fruticans Harbone 1987 METODE PENELITIAN
5
Fraksinasi Senyawa Aktif N. fructicans Harbone 1987
Fraksinasi senyawa aktif ekstrak N. fruticans terpilih dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap pertama adalah pemisahan dengan kromatografi lapis tipis
menggunakan eluen heksana, diklorometana dan etil asetat, yang bertujuan untuk mengetahui rasio eluen terbaik yang dapat memisahkan senyawa aktif pada
ekstrak kasar terpilih. Tahap kedua adalah pemisahan dengan kolom kromatografi untuk memperoleh fraksi-fraksi senyawa aktif yang kemudian dianalisa aktivitas
antioksidan dan antibakterinya. Tahap ketiga adalah analisis menggunakan LCMS untuk mengetahui senyawa aktif yang terdapat pada fraksi gabungan
dengan aktivitas antioksidan dan antibakteri terbaik.
Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis KLT Sarker et al. 2006
Pemisahan dengan KLT bertujuan untuk mendapatkan eluen yang dapat memisahkan senyawa aktif pada ekstrak kasar dengan baik. Eluen ini berfungsi
sebagai fase gerak pada pemisahan menggunakan kromatografi kolom. Pemisahan dengan KLT dilakukan dengan melarutkan ekstrak terpilih sebanyak 0.02 g ke
dalam 0.5 mL pelarutnya. Larutan ekstrak tersebut ditotolkan pada plat silika gel 60 F
254
dengan panjang 10 cm, kemudian dikembangkan dengan eluen. Eluen pengembang yang digunakan adalah n-heksana, etil asetat, dan diklorometana.
Eluen dengan pemisahan terbaik kemudian dikombinasikan satu dengan yang lain dengan berbagai perbandingan, dilakukan dengan mencoba beberapa kombinasi
untuk mengembangkan spot ekstrak terpilih pada KLT. Pemisahan dengan Kromatografi Kolom Sarker
et al. 2006
Persiapan kromatografi kolom dilakukan dimana kolom diberi glasswool pada bagian bawahnya. Sebanyak 40 g serbuk silika gel dilarutkan pada eluen
terpilih sehingga diperoleh larutan silika gel. Larutan tersebut dimasukan kedalam kolom kemudian dilanjutkan dengan penjenuhan silika gel dalam kolom. Pada
proses penjenuhan, bagian atas kolom ditutup dengan alumunium foil untuk mencegah penguapan eluen yang terdapat dalam kolom sehingga gel tetap dalam
kondisi basah. Silika gel dijenuhkan selama 24 jam.
Ekstrak yang difraksinasi adalah ekstrak terpilih. Sebanyak 2 g ekstrak terpilih dilarutkan pada pelarut asal sebanyak 3 mL kemudian dimasukan kedalam
kolom yang berisikan silika gel yang telah jenuh. Ekstrak dibiarkan mengalir kebagian penjerap kolom dan kolom terus dialiri dengan eluen silika gel tidak
boleh kering. Fraksi yang keluar dari kolom ditampung pada tabung reaksi dengan masing-masing tabung reaksi berisi 5 mL. Fraksi hasil kromatografi
kolom dilakukan penggabungan fraksi dengan mengacu pada kesamaaan pola kromatogram. Fraksi gabungan kemudian dikeringkan untuk menghasilkan residu
ekstrak, dan diuji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH.
Prosedur Analisis
Prosedur analisis dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar air dan abu AOAC 2005, aktivitas antioksidan metode DPPH Hanani et al. 2005, daya
hambat terhadap Vibrio sp., fitokimia Harbone 1987 dan uji toksisitas Mc Laughlin et al. 1998 dan Carballo et al. 2002.
6 Analisis Kadar Air AOAC 2005
Prosedur penentuan kadar air adalah sebagai berikut; sampel yang sudah homogen ditimbang 1 g W1 dan diletakkan di dalam cawan kosong yang sudah
ditimbang beratnya, dimana cawan dan tutupnya sudah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup
dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 4 jam atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan didinginkan di dalam desikator dan setelah
dingin cawan ditimbang W2. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan : W1 = Berat sampel awal
W2 = Berat sampel setelah dikeringkan
Analisis Kadar Abu AOAC 2005
Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering dry ashing. Prinsip analisis ini adalah mengoksidasi semua zat organik pada suhu
tinggi sekitar 650 ºC, kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Kadar abu ditentukan dengan prosedur
sebagai berikut; sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah ditimbang dan dibakar di dalam tanur serta didinginkan dalam
desikator. Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Suhu pemanasan
dinaikkan secara bertahap sampai suhu mencapai 650 ºC dan dibiarkan selama 1 jam. Setelah suhu tungku pengabuan turun sekitar 200 °C, cawan yang berisi
abu tersebut didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan kemudian ditimbang.
Pengujian Aktivitas Antioksidan Blois 1958
Aktivitas antioksidan ekstrak kasar daun dan buah nipah ditentukan menggunakan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil DPPH berdasarkan metode
Blois 1958 yang dimodifikasi. Metode uji DPPH merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan efesiensi kinerja dari
substansi yang berperan sebagai antioksidan Molyneux 2004. Metode uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan radikal bebas DPPH dipilih karena
metode ini sederhana, mudah, cepat, peka dan hanya memerlukan sedikit sampel, akan tetapi jumlah pelarut pengencer yang diperlukan cukup banyak
Hardyningtyas 2012. Metode pengujian DPPH berdasarkan pada kemampuan substansi antioksidan tersebut dalam menetralisir radikal bebas. Radikal bebas
yang digunakan adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil DPPH. Radikal bebas DPPH merupakan radikal sintetik yang stabil pada suhu kamar dan larut dalam
pelarut polar seperti metanol dan etanol Molyneux 2004. Metanol dipilih sebagai pelarut karena metanol dapat melarutkan Kristal DPPH Molyneux 2004 dan juga
memiliki sifat yang dapat melarutkan komponen non polar di dalamnya. Kadar air wet basis =
� −� �
�
Kadar abu total =
�� ��
��
�
7 Awal pengujian aktivitas antioksidan adalah mempersiapkan larutan
sampel. Sampel ekstrak kasar dari daun dan buah nipah dilarutkan dalam metanol dengan kosentrasi 250, 500, 750, dan 1000 ppm. Asam askorbat digunakan
sebagai kontrol positif dengan masing-masing konsentrasi yang digunakan yakni 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm. Larutan pereaksi DPPH yang digunakan dibuat dengan
melarutkan DPPH dalam metanol p.a dengan kosentrasi 1mM, yang dibuat segar dan dijaga pada suhu rendah serta terlindung dari cahaya. Sebanyak 4.5 mL
larutan uji atau larutan pembanding dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian direaksikan dengan 0.5 mL larutan DPPH. Tabung reaksi tersebut ditutup dengan
alumunium foil dan diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 1 jam kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
517 nm. Absorbansi dari larutan blanko juga diukur untuk melakukan perhitungan
persen inhibisi. Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya yang ditandai
oleh perubahan warna ungu menjadi kuning Molyneux 2004. Aktivitas antioksidan masing-masing sampel dinyatakan dengan persentase penghambatan
radikal bebas yang dihitung dengan rumus:
Nilai konsentrasi dan hambatan ekstrak diplot masing-masing pada sumbu x dan y. Persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y=b Lnx + a digunakan
untuk mencari nilai IC Inhibitory concentration dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x sebagai IC
50
. Nilai IC
50
menyatakan konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk mereduksi DPPH sebesar 50. Semakin kecil nilai
IC
50
berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC
50
kurang dari 50 ppm, kuat apabila nilai IC
50
antara 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC
50
berkisar 100-150 ppm, dan lemah apabila nilai IC
50
berkisar antara 150-200 ppm Blois 1958.
Uji Fitokimia Harbone 1987
Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen- komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar daun dan buah nipah terpilih.
Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji steroidtriterpenoid, flavonoid, tanin, saponin dan fenol hidrokuinon.
a. Alkaloid
Sebanyak 0.01 g sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N. Pengujian menggunakan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff,
pereaksi Meyer dan Pereaksi Wagner. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0.8 g bismutsubnitrat ditambahkan dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL
air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodide dalam 20 mL air. Sebanyak 1 volume campuran ini diencerkan dengan
2.3 volume asam asetat glacial dan 100 mL air. Pereaksi ini berwarna jingga. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1.36 g HgCl
2
dengan 0.5 g KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan aquades menjadi 100 mL dengan
8 labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara
10 mL akuades ditambahkan 2.5 g iodine dan 2 g KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dengan labu takar. Pereaksi ini
berwarna coklat. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan merah hingga jingga, endapan putih
kekuningan dengan pereaksi Meyer dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner.
b. Steroid Triterpenoid
Sebanyak 0.01 g sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi yang kering, setelah itu ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes
asam sulfat pekat. Reaksi positif ditunjukan dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
c. Flavonoid
Sebanyak 0.01 g sampel ditambahkan 0.1 mg serbuk magnesium dan 0.4 mL amil alkohol campuran asam klorida 37 dan etanol 95 dengan volume
yang sama dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid ditunjukan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga
pada lapisan amil alkohol.
d. Saponin uji busa
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N
menunjukan adanya saponin.
e. Fenol Hidrokuinon Pereaksi FeCl
3
Sampel sebanyak 0.01 g diekstrak dengan 20 mL etanol 70. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan
FeCl
3
5. Adanya senyawa fenol dalam bahan ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru.
Uji Toksisitas dengan Metode
Brine Shrimp Lethality Test BSLT Mc Laughlin
et al. 1998 dan Carballo et al. 2002
Menurut Carballo et al. 2002, metode Brine Shrimp Lethality Test BSLT biasanya digunakan dalam uji pendahuluan untuk penapisan aktivitas
farmakologis pada produk alam. Pada uji ini digunakan larva Artemia salina sebagai hewan uji. Mula-mula telur A. salina ditetaskan di dalam air laut dibawah
lampu TL 40 watt selama 48 jam. Sebanyak 10 ekor larva A. salina dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dimasukkan larutan ekstrak sampel dengan
konsentrasi masing-masing 50 ppm, 100 ppm, 500 ppm dan 1000 ppm dan ditambahkan air laut sampai volume 5 mL. Air laut tanpa pemberian ekstrak
0 ppm digunakan sebagai kontrol. Semua tabung reaksi diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam di bawah penerangan lampu TL 40 watt. Pengamatan
dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah A. salina yang mati pada tiap konsentrasi penetuan harga LC
50
ppm dilakukan menggunakan analisis probit dan persamaan regresi. Mc Laughlin et al. 1998 menyatakan bila masing-
masing ekstrak yang diuji kurang dari 1000 µgmL maka dianggap menunjukkan aktivitas biologis.
9
Pengujian Aktivitas Antibakteri Terhadap Vibrio sp. dengan Penentuan
Diameter Hambat.
Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi sumur agar yang modifikasi dari metode Holo et al. 1991
. Sebanyak 20 μL bakteri Vibrio sp. dimasukkan ke dalam 20 mL agar steril MHA, kemudian dibuat sumur.
Sumur diisi ekstrak kasar 20 μL dengan konsentrasi 0.5, 1 dan 2 mg. Perlakuan kontrol positif menggunakan antibiotik kloramfenikol 300 μgsumur, dan kontrol
negatif menggunakan pelarut metanol. Lalu diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37
o
C. Aktivitas antibakteri ditentukan dengan mengukur zona bening disekitar sumuran, kemudian dikurangkan dengan diameter sumur.
Penentuan Berat Molekul dengan LCMS Chen et al. 2007
Kromatografi cair digabungkan dengan spektrometri massa LCMS adalah teknik yang kuat untuk analisis ekstrak kompleks tanaman. HPLC efisien
dalam memisahkan senyawa kimia dalam campuran, dan MS menyediakan informasi untuk penjelasan struktural senyawa. Analisis LCMS memberikan
informasi berat molekul untuk komponen ekstrak Chen et al. 2007.
Tahapan ini dilakukan pada fraksi gabungan yang memiliki aktivitas antioksidan paling baik. Fraksi gabungan terpilih tersebut selanjutnya dianalisis
dengan LCMS untuk mengetahui berat molekulnya. Sebanyak 1 mg sampel fraksi gabungan dilarutkan dalam metanol. Sampel diambil 10 mL dan disuntikan
pada LCMS melalui kolom C-18 1.7 µm 2.1 x 50 mm dengan kecepatan laju alir 0.3 mLmenit. Identifikasi berat molekul fraksi gabungan terbaik
menggunakan LCMS dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Pusat Pengembangan dan Teknologi PUSPITEK Serpong Tangerang.
Analisis Data
Data hasil penelitian merupakan hasil rata-rata dari dua kali ulangan beserta nilai standar deviasinya. Data tersebut dianalisis secara deskriptif,
disajikan dalam tabel dan gambar. Data IC
50
pada uji antioksidan diperoleh berdasarkan hasil analisis regresi pada program Microsoft Excel.