Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur
KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu)
DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA
DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU,
KALIMANTAN TIMUR
Oleh: Ardi Afriansyah
C64104063
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
(2)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu)
DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA
DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU,
KALIMANTAN TIMUR
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Juni 2009
ARDI AFRIANSYAH C64104063
(3)
RINGKASAN
ARDI AFRIANSYAH. Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan ZAINAL ARIFIN.
Penelitian dengan topik geokimia logam berat dalam sedimen dan
ketersediaannya pada biota bentik ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen, air, seston, dan kerang, serta mengkuantifikasi
karakteristik geokimia Cd, dan Cu dalam sedimen di perairan Delta Berau, Kalimantan Timur.
Pengambilan contoh sedimen, air, dan biota dilakukan pada 25 - 30 April 2008 di perairan Delta Berau, Kalimantan Timur dan dianalisis di Laboratorium
Pencemaran dan Laboratorium Geologi P2O-LIPI pada Mei 2008-Januari 2009. Contoh sedimen dikumpulkan dari 21 stasiun dimulai dari sungai, muara, hingga laut, sedangkan sampel air hanya dikumpulkan dari 6 stasiun di daerah muara dan laut.
Metode yang digunakan untuk analisis logam berat total dan fraksinasi logam berat Cd, dan Cu sedimen yaitu prosedur ekstraksi secara simultan. Sedimen diukur konsentrasi logam beratnya pada fraksi-fraksi sedimen berupa easily
reducuble (logam-logam yang berasosiasi dengan Mn oksida), easily
reducible+reducible (logam-logam yang berasosiasi dengan Mn+Fe oksida),
organik, dan residual.
Nilai kualitas perairan Delta Berau yaitu suhu perairan: 26,3 0C – 29,7 0C, salinitas: 0 - 30, pH: 6,46 – 8,02, DO: 4,34 mg/l – 6,4 mg/l. Konsentrasi logam Cu terlarut berkisar antara ttd – 0,001 mg/l, sedangkan untuk Cd berkisar antara 0,0005 mg/l – 0,001 mg/l. Konsentrasi logam Cu dalam seston berkisar 18,667 –
104,388 µg/g dan Cd berkisar <0,002 µg/g – 23,048 µg/g. Konsentrasi total Cu dalam sedimen berkisar antara 1,575 µg/g – 34,112 µg/g BK, total Cd berkisar antara 0,022 µg/g - 0, 125 µg/g BK, sedangkan TOM berkisar 0,9-19,8%. Tipe sedimen umumnya lebih didominasi oleh fraksi lumpur, kemudian diikuti pasir, dan sedikit dijumpai adanya kerikil. Konsentrasi logam berat Cd umumnya banyak dijumpai dalam fraksi organik dan easy reducible, hanya sebagian kecil
terdapat dalam fraksi reducible dan residual, Sedangkan konsentrasi logam Cu
banyak dijumpai dalam fraksi residual, dan hanya sedikit dijumpai pada fraksi organik, reducible maupun easy reducible.
(4)
KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu)
DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA
DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU,
KALIMANTAN TIMUR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh: Ardi Afriansyah
C64104063
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
(5)
© Hak cipta milik Ardi Afriansyah, tahun 2009
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
(6)
Judul : KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR
Nama : Ardi Afriansyah NRP : C64104063
Disetujui, Pembimbing I
Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc NIP. 19600727 198603 1 005
Pembimbing II
Dr. Ir. Zainal Arifin, M.Sc NIP. 19590914 198503 1 002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur” dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan bagian kegiatan riset kompetitif LIPI Nasib Kontaminan Logam di Delta Berau tahun 2008.
Pengukuran logam berat total dalam sedimen belum dapat menerangkan pengaruh logam berat tersebut terhadap biota bentik. Dengan mengetahui
kandungan logam berat dalam fraksi - fraksi sedimen, dapat memberikan indikasi apakah keberadaan logam berat dalam sedimen tersebut berbahaya terhadap kehidupan biota akuatik. Skripsi ini memberikan pengetahuan sampai sejauh mana keberadaan bahan pencemar logam berat dalam komponen ekosistem di perairan Delta Berau.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, namun demikian hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang karakteristik logam dalam
sedimen dan peran yang terlibat.
Bogor, Juni 2009 Ardi Afriansyah
(8)
UCAPAN TERIMA KASIH
Atas terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah S.W.T atas rahmat dan Kasih-Nya, sehingga penulis dapat
menghadapi segala permasalahan yang dihadapi.
2. Ayah dan Ibu beserta Kakak dan Adik penulis atas kasih sayang, dukungan, dan doanya.
3. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc. atas segala bantuan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Zainal Arifin, M.Sc. atas perhatian, bimbingan, saran, dan kritik mengenai penelitian ini.
5. Peneliti di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI: Abdul Rozak, A.Md, Dra. Endang Rochyatun (alm.), Lestari, S.Si, Taufik Kaisupy, dan Triyoni Purbonegoro, S.Si atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
6. Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc. sebagai dosen penguji dan Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T. sebagai Koordinator Program Pendidikan ITK, FPIK IPB
7. Adimulyo Nugroho atas kerjasamanya selama analisis dan proses pengolahan data, serta seluruh teman-teman di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor angkatan 2004.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Karakteristik logam berat ... 4
2.1.1 Kadmium (Cd) ... 4
2.1.2 Tembaga (Cu) ... 5
2.2 Logam berat dalam air ... 6
2.3 Logam berat dalam sedimen ... 10
2.4 Logam berat pada biota bentik ... 13
2.5 Fraksinasi logam berat dalam sedimen ... 16
3 METODE PENELITIAN ... 22
3.1 Lokasi dan waktu penelitian ... 22
3.2 Alat dan bahan... 22
3.3 Teknik pengambilan data ... 22
3.3.1 Penentuan stasiun pengamatan ... 22
3.3.2 Pengambilan data di lapangan ... 24
3.3.3 Pengambilan contoh air ... 24
3.3.4 Pengambilan contoh sedimen ... 25
3.3.5 Pengambilan contoh biota Anadara granosa ... 25
3.4 Analisis contoh ... 25
3.4.1 Pengukuran logam berat dalam air laut ... 25
3.4.2 Pengukuran logam berat dalam seston ... 26
3.4.3 Pengukuran logam berat dalam sedimen... 27
3.4.4 Pengukuran logam berat dalam Anadara granosa ... 27
3.4.5 Ukuran butiran sedimen (grain size) ... 27
3.4.6 Analisis fraksinasi logam berat dalam sedimen ... 28
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Kualitas perairan Delta Berau ... 31
4.2 Konsentrasi Cd dan Cu terlarut ... 39
4.3 Konsentrasi Cd dan Cu dalam seston ... 41
(10)
4.5 Kandungan bahan organik total (Total Organic Matter / TOM)
dalam sedimen ... 44
4.6 Konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen ... 45
4.7 Konsentrasi Cd dan Cu dalam fraksi sedimen ... 47
4.7.1 Konsentrasi Cd dalam fraksi sedimen ... 47
4.7.2 Konsentrasi Cu dalam fraksi sedimen ... 50
4.8 Hubungan bahan organik total (Total Organic Matter / TOM) dengan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen ... 54
4.9 Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen ... 57
4.10 Konsentrasi Cd dan Cu dalam Anadara granosa ... 58
5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
5.1 Kesimpulan ... 61
5.2 Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
LAMPIRAN ... 67
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada beberapa perairan di Indonesia ... 9 2. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada sedimen di beberapa Perairan di
Indonesia ... 12 3. Kandungan beberapa logam berat pada biota bentik (ppm) di Perairan
Semarang dan Kuala Tungkal ... 15 4. Hubungan antara ukuran butiran sedimen (µm) dan konsentrasi Cd dan
Cu (µg/g) ... 19 5. Kandungan Mn- Fe dan beberapa logam pada fraksi-fraksi laut dalam,
satuan µg/g ... 20 6. Alat dan bahan penelitian yang digunakan di lapangan dan di
laboratorium... 23 7. Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non resistan antara yang digunakan dalam skripsi dengan Thomas dan Bendell-Young (1998) ... 30 8 Persentase pembagian logam berat dalam fraksi sedimen easily reducible
(ER), reducible (RED), organic (ORG), residual (RES), resistan (RES),
dan non-resistan (ER+RED+ORG). Nilai diperoleh dari rata-rata semua
(12)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema pembagian logam di lingkungan perairan ··· 16 2. Peta lokasi penelitian dan penentuan stasiun perairan Delta Berau,
Kalimantan Timur April 2008··· 23 3. Skema analisis fraksinasi logam berat dalam sedimen ··· 30 4. Nilai suhu perairan (0C) pada stasiun pengamatan menurut zonasi
di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 32 5. Sebaran spasial suhu (0C) di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 32 6. Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di
perairan Delta Berau, April 2008 ··· 33 7. Sebaran spasial kedalaman (m) perairan Delta Berau, April 2008 ··· 34 8. Nilai salinitas pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan
Delta Berau, April 2008 ··· 35 9. Sebaran spasial salinitas di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 35 10.Nilai pH pada stasiun pengamatan menurut zonasinya di perairan Delta
Berau, April 2008 ··· 36 11.Sebaran spasial pH di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 36 12.Kadar oksigen terlarut (mg/l) pada stasiun pengamatan menurut zonasi
di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 37 13.Sebaran spasial oksigen terlarut (mg/l) di Perairan Delta Berau, April
2008 ··· 38 14.Nilai padatan tersuspensi total (TSS) pada stasiun pengamatan
berdasarkan zonasi di Perairan Delta Berau, April 2008 ··· 39 15.Sebaran spasial TSS (mg/l) di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 39 16.Konsentrasi Cd dan Cu terlarut (mg/l) pada stasiun pengamatan
menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 41 17.Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam seston pada stasiun pengamatan
(13)
18.Tipe sedimen pada stasiun pengamatan Perairan Delta Berau, April
2008 ··· 43 19.Persentase kandungan bahan organik total dalam sedimen pada stasiun
pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 45 20.Konsentrasi Cd total (µg/g) dalam sedimen pada stasiun pengamatan
berdasarkan zonasinya di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 47 21.Konsentrasi Cu total (µg/g) dalam sedimen pada stasiun pengamatan
berdasarkan zonasinya di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 47 22.Konsentrasi Cd (µg/g) dalam fraksi sedimen pada stasiun pengamatan
berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 49 23.Persentase Cd pada fraksi sedimen (%) pada stasiun pengamatan
berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 50 24.Konsentrasi Cu (µg/g) dalam fraksi sedimen pada stasiun pengamatan
berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 51 25.Persentase Cu pada fraksi sedimen (%) pada stasiun pengamatan
berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 52 26.Hubungan keberadaan kandungan bahan organik dengan Cd (µg/g) dalam fraksi non-resistan (a) dan total sedimen (b) ··· 56 27.Hubungan keberadaan kandungan bahan organik dengan Cu (µg/g)
dalam fraksi non-resistan (a) dan total sedimen (b) ··· 56 28.Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cd (µg/g)
dalam sedimen ··· 58 29.Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cu (µg/g)
dalam sedimen ··· 58 30.Konsentrasi Cu dan Cd (µg/g) dalam tubuh Anadara granosa ··· 59
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur analisis logam dalam contoh air laut (Hutagalung et al., 1997) 68
2. Prosedur analisis logam dalam seston··· 69 3. Prosedur analisis logam dalam sedimen (Young et al., 1992 in Thomas
dan Young, 1998) ··· 70 4. Prosedur analisis logam dalam contoh biota (Parsons, 1999) ··· 71
5. Prosedur analisis ukuran butiran sedimen (Rahayuningsih, 2007) ··· 72 6. Prosedur analisis kandungan bahan organik total (TOM) dalam
sedimen (APHA, 1992) ··· 73 7. Prosedur analisis fraksinasi logam Cd dan Cu dalam sedimen (Young
et al., 1992 in Thomas dan Young, 1998 ) ··· 74
8. Nilai beberapa parameter kualitas air, kedalaman menurut posisi stasiun pengamatan di Delta Berau, Kalimantan Timur, April 2008 ··· 76 9. Konsentrasi Cd dan Cu terlarut pada perairan Delta Berau, April 2008 ·· 76 10.Konsentrasi Cd dan Cu dalam seston di Perairan Delta Berau,
April 2008 ··· 77 11.Hasil analisis butiran (grain size analisis) sedimen Perairan Delta Berau
Kalimantan Timur, April 2008 ··· 78 12.Nilai persentase tekstur sedimen dan tipe sedimen pada Perairan Delta
Berau, April 2008 ··· 80 13.Bahan organik total (TOM) dalam sedimen perairan Delta Berau
April 2008, yang ditunjukkan dengan persentase bahan organik yang hilang dalam pembakaran 500 oC selama 4 jam ··· 81 14.Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam Total sedimen Perairan Delta
Berau, April 2008 ··· 82 15.Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam fraksi sedimen ··· 83 16.Nilai konsentrasi Cu dan Cd dalam Anadara granosa (µg/g) di perairan
(15)
17.Rangkuman data hasil penelitian di Delta Berau ··· 85 18.Dokumentasi penelitian ··· 86
(16)
1. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Ekosistem perairan pesisir merupakan daerah yang memiliki potensi
sumberdaya yang sangat besar, sehingga wilayah itu cepat berkembang menjadi pusat perekonomian. Perairan Delta Berau merupakan salah satu contoh wilayah pesisir yang telah menjadi daerah pusat perekonomian diantaranya mencakup industri tambang batu bara, kegiatan hutan (logging), industri pulp (Julianery,
2001).
Namun demikian, di sisi lain berbagai kegiatan yang ada khususnya bidang industri telah memberikan dampak yang negatif seperti penurunan kualitas air khususnya logam berat. Berdasarkan hasil penelitian terakhir yang dilakukan di perairan Delta Berau menunjukkan bahwa kegiatan industri telah membawa dampak terhadap peningkatan jumlah kadar logam berat di perairan tersebut dimana kandungan logam berat umumnya lebih tinggi terdapat pada sedimen (Arifin et al., 2006).
Disamping kegiatan industri, perairan Delta Berau memiliki potensi sumber daya perairan seperti ikan, kerang, udang maupun jenis biota lain yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Menurut Julianery (2001) budidaya laut di Perairan Delta Berau diperkirakan mempunyai potensi sebesar 2.500 hektar dengan potensi penangkapan sebesar 35.000 ton per tahun. Selain itu, daerah perairan Delta Berau merupakan tempat bagi penyu hijau (Chelonia mydas) untuk
bertelur. Produksi telur penyu yang dihasilkan dari daerah ini 94,9 ton dengan nilai Rp 2,1 milyar.
(17)
Keberadaan sumberdaya perikanan yang berada di perairan terkontaminasi logam berat dapat menurunkan nilai penting sumberdaya tersebut karena
memiliki peluang terkontaminasi. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa organisme perairan dapat mengakumulasi logam berat. Menurut Suprijanto (1998) Pb dan Hg terdeteksi pada jaringan lunak Anadara granosa di perairan
Semarang dengan konsentrasi masing-masing berkisar antara 10,3492 – 40,2414 mg/kg dan 0,01748 – 0,31898 mg/kg yang hidup pada perairan yang
mengandung logam berat dengan konsentrasi Hg dan Pb masing-masing 0,0002 - 0,0004 mg/l dan 0,0086-0,0091 mg/l.
Akumulasi logam berat dalam perairan ke dalam tubuh organisme telah banyak diungkapkan dalam berbagai pustaka dan peneliti. Namun proses akumulasi kadar logam berat belum begitu jelas karena berbagai macam faktor yang mempengaruhinya seperti rute logam berat ke dalam tubuh organisme dapat melalui absorpsi makanan, adsorpsi air melalui insang, keberadaan partikel, mobilitas logam antara partikel di udara dan air. Disamping itu, beberapa faktor penting lain adalah spesiasi logam dalam air yang juga berperan penting dalam mekanisme “sink dan source” logam dalam air.
Penelitian ini mencoba mengidentifikasi konsentrasi logam pada masing-masing komponen abiotik seperti air, seston dan sedimen di Delta Berau serta konsentrasi Cd dan Cu pada tiap fraksi sedimen (organik, mangan oksida dan besi oksida) yang dapat menduga ketersediaan logam bagi biota (bioavailability).
(18)
1.2Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.Mengukur konsentrasi Cd dan Cu pada air, sedimen dan kerang di perairan Delta Berau, Kalimantan Timur.
2.Mengkaji karakteristik geokimia Cd dan Cu dalam sedimen perairan Delta Berau, Kalimantan Timur.
(19)
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Logam Berat
Logam merupakan unsur alam yang diperoleh dari laut, erosi batuan,
vulkanisme dan sebagainya (Clark, 1986). Golongan logam umumnya memiliki daya hantar dan daya panas yang tinggi. Berdasarkan densitasnya, golongan logam dibagi atas dua golongan, yaitu golongan logam ringan (light metal) yang
mempunyai densitas < 5 g/cm3, sedangkan logam berat (heavy metal) mempunyai
densitas > 5 g/cm3 (Hutagalung et al., 1997).
Menurut Darmono (1995) sifat logam berat sangat unik, tidak dapat dihancurkan secara alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai makanan melalui proses biomagnifikasi. Pencemaran logam berat ini menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya: 1) berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air); 2) berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang; 3) berbahaya bagi kesehatan manusia; 4) menyebabkan kerusakan pada ekosistem.
Karakteristik logam berat menurut Palar (2004) adalah sebagai berikut: 1. Memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (4 gr/cm3)
2. Mempunyai nomor atom 23-34 dan 40-50 serta unsur lantanida dan aktanida.
3. Mempunyai respon biokimia (spesifik) pada organism hidup.
2.1.1 Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik cair 321oC dan titik didih 765oC. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang (S)
(20)
sebagai greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite
(ZnS). Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan
mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3) (Palar, 2004).. Kadmium bervalensi dua (Cd2+) adalah bentuk terlarut stabil dalam lingkungan perairan laut pada pH dibawah 8,0. Kadar Cd di perairan alami berkisar antara 0,29-0,55 ppb dengan rata-rata 0,42 ppb. Dalam lingkungan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Di perairan alami, Cd membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik maupun anorganik, yaitu Cd2+, Cd(OH)+, CdCl+, CdSO4, CdCO3 dan Cd organik (Sanusi,
2006).
2.1.2 Tembaga (Cu)
Tembaga atau copper (Cu) umumnya berbentuk kristal dan memiliki warna
kemerahan. Dalam tabel periodik unsur kimia, tembaga memiliki nomor atom (NA) 29 dan memiliki bobot atau berat atom (BA) 63,546 (Palar, 2004).
Keberadaan unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral (Palar, 2004). Tembaga (Cu) di perairan alami terdapat dalam bentuk partikulat, koloid dan terlarut. Fase terlarut merupakan Cu2+ bebas dan ikatan kompleks, baik dengan ligan inorganik,
terutama (CuOH+, Cu2(OH)22+) maupun organik. Ikatan Cu kompleks dengan
ligan organik, terutama adalah oleh material humus. Ikatan kompleks Cu yang terjadi dalam sedimen laut adalah yang paling stabil, sementara yang terbentuk
(21)
dalam kolom air laut stabilitasnya paling rendah (Moore dan Ramamoorthy, 1984
in Sanusi, 2006).
2.2 Logam Berat dalam Air
Logam dalam perairan biasanya terikat oleh senyawa lain sehingga berbentuk molekul dan jarang dijumpai dalam bentuk berbentuk ion tersendiri. Ikatan ini dapat berupa garam organik, seperti senyawa metil, etil, fenil maupun garam anorganik berupa oksida, klorida, sulfida, karbonat, hidroksida dan sebagainya. Bentuk ion dari garam tersebut biasanya banyak ditemukan dalam air dan
kemudian bersenyawa atau diserap dan selanjutnya tertimbun dalam tanaman dan hewan air (Darmono, 1995).
Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk komplek dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi (Razak, 1980 in Erlangga
2007). Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik di sungai ataupun laut
akan dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses yaitu : pengendapan, adsorbsi dan absorbsi oleh organisme perairan. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 1991).
Menurut Bryan (1976) dan Connel dan Miller (1995) secara umum sumber – sumber pencemaran logam berat di laut dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
(22)
1. Logam berat yang masuk ke perairan laut secara alami, berasal dari tiga sumber yaitu:
a) Masukkan dari daerah pantai (coastal supply) yang berasal dari
sungai-sungai dan hasil abrasi pantai oleh aktivitas gelombang. b) Masukkan dari laut dalam (deep sea supply) meliputi logam –
logam yang dibebaskan oleh aktivitas gunung berapi di laut dan logam-logam yang dibebaskan dari partikel/sedimen-sedimen dari proses kimiawi.
c) Masukkan dari lingkungan dekat daerah pantai, termasuk logam – logam dari atmosfer sebagai partikel – partikel debu. 2. Sumber buatan manusia (man – made) adalah:
a) Limbah dan buangan industri. b) Limbah cair perkotaan.
c) Aktivitas perkapalan (pelayaran). d) Aktivitas pertanian.
e) Cairan limbah rumah tangga. f) Aktivitas pertambangan. g) Perikanan budi daya.
Kelarutan logam dalam air pada prinsipnya di atur oleh 1) pH; 2) Jenis dan kepekatan ligan dan zat-zat pengkhelat; 3) Keadaan oksidasi komponen mineral dan lingkungan redoks sistem tersebut (Leckie dan James, 1974 in Connel dan
Miller, 1995). Pada umumnya partikel yang mengendap mempunyai ukuran 100 µm, partikel yang yang larut adalah yang berukuran kurang dari 1 µm (Tinsley, 1979 in Connel dan Miller, 1995). Beberapa jenis interaksi terjadi antara ion
(23)
logam dan spesies lainnya dalam larutan air (Leckie dan James, 1974; Stumm dan Morgan, 1970 in Connel dan Miller, 1995) dapat dijelaskan sebagai berikut ;
1. Reaksi hidrolisis ion-ion logam; sebagian besar ion-ion logam yang paling mudah berpindah (seperti Th4+, Fe3+, dan Cr3+) merupakan yang paling mudah dihidrolisis dalam larutan air.
2. Pengompleksan ion-ion logam. Ion-ion logam juga bereaksi dengan zat-zat pengompleks organik dan anorganik yang ada dalam air baik dari sumber alamiah maupun sumber pencemaran. Ligan pengompleks anorganik yang dominan meliputi meliputi Cl-, SO
4-2, HCO3-, F-, sulfida dan spesies fosfat. Reaksi ini
mirip dengan reaksi hidrolisis ion-ion logam dalam hal terbentuknya ion
kompleks yang larut dan tidak larut, bergantung pada kepekatan logam dan ligan serta pH.
Logam dalam perairan juga dapat berikatan dengan zat-zat organik alamiah atau buatan dengan jalan :1) Atom karbon yang menghasilkan zat organologam; 2) Gugus karboksil yang membentuk garam dari asam organik; 3) Atom donor elektron seperti O, N, S, P dan sebagainya yang membentuk kompleks koordinasi.
Kandungan logam berat dalam perairan dipengaruhi oleh parameter fisika seperti arus, suhu, salinitas dan kimiawi yaitu, padatan tersuspensi dan derajat keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam penyebaran bahan pencemar adalah arus, pasang surut, gelombang dan keadaan bathimetri perairan (Uktolseya, 1991 in Suryanto, 2003).
Dalam air laut, kadar logam berat berkisar antara 10-5-10-2 ppm. Kadar tersebut akan meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian yang mengandung logam berat masuk ke lingkungan laut. Unsur-
(24)
unsur logam berat terutama yang bersifat esensial seperti Cu dan Zn dibutuhkan oleh biota perairan untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, tetapi bila jumlahnya berlebihan maka akan bersifat racun (Phillips, 1980 in Suryanto,
2003). Konsentrasi logam berat Cd dan Cu pada beberapa perairan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada beberapa perairan di Indonesia
Lokasi Konsentrasi Logam penelitian Tahun Sumber Cd (ppm) Cu (ppm)
Perairan Batu Ampar, P. Batam
0,0283-0,0305
(0,0293±0,0010) (0,0287±0,0076) 0,0167-0,0367
1983,
September (1990) Razak 0,0009-0,0038
(0,0026±0,0016) (0,0027±0,0026) 0,0005-0,0070 0,0009-0,0052
(0,0035±0,0019) (0,0016±0,0012) ttd-0,0028 Perairan
Sekupang, P. Batam
0,0246-0,0269
(0,0260±0,0010) (0,0467±0,0049) 0,0417-0,0516
1983,
September (1990) Razak 0,0009-0,0038 (0,0021±0,0016) ttd-0,0016 (0,0013±0,0007) 0,0009-0,0038 (0,0020±0,0012) 0,0016-0,0034 (0,0028±0,0007) Muara Sungai Dadap
0,76-2,92 1996, Juli Rochyatun (1997)
1,77 0,95-2,87 1996, Nopember Rochyatun (1997) Muara Sungai
Way Kambas dan Way Sekampung
0,001-0,005 1998, Juli (1999) Nanty
Perairan sekitar Pelabuhan perikanan Pel.
Ratu
<0,001 <0,001-0,002 2005, Juni
Anindita (2002)
Perairan Teluk
Jakarta <0,001
0,001-0,002
(0,001) 2004, Januari Sianingsih (2005)
Perairan Laut Banda
0,0006-0,0032 0,0018-0,0105 2006, Juli
Hamzah (2006)
Delta Berau
(25)
2.3 Logam Berat dalam Sedimen
Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1991)
Mengendapnya logam berat bersama-sama dengan padatan tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan dan juga perairan
sekitarnya. Kekuatan ionik yang terdapat di air laut disebabkan adanya berbagai kandungan anion dan kation pada air laut, sehingga memungkinkan terjadinya proses koagulasi (penggumpalan) senyawa logam berat yang ada dan
memungkinkan terjadinya proses sedimentasi (pengendapan). Jika kapasitas angkut sedimen cukup besar, maka sedimen di dasar perairan akan terangkat dan terpindahkan. Sesuai teori gravitasi, apabila partikulat memiliki massa jenis lebih besar dari massa jenis air laut maka partikulat akan mengendap di dasar laut atau terjadi proses sedimentasi (Erlangga, 2007).
Menurut Greaney (2005), ada 3 kemungkinan mekanisme logam masuk dan diikat oleh sedimen serta bahan tersuspensi :
1. Proses adsorpsi fisika- kimia dari kolom perairan. 2. Proses uptake oleh bahan organik atau organisme
Akumulasi fisik dari bahan partikulat yang banyak mengandung logam oleh proses sedimentasi.
(26)
Adsorpsi fisika-kimia secara langsung dari kolom perairan terjadi melalui berbagai cara. Adsorpsi secara fisik biasanya terjadi ketika bahan partikulat secara langsung mengabsorpsi logam berat dari kolom perairan. Adsorpsi secara biologi dan kimia lebik kompleks prosesnya dari pada adsorpsi secara fisik karena dikontrol oleh banyak faktor seperti pH dan oksidasi.
Kelarutan logam dalam air dikontrol oleh pH air. Kenaikan pH menurunkan kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur (Palar, 2004). Selain itu, kenaikan suhu air laut dan penurunan pH akan mengurangi adsorpsi senyawa logam berat pada partikulat. Suhu air laut yang lebih dingin akan meningkatkan adsorpsi logam berat ke partikulat untuk mengendap di dasar laut. Pada saat suhu air laut naik, senyawa logam berat akan melarut di air laut karena penurunan laju adsorpsi ke dalam partikulat. Logam yang memiliki kelarutan yang kecil akan ditemukan di permukaan air laut selanjutnya dengan perpindahan dan waktu tertentu akan mengendap hingga ke dasar laut, artinya logam tersebut hanya akan berada di dekat permukaan air laut dalam waktu yang sesaat saja untuk kemudian mengendap lagi. Hal ini ditentukan antara lain oleh massa jenis air laut, viskositas (kekentalan) air laut, temperatur air laut, arus serta faktor-faktor lainnya
(Erlangga, 2007).
Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan oksigen, misalnya akibat kontaminasi bahan-bahan organik, daya larut logam berat akan menjadi lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti
(27)
Zn,Cu, Cd, Pb, Hg dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal, 1987 in Erlangga 2007). Logam berat yang terlarut dalam air akan
berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen (Wilson, 1988 in Erlangga 2007).
Logam berat mempunyai sifat yang mudah terikat oleh bahan organik dan selanjutnya mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, maka kadar logam berat dalam sedimen umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan di kolom perairan (Harahap, 1991). Kandungan logam berat pada sedimen umumnya rendah pada musim kemarau dan tinggi pada musim penghujan. Penyebab tingginya kadar logam berat dalam sedimen pada musim penghujan kemungkinan disebabkan oleh tingginya laju erosi pada permukaan tanah yang terbawa ke dalam badan sungai, sehingga sedimen dalam sungai yang diduga mengandung logam berat akan terbawa oleh arus sungai menuju muara dan pada akhirnya terjadi proses sedimentasi (Bryan, 1976). Tabel di bawah ini menunujukkan konsentrasi logam Cd dan Cu dalam sedimen di beberapa Perairan di Indonesia. Tabel 2. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada sedimen di beberapa Perairan di
Indonesia
Lokasi Konsentrasi logam Tahun Sumber Cd (ppm) Cu (ppm)
Perairan Teluk Jakarta
0,90-2,66
(1,75±0,62) (27,6±13,5) 7,6-52,6
1990, Juni Hutagalung (1994) 0,95-2,53 (1,72±0,52) 7,2-53,9 (27,4±13,4) 1990, November Hutagalung (1994) Muara Sungai Way
Kambas dan Way Sekampung
ttd-0,011 1,884-5,983 September 1998, Nanty (1998) 1,625-6,073 1998, Juli Nanty (1998) Perairan Teluk
Jakarta 0,007-0,277 (0,109)
4,792-76,777 (24,057) 2004, Januari Sianingsih (2005)
(28)
2.3 Logam Berat pada Biota Bentik
Logam yang ada pada perairan suatu saat akan turun dan mengendap pada dasar perairan, membentuk sedimentasi, hal ini akan menyebabkan organisme yang mencari makan di dasar perairan (udang, rajungan, dan kerang) akan memiliki peluang yang besar untuk terpapar logam berat yang telah terikat di dasar perairan dan membentuk sedimen (Rahman, 2006). Akumulasi logam berat dalam sedimen dalam jumlah banyak dapat berperan sebagai sumber kontaminan logam untuk kolom air diatasnya ketika tidak ada lagi input ke dalam ekosistem (Fadhlina, 2008).
Bahan pencemar (racun) masuk ke tubuh organisme melalui
proses absorpsi. Absorpsi merupakan proses perpindahan racun dari tempat pemejanan atau tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi darah. Absorpsi, distribusi dan ekskresi bahan pencemar tidak dapat terjadi tanpa transpor melintasi
membran. Proses transportasi dapat berlangsung dengan 2 cara : transpor pasif (yaitu melalui proses difusi) dan transpor aktif (yaitu dengan sistem transport khusus, dalam hal ini zat lazimnya terikat pada molekul pengemban) (Hutagalung, 1997).
Menurut Simkiss dan Mason (1983) bahwa logam-logam ringan seperti Na, K, Ca dan Mg merupakan logam dalam kelompok kelas A yang keterlibatan ion logamnya dalam makhluk hidup menyangkut proses fisiologis. Logam berat yang dimasukkan dalam kelas B merupakan logam-logam yang terlibat dalam proses-proses enzimatik dan menimbukan polusi misalnya Zn, Cd, Hg dan Pb. Aktivitas dari logam kelas A masuk ke dalam tubuh hewan biasanya dengan cara difusi membran sel, sedangkan kelas B terikat dengan protein.
(29)
Faktor lingkungan yang mempengaruhi absorbsi logam berat yaitu konsentrasi logam berat, salinitas, suhu bentuk fisika kimia logam tersebut (Bayne, 1976 in
Ningtyas, 2002). Sementara faktor yang mempengaruhi laju absorbsi logam berat pada biota yaitu, konsentrasi logam berat dalam tubuh, ukuran organisme,
pertumbuhan, kondisi fisiologi, seks dll. Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh biota menurut Simkiss dan Mason (1983) secara umum melalui tiga cara: 1. Endositas
Endositas adalah pengambilan partikel dari permukaan sel dengan membentuk wahana perpindahan oleh membran plasma. Proses endositas sepertinya berperan dalam pengambilan logam berat dalam bentuk tidak terlarut. 2. Diserap dari air
Kandungan logam berat dalam jaringan tubuh biota 90% berasal dari penyerapan oleh sel epitel insang. Insang diduga sebagai organ yang menyerap logam berat dalam air.
3. Diserap dari makanan dan sedimen
Penyerapan logam dari makanan dan sedimen oleh biota tergantung pada strategi makanan dan life histories dari biota yang diamati. Pada jenis filter
feeder penyerapan tersebut bukan dari larutan seperti yang dijelaskan di atas,
tetapi makanan dan partikel yang tersarng.
Logam berat merupakan logam yang berperan dalam proses enzimatik. Jenis logam ini masuk ke dalam jaringan melalui ikatan dengan protein (ligand
binding). Pasangan ion logam dalam air laut akan berbentuk (LCl)0, (LCO3)0,
(LSO4)0, (LCl2)0, dan (LCl3)- yang ikatan ionnya bergantung pada pH air.
(30)
menyebabkan membran menjadi ligan protein dalam sel agar logam dapat berikatan. Logam berat lebih reaktif terhadap ikatan ligan dibandingkan dengan logam lainnya sehingga dalam sistem metaloenzim akan mengganggu proses metabolisme sel (Darmono, 1995).
Menurut Darmono (1995) sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi
organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota. Akan tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh (Palar, 2004). Berikut ini adalah konsentrasi logam berat pada tubuh biota Anadara granosa pada beberapa
Perairan di Indonesia
Tabel 3. Kandungan beberapa logam berat pada biota bentik di Perairan Semarang dan Kuala Tungkal
Lokasi Jenis biota Jenis logam Konsentrasi (ppm) Tahun Pustaka
Periran Estuari Kuala Tungkal DT I Prov. Jambi
Anadara granosa
Pb
8,193-13,242
(10,712±2,524) 1996, Juli Damaiyanti (1999) 7,173-11,584 (9,378±2,206) 1996, Nopember Cu 5,839-9,882
(7,860±2,022) 1996, Juli Damaiyanti (1999) 9,404-21,525 (15,464±6,060) 1996, Nopember Zn 1,235-9,417
(5,326±4,091) 1996, Juli Damaiyanti (1999) 5,602-5,857
(5,730±0,128 Nopember 1996, Perairan
Semarang Anadara sp. Hg 0,017-0,319 1997, Juli-September
Suprijanto (1998)
(31)
2.3 Fraksinasi Logam Berat dalam Sedimen
Logam dalam lingkungan perairan akan berasosiasi dengan berbagai ligan organik dan anorganik terlarut sebaliknya fraksi yang lain akan berasosiasi dengan bahan partikulat melalui proses adsorpsi, presipitasi, copresipitasi atau oleh proses
uptake oleh organisme plankton. Proses kimia, fisika dan biologi yang kompleks
menyebabkan fraksi utama dari logam akan masuk dan berasosiasi ke dalam sedimen perairan hal ini dapat dilihat pada gambar 1 (Tessier dan Campbell, 1987).
L-organisme L-teradsorpsi L-berasosiasi dengan Fe dan Mn oksida dan fase padat lainnya L: Logam
Sumber: Tessier dan Campbell, 1987
Gambar 1. Skema pembagian logam di lingkungan perairan Sedimen merupakan campuran kompleks hasil dari pelapukan dan erosi seperti alumosilikat dan besi, alumunium oksihidroksida dan sulfida, dan substansi yang dihasilkan oleh aktivitas biologi baik organik (mikroorganisme,
Kompleks organik
Kompleks anorganik
L
Z+L
Y+
(32)
detritus dan substansi humus) maupun inorganik (karbonat, fosfat, dan silikat) (Tessier, 1992 in Škvarla, 1998). Ketersediaan logam berat dalam sedimen
dipengaruhi oleh hubungan logam - logam berat dengan satu atau lebih dari komponen penyusun sedimen, karenanya konsentrasi logam berat dalam fraksi sedimen memberikan gambaran tentang ketersediaan logam berat bagi biota.
Penentuan ketersediaan logam dalam fraksi sedimen telah banyak dikaji. Tessier et al (1979) membagi fraksi-fraksi di dalam sedimen yang menyebabkan
berikatannya logam, diantaranya ;
1. Fraksi exchangeable ; Komponen utama pada fraksi ini muliputi lempung
(clay), Oksigen hidrat dari besi dan mangan, dan asam humus. Fraksi ini
memiliki mobilitas yang tinggi. Perubahan dari komposisi kation dapat menyebabkan terlepasnya logam (seperti di lingkungan estuari).
2. Fraksi yang berikatan dengan karbonat ; Logam dapat berasosiasi dengan karbonat. Fraksi ini mudah berubah dengan perubahan pH.
3. Fraksi berikatan dengan besi dan mangan oksida ; Terdiri dari logam yang diadsorpsi atau dilapisi oleh Fe-Mn oksida. Fraksi ini memiliki mobilitas yang relatif tinggi, tergantung pada perubahan kondisi redoks. Perubahan ini menyebabkan terlepasnya logam tetapi sebagian lagi mengendap jika terdapat mineral mineral sulfide. Bongkahan atau nodul mangan (Mn) dan besi (Fe) yang terbentuk di dasar laut adalah bentuk dari sedimen
hydrogeneous yang dihasilkan melalui reaksi kimia dalam air laut. 4. Fraksi yang berikatan dengan bahan organik ; Logam dapat berikatan
dengan berbagai bentuk bahan organik seperti organisme hidup, detritus, atau partikel mineral, dan lain sebagainya. Di bawah kondisi oksidasi
(33)
dalam perairan alami, bahan organik dapat terdegradasi dan terjadi pelepasan logam terlarut.
5. Fraksi residual ; Fase residual terdiri dari mineral utama atau kedua
(primary and secondary minerals) dimana logam berada pada struktur
kristal. Logam tidak akan berubah ke dalam bentuk terlarut pada jangka waktu tertentu di bawah kondisi normal.
Ketersediaan logam berat dalam sedimen sangat berkaitan erat dengan sifat-sifat dan ukuran sedimen. Sedimen yang mengandung jumlah mineral lempung (clay) dan bahan organik akan cenderung mengakumulasi logam lebih tinggi,
karena senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat mengikat logam (Tack et. al.,
1997 in Arifin, 2006). Menurut Thomas dan Bendell –Young (1998 ) komponen
hasil oksida besi dan magnesium dan bahan organik merupakan komponen geokimia yang paling penting dalam mengontrol pengikatan logam - logam berat dari sedimen estuari. Oleh karena itu, pengetahuan tentang pembagian logam-logam utama diantara tiga komponen sedimen ini (hasil oksida besi dan
magnesium dan bahan organik) sangat penting untuk mengestimasi ketersediaan logam-logam berat dalam sedimen.
Ukuran partikel sedimen (grain size) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi konsentrasi dan proses adsorpsi logam berat dalam sedimen. Afinitas logam berat umumnya lebih besar pada sedimen yang berukuran lebih halus (Penny, 1984 dan Gaw, 1997 in Parera 2004) sehingga konsentrasi logam
berat lebih besar pada permukaan sedimen yang memiliki ukuran partikel lebih kecil (Penny, 1984; Gaw, 1997; Burden, 2002 in Parera 2004). Menurut Bernhard
(34)
yang berupa lumpur, tanah liat, pasir berlumpur dan campuran dari ketiganya dibandingkan dengan yang berupa pasir murni. Tabel 4 menunjukkan hubungan konsentrasi logam berat Cu, Pb dan Zn terhadap ukuran butiran sedimen. Tabel 4. Hubungan antara ukuran butiran sedimen (µm) dan konsentrasi logam
Cu, Pb dan Zn (µg/g) Ukuran butiran sedimen
(µm)
Konsentrasi logam (µg/g)
Cu Pb Zn
1-10 39 78 1067
11-30 43 60 623
31-60 28 41 479
61-150 23 27 308
Sumber: Gaw (1997 in Parera 2004)
Faktor lain yang mempengaruhi kandungan logam berat adalah kandungan bahan organik. Gaw (1997 in Parera 2004) menemukan hubungan yang positif
antara kandungan materi organik dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen walaupun bahan organik bukan merupakan faktor utama yang mengatur
konsentrasi logam berat dalam sedimen khususnya di daerah estuari. Keberadaan bahan organik mampu mengikat 5-20 % atau lebih dari kandungan logam dalam sedimen (Campbell et al., 1988).
Mangan oksida dan besi oksida dalam sedimen mempengaruhi kandungan dan asosiasi logam berat dalam sedimen. Besi oksida yang hidrous, mangan dan alumunium terutama Fe dan Mn oksida pada keadaan dapat mengoksidasi, dapat menyerap atau mengkopresipitasi kation dan anion dari larutan dan dapat menyerap logam-logam dalam air terutama logam runutan. Dalam keadaan reduksi logam yang terserap dapat diremobilisasi kembali ke larutan dan bertindak sebagai sumber logam dalam perairan, namun logam yang terikat oleh fraksi
(35)
sedimen akan mengalami diagenesis melibatkan peningkatan bobot molekul dan hilangnya gugus fungsi. Terbentuknya cadangan logam berat dalam sedimen perairan umumnya relatif stabil dan kurang reaktif, namun demikian mobilisasi dapat terjadi melalui proses mikrobial (Connel dan Miller, 1995). Menurut Campbell et al. (1988) keberadaan mangan dan besi oksida dalam sedimen
mampu mengikat logam 10-50 % bahkan lebih dari total logam dalam sedimen walaupun fraksi Mangan dan besi oksida tersebut jarang sekali ditemukan banyak sebagai material penyusun sedimen terrigenous. Kandungan logam pada beberapa fraksi sedimen laut dalam dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Mn- Fe dan beberapa logam pada fraksi-fraksi laut dalam, satuan µg/g
Logam laut dalam Karbonat Lempung (c
lay)
pada Laut dalam Atlantik
Lempung (clay)
Pada laut dalam Pasifik
Bongkahan (nodul-nodul)
besi-mangan
Cr 11 86 77 10
Cu 30 130 570 3300
Pb 9 45 162 1500
Zn 35 130 - 3500
Mn 1000 4000 12500 220000 Fe 9000 82000 65000 140580 Sumber: Chester (1990)
Pembagian logam berat logam dalam sedimen bergantung pada banyak faktor diantaranya; lingkungan dan konsentrasi ligan di perairan, konsentrasi padatan subsrat, Eh, pH. Perbedaan faktor lingkungan seperti pengadukan sedimen anoksik atau proses acidifikasi di kolom perairan dapat merubah pembagian logam di sedimen (Tessier dan Campbell, 1987). Pembagian logam berat dalam air dan sedimen juga sangat dipengaruhi kondisi redoks selain keberadaan bahan organik serta faktor lingkungan lainnya.
(36)
pH merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses spesiasi logam berat, kelarutan dari mineral, transport dan kemampuan logam berat dapat diserap oleh organisme. pH berpengaruh terhadap kemampuan daya larut logam berat dan proses adsorpsi-desorpsi. Kebanyakan logam berat (mineral hydroxide)
memiliki kelarutan yang sangat rendah di bawah kondisi pH perairan alami, karena aktivitas ion hydroxide secara langsung berhubungan dengan pH,
kelarutan mineral logam hydroxide akan bertambah seiring dengan penurunan pH, dan kemudian logam berat yang terlarut sangat potensial dapat dimanfaatkan dalam proses biologi saat kondisi pH turun (Salomon, 1995 in John dan
Leventhal, 1995).
Faktor lain yang mempengaruhi proses spesiasi logam berat adalah temperatur. Pada lingkungan perairan, reaksi kimia sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Temperatur juga dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang diserap organisme, karena rata-rata proses biologi akan meningkat dua kali pada tiap kenaikan temperatur 100C. Kenaikan temperatur mempengaruhi tingkat pemasukan dan pengeluaran logam berat, bioakumulasi mungkin meningkat atau tidak (Luoma, 1983 in John dan Leventhal, 1995).
(37)
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini merupakan kegiatan program penelitian tentang fate kontaminan
logam di Delta Berau yang dilakukan oleh bagian Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). Penelitian meliputi pengambilan contoh dan pengukuran data di lapangan dan analisis di Laboratorium. Pengambilan contoh air, sedimen dan biota dilakukan di Perairan Delta Berau, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur pada tanggal 25-30 April 2008 oleh tim peneliti P2O-LIPI. Analisis laboratorium yang meliputi pengukuran konsentrasi logam dalam air, kerang, sedimen dan seston dilakukan pada bulan Mei 2008 hingga Januari 2009 di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI, Jakarta Utara.
3.2 Alat dan bahan
Penelitian ini menggunakan alat dan bahan yang digunakan di lapangan dan di laboratorium yang secara rinci disajikan pada Tabel 6
3.3 Teknik pengambilan data 3.3.1 Penentuan stasiun pengamatan
Stasiun pengambilan contoh ditentukan berdasarkan sumber polutan, yaitu daerah hulu dan mulut-mulut muaranya dan mewakili seluruh perairan delta. Penentuan geografis stasiun pengambilan contoh menggunakan Global
Positioning System (GPS) yang kemudian diplotkan ke dalam peta (Gambar 2).
Contoh sedimen yang diambil sebanyak 21 stasiun meliputi daerah yang mewakili sungai, muara dan laut. Contoh air unutk analisis logam hanya diambil 6 stasiun.
(38)
Tabel 6. Alat dan bahan penelitian yang digunakan di lapangan dan di laboratorium
Alat
Lapangan Laboratorium
GPS Garmin 60 XL Timbangan digital Satorius Van Dorn Water Sampler, Smith
McIntyre Grab
pH/mV/oC Meter Cyherscan
Waterproof , corong pisah DO meter YSI 55 dan refraktometer,
Cubitainer 1L, Kertas saring dan Vacum pump, Ice Box
Centrifuge, Hot plate, Oven,
Tanur/furnace , AAS, Varian Spectra AA 20 plus
Bahan
Lapangan Laboratorium
Aquades, HNO3 APDC, MIBK, HNO3 Aqua Regia,
Larutan HF, Asam Borat HNO3
0,1 N NH2OH HCl in 0,01 N HNO3,
0,1 N NH2OH HCl in 25% HOAc,
Aqua regia, NH4OH
Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan penentuan stasiun perairan Delta Berau, Kalimantan Timur April 2008
(39)
3.3.2 Pengambilan data di lapangan
Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran secara langsung di Perairan Delta Berau. Pengukuran data di lapangan meliputi suhu air laut (oC), salinitas, oksigen terlarut (DO, mg/L), dan derajat keasaman perairan (pH) dengan menggunakan DO meter digital dan refraktometer. Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman 1 meter sebanyak 3 kali ulangan.
3.3.3 Pengambilan contoh air
Pengambilan contoh air laut untuk pengukuran Total Suspended Solid (TSS)
dan logam berat dilakukan dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler yang
terbuat dari bahan organik PolyVinyl Clorida (PVC) dan memiliki kapasitas 2 liter
sebanyak 1 liter yang diambil dari kedalaman 1 meter dari permukaan air. Contoh air untuk analisa logam berat disaring dengan nucleopore dengan ukuran pori 0,45 µm yang sebelumnya telah direndam dalam HCl 6 N selama seminggu, dibilas dengan akuades dan ditimbang berat kosongnya. Contoh seston diambil dari kertas saring nucleopore yang dipakai untuk menyaring contoh air laut sebanyak 1
liter. Kertas saring nucleopore yang telah digunakan dimasukkan dalam plastik
bersegel dan diberi label. Air yang telah disaring kemudian dimasukkan ke dalam botol cubitainer 1 liter dan diawetkan dengan menambahkan HNO3 65% (pH < 2)
sebanyak 1 ml . Contoh air dan seston kemudian dimasukkan ke dalam ice box
dengan suhu < 4ºC untuk dianalisis lebih lanjut di laboratorium, kemudian disimpan dalam ice box untuk dianalisis kandungan logam berat lebih lanjut di
(40)
3.3.4 Pengambilan contoh sedimen
Contoh sedimen diambil dengan menggunakan Smith Mcintyre Grab yang
terbuat dari stainless steel pada lapisan permukaan sedimen dengan kedalaman
0-5 cm. Contoh sedimen diambil sebanyak tiga kali ulangan pada setiap stasiun yang kemudian dikumpulkan (dikomposit) menjadi satu. Contoh kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari polietilen yang terlebih dahulu dibersihkan dengan perendaman dalam 6 N HNO3 dan dibilas tiga kali dengan air
suling bebas ion kemudian disimpan dalam ice box.
3.3.5 Pengambilan contoh biota Anadara granosa
Pengambilan contoh biota Anadara granosa dilakukan dengan menggunakan
cawuk Smith McIntyre yang memiliki bukaan mulut 0,05 m2. Contoh sedimen
yang didapatkan kemudian ditempatkan ke dalam ayakan bermata saringan 500 m dan dibilas in situ dengan air laut hingga relatif bersih dari lumpur. Residu
sedimen tersebut kemudian dimasukkan kedalam kantung plastik yang telah diberi label dan difiksasi dengan campuran formalin 10%. Biota Anadara granosa
kemudian dibekukan sampai analisis berikutnya.
3.4 Analisis contoh
3.4.1 Pengukuran logam dalam air laut
Analisis logam berat terlarut dalam air laut menggunakan prosedur APHA, 1992 in Hutagalung et al., 1997. Sebanyak 250 ml contoh air yang telah diambil
ditambahkan HNO3 (1N) dan NaOH (1N) hingga pH sampel air menjadi 3,5 – 4
kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah polietilen. Dalam suasana asam, kandungan logam berat (kecuali Hg) yang terkandung dalam air laut bereaksi jika ditambah dengan amonium pirolidin ditiocarbonat (APDC) membentuk senyawa
(41)
kompleks organik yang tidak larut dalam fase air. Dengan penambahan pelarut organik (MIBK), senyawa kompleks logam berat-APDC larut dalam metil iso
butil keton (MIBK). Kompleks logam berat-APDC dipecah dengan HNO3 pekat,
sehingga terbentuk ion dan larut kembali ke dalam fase air. Fase air ditampung kemudian diukur konsentrasi logam beratnya. Analisis konsentrasi logam berat dalam air laut dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.4.2 Pengukuran logam dalam seston
Analisis logam berat dalam seston menggunakan prosedur APHA, 1992 in
Hutagalung et al., 1997. Kertas saring yang telah digunakan untuk menyaring 1L
air laut dikeringkan dalam oven selama 24 jam, kemudian digunakan untuk menghitung zat padat tersuspensi/TSS dan logam berat dalam seston. Destruksi contoh TSS dengan menggunakan aquaregia (campuran HCl dan HNO3 pekat 3 :
1) dan penambahan 1 ml HF pekat dan kemudian dipanaskan pada suhu 90 – 1000C selama 4 jam. Setelah larutan contoh dingin pada suhu kamar, larutan contoh dimasukkan ke dalam labu ukur polyethylene yang telah berisi campuran 5
ml asam borat dan dibilas dengan aquades teflon bombnya hingga volume
penepatan 25 ml. Larutan contoh dikocok-kocok dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian larutan contoh didekantasi menggunakan kertas saring nucleopore
ukuran ukuran pori 0,45 m. Larutan contoh yang telah didekantasi kemudian diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen. Analisis pengukuran logam berat dalam seston dapat dilihat pada Lampiran 2.
(42)
3.4.3 Pengukuran logam dalam sedimen
Analisis logam berat total dalam sedimen menggunakan prosedur Bendell-Young et al. (1992) in Thomas dan Bendell-Young (1998), dimana nilai
konsentrasi hasil destruksi menggunakan aqua regia sebagai nilai yang mendekati
konsentrasi logam berat total dalam sedimen. Contoh sedimen (± 5 gram Berat basah) didestruksi menggunakan campuran HCl pekat dengan HNO3 pekat (3:1)
kemudian dipanaskan 850C dalam penangas selama 8 jam. Sampel sedimen
kemudian ditepatkan 25 ml dengan akuades dan disentrifuge pada 250 RPM dan diambil fase supernatannya untuk kemudian dihitung konsentrasinya dengan AAS (Lampiran 3).
3.4.4 Pengukuran logam berat dalam Anadara granosa
Analisis logam berat dalam tubuh Anadara granosa menggunakan metode
Parsons (1999). Namun sebelumnya, Anadara granosa dikelompokkan terlebih
dahulu ke dalam 3 ukuran panjang yaitu; ukuran kecil (< 2,5 cm), sedang (2,5 – 3cm) dan besar (3 – 5 cm) sebelum dilakukan analisis. Analisis hanya dilakukan pada jaringan (tissue) tubuhya. Sampel jaringan kerang yang di analisis
ditimbang dengan bobot ± 10 gram berat basah, kemudian sampel didestruksi dengan larutan 10 ml HNO3 pekat di dalam teflon bomb, kemudian ditentukan
konsentrasi logam dengan AAS. Analisis logam berat pada tubuh Anadara
granosa dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.4.5 Ukuran butiran sedimen
Ukuran butiran sedimen ditentukan menggunakan alat ayakan mekanik. Ayakan yang dipergunakan memiliki ukuran bukaan 2 mm, 0,8 mm, 0,4 mm,
(43)
0,15 mm, dan 0,063 mm. Pengayakan dilakukan dengan metode pengayakan basah. Butiran sedimen diklasifikasi berdasarkan klasifikasi Wenworth, 1922 in
Wibisono, 2005. Klasifikasi ini memisahkan sedimen ke dalam fraksi ukuran butiran yang berbeda yaitu kerakal 8-16 mm, kerikil 2-8 mm, pasir (sand) 0,063-2
mm, lanau (silt) 0,004-0,063 mm, lumpur (mud) <0,063 dan lempung (clay)
<0,004 mm. Pada penelitian ini data grain size sedimen hanya didapatkan pada
fraksi kerikil, pasir dan lumpur (Lampiran 5).
Analisis ukuran butiran sedimen dikerjakan pada gabungan sampel dari 3 kali ulangan tiap masing-masing stasiun yang dilakukan di Laboratorium Geologi, P2O- LIPI. Hasil analisis butiran sedimen dapat dilihat pada Lampiran 11.
3.4.6 Analisis fraksinasi logam berat dalam sedimen
Analisis pengukuran logam berat dalam fraksi sedimen menggunakan metode ekstraksi secara simultan yang dikembangkan Bendell-Young et al. (1992) in
Thomas dan Bendell-Young (1998) seperti pada Gambar 9 dan Lampiran 7. Prosedur ekstraksi secara simultan menghitung konsentrasi logam berat yang secara operasional dibagi kedalam komponen-komponen geokimia sedimen:
easily reducible (berasosiasi dengan fase sedimen mangan oksida); easily
reducible+reducible (berasosiasi dengan fase sedimen mangan oksida dan besi
oksida); organik (fraksi sedimen yang berikatan dengan bahan organik); dan aqua
regia (mendekati konsentrasi logam berat total dalam sedimen).
Sebanyak 4,5 – 6 gram berat basah contoh sedimen diambil untuk mengukur konsentrasi logam berat pada setiap fraksi sedimen tersebut. Ekstraksi logam pada fraksi easily reducible menggunakan 10 ml 0,1N NH2OH HCl in 0.01N
(44)
0.1N NH2OH HCl in 25% HOAc dengan pemanasan pada suhu 950C selama 6
jam, sedangkan ekstraksi logam pada fraksi organik dengan menggunakan 20 ml 1N NH4OH ke dalam contoh sedimen kemudian dibiarkan selama seminggu
(Gambar 3).
Pada penelitian ini, dilakukan beberapa modifikasi terhadap metode Bendell-Young et al., 1992 in Thomas and Bendell-young, 1998, analisis bahan organik
total (TOM) pada sedimen yang dinyatakan dengan persentase lost on ignition
(%LOI) dianalisis menurut APHA (1992) yaitu dengan pembakaran sampel
sedimen pada suhu 500oC selama 4 jam, dapat dilihat pada Lampiran 5.
Selain itu, terdapat perbedaan terhadap penentuan klasifikasi logam berat dalam fraksi resistan dan non-resistan berdasarkan metode yang digunakan Thomas dan Bendell-young (1998). Pada metode Thomas dan Bendell-young, fraksi reducible dan easy reducible termasuk ke dalam fraksi non-resistan (dapat
diserap oleh biota), sedangkan fraksi organik dan residual termasuk ke dalam resistan (tidak dapat diserap oleh biota). Pada penelitian ini fraksi organik termasuk ke dalam fraksi non-resistan, dengan alasan tahapan destruksi pada fraksi organik tidak menggunakan asam kuat (HNO3/HCl) seperti pada prosedur
menurut Bendell-Young dan Harvey (1992). Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non-resistan dapat dilihat pada Tabel 7.
(45)
Sumber : Bendell-Young et al., 1992 in Thomas dan Bendell-Young, 1998
Gambar 3. Skema analisis fraksinasi geokimia logam berat pada sedimen
Tabel 7. Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non resistan antara yang digunakan dalam skripsi dengan Thomas dan Bendell-Young (1998)
Fraksi sedimen Thomas dan Bendell-
Young (1998) Skripsi Non resistan (dapat
diserap oleh biota)
Easily Reducible Reducible
Easily Reducible Reducible
Organik Resistan (tidak dapat
diserap oleh biota)
Organik
Residual
Residual
Contoh sedimen (4,5 – 6 gram) gram
% LOI
Acid extractable Mn
oxides
Sentrifuge pada 6500 RPM,
pipet bagian supernantan Organik Bakar pada
600oC, selama 1 jam
Aqua Regia
3:1 campuran cHCl:cHNO3
pada 70oC selama8 jam
Easily Reducible+ Reducible
0.1N
NH2OH HCl in 25%
HOAc pada 95oC selama
Mn+Fe oxides
Keringkan pada 60
oC, 24 jam
Easily Reducible
0.1N NH2OH
HCl in
0.01N HNO3 selama0.5 jam Organik 1N NH4OH
selama 1 minggu
Ukur Cd, Cu dengan AAS
(46)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kualitas Perairan Delta Berau
Kondisi perairan Delta Berau berdasarkan hasil pengamatan dipengaruhi oleh masukan 2 aliran sungai utama yaitu aliran Sungai Kelay dan dan Sungai Segah. Rincian data parameter kualitas air yang diamati disajikan pada Lampiran 8.
Suhu stasiun pengamatan perairan Delta Berau, April 2008 memiliki kisaran antara 26,3 0C – 29,7 0C, dengan suhu terendah berada pada stasiun 1 dan suhu tertinggi pada stasiun 8 (Gambar 4). Pada wilayah sungai suhu perairan berkisar antara 26,3oC – 28,6oC dengan rata-rata 27,4oC, untuk wilayah muara suhu perairan berkisar 27,5 oC – 29,7 oC dengan rata-rata 28,4 oC, sedangkan untuk wilayah laut suhunya berkisar antara 28,1 oC – 29,1 oC dengan rata-rata 28,4 oC. Menurut Nontji (1987), suhu air permukaan di perairan Indonesia berkisar antara 28 oC – 31oC dan dalam setahun terdapat dua suhu maksimum yaitu pada musim pancaroba awal tahun (April – Mei) dan pancaroba akhir tahun (November), sedangkan pada penelitian sebelumnya kisaran suhu untuk perairan Delta Berau berkisar antara 29,4 oC – 32,1 oC. Suhu di perairan Delta Berau pada saat
pengamatan dan penelitian sebelumnya tidak jauh berbeda sehingga dapat dikatakan suhu Perairan Delta Berau masih dalam kondisi normal.
Temperatur memiliki pengaruh penting dalam spesiasi logam, karena
kebanyakan tingkat reaksi kimia sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Temperatur juga dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang diserap
organisme, karena rata-rata proses biologi akan meningkat dua kali lipat pada tiap kenaikan temperatur 10 oC. Karena kenaikan temperatur mempengaruhi tingkat
(47)
influx (pemasukan) dan efflux (pengeluaran) logam berat, bioakumulasi total
mungkin meningkat atau tidak (Luoma, 1983 in John dan Leventhal, 1995)
Gambar 4. Nilai suhu perairan (0C) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008
117.65 117.7 117.75 117.8 117.85 117.9 117.95 118 118.05 118.1
1.8 1.9 2 2.1 2.2 2.3 21 13 12 20 14 11 10 2 1 3 4 9 15 16 19 7 6 5 18 17 8 Muara Garura Muara pantai Sodang Besar Muara Kasai Tanjung Batu Lunsuranaga Guntung 26.2 26.4 26.6 26.8 27 27.2 27.4 27.6 27.8 28 28.2 28.4 28.6 28.8 29 29.2 29.4 29.6 29.8
0 0.1 0.2 0.3 0.4
Celcius
(48)
Perairan pada stasiun pengamatan Delta Berau memiliki kedalaman yang berbeda. Stasiun pengamatan yang memiliki kedalaman paling besar pada Stasiun 19, sedangkan stasiun yang memiliki kedalaman terendah berada pada Stasiun 11 dan 12. Gambar 6 menunjukkan kedalaman perairan Delta Berau pada stasiun
pengamatan. Kedalaman Perairan Delta Berau pada stasiun pengamatan
tergolong dangkal dengan kisaran kedalaman antara 2 – 22 meter. Stasiun daerah sungai dan muara umumnya lebih dangkal daripada stasiun di daerah laut,
sehingga sebaran kedalaman secara spasial menunjukkan bahwa nilai kedalaman pada daerah laut lebih tinggi dari daerah sungai maupun muara (Gambar 7). Pada stasiun 6 tidak ada nilai kedalamannya.
Gambar 6. Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008
(49)
117.65 117.7 117.75 117.8 117.85 117.9 117.95 118 118.05 118.1 1.8 1.9 2 2.1 2.2 2.3 21 13 12 20 14 11 10 2 1 3 4 9 15 16 19 7 6 5 18 17 8 Muara Garura Muara pantai Sodang Besar Muara Kasai Tanjung Batu Lunsuranaga Guntung 1 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Meter
0 0.1 0.2 0.3 0.4
Gambar 7. Sebaran spasial kedalaman (m) secara horizontal perairan Delta Berau, April 2008
Salinitas perairan Delta Berau dari sungai hingga ke laut memiliki kisaran antara 0 -30 dengan rata-rata 18,2. Kisaran nilai salinitas untuk daerah sungai 0 - 14 dengan rata-rata 6,2, daerah muara memiliki kisaran salinitas 18 - 22 dengan rata-rata 14,2, sedangkan pada stasiun di laut memiliki kisaran salinitas 22 - 30 dengan rata-rata 27,4. Pada Stasiun 1 dan Stasiun 2 salinitas bernilai 0 artinya daerah sungai tersebut tidak dipengaruhi pencampuran air laut ketika pasang. Nilai salinitas tertinggi ada pada Stasiun 13, 18, 19 dan 21 dengan nilai salinitas 30, sehingga secara umum nilai salinitas meningkat menuju kearah laut. Hasil pengamatan nilai salinitas disajikan pada Gambar 8, sedangkan sebaran spasial salinitas Perairan Delta Berau dapat dilihat pada Gambar 9. Kisaran salinitas stasiun pengamatan Delta Berau dapat dikatakan masih berada dalam kisaran alami di alam, kisaran alami salinitas untuk perairan estuari di Indonesia menurut Romimohtarto (2007) adalah 15 – 32.
(50)
Gambar 8 . Nilai salinitas pada stasiun pengamatan menurut zonasinya di perairan Delta Berau, April 2008
117.65 117.7 117.75 117.8 117.85 117.9 117.95 118 118.05 118.1 1.8 1.9 2 2.1 2.2 2.3 21 13 12 20 14 11 10 2 1 3 4 9 15 16 19 7 6 5 18 17 8 Muara Garura Muara pantai Sodang Besar Muara Kasai Tanjung Batu Lunsuranaga Guntung 0 4 8 12 16 20 24 28 30 32
0 0.1 0.2 0.3 0.4
Gambar 9. Sebaran spasial salinitas di perairan Delta Berau, April 2008
Derajat keasaman (pH) pada stasiun pengamatan perairan Delta Berau, April 2008 berkisar antara 6,46 – 8,02 dengan pH terendah berada pada Stasiun 1 dan pH tertinggi pada Stasiun 21 (Gambar 10). Nilai rata-rata pH untuk stasiun di daerah sungai bernilai 6,86, nilai rata-rata pH untuk stasiun di daerah muara 7,37 dan nilai rata-rata pH untuk stasiun di daerah laut adalah 7,91. Nilai pH di daerah
(51)
sungai umumnya kecil kemudian bertambah besar berdasarkan zonasinya menuju daerah laut (Gambar 11). Kisaran pH pada stasiun pengamatan dapat dikatakan berada pada kisaran nilai pH alami di alam. Menurut Romimohtarto (2007) pH perairan pesisir permukaan di Indonesia berada pada kisaran 6,00 - 8,50.
Gambar 10. Nilai pH pada stasiun pengamatan menurut zonasinya di perairan Delta Berau, April 2008
117.65 117.7 117.75 117.8 117.85 117.9 117.95 118 118.05 118.1 1.8 1.9 2 2.1 2.2 2.3 21 13 12 20 14 11 10 2 1 3 4 9 15 16 19 7 6 5 18 17 8 Muara Garura Muara pantai Sodang Besar Muara Kasai Tanjung Batu Lunsuranaga Guntung 6.4 6.6 6.8 7 7.2 7.4 7.6 7.8 8 8.1
0 0.1 0.2 0.3 0.4
(52)
Kadar oksigen terlarut (DO) pada stasiun pengamatan perairan Delta Berau, April 2008 memiliki kisaran antara 4,34 mg/l – 6,40 mg/l. Kadar terendah berada pada Stasiun 6 dan kadar tertinggi pada Stasiun 1. Kadar oksigen terlarut pada stasiun pengamatan semakin bertambah besar nilainya berdasarkan zonasi ke arah laut dengan rata-rata kadar oksigen terlarut di derah sungai, muara dan laut 5,16 mg/l, 5,33 mg/l, dan 5,88 mg/l (Gambar 8). Secara keseluruhan perairan Delta Berau dapat dikatakan masih layak untuk kehidupan biota. Kadar DO minimum peruntukan kehidupan organisme akuatik 4,0 mg/l (Monoarfa, 2002)
Oksigen terlarut di dalam sedimen (interstitial water) juga mempengaruhi
keberadaan mangan. Mn2+ terlarut pada lapisan oksidasi sedimen akan dioksidasi menjadi (MnO2)S, dan pada lapisan dibawahnya (lapisan reduksi sedimen) Mn
oksida akan direduksi kembali menjadi (Mn2+)AQ. Dengan demikian, jumlah
Mn2+ terlarut meningkat dengan bertambahnya kedalaman sedimen, sedangkan Mn fase solid akan menurun (Chester, 1990).
Gambar 12. Kadar oksigen terlarut (mg/l) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008
(53)
Muara Garura
Muara pantai Sodang Besar
Muara Kasai
Tanjung Batu
Lunsuranaga
Guntung
Sukan
4.3 4.5 4.7 4.9 5.1 5.3 5.5 5.7 5.9 6.1 6.3
mg/L
0 0.1 0.2 0.3 0.4
Gambar 13. Sebaran spasial oksigen terlarut (mg/l) di Perairan Delta Berau, April 2008
Total padatan tersuspensi (Total Suspended Solid/ TSS) adalah bahan-bahan
tersuspensi (diameter >1 m) yang tertahan pada saringan millipore dengan
diameter pori 0,45 m. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. TSS pada Perairan Delta Berau berkisar antara 5,50 mg/l – 41,80 mg/l. TSS terendah pada stasiun 13 dan tertinggi pada stasiun 1. TSS di wilayah sungai berkisar antara 10,9 mg/l – 41,8 mg/l dengan rata-rata 23,71 mg/l, di wilayah muara berkisar antara 8,60 mg/l – 24,10 mg/l dengan rata-rata 16,39 mg/l, di wilayah laut TSS berkisar antara 5,50 mg/l – 16,75 mg/l dengan nilai rata-rata 8,94 mg/l (Gambar 14). Sebaran TSS secara spasial menunjukkan bahwa semakin ke arah laut nilai TSS semakin kecil, nilai TSS terbesar terdapat pada daerah sungai (Gambar 15, hal ini karena daerah sungai banyak membawa
(54)
padatan tesuspensi sebagai akibat dari pelapukan batuan, kikisan tanah atau erosi yang terjadi di daratan dan terbawa dalam aliran air sungai.
Gambar 14. Nilai padatan tersuspensi total (TSS) (mg/l) pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di Perairan Delta Berau, April 2008
117.65 117.7 117.75 117.8 117.85 117.9 117.95 118 118.05 118.1
1.8 1.9 2 2.1 2.2 2.3 21 13 12 20 14 11 10 2 1 3 4 9 15 16 19 7 6 5 18 17 8 Muara Garura Muara pantai Sodang Besar Muara Kasai Tanjung Batu Lunsuranaga Guntung 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44
0 0.1 0.2 0.3 0.4
mg/L
(55)
4.2 Konsentrasi Cd dan Cu terlarut
Konsentrasi Cu dan Cd terlarut di perairan Delta Berau, Kalimantan Timur pada bulan April 2008 disajikan pada Gambar 10 dan Lampiran 9. Pengambilan data logam berat terlarut pada perairan Delta Berau hanya dilakukan pada 6 stasiun, 4 stasiun untuk daerah muara sungai dan 2 stasiun untuk daerah laut. Konsentrasi Cu pada perairan Delta Berau berada pada kisaran ttd – 0,001 mg/l dengan konsentrasi terendah pada Stasiun 8 dan tertinggi pada Stasiun 7 dan 18. Konsentrasi Cd pada perairan Delta Berau berkisar antara 0,0005 mg/l – 0,001 mg/l dengan konsentrasi terendah berada di Stasiun 9, 10, 13 dan konsentrasi Cd terbesar pada Stasiun 7, 8, 9, 18.
Keberadaan Cd dan Cu terlarut di Perairan Delta Berau sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia di daerah aliran sungai, aktivitas manusia di kawasan Delta Berau seperti pertambangan, pelabuhan atau aktivitas kapal, pembuangan limbah pabrik, penebangan hutan, pengawetan kayu juga diduga dapat menghasilkan bahan pencemar senyawa yang mengandung Cd dan Cu di perairan Delta Berau sehingga konsentrasinya bertambah (Situmorang, 2008). Konsentrasi Cd dan Cu terlarut pada stasiun pengamatan Delta Berau masih tergolong sesuai dengan kadar alami dalam air laut. Konsentrasi Cd alami dalam air laut sebesar 0,11 ppb (Whaldichuck, 1974 in Rohyatun et al., 2003) dan konsentrasi Cu alami dalam air
laut berkisar antara 0,002 – 0,005 ppm (Palar, 1994) atau 0,002 ppm
(Whaldichuck, 1974 in Rohyatun et al., 2003). Konsentrasi Cd dan Cu dalam
perairan pada beberapa penelitian di Perairan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
(56)
Gambar 10. Konsentrasi Cd dan Cu (mg/l) terlarut pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008
4.3 Konsentrasi Cd dan Cu dalam seston
Konsentrasi logam berat dalam seston menunjukkan besarnya kandungan logam dalam padatan tersuspensi dalam kolom perairan. Gambar 11
menunjukkan konsentrasi Cd dan Cu dalam seston di wilayah Delta Berau, Kalimantan Timur pada bulan April 2008. Konsentrasi Cu dalam seston berkisar antara 18,667 µg/g – 104,388 µg/g dengan konsentrasi terbesar pada Stasiun 4 dan
konsentrasi terendah pada Stasiun 12. Konsentrasi Cd dalam seston di perairan Delta Berau berkisar antara <0,001 µg/g – 23,048 µg/g dengan konsentrasi terbesar pada Stasiun 18 dan konsentrasi terendah pada Stasiun 2, 5 dan 15. Konsentrasi Cu dalam seston jauh lebih besar dari pada Cd, bahkan pada beberapa stasiun tidak ditemukan kandungan logam berat Cd dalam seston (Lampiran 10).
(57)
Gambar 11. Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam seston pada stasiun
pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008
4.4 Ukuran butiran sedimen (grain size)
Sedimen perairan terdiri dari berbagai tipe substrat dengan ukuran yang berbeda, umumnya sedimen terdiri dari campuran dari bermacam-macam tipe sedimen yang berbeda. Penentuan jenis dan komposisi sedimen pada penelitian ini didasarkan pada tiga tipe fraksi utama yakni pasir, kerikil dan lumpur. Komposisi fraksi sedimen periran Delta Berau pada stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Lampiran 12
(58)
Gambar 12. Tipe sedimen pada stasiun pengamatan Perairan Delta Berau, April 2008
Tipe sedimen perairan Delta Berau pada stasiun pengamatan didominasi oleh lumpur (mud) dengan persentasi antara 6,26% – 97,99% dengan persentasi
terbesar berada pada Stasiun 18 dan persentasi terkecil pada Stasiun 1. Fraksi pasir mendominasi pada Stasiun 1, 5 , 12, 13 dan 21. Kisaran persentasi fraksi pasir pada stasiun pengamatan adalah 2,01% – 92,09%, sedangkan hanya sedikit fraksi kerikil yang ditemukan pada stasiun pengamatan. Pada stasiun di daerah aliran sungai dan di daerah muara didominasi oleh fraksi lumpur demikian juga dengan stasiun pada zonasi di daerah laut lebih didominasi oleh fraksi lumpur, hasil analisis butiran sedimen secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Tipe sedimen akan mempengaruhi kandungan logam berat dan spesiasinya dalam sedimen, sedimen yang banyak mengandung fraksi yang lebih halus memiliki kemampuan mengikat logam berat lebih tinggi bila dibandingkan fraksi yang sifatnya kasar seperti pasir maupun kerikil.
(59)
4.5 Kandungan organik total (Total Organic Matter / TOM) dalam sedimen
Persentase bahan organik total pada daerah aliran sungai berkisar antara 0,9% - 13,9%, sedangkan pada daerah muara berkisar antara 2,6% - 15,7% dan
persentase bahan organik total pada daerah laut berkisar antara 2,6% - 19,8%. Kandungan bahan organik total yang paling besar pada Stasiun 19 (daerah laut), sedangkan yang paling kecil pada Stasiun 1 (daerah aliran sungai). Persentase
Loss on ignition (LOI) mewakili persentase banyaknya bahan organik yang berada
dalam sedimen. Gambar 13 menunjukkan persentase bahan organik total dalam sedimen (%LOI).
Kandungan organik total dalam sedimen (TOM) sangat berkaitan erat dengan karakteristik dari sedimen. Sedimen yang mengandung fraksi sedimen yang lebih halus akan mengakumulasi bahan organik yang jauh lebih besar dari pada sedimen yang mengandung fraksi lebih kasar seperti pasir dan kerikil karena dengan massa yang sama fraksi sedimen halus memiliki luas permukaan lebih besar daripada sedimen berfraksi yang lebih besar seperti pasir dan kerikil. Pada umumnya jenis sedimen lumpur lebih kaya akan unsur hara daripada sedimen pasir (Situmorang, 2008). Pada Stasiun 1, 12, dan 13 memiliki kandungan organik total dalam sedimen yang lebih rendah, hal ini karena stasiun tersebut lebih didominasi oleh fraksi pasir.
(60)
Gambar 13. Persentase kandungan bahan organik total dalam sedimen pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008
4.6 Konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen
Konsentrasi Cd total dalam sedimen dapat dilihat pada Gambar 14 dan
Lampiran 14. Konsentrasi Cd total dalam sedimen pada stasiun pengamatan Delta Berau berkisar antara 0,022 µg/g - 0, 125 µg/g dengan rata-rata 0,059 µg/g, konsentrasi terbesar berada pada Stasiun 3 dan konsentrasi terkecil berada pada Stasiun 2, 5 dan 15. Konsentrasi Cd pada daerah sungai umumnya jauh lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi logam berat pada daerah muara maupun laut. Konsentrasi Cd pada daerah sungai 0,063 µg/g – 0,125 µg/g rata-rata 0,087 µg/g, sedangkan pada daerah muara berada pada kisaran 0,022 µg/g – 0,064 µg/g dengan rata-rata 0,046 µg/g dan laut berada pada kisaran 0,026 µg/g – 0,077 µg/g dengan rata-rata 0,050 µg/g. Hal ini karena pada konsentrasi logam berat pada
(61)
daerah sungai sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia di daerah daratan seperti pertambangan, aktivitas pertanian, maupun cairan limbah rumah tangga.
Konsentrasi Cu total dalam sedimen berkisar antara 1,575 µg/g – 34,112 µg/g dengan rata-rata 16,537 µg/g, konsentrasi terbesar berada pada Stasiun 4 dan terendah berada pada Stasiun 13, Cu banyak ditemukan pada daerah aliran sungai (Gambar 15). Konsentrasi Cu pada penelitan sebelumnya ditemukan dengan kisaran antara 1,890 µg/g – 28,740 µg/g (Situmorang, 2008). Konsentrasi Cd di sedimen pada beberapa penelitian di perairan Indonesia umumnya jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Cu, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Hutagalung (1994) melaporkan bahwa konsentrasi Cd dalam sedimen Perairan Teluk Jakarta berada pada kisaran 0,900 - 2,660 ppm (1,750 ± 0,620) pada bulan Juni
sedangkan konsentrasi Cu 7,600 - 52,600 ppm (27,600 ± 13,500). Pada bulan November konsentrasi Cd berada pada kisaran nilai 0,950 - 2,530 ppm (1,720 ± 0,520) dan konsentrasi Cu 7,2 - 53,9 ppm (27,400 ± 13,400). Konsentrasi Cu dan Cd dalam sedimen Perairan Pelabuhan Ratu berada pada kisaran nilai 0,068 - 0,343 ppm dan 12,866 - 47,419 ppm (Anindita, 2002). Keberadaan Cd dan Cu dalam sedimen di Perairan Delta Berau menurut Canadian Environmental Quality
Guidelines masih berada pada kondisi alami, konsentrasi alami untuk Cd 4,200
(62)
Gambar 14. Konsentrasi Cd total (µg/g) dalam sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008
Gambar 15. Konsentrasi Cu total (µg/g) dalam sedimen pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008
4.7 Konsentrasi Cd dan Cu dalam fraksi sedimen 4.7.1 Konsentrasi Cd pada fraksi sedimen
Konsentrasi Cd umumnya banyak dijumpai dalam fraksi organik dan easy
(63)
hanya sebagian kecil terdapat dalam fraksi reducible (berasosiasi dengan Fe
oksida) dan residual. Konsentrasi Cd dalam fraksi reducible hanya ditemukan
pada Stasiun 5, 6, 11, 13 dan 21, sedangkan Cd dalam fraksi residual hanya ditemukan pada Stasiun 11, 17 dan 20 dengan konsentrasi pada masing-masing stasiun 0,049 µg/g, 0,014 µg/g dan 0,007 µg/g (Gambar 16).
Konsentrasi Cd pada fraksi organik berkisar antara 0,0075 µg/g - 0,1162 µg/g, dengan konsentrasi tertinggi berada pada Stasiun 10 dan konsentrasi terendah pada Stasiun 11. Konsentrasi Cd pada fraksi easy reducible (berasosiasi dengan
Mn oksida) berkisar antara 0,0155 µg/g – 0,1055 µg/g, dengan konsentrasi terbesar pada Stasiun 3 dan konsentrasi terendah berada pada Stasiun 12.
Fraksi reducible (berasosiasi dengan Fe oksida) untuk Cd hanya ditemukan
pada beberapa stasiun pengamatan (Stasiun 5, 6, 9, 13 dan 21), demikian halnya dengan fraksi residual dari Cd hanya ditemukan pada stasiun 11, 17 dan 20.
Bahkan pada beberapa stasiun pengamatan nilai fraksi residual maupun fraksi
reducible untuk Cd tidak ditemukan pada kedua fraksi tersebut.
Konsentrasi Cd umumnya lebih banyak ditemukan berikatan dengan fraksi
easy reducible, reducible dan organik dalam sedimen. Thomas dan
Bendell-Young (1998) menemukan keberadaan Cd dalam sedimen banyak berikatan dengan fraksi easy reducible maupun reducible bila dibandingkan dengan
keberadaan Cd dalam fraksi residual. Pada perairan estuari, penelitian mengenai spesiasi Cd dalam fraksi sedimen menunjukkan bahwa keberadaan Cd dalam fraksi residual sangat sedikit ditemukan jumlahnya dan fraksi reducible berperan
(64)
(Davies-Colley et al., 1984, Kersten dan Forstner, 1987 in Thomas dan
Bendell-Young, 1998).
Gambar 17 menunjukkan persentase Cd pada fraksi sedimen. Fraksi organik untuk Cd berkisar antara 7,4% - 81,3%, dengan persentase terbanyak pada Stasiun 10 dan persentase terkecil berada pada Stasiun 11. Persentase logam berat Cd pada fraksi easy reducible berkisar antara 18,7% - 79,1%. Fraksi residual hanya
ditemukan dengan pada Stasiun 11, 17 dan 20 dengan persentase masing-masing 48,2%, 13,5% dan 16,2%.
Gambar 16. Konsentrasi Cd (µg/g) dalam fraksi sedimen pada stasiun
(1)
© Hak cipta milik Ardi Afriansyah, tahun 2009
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
(2)
Judul : KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR
Nama : Ardi Afriansyah NRP : C64104063
Disetujui,
Pembimbing I
Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc NIP. 19600727 198603 1 005
Pembimbing II
Dr. Ir. Zainal Arifin, M.Sc NIP. 19590914 198503 1 002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur” dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan bagian kegiatan riset kompetitif LIPI Nasib Kontaminan Logam di Delta Berau tahun 2008. Pengukuran logam berat total dalam sedimen belum dapat menerangkan pengaruh logam berat tersebut terhadap biota bentik. Dengan mengetahui
kandungan logam berat dalam fraksi - fraksi sedimen, dapat memberikan indikasi apakah keberadaan logam berat dalam sedimen tersebut berbahaya terhadap kehidupan biota akuatik. Skripsi ini memberikan pengetahuan sampai sejauh mana keberadaan bahan pencemar logam berat dalam komponen ekosistem di perairan Delta Berau.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, namun demikian hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang karakteristik logam dalam
sedimen dan peran yang terlibat.
Bogor, Juni 2009
(4)
UCAPAN TERIMA KASIH
Atas terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah S.W.T atas rahmat dan Kasih-Nya, sehingga penulis dapat
menghadapi segala permasalahan yang dihadapi.
2. Ayah dan Ibu beserta Kakak dan Adik penulis atas kasih sayang, dukungan, dan doanya.
3. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc. atas segala bantuan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Zainal Arifin, M.Sc. atas perhatian, bimbingan, saran, dan kritik mengenai penelitian ini.
5. Peneliti di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI: Abdul Rozak, A.Md, Dra. Endang Rochyatun (alm.), Lestari, S.Si, Taufik Kaisupy, dan Triyoni Purbonegoro, S.Si atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
6. Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc. sebagai dosen penguji dan Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T. sebagai Koordinator Program Pendidikan ITK, FPIK IPB
7. Adimulyo Nugroho atas kerjasamanya selama analisis dan proses pengolahan data, serta seluruh teman-teman di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor angkatan 2004.
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Karakteristik logam berat ... 4
2.1.1 Kadmium (Cd) ... 4
2.1.2 Tembaga (Cu) ... 5
2.2 Logam berat dalam air ... 6
2.3 Logam berat dalam sedimen ... 10
2.4 Logam berat pada biota bentik ... 13
2.5 Fraksinasi logam berat dalam sedimen ... 16
3 METODE PENELITIAN ... 22
3.1 Lokasi dan waktu penelitian ... 22
3.2 Alat dan bahan... 22
3.3 Teknik pengambilan data ... 22
3.3.1 Penentuan stasiun pengamatan ... 22
3.3.2 Pengambilan data di lapangan ... 24
3.3.3 Pengambilan contoh air ... 24
3.3.4 Pengambilan contoh sedimen ... 25
3.3.5 Pengambilan contoh biota Anadara granosa ... 25
3.4 Analisis contoh ... 25
3.4.1 Pengukuran logam berat dalam air laut ... 25
3.4.2 Pengukuran logam berat dalam seston ... 26
3.4.3 Pengukuran logam berat dalam sedimen... 27
3.4.4 Pengukuran logam berat dalam Anadara granosa ... 27
3.4.5 Ukuran butiran sedimen (grain size) ... 27
3.4.6 Analisis fraksinasi logam berat dalam sedimen ... 28
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Kualitas perairan Delta Berau ... 31
4.2 Konsentrasi Cd dan Cu terlarut ... 39
(6)
4.5 Kandungan bahan organik total (Total Organic Matter / TOM)
dalam sedimen ... 44
4.6 Konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen ... 45
4.7 Konsentrasi Cd dan Cu dalam fraksi sedimen ... 47
4.7.1 Konsentrasi Cd dalam fraksi sedimen ... 47
4.7.2 Konsentrasi Cu dalam fraksi sedimen ... 50
4.8 Hubungan bahan organik total (Total Organic Matter / TOM) dengan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen ... 54
4.9 Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen ... 57
4.10 Konsentrasi Cd dan Cu dalam Anadara granosa ... 58
5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
5.1 Kesimpulan ... 61
5.2 Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
LAMPIRAN ... 67