati 1 berarti terjadi dominasi jenis tertentu (Odum,1971).

3.3.7.c. Parameter Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian dan kelangsungan hidup.

1. Pertumbuhan Mutlak (G)


(53)

34

G

=

W

t

W

0

Wt = bobot ikan pada akhir penelitian W0 = bobot ikan pada awal penelitian

2. Laju Pertumbuhan Bobot Rata-Rata Harian (SGR) 0 x100

T W Ln W Ln

SGR = t

Wt = bobot ikan pada akhir penelitian W0 = bobot ikan pada awal penelitian T = waktu penelitian

c.3. Kelangsungan Hidup (SR) (%)

100

0

x

N

N

SR

=

t Nt = Jumlah ikan pada akhir penelitian N0 = Jumlah ikan pada awal penelitian

3.3.8.Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk menggambarkan data fisika kimia air dan populasi perifiton dianalisis secara deskriptif, sedangkan data pertumbuhan dianalisis secara statistik dengan Anova dan uji Duncan dengan selang kepercayaan 95%.


(54)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Penelitian Tahap I 4.1.1.1. Percobaan 1:

4.1.1.1.a . Komposisi Perifiton

Selama penelitian ditemukan tiga kelas perifiton yaitu Bacillariophyceae (9 genus), Chlorophyceae (28 genus), dan Cyanophyceae (6 genus) yang terdistribusi pada setiap level kedalaman. Kelas Clorophyceae merupakan kelas dengan jumlah genus terbanyak yang ditemukan yaitu 28 genus atau 65% dari seluruh genus yang ada. Namun demikian banyaknya genus Chlophyceae yang ditemukan ternyata tidak diikuti oleh kelimpahan individunya. Kelimpahan terbesar ditempati oleh kelas Bacillariophyceae (Gambar 7)

Gambar 7. Komposisi Perifiton Berdasarkan Kelas

Genus dari kelas Bacillariophyceae yang terbanyak ditemukan adalah Navicula dan Synedra. Sementara itu, pada kelas Cyanophyceae genus yang dominan adalah Oscillatoria dan Merismopedia. Pada kelas Chlorophyceae distribusi genusnya hampir merata di semua level kedalaman.


(55)

36

Gambar 8. Perifiton yang Ditemukan di Tiap Kedalaman Substrat

Cym bella (Data Prim er)

Cosm arium

(http:/ / en.wikipedia.org/ wiki/ Periphyton )

Navicula (Data Prim er)

Synedra

(Data Prim er) (http:/ / en.wikipedia.org/ wiki/ Periphyton ) Oscillatoria Merism opedia

(Data Prim er)

Nitzschia

(www.plank-about.blog.fs.com )


(56)

4.1.1.1.b. Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton

Nilai keanekaragaman perifiton pada berbagai kedalaman dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata–rata Indeks Keanekaragaman dan Dominansi perifiton

Perlakuan Indeks Keanekaragaman Indeks Dominansi

A (1m) 0.75 + 0.073 0.26 + 0.058

B (2m ) 0.85 + 0.026 0.18 + 0.026

C (3m) 0.89 + 0.019 0.12 +

D (4m)

0.019 0.89 + 0.023 0.11 + 0.023

Dari nilai indeks keanekaragaman dari berbagai kedalaman yang terendah adalah kedalaman 1 m yaitu mempunyai nilai 0,75 + 0,073 sedangkan yang tertinggi yaitu pada perlakuan C ( kedalaman 3 m) dan perlakuan D (kedalaman 4 m) yaitu 0,89 + 0,019 dan 0,89 + 0,023.

Nilai indeks dominansi yang dihasilkan dari berbagai kedalaman jaring dihasilkan nilai indeks dominansi tertinggi yaitu pada perlakuan A (kedalaman 1 m) yaitu sebesar 0,26 + 0,058 dan yang terendah pada perlakuan D (kedalaman 4 m ) yaitu dengan nilai 0,11 + 0,023.

4.1.1.1.b. Kelimpahan Perifiton

Selama periode penelitian nilai kelimpahan perifiton pada berbagai kedalaman jaring disajikan pada tabel berikut ini :


(57)

38

Tabel 2. Rata – rata kelimpahan perifiton selama penelitian (ind/cm2

Kelas

) Perlakuan

A (1 m) B ( 2 m ) C ( 3 m ) D ( 4 m )

Chorophyceae 1.355 2.543 6.027 5.965

Bacylariophyceae 4.841 4.049 5.590 5.204

Cyanophyceae 3.325 1.649 1.654 1.469

Total 9.521+1,7a 8.241+1,2a 13.271+2,4a 12.638+2,4a Keterangan : Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama memberikan

pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%. Hasil analisa statistik hubungan antara kelimpahan total perifiton terhadap kedalaman jaring tidak berbeda nyata dari setiap perlakuan,walaupun kalau dilihat dari jumlah kelimpahannya bahawa semakin dalam jaring angka kelimpahan meningkat.

Nilai intensitas cahaya dan kecerahan perairan pada setiap kedalaman disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Intensitas Cahaya dan Kecerahan Perairan pada Berbagai Kedalaman Selama Penelitian

Kedalaman (meter) Intensitas Cahaya (lux) Kecerahan perairan (cm)

1 m 52,156 – 79,221

52 - 95,5

2 m 29,762 – 58,395

3 m 16,983 – 43,044

4 m 9,691 – 31,666

Berdasarkan data pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil pengukuran kecerahan perairan yang diukur menggunakan secchi disk hanya mampu menembus perairan hingga kedalaman 52-95,5cm. Namun berdasarkan hasil pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter dapat diketahui bahwa cahaya masih dapat menembus perairan hingga kedalaman 4 m walaupun nilainya terus menurun seiring bertambahnya kedalaman (Lampiran ).

Parameter kualitas air tersebut meliputi parameter fisika dan kimiawi perairan. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4.


(58)

Tabel 4 Rata-Rata Nilai Parameter Kualitas Air Selama Penelitian.

Parameter Kedalaman Satuan

0.2 m 1 m 5 m

Suhu 30,7 30,7 29,8 0C

DO 4,5 4,12 2,3 mg/L

pH 7,36 7,37 7,43 -

Nitrat 0,69 0,6 0,92 mg/L

Nitrit 0,015 0,02 0,022 mg/L

Orthoposfat 0,35 0,368 0,373 mg/L

Alkalinitas 111,42-211,3 mg/L

Sumber : BPWC 2009 dan Pengukuran sendiri

4.1.1.2.Percobaan 2:

4.1.1.2.a. Komposisi Perifiton

Berdasarkan hasil identifikasi perifiton pada semua perlakuan (perlakuan A, B, C, D, dan E) di lokasi penelitian, ditemukan 36 genus perifiton yang terbagi atas tiga kelas, yaitu kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae (lampiran 4). Kelas Chlorophyceae mempunyai komposisi genus terbanyak, yaitu sebanyak 20 genus atau kira-kira 56 % dari seluruh genus yang ada, sedangkan kelas Bacillariophyceae mempunyai komposisi sebanyak 9 genus atau 25 % dan kelas Cyanophyceae sebanyak 7 genus atau 19 % (Gambar 8).

CHLOROPHYCEAE 56% BACILLARIOPHYCEAE

25%

CYANOPHYCEAE 19%

CHLOROPHYCEAE BACILLARIOPHYCEAE CYANOPHYCEAE

Gambar 9. Komposisi Perifiton Berdasarkan Kelas


(1)

1 2 3 4 5

Chlorophyceae A 606,9 260,1 202,3 317,9 578,0

B 3294,6 1531,7 2427,6 2601,0 2398,7 C 8467,7 4884,1 3496,9 3207,9 2543,2 D 1907,4 1849,6 1156,0 7427,3 4392,8 E 2803,3 4421,7 2687,7 3843,7 2687,7 Total 17079,9 12947,2 9970,5 17397,8 12600,4

Transformasi Logaritmik Rata-rata Kelimpahan

Perlakuan Rata-rata kelimpahan ulangan ke- Total Rata-rata

1 2 3 4 5

A 2,78 2,42 2,31 2,50 2,76 12,77 2,55

B 3,52 3,19 3,39 3,42 3,38 16,88 3,38

C 3,93 3,69 3,54 3,51 3,41 18,07 3,61

D 3,28 3,27 3,06 3,87 3,64 17,12 3,42

E 3,45 3,65 3,43 3,58 3,43 17,54 3,51

Total 16,96 16,20 15,73 16,88 16,62 82,38

Perhitungan Analisis Ragam

1. Faktor Koreksi = t r Y . 2 = 5 5 ) 38 , 82 ( 2 x

= 271,49

2. JK Total =

i.j

Y

2 - FK

= ((2,78)²+ (3,52)²+…,+ (3,64)²+ (3,43)²)- 271,49 = 4,47

3. JKPerlakuan =

r i

iY

2 - FK = 5

... (17,54)

) 88 , 16 ( ) 77 , 12

( 2+ 2+ + (2- 271,49

= 3,60 4. JKGalat = JKT-JKP

= 4,47-3,60 = 0,87


(2)

Tabel Analisis Ragam

Sumber Ragam DB JK KT FH F TABEL

0,05 0,01

PERLAKUAN 4 3,60 0,900 20,69 3,18 4,33

GALAT 20 0,87 0,044 - - -

TOTAL 24 4,47 - - - -

Kriteria Pengujian:

Terima H0 apabila F Hitung > F0,05 Tolak H0 apabila F Hitung < F0,05 Dari tabel F diperoleh nilai F Tabel 0,05

r Galat KT

(dk1,dk2) = 3,18

Dengan demikian, F Hitung (20,69) > F Tabel (3,18), berarti Ho diTerima

Uji Duncan

Sx = = 0,0938 LSR = Sx x SSR

Perlakuan 2 3 4 5

SSR 2,95 3,10 3,18 3,25

LSR 0,28 0,29 0,30 0,31

Rata-rata

perlakuan A B D E C LSR Notasi

A 2,55 0 a

B 3,38 0,83* 0 0,28 b

D 3,42 0,87* 0,04 0 0,29 b

E 3,51 0,96* 0,13 0,09 0 0,30 b

C 3,61 1,06* 0,23 0,10 0,01 0 0,31 b

Keterangan : Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama memberikan pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%, Kesimpulan :

Dengan derajat kepercayaan 95% atau taraf kesalahan 5% berarti tidak terdapat perbedaan pada setiap perlakuan yang digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perifiton kelas Chlorophyceae.


(3)

1 2 3 4 5

Cyanophyceae A 144,5 578,0 289,0 635,8 202,3

B 2080,8 751,4 838,1 3063,4 1300,5

C 4855,2 2340,9 3121,2 2254,2 1416,1 D 1213,8 982,6 1647,3 3814,8 2283,1 E 1213,8 1676,2 1878,5 1242,7 1300,5 Total 9508,1 6329,1 7774,1 11010,9 6502,5

Transformasi Logaritmik Rata-rata Kelimpahan

Perlakuan Rata-rata kelimpahan ulangan ke- Total Rata-rata

1 2 3 4 5

A 2,16 2,76 2,46 2,80 2,31 12,49 2,50

B 3,32 2,88 2,92 3,49 3,11 15,72 3,14

C 3,69 3,37 3,49 3,35 3,15 17,05 3,41

D 3,08 2,99 3,22 3,58 3,36 16,23 3,25

E 3,08 3,22 3,27 3,09 3,11 15,79 3,16

Total 15,33 15,22 15,37 16,32 15,04 77,29

Perhitungan Analisis Ragam

1. Faktor Koreksi =

t r

Y

. 2 = 5 5 ) 29 , 77 ( 2 x = 238,94

2. JK Total =

i.j

Y

2 - FK

= ((2,16)²+ (3,32)²+…,+ (3,36)²+ (3,11)²)- 238,94 = 3,41

3. JK Perlakuan =

r i

iY

2 - FK = 5

... (15,79)

) 72 , 15 ( ) 49 , 12

( 2+ 2+ + (2-238,94

= 2,42 4. JK Galat = JKT-JKP

= 3,41-2,42 = 0,99


(4)

Tabel Analisis Ragam

Sumber Ragam DB JK KT FH F TABEL

0,05 0,01

PERLAKUAN 4 2,42 0,606 12,30 3,18 4,33

GALAT 20 0,99 0,049

TOTAL 24 3,41

Kriteria Pengujian:

Terima H0 apabila F Hitung > F0,05 Tolak H0 apabila F Hitung < F0,05 Dari tabel F diperoleh nilai F Tabel 0,05

r Galat KT

(dk1,dk2) = 3,18

Dengan demikian, F Hitung (12,30) > F Tabel (3,18), berarti Ho diTerima

Uji Duncan

Sx = = 0,0989 LSR = Sx x SSR

Perlakuan 2 3 4 5

SSR 2,95 3,10 3,18 3,25

LSR 0,29 0,31 0,32 0,32

Rata-rata

perlakuan A B E D C LSR Notasi

A 2,50 0 a

B 3,14 0,64* 0 0,29 b

E 3,16 0,66* 0,02 0 0,31 b

D 3,25 0,75* 0,11 0,09 0 0,32 b

C 3,41 0,91* 0,27 0,25 0,16 0 0,32 b

Keterangan : Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama memberikan pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%, Kesimpulan :

Dengan derajat kepercayaan 95% atau taraf kesalahan 5% berarti tidak terdapat perbedaan pada setiap perlakuan yang digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perifiton kelas Cyanophyceae.


(5)

Lampiran 14. Perifiton yang Ditemukan Selama Pengamatan

Nitzschia

http:/en.wikipedia.org/wiki/periphyton

Naviculla

http:/en.wikipedia.org/wiki/periphyton

Synedra

http:/en.wikipedia.org/wiki/periphyton

Pinullaria

http:/en.wikipedia.org/wiki/periphyton

Ankistrodesmus

http:/en.wikipedia.org/wiki/periphyton

Coelastrum

http:/en.wikipedia.org/wiki/periphyton

Cymbella

http:/en.wikipedia.org/wiki/periphyton

Diatoma

http:/en.wikipedia.org/wiki/periphyton

Botryococcus

http:/en.wikipedia.org/wiki/periphyton

Crucigenia

http:/en.wikipedia.org/wiki/periphyton

Mycrospora

http:/en.wikipedia.org/wiki/periphyton

Oscillatoria


(6)

Lampiran 15. Gambar Selama Penelitian

Pemasangan bingkai pada jaring Persiapan perendaman jaring

Pengangkatan jaring Penimbangan bobot basah

Penyaringan perifiton dengan Pengawetan dalam botol sampel planktonnet