Faktor Penyesuaian Analisis dan Perbaikan Sistem Kerja Berdasarkan Metode Studi Gerak dan Waktu Pada Lini Produksi Squash Orange di PT. Buanasari

keuntungan lebih pada perusahaan karena semua sumber daya manusia dialokasikan ke tempat yang tepat dan melakukan kegiatan kerja yang efektif.

1. Faktor Penyesuaian

Faktor penyesuaian ini terdiri dari 4 faktor yang menyebabkan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Tiap elemen kerja memiliki nilai penyesuaian tersendiri tergantung dari kemampuan pekerja terhadap elemen yang dikerjakan. Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas yang membedakan keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi irama gerakan, bekas-bekas latihan, dan hal lain yang serupa. Dengan pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam menilai kewajaran pekerja dilihat dari segi keterampilannya agar faktor penyesuaian yang nanti diperoleh dapat lebih obyektif. Penentuan faktor penyesuaian dapat dilihat lampiran 3 dan 4. Berdasarkan ciri-ciri dari setiap kelas keterampilan maka tenaga kerja pada bagian produksi dan pengemasan ini memiliki keterampilan mulai dari average D 0.00 sampai dengan excellent B1+0.11. Tenaga kerja yang masuk dalam kategori average memiliki kepercayaan diri, pekerja yang cakap, stabil, cepat, terlihat pekerjaan-pekerjaan yang terencana, mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik dan tampak cukup terlatih. Pekerja yang memiliki keterampilan average pada bagian pengeranjangan, pengeringan, dan cartoning. Hal itu dikarenakan pada bagian proses tersebut tidak begitu membutuhkan tenaga kerja yang terampil untuk melakukannya. Tenaga kerja yang masuk dalam kategori good memiliki karakter bekerjanya tampak lebih baik dari pekerja pada umumnya, kualitas kerja baik, dapat memberi petunjuk kepada pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah, tidak memerlukan pengawasan, tidak ragu-ragu, stabil, dan cepat. Pekerja yang memiliki keterampilan good pada bagian capping, pembilasan botol sirup, dan labelling. Hal itu dikarenakan pada bagian-bagian proses tersebut harus memiliki pengalaman sehingga pekerja yang menjalankan harus terampil. Jika pekerja belum terbiasa akan kesulitan dalam menjalankan elemen kerja pada proses tersebut misalnya tutup botol kurang kencang pada proses capping atau pengeleman label yang kurang rapi. Tenaga kerja yang masuk dalam kategori excellent memiliki karakter cocok pada pekerjaannya, terlatih dengan baik, berirama dan terkoordinasi, bekerjanya teliti, tidak terlalu banyak melakukan pengukuran dan pemeriksaan, gerakan kerjanya tanpa ada kesalahan, dan percaya pada diri sendiri. Pekerja yang memiliki keterampilan excellent, yaitu pada bagian filling. Pada bagian filling ini pekerja harus mempunyai keterampilan khusus karena proses filling yang ada masih manual dalam sistem pengisiannya dan kecepatan pengisian sirup sangat bergantung pada keterampilan dari operator. Untuk. usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga kelas-kelas dengan ciri masing-masing. Yang dimasksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Berdasarkan ciri-ciri dari setiap kelas usaha maka tenaga kerja pada bagian produksi dan pengemasan ini memiliki usaha mulai dari average effort D 0.00 sampai good effort C1 +0.05. Tenaga kerja yang masuk dalam kategori average memiliki karakter menerima saran-saran tapi tidak melaksanakan, bekerja dengan stabil, set up dilaksanakan dengan baik, dan melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan. Tenaga kerja yang memiliki usaha average terdapat pada proses pengeranjangan, pengeringan, dan cartoning. Sedangkan karakter pekerja yang memiliki usaha good antara lain bekerja berirama dan terkoordinasi, saat menganggur sangat sedikit, penuh perhatian terhadap pekerjaannya, kecepatan baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari, menggunakan alat-alat yang tepat dan baik, serta memelihara alat dengan baik. Tenaga kerja yang memiliki usaha good terdapat pada proses filling, capping, dan labelling. Yang dimaksud dengan kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur, dan kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya, yaitu keterampilan, usaha, dan konsisten merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu, faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya. Kondisi kerja secara keseluruhan di masing-masing proses good C +0.02, kecuali pada proses labelling yang memiliki nilai average D 0.00. Secara keseluruhan ruangan di bagian produksi dari filling sampai pengeringan memiliki pencahayaan yang cukup untuk berbagai elemen kerja yang dihadapi. Temperatur pada ruangan produksi juga diatur dengan adanya air conditioning sehingga kondisi pekerja tidak terlalu lelah sedangkan untuk faktor kebisingan tidak terlalu mempengaruhi. Pada ruang pelabelan seharusnya diberi sistem pencahayaan yang cukup sehingga mempermudah pekerja dalam melakukan quality control pada botol sirup. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaannya karena berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerjaan membutuhkan kondisi ideal sendiri- sendiri. Konsitensi menunjukkan waktu yang telah diukur pada waktu pengamatan, semakin berbeda berarti semakin tidak konsisten. Faktor ini perlu diperhatikan karena pernyataan bahwa setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya. Selama ini masih dalam batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Konsistensi pekerja di masing-masing proses memiliki konsistensi good C+0.01, kecuali pada proses pengeranjangan yang memiliki konsistensi average D0.00. Hal ini dikarenakan seringkali pekerja pada proses pengeranjangan tidak fokus terhadap pekerjaan tersebut sehingga seringkali terjadi keterlambatan yang menyebabkan terjadinya variabilitas waktu kerja.

2. Faktor Kelonggaran