Pengaruh Konsentrasi H2so4 Dan Berat Dari Bentonit Alam Teraktivasi Dan Komersil Terhadap Adsorpsi Logam Kadmium (Cd) Dan Tembaga (Cu) Dalam Larutan Standar Dalam Metode Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

PENGARUH KONSENTRASI H2SO4 DAN BERAT DARI

BENTONIT ALAM TERAKTIVASI DAN KOMERSIL

TERHADAP ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd)

DAN TEMBAGA (Cu) DALAM LARUTAN

STANDAR DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM

SKRIPSI

EKO RAMADANI

070802017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PENGARUH KONSENTRASI H2SO4 DAN BERAT DARI

BENTONIT ALAM TERAKTIVASI DAN KOMERSIL

TERHADAP ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd)

DAN TEMBAGA (Cu) DALAM LARUTAN

STANDAR DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

EKO RAMADANI 070802017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH KONSENTRASI H2SO4 DAN BERAT

DARI BENTONIT ALAM TERAKTIVASI DAN KOMERSIL TERHADAP ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM LARUTAN STANDAR DALAM METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Kategori : SKRIPSI

Nama : EKO RAMADANI

Nomor Induk Mahasiswa : 070802017

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Agustus 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof.Dr.Harry Agusnar.M.Sc.,M.Phill Prof.Dr.Zul Alfian.M.Sc NIP. 195308171983031002 NIP.195504051983031002

Diketahui/Disetujui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

DR. Rumondang Bulan Nst.,MS. NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH KONSENTRASI H2SO4 DAN BERAT DARI BENTONIT ALAM

TERAKTIVASI DAN KOMERSIL TERHADAP ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM LARUTAN

STANDAR DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2011

EKO RAMADANI 070802017


(5)

PENGHARGAAN

Bissmillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT semesta alam yang dengan curahan cinta-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Serta shalawat dan salam saya sampaikan pada Rasulullah, Muhammad SAW, sosok yang sangat saya idolakan semoga kelak mendapat syafaat Beliau. Amin.

Selanjutnya saya menyampaikan penghargaan dan cinta kasih tulus kepada Ayahanda tersayang Rasidin, yang dengan doa dan tetes peluhnya, mengorbankan banyak hal untuk membesarkan dan mendidik saya dengan penuh cinta, Engkau selalu dihati Ayah, juga kepada Ibunda tersayang Surip, yang dengan doa tiada henti dan cintanya telah mengajarkan banyak hal untuk kehidupan saya sampai detik ini, serta tak lupa saudara-saudara tercinta Jaya setiawan, Riki Wijaya, dan widia Puspita sari. Semoga cinta itu selalu mengikat kita. Amin. Serta seluruh keluarga yang telah memberikan banyak dukungannya.

Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc selaku pembimbing 1 dan Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phill selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. DR. Rumondang Bulan Nst. Ms dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Drs. Ahmad Darwin Bangun, M.Sc, selaku dosen wali saya yang telah banyak memberi masukan selama saya mencari ilmu di FMIPA USU.

4. Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku dosen penguji dalam yang telah banyak memberikan saran dan masukan hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Dr. Darwin Yunus Nasution, MS selaku kepala laboratorium kimia dasar LIDA USU yang teleh banyak memberikan masukan kepada saya.


(6)

6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya selama masa studi saya di FMIPA USU.

7. Staf dan seluruh teman-teman asisten Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU Medan, abangda Rivan dan Hendi, Yuki, Deasy, Ani, Andreas, Arifin, Novi, Nurul, Desi, Salmi, Ilman, Irwanto, Ayu, Dwi, Indah, Rina dan kak Ayu selaku Analis Laboratorium yang telah memberikan segala fasilitas terbaik selama saya melakukan penelitian, terutama untuk Bang Boby, terima kasih atas masukan dan kerjasamanya.

8. Teman-teman seperjuangan saya: Yuki, Deasy, Ani, Fakhreni, Ulan, Kiki, Husni, Tisna, Lifa dan seluruh personil Kimia stambuk 2007 yang tidaklah dapat saya sebutkan satu per satu namanya, namun sungguh sangat berkesan di hati saya. Terima kasih karena kalian telah menambah warna dalam hidup saya. Persahabatan itu sungguh indah dan tak tergantikan.

9. Abangda Beni Hudaya dan Sony yang telah membantu dalam secara materi dan moril, serta memberikan masukan kepadda saya. Terima kasih karena telah membantu saya hingga terselesaikannya skripsi ini.

10.Teristimewa, Adinda Raissa Adelia Harahap yang dengan sabarnya memberikan dorongan kepada saya. Terima kasih atas inspirasi, motivasi dan kerjasamanya selama ini.

11.Serta segala pihak yang telah membantu saya menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu semua, semoga Allah membalasnya dengan segala yang terbaik. Amin.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan saya baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2011


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi H2SO4 dan berat dari

bentonit alam teraktivasi dan komersil terhadap adsorpsi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dalam larutan standar menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom. Pada proses aktivasi bentonit dikaji variasi konsentrasi H2SO4 yaitu 0,4; 0,8;

1,2; 1,6; dan 2,0 M. Ke dalam larutan standar kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) ditambahkan 1, 2, 3, 4, dan 5 g bentonit alam yang telah diaktivasi dengan H2SO4 1,2

M dan bentonit komersil, diaduk selama 6 jam, disaring dan diukur konsentrasi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dengan Spektrofotometer Serapan Atom melalui kurva kalibrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentonit H2SO4 1,2 M yang

terbaik, dapat mengadsorpsi logam Kadmium (Cd) sebesar 90,85% dan Tembaga (Cu) sebesar 90,32%. Adsorpsi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) sebesar 85,47% - 90,85% dan 84,11% - 90,32% untuk bentonit alam teraktivasi dan 85,15% - 90,54% dan 83,47% - 90,04% untuk bentonit komersil. Persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dengan menggunakan bentonit alam teraktivasi lebih besar daripada bentonit komersil.


(8)

THE CONCENTRATION EFFECT’S OF H2SO4 AND WEIGHT OF ACTIVATED BLEACHING EARTH AND COMMERCIAL TO

ADSORPTION CADMIUM METAL (Cd) AND COPPER (Cu) IN STANDARDSOLUTION USING ATOMIC

ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRIC METHOD

ABSTRACT

The various concentration effect’s of H2SO4 and weight of activated bleaching earth

and commercial to adsoption of cadmium metal (Cd) and copper (Cu) in standard solution using Atomic Absorption Spectrophotometric method has been studied. Bleaching earth activation process assessed various concentration of H2SO4 which is

0,4; 0,8; 1,2; 1,6; and 2,0 M. 1, 2, 3, 4, and 5 g activated bleaching earth and commercial added into cadmium standard solution (Cd) and copper (Cu) , stirred up to 6 hours, filtered and measured by cadmium metal concentration (Cd) and copper (Cu) using Atomic Absorption Spectrophotometer instrument with calibration curve. The result of research show that H2SO4 1,2 M the best can adsorp cadmium metal (Cd) is

90,82% and copper (Cu) is 90,32%. Adsorption of cadmium metal (Cd) and copper (Cu) is 85,57% - 90,82% and 84,11% - 90,32% for activated bleachig earth and 85,15%-90,54% and 83,47%-90,04% for commercial bleaching earth. Percent (%) of cadmium metal (Cd) and copper (Cu) with activated bleaching earth bigger than commercial.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii Penghargaan iv Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1Latar Belakang 1

1.2Permasalahan 2

1.3Pembatasan Masalah 2

1.4Tujuan Penelitian 3

1.5Manfaat Penelitian 3

1.6Lokasi Penelitian 3

1.7Metodologi Penelitian 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1 Bentonit 5

2.1.1 Proses Terjadinya di Alam 6

2.1.2 Struktur Bentonit 8

2.1.3 Sifat Fisik dan Kimia Bentonit 9

2.1.4 Komposisi Bentonit 9

2.1.5 Aktivasi Bentonit 10

2.1.5 Aplikasi Bentonit 10

2.2 Adsorpsi 12

2.2.1 Jenis Adssorpsi 12

2.2.2 Adsorben 13

2.3 Logam 13

2.4 Kadmium (Cd) 14

2.4.1 Efek Toksik 14

2.5 Tembaga (Cu) 15

2.5.1 Efek Toksik 15

2.6 Toksisitas Logam Berat 16

2.7 Spektrofotometri Serapan Atom 16 2.7.1 Prinsip dan Dasar Teori 17

2.7.2 Instrumntasi 17

2.7.3 Nyala Pembakar 19

2.7.4 Gangguan Pada SSA dan Cara Mengatasinya 20

Bab 3 Metodologi Penelitian 21


(10)

3.1.1 Alat-alat 21 3.1.2 Bahan-bahan 22

3.2 Prosedur Penelitian 22

3.2.1 Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu) 100 mg/L 22 3.2.2 Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu) 10 mg/L 22 3.2.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Tembaga (Cu) 0,0; 0,1;

0,5; 1 ; 2 dan 3 mg/L 22

3.2.4 Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd) 100 mg/L 22 3.2.5 Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd) 10 mg/L 23 3.2.6 Pembuatan Larutan Seri Standar Kadmium (Cd) 0,0; 0,1;

0,5; 1; 2 dan 3 mg/L 23

3.2.7 Pembuatan Kurva Standar Logam Tembaga (Cu) 23 3.2.8 Pembuatan Kurva Standar Logam Kadmium (Cd) 23

3.2.9 Aktivasi Bentonit 23

3.2.10 Pengaruh H2SO4 Yang Digunakan 24

3.2.11 Pengaruh Berat Bentonit Alam Teraktivasi 24 3.2.12 Pengaruh Berat bentonit Komersil 24 3.2.13 Pembuatan H2SO4 0,4 M 24

3.2.14 Pembuatan H2SO4 0,8 M 25

3.2.15 Pembuatan H2SO4 1,2 M 25

3.2.16 Pembuatan H2SO4 1,6 M 25

3.2.17 Pembuatan H2SO4 2,0 M 25

3.3 Bagan Penelitian 26

3.3.1 Aktivasi Bentonitt 26

3.3.2 Pembuatan Larutan Seri Standar dan Kurva Kalibrasi

Logam Tembaga (Cu) 27

3.3.3 Pembuatan Larutan Seri Standar dan Kurva Kalibrasi

Logam Kadmium (Cd) 28

3.3.4 Pengaruh H2SO4 Yang Digunakan 29

3.3.5 Pengaruh Berat Bentonit Alam Teraktivasi 30 3.4.6 Pengaruh Berat Bentonit Komersil 31

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 32

4.1 Hasil Penelitian 32

4.1.1 Logam Kadmium (Cd) 32

4.1.2 Pengolahan Data Logam Kadmium (Cd) 33 4.1.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan

Metode Least Square 33

4.1.2.2 Koefisien Korelasi 34 4.1.2.3 Persentasi (%) Penurunan Konsentrasi Logam

Kadmium (Cd) 35

4.1.3 Logam Tembaga (Cu) 37

4.1.4 Pengolahan Data Logam Tembaga (Cu) 38 4.1.4.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan

Metode Least Square 38

4.1.4.2 Koefisien Korelasi 40 4.1.4.3 Persentasi (%) Penurunan Konsentrasi Logam

Tembaga 41


(11)

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 45

5.1 Kesimpulan 45

5.2 Saran 45


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Komposisi Bentonit 9 Tabel 2.2 Temperatur nyala dengan berbagai bahan bakar 19 Tabel 4.1 Kondisi alat SSA merek Shimadzu tipe AA-6300 pada

pengukuran konsentrasi logam Kadmium (Cd) 32 Tabel 4.2 Data absorbansi larutan standar Kadmium (Cd) 32 Tabel 4.3 Penentuan persamaan garis regresi logam Kadmium (Cd)

berdasarkan pengukuran absorbansi larutan standar Kadmium

(Cd) 33

Tabel 4.4 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit

alam teaktivasi dengan konsentrasi H2SO4 yang berbeda 36

Tabel 4.5 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit

alam teraktivasi dengan konsentrasi H2SO4 1,2 M 36

Tabel 4.6 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit

komersil 37

Tabel 4.7 Kondisi alat SSA merek Shimadzu tipe AA-6300 pada

pengukuran konsentrasi logam Tembaga (Cu) 37 Tabel 4.8 Data Absorbansi larutan standar Tembaga (Cu) 38 Tabel 4.9 Penentuan persamaan garis regresi logam Tembaga (Cu)

berdasarkan pengukuran absorbansi larutan standar Tembaga

(Cu) 39

Tabel 4.10 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit

alam teraktivasi dengan konsentrasi H2SO4 yang berbeda 41

Tabel 4.11 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit

alam teraktivasi dengan konsentrasi H2SO4 1,2 M 41

Tabel 4.12 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur bentonit 8

Gambar 2.2 Bentuk fisik bentonit 9 Gambar 2.3 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom 17 Gambar 4.1 Kurva kalibrasi larutan standar Kadmium (Cd) 33 Gambar 4.2 Kurva kalibrasi larutan standar Tembaga (Cu) 38


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi H2SO4 dan berat dari

bentonit alam teraktivasi dan komersil terhadap adsorpsi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dalam larutan standar menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom. Pada proses aktivasi bentonit dikaji variasi konsentrasi H2SO4 yaitu 0,4; 0,8;

1,2; 1,6; dan 2,0 M. Ke dalam larutan standar kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) ditambahkan 1, 2, 3, 4, dan 5 g bentonit alam yang telah diaktivasi dengan H2SO4 1,2

M dan bentonit komersil, diaduk selama 6 jam, disaring dan diukur konsentrasi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dengan Spektrofotometer Serapan Atom melalui kurva kalibrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentonit H2SO4 1,2 M yang

terbaik, dapat mengadsorpsi logam Kadmium (Cd) sebesar 90,85% dan Tembaga (Cu) sebesar 90,32%. Adsorpsi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) sebesar 85,47% - 90,85% dan 84,11% - 90,32% untuk bentonit alam teraktivasi dan 85,15% - 90,54% dan 83,47% - 90,04% untuk bentonit komersil. Persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dengan menggunakan bentonit alam teraktivasi lebih besar daripada bentonit komersil.


(15)

THE CONCENTRATION EFFECT’S OF H2SO4 AND WEIGHT OF ACTIVATED BLEACHING EARTH AND COMMERCIAL TO

ADSORPTION CADMIUM METAL (Cd) AND COPPER (Cu) IN STANDARDSOLUTION USING ATOMIC

ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRIC METHOD

ABSTRACT

The various concentration effect’s of H2SO4 and weight of activated bleaching earth

and commercial to adsoption of cadmium metal (Cd) and copper (Cu) in standard solution using Atomic Absorption Spectrophotometric method has been studied. Bleaching earth activation process assessed various concentration of H2SO4 which is

0,4; 0,8; 1,2; 1,6; and 2,0 M. 1, 2, 3, 4, and 5 g activated bleaching earth and commercial added into cadmium standard solution (Cd) and copper (Cu) , stirred up to 6 hours, filtered and measured by cadmium metal concentration (Cd) and copper (Cu) using Atomic Absorption Spectrophotometer instrument with calibration curve. The result of research show that H2SO4 1,2 M the best can adsorp cadmium metal (Cd) is

90,82% and copper (Cu) is 90,32%. Adsorption of cadmium metal (Cd) and copper (Cu) is 85,57% - 90,82% and 84,11% - 90,32% for activated bleachig earth and 85,15%-90,54% and 83,47%-90,04% for commercial bleaching earth. Percent (%) of cadmium metal (Cd) and copper (Cu) with activated bleaching earth bigger than commercial.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Mineral lempung merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal. Tanah lempung secara geolois adalah mineral alam dari keluarga silikat yang berbentuk kristal dengan struktur berlapis (Karna, 2002). Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang banyak terdapat di beberapa wilayah Indonesia diantaranya terdapat di sebagian besar daerah Nusa Tenggara, Sulawesi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Jambi, dan Sumatera Utara (Soedjoko, 1987).

Bentonit mempunyai kemampuan daya koloid yang kuat, bila bercampur dengan air maka dapat mengembang. Prinsip mengubah permukaan dan pori – pori bentonit adalah dengan melarutkan logam – logam yang terdapat pada pori – pori menjadi lebih luas (Supeno, M dan Sembiring, S. B, 2007).

Lempung bentonit sangat menarik untuk diteliti karena lempung ini mempunyai struktur berlapis dengan kemampuan mengembang (swelling) dan memiliki kation-kation yang dapat ditukarkan. Meskipun lempung bentonit sangat berguna untuk adsorpsi, namun kemampuan adsorpsinya terbatas. Kelemahan tersebut dapat diatasi melalui proses aktivasi menggunakan asam (HCl, H2SO4 dan HNO3)

sehingga dihasilkan lempung dengan kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi. Asam sulfat merupakan asam yang memiliki bilangan ekivalen H+ lebih tinggi dibanding dengan asam klorida ataupun asam nitrat. Aktivasi lempung menggunakan asam akan menghasilkan lempung dengan situs aktif lebih besar dan keasamaan permukan yang lebih besar, sehingga akan dihasilkan lempung dengan kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi. (Suarya, P, 2008).


(17)

Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan aktivasi lempung menggunakan H2SO4, salah satunya adalah konsentrasi asamnya. Konsentrasi yang

terlalu rendah menyebabkan tidak sempurnanya pembentukan situs aktif, sebaliknya rasio yang terlalu besar akan menyebabkan rusaknya struktur lempung (Johnson and Maxwell, 1981).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) yang diperoleh dari larutan standar. Logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) digunakan sebagai parameter pembanding untuk melihat aktivitas adsorpsi dari bentonit alam teraktivasi dan komersil. Bentonit komersil yang digunakan peneliti adalah bentonit alam yang telah diaktivasi dengan H2SO4 pada konsentrasi tertentu

yang dipeoleh dari pabrik bentonit di Kecamatan Hamparan Perak.

Metode pengujian pengaruh variasi konsentrasi H2SO4 yang digunakan

penulis adalah dengan membandingkan hasil penurunan persentase (%) kadar logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu). Dan untuk pengujian berat bentonit alam teraktivasi dan komersil dilakukan dengan membandingkan hasil penurunan persentase (%) kadar logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) sebelum dan setelah ditambahkan bentonit alam teraktivasi dan komersil.

1.2 Permasalahan

1. Pada konsentrasi H2SO4 berapakah bentonit alam teraktivasi dapat

mengadsorpsi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam larutan standar secara optimal.

2. Apakah kemampuan adsorpsi dari bentonit alam teraktivasi lebih baik dari pada bentonit komersil dalam mengadsorpsi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dalam larutan standar.

1.3 Pembatasan Masalah


(18)

1. Penentuan kadar logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) pada larutan standar.

2. Bentonit alam dan komersil diperoleh dari pabrik bentonit di Kecamatan Hamparan Perak.

3. Bentonit alam dan komersil diaktivasi dengan H2SO4 dengan konsentrasi yang

berbeda.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi H2SO4 yang optimum dan

persentase (%) penurunan kadar logam Kadium (Cd) dan Tembaga (Cu) pada larutan standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan komersil.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi yang berguna tentang aktivasi bentonit menggunakan H2SO4 dan perbandingan kemampuan adsorpsi dari

bentonit alam teraktivasi dengan komersil terhadap logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam larutan standar.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA Universitas Sumatera Utara dan analisis Spektrofotometri Serapan Atom dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah analisis laboratorium, dimana bentonit alam dan komersil yang digunakan adalah bentonit yang diperoleh dari pabrik bentonit di Kecamatan Hamparan perak. Bentonit alam direndam dengan H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M


(19)

menambahkan 5 gram bentonit alam teraktivasi ke dalam 30 mL larutan standar kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dan diaduk dengan magnetik bar selama 6 jam. Pengujian berat bentonit alam teraktivasi dan komersil dilakukan dengan menambahkan 1, 2, 3, 4, dan 5 gram bentonit alam teraktivasi dan komersial ke dalam 30 mL larutan standar kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dan diaduk dengan magnetik bar selama 6 jam. Kemudian hasilnya dianalisa dengan spektrofotometri serapan atom.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bentonit

Bentonit adalah clay yang sebagian besar terdiri dari montmorillonit dengan mineral-mineral seperti kwarsa, kalsit, dolomit, feldspars, dan mineral-mineral lainnya. Montmorillonit merupakan bagian dari kelompok smectit dengan komposisi kimia secara umum (Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O. Nama monmorilonit itu sendiri berasal dari Perancis

pada tahun 1847 untuk penamaan sejenis lempung yang terdapat di Monmorilon Prancis yang dipublikasikan pada tahun 1853 – 1856 (www.dim.esdm.go.id).

Bentonit berbeda dari clay lainnya karena hampir seluruhnya (75%) merupakan mineral monmorillonit. Mineral monmorillonit terdiri dari partikel yang sangat kecil sehingga hanya dapat diketahui melalui studi mengunakan XRD (X-Ray

Difraction). Berdasarkan kandungan alumino silikat hidrat yang terdapat dalam

bentonit, maka bentonit tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan :

a. Activated clay, merupakan lempung yang mempunyai daya pemucatan yang

rendah.

b. Fuller’s earth, merupakan lempung yang secara alami mempunyai sifat daya

serap terhadap zat warna pada minyak, lemak, dan pelumas. Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Na-bentonit

Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau kream, pada keadaan basah dan


(21)

terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Suspensi koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8.

2. Ca-bentonit

Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, tetapi secara alami setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang baik. Suspensi koloidal mempunyai pH: 4-7. Dalam keadaan kering berwarna abu-abu, biru, kuning, merah, coklat.

Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi, lampur bor, sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi koloidal setelah bercampur dengan air. Sedangkan Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan penyerap. Dengan penambahan zat kimia pada kondisi tertentu, Ca-bentonit dapat dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor setelah melalui pertukaran ion, sehingga terjadi perubahan menjadi Na-bentonit dan diharapkan menadi peningkatan sifat reologi dari suspensi mineral tersebut (http://www.tekmira.esdm.go.id/data/bentonit).

2.1.1 Proses Terjadinya Bentonit di Alam

Secara umum, asal mula terjadinya endapan bentonit ada 4, yaitu ; 1. Terjadi karena Proses Pelapukan Batuan

Faktor utama yang menyebabkan pelapukan batuan adalah komposisi kimiawi mineral batuan induk, dan kelarutannya dalam air. Mineral-mineral utama dalam pembentukan bentonit adalah plagioklas, kalium-feldspar, biotit, muskovit, serta sedikit kandungan senyawa alumina dan ferromagnesia. Secara umum, faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan ini adalah iklim, jenis batuan, relief, dan tumbuh-tumbuhan yang berada di atas bantuan tersebut.

Pembentukan bentonit sebagai hasil pelapukan batuan dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi antara ion-ion hidrogen yang terdapat di dalam


(22)

air, dan di dalam tanah dengan persenyawaan silikat yang terdapat di dalam air dan batuan.

2. Terjadi karena Proses Hidrotermal di Alam

Proses batuan mempengaruhi alternasi yang sangat lemah, sehingga mineral-mineral yang kaya akan magnesium, seperti biotit cenderung membentuk mineral klorit. Kehadiran unsur-unsur logam alkali dan alkali tanah (kecuali kalium), mineral mika, ferromagnesia, feldspar, dan plagioklas pada umumnya akan membentuk monmorilonit, terutama disebabkan karena adanya unsur magnesium.

Larutan hidrotermal merupakan larutan yang bersifat asam dengan kandungan klorida, sulfur, karbon dioksida, dan silika. Larutan alkali ini selanjutnya akan terbawa keluar dan bersifat basa, dan akan tetap bertahan selama unsur alkali tanah tetap terbentuk sebagai akibat penguraian batuan asal dan adanya unsur alakali tanah akan membentuk bentonit.

3. Terjadi karena Proses Transformasi

Proses transformasi (pengabuan) abu vulkanis yang mempunyai komposisi gelas akan menjadi mineral lempung yang lebih sempurna, terutama pada daerah danau, lautan, dan cekungan sedimentasi. Transformasi dari gunung berapi yang sempurna akan terjadi apabila debu gunung berapi diendapkan dalam cekungan seperti danau dan air. Bentonit yang terjadi akibat proses transformasi pada umumnya bercampur dengan sedimen laut lainnya yang berasal dari daratan, seperti batu pasir dan danau.

4. Terjadi karena Proses Pengendapan Batuan

Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa (alkali), dan terbentuk pada cekungan sedimen yang bersifat basa, dimana unsur pembentuknya antara lain: kabonat, silika, fosfat, dan unsur lainnya yang bersenyawa dengan unsur alumunium dan magnesium (Supeno, M. 2009).


(23)

2.1.2 Struktur Bentonit

Struktur monmorillonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri dari dua silikon oksida tetrahedral dan satu alumunium oksida oktahedral. Pada tetrahedral, 4 atom oksigen berikatan dengan atom silikon di ujung struktur. Empat ikatan silikon terkadang disubtitusi oleh tiga ikatan alumunium. Pada oktahedral atom alumunium berkoordinasi dengan enam atom oksigen atau gugus-gugus hidroksil yang berlokasi pada ujung oktahedron. Al3+ dapat digantikan oleh Mg2+, Fe2+, Zn2+, Ni2+, Li+ dan

kation lainnya. Subtitusi isomorphous dari Al3+ untuk Si4+ pada tetrahedral dan Mg2+

atau Zn2+ untuk Al3+ pada oktahedral menghasilkan muatan negatif pada permukaan

clay, hal ini diimbangi dengan adsorpsi kation di lapisan interlayer.

Gambar 2.1 Struktur Bentonit (http//:www.tekmira.esdm.go.id/data/bentonit) Adanya atom-atom yang terikat pada masing-masing lapisan struktur montmorillonit memungkinkan air atau molekul lain masuk di antara unit lapisan. Akibatnya kisi akan membesar pada arah vertikal. Selain itu karena adanya pergantian atom Si oleh Al menyebabkan terjadinya penyebaran muatan negatif pada permukaan bentonit. Bagian inilah yang disebut sisi aktif (active site) dari bentonit dimana bagian ini dapat menyerap kation dari senyawa-senyawa organik atau dari ion-ion senyawa logam.


(24)

2.1.3 Sifat Fisik dan Kimia Bentonit

Dalam keadaan kering bentonit mempunyai sifat fisik berupa partikel butiran yang halus berbentuk rekahan-rekahan atau serpihan yang khas seperti tekstur pecah kaca (concoidal fracture), kilap lilin, lunak, plastis, berwarna kuning muda hingga abu-abu, bila lapuk berwarna coklat kekuningan, kuning merah atau coklat, bila diraba terasa licin, dan bila dimasukan ke dalam air akan menghisap air. Bentuk fisik dari bentonit diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar 2.2 Bentuk fisik bentonit

Sifat fisik lainnya berupa massa jenis 2,2-2,8 g/L; indeks bias 1,547-1,557; dan titik lebur 1330-1430oC. Bentonit termasuk mineral yang memiliki gugus aluminosilikat.

2.1.4 Komposisi Bentonit

Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam bentonit diperlihatkan pada tabel berikut : Tabel 2.1 Komposisi Bentonit

Komposisi kimia Na-Bentonit (%) Ca-Bentonit (%) SiO2 61,3-61,4 62,12

Al2O3 19,8 17,33

Fe2O3 3,9 5,30

CaO 0,6 3,68

MgO 1,3 3,30

Na2O 2,2 0,50

K2O 0,4 0,55

H2O 7,2 7,22


(25)

2.1.5 Aktivasi Bentonit

Sebelum digunakan dalam berbagai aplikasi, bentonit harus diaktifkan dan diolah terlebih dahulu. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk aktivasi bentonit, yaitu :

1. Secara Pemanasan

Pada proses ini, bentonit dipanaskan pada temperatur 300-350oC untuk memperluas permukaan butiran bentonit.

2. Secara Kontak Asam

Tujuan dari aktivasi kontak asam adalah untuk menukar kation Ca+ yang ada dalam Ca-bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe, dan Mg dan pengotor-pengotor lainnya pada kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik bentonit tersebut menjadi aktif. Untuk keperluan tersebut asam sulfat dan asam klorida adalah zat kimia yang umum digunakan. Selama proses bleaching tersebut, Al, Fe, dan Mg larut dalam larutan, kemudian terjadi penyerapan asam ke dalam struktur bentonit, sehingga rangkaian struktur mempunyai area yang lebih luas.

Menurut Thomas, Hickey, dan Stecker, atom-atom al yang tersisa masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral dengan empatt atom oksigen tersisa. Perubahan dari gugus oktahedral menjadi tetrahedralmembuat kisi kristal bermuatan negatif pada permukaan kristal, sehingga dapat dinetralisir oleh ion hidrogen (Supeno, M dan Sembiring, S. B. 2007).

2.1.6 Aplikasi Bentonit

1. Bentonit sebagai Bahan penyerap (adsorben) atau Bahan Pemucat pada Industri Minyak Kelapa sawit


(26)

Proses penyerapan zat warna (pigmen) merupakan proses yang sering digunakan, seperti penyerapan zat warna pada minyak hewani, minyak nabati, minyak bumi, dan lain-lain.

2. Bentonit sebagai Katalis

Penggunaan lempung sebagai katalis telah lama diperkenalkan, yaitu pada proses perengkahan minyak bumi dengan menggunakan mineral monmorillonit yang telah diasamkan. Namun, penggunaan lempung sebagai katalis memiliki kelemahan, yaitu tidak tahan terhadap suhu tinggi.

3. Bentonit sebagai Bahan Penukar Ion

Pemanfaatan bentonit sebagai penukar ion didasarkan pada sifat permukaan bentonit yang bermuatan negatif, sehingga ion-ion dapat terikat secara elektrostatik pada permukaan bentonit.

4. Bentonit sebagai lumpur Bor

Penggunaan uatama bentonit adalah pada industri lumpur bor, yaitu sebagai lumpur terpilar dalam pengeboran minyak bumi, gas bumi serta panas bumi.

Aktivasi bentonit untuk lumpur bor adalah merupakan suatu perlakuan untuk mengubah Ca-bentonit menjadi Na-bentonit dengan penambahan bahan alkali. Bahan alkali yang umum digunakan adalah Natrium karbonat dan natrium hidroksida.

5. Bentonit untuk pembuatan Tambahan Makanan Ternak

Untuk dapat digunakan dalam pembuatan tambahan makanan ternak, bentonit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

• Kandungan bentonit < 30 %

• Ukuran butiran bentonit adalah 200 mesh • Memiliki daya serap > 60 %


(27)

6. Bentonit untuk Industri kosmetik

Untuk dapat digunakan dalam industri kosmetik, bentonit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

• Mengandung mineral magnesium silikat (Ca-bentonit) • Mempunyai pH netral

• Kandungan air dalam bentonit adalah < 5 % • Ukuran buturin adalah 325 mesh

(Supeno, M dan Sembiring, S. B. 2007)

2.2. Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan bahan dari campuran gas atau cair, bahan yang harus dipisahkan ditarik oleh permukaan sorben padat dan diikat oleh gaya-gaya yang bekerja pada permukaan tersebut.

Berkat selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang mengandung bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Bahan yang akan dipisahkan tentu saja harus dapat diadsorpsi. Sebaliknya, untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang lebih besar lebih disukai proses pemisahan yang lain, karena mahalnya regenerasi adsorben.

2.2.1 Jenis Adsorpsi

Jenis Adsorpsi ada dua macam : 1. Adsorpsi fisik

- Panas adsorpsi kurang dari 40 KJ/mol

- Adsorpsi berlangsung pada suhu rendah

- Kesetimbangan adsorsi reversible dan cepat

- Tidak ada energi aktivasi yang terlibat dalam proses ini


(28)

2. Adsorpsi kimia

- Panas adsorpsi lebih besar dari ± 80 KJ/mol

- Adsorpsi berlangsung pada temperatur tinggi

- Kesetimbangan adsorpsi irreversible

- Energi aktivasi mungkin terlibat di dalam proses ini

- Terjadi adsorpsi monolapisan

(Gordon, M. Barrow, 1979)

2.2.2 Adsorben

Adsorben adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar. Permukaan yang sangat luas ini terbenuk karena banyaknya pori yang halus pada padatan tersebut. Biasanya luasnya berada dalam orde 200 – 1000 m2/g adsorben. Diameter pori sebesar 0,0003 – 0,02 µm.

Di samping luas spesifik dan diameter pori, kerapatan, distribusi ukuran partikel maupun kekerasannya merupakan data karakteristik yang penting dari suatu adsorben. Tergantung pada tujuan penggunaannya, adsorben dapat berupa granulat (dengan ukuran butir sebesar beberapa mm) atau serbuk (khusus untuk adsorpsi campuran cair) (G. Bernasconi, 1995).

2.3 Logam

Logam menurut pengertian awam adalah barang yang padat dan berat yang biasanya selalu digunakan oleh orang untuk alat-alat dapur atau untuk perhiasan, yaitu besi, baja, emas, dan perak. Padahal masih banyak logam lain yang penting dan sangat kecil serta berperan dalam proses biologis makhluk hidup misalnya selenium, kobalt, mangan dan lain-lainya.

Logam juga dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada makhluk hidup. Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam tertentu sangat berbahaya jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan, karena


(29)

logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuh makhluk hidup. Di samping hal tersebut, beberapa logam sangat diperlukan dalam proses kehidupan makhluk hidup. Dalam hal ini logam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu logam esensial dan nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu di dalam proses fisiologis makhluk hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau pembentukan organ dari makhluk yang bersangkutan. Sedangakan logam non esensial adalah logam yang perananya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui, kandungannya dalam jaringan hewan sangat kecil dan apabila kandungannya tinggi akan merusak organ-organ tubuh makhluk yang bersangkutan (Vogel, A.I, 1994).

Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit sekali dalam air secara alamiah, yaitu kurang dari 1 µg/L. Bila terjadi erosi alamiah, konsentrasi logam tersebut dapat meningkat. Dalam mempelajari konsentrasi dalam lingkungan perairan, terlebih dahulu perlu diketahui tujuan dan pengetahuan mengenai spesiasi logam. Idealnya penelitian tersebut harus terlebih dahulu mengetahui alur pergerakan logam yang diteliti, hubungan interaksi masing-masing logam terhadap logam lain, model distribusi logam dalam jaringan biota air, dan akumulasinya dalam setiap jaringan (Darmono, 2001).

2.4 Kadmium (Cd)

Kadmium adalah metal berbentuk kristal putih keperakan. Kadium terutama terdapat dalam kerak bumi bersama dengan seng. Kadmium yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar yang rendah berasal dari kegiatan penambangan seng, timah, dan kobalt serta kuprum. Sementara dalam kadar tinggi, kadmium berasal dari emisi industri, antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng dan timbal (Widowati,W.2008).

2.4.1 Efek Toksik Kadmium

Kadmium belum diketahui fungsinya secara biologis. Bagi manusia kadmium sebenarnya merupakan logam asing. Tubuh sama sekali tidak membutuhkannya dalam proses metabolisme. Oleh karenanya kadmium dapat diabsorbsi tubuh dalam jumlah


(30)

yang tidak terbatas, karena tidak adanya mekanisme tubuh yang dapat membatasinya. Apabila kadmium masuk kedalam tubuh, maka sebagian besar akan terkumpul didalam ginjal, hati dan ada sebagian yang keluar lewat saluran pencernaan.

Keracunan akut akan menyebabkan penyakit ginjal, penderita mengalami pelunakan seluruh kerangka, dan kematian biasanya disebabkan gagal ginjal. Selain itu didapat, bahwa masyarakat yang kekurangan gizi lebih peka terhadap Cd daripada yang normal (Slamet, 1994).

2.5 Tembaga (Cu)

Tembaga adalah logam merah-muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada suhu 1038oC. Karena potensial elektroda standarnya positif, (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia dapat larut sedikit. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) dengan mudah melarutkan tembaga.

2.5.1 Efek Toksik Tembaga

Unsur Cu bisa ditemukan pada berbagai jenis makanan, air dan udara sehingga manusia bisa terpapar Cu melalui jalur makanan, minuman, dan saat bernafas. Cu merupakan unsur yang dibutuhkan dalam jumlah kecil. Apabila jumlah Cu telah melampaui batas aman, akan muncul toksisitas. Manusia biasanya terpapar Cu dari tanah, debu, makanan, serta minuman yang tercemar Cu yang berasal dari pipa bocor pada penambangan Cu atau industri yang menghasikan limbah Cu. Kira-kira 75-99% total in take Cu berasal dari makanan dan minuman. Setiap hari, manusia bisa terpapar Cu yang antara lain berasal dari peralatan dapur ataupun koin.

Keracunan logam berat bersifat kronis dan dampaknya baru terlihat setalah beberapa tahun. Logam berat bersifat akumulatif di dalam tubuh organisme dan konsentrasi mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dalam rantai makanan. Biomagnifikasi berhubungan langsung dengan manusia yang menempati posisi top


(31)

makanan manusia telah mengalami peningkatan mulai dari komponen tingkat dasar (produsen). Keracunan kronis Cu dapat mengurangi umur, menimbulkan berbagai masalah reproduksi dan menurunkan fertilitas (Widowati, 2008).

2.6 Toksisitas Logam Berat

Toksisitas logam pada manusia menyebabkan beberapa akibat negatif, tetapi yang terutama adalah timbulnya kerusakan jaringan, terutama jaringan detoksikasi dan ekskresi (hati dan ginjal). Beberapa logam memiliki sifat karsinogenik (pembentuk kanker), ataupun teratogenik (salah bentuk organ). Daya toksisitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar logam yang termakan, lamanya mengkonsumsi, umur, spesies, jenis kelamin, kebiasaan makan makanan tertentu, kondisi fisik, dan kemampuan jaringan tubuh untuk mengakumulasi logam. Beberapa logam toksik dapat menyerang saraf sehingga dapat menyebabkan kelainan tingkah laku.

Toksisitas logam pada manusia kebanyakan terjadi karena logam berat nonesensial saja, walaupun tidak menutup kemungkinan adanya keracunan logam esensial yang melebihi dosis. Toksisitas logam esensial kadang-kadang dijumpai pada orang, tetapi hanya terbatas pada logam tertentu saja, misalnya, Cu, Zn, dan Se (Darmono, 1994)

2.7 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometer serapan atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom – atom bentuk gas dalam keadaan dasar. perpanjangan SSA ke unsur lain semula merupakan akibat perkembangan spektroskopi pancaran cahaya. Telah lama ahli kimia mengunakan pancaran radiasi oleh atom yang dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analisis. Suatu nyala yang lain, kebanyakan atom berada dalam keadaan tereksitasi. Fraksi atom – atom yang tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperatur. Teknik ini digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam, dan sampel yang sangat beraneka ragam ( Walsh, 1955).


(32)

2.7.1 Prinsip Dan Dasar Teori

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada bahwa atom-atom pada suatu unsur dapat mengabsorpsi energi sinar pada panjang gelombang tertentu. Banyak energi sinar yang diabsorpsi berbanding lurus dengan jumlah atom-atom unsur yang mengabsorpsi. Atom terdiri atas inti atom yang mengandung proton bermuatan positif dan neutron berupa partikel netral, di mana inti atom dikelilingi oleh elektron-elektron bermuatan negatif pada tingkat energi yang berbeda-beda. Jika energi diabsorpsi oleh atom, maka elektron yang berada di kulit terluar (elektron valensi) akan tereksitasi dan bergerak dari keadaan dasar atau tingkat energi yang terendah (ground state) ke keadaan tereksitasi dengan tingkat energi yang lebih tinggi (excited state). Jumlah energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron ke tingkat energi tertentu dikenal sebagai potensial eksitasi untuk tingkat energi tersebut. Pada waktu kembali ke keadaan dasar, elektron melepaskan energi sebagai energi panas ataupun energi sinar (Clark, D.V, 1979).

2.7.2 Instrumentasi

Komponen penting yang membentuk spektrofotometer serapan atom diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.3 Instrumentasi SSA

(Day, R. A. Jr. dan Underwood A.L. 1988) Tabung

katoda cekung

Pemotong

berputar Nyala

M onokrom ator D etektor

Penguat arus

searah Pencatat

Sum ber tenaga

B ahan

bakar C ontoh O ksigen


(33)

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah. Neon biasanya lebih disukai karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah.

2. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.

a. Nyala (flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi.

b. Tanpa nyala (flameless)

Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk kedalam nyala terlalu besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit. Sampel diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral (Rohman, A. 2007).


(34)

Monokromator memisahkan, mengisolasi dan mengontrol intensitas dari radiasi energi yang mencapai detektor. Pada hakekatnya mungkin saja dapat dianggap sebagai suatu saringan yang dapat disesuaikan dengan suatu daerah yang spesifik, yang mana spectrum transmisi yang tidak sesuai akan ditolak. Idealnya monokromator harus mampu memisahkan garis resonansi. Karena ada beberapa unsur yang mudah dan ada beberapa unsur yang sulit (Haswell,S.J. 1991).

4. Detektor

Detektor dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu, sehingga tidak memberikan respon terhadap nilai emisi yang berasal dari eksitasi termal (Khopkar,S.M. 2003).

5. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatat hasil.

2.7.3 Nyala Pembakar

Untuk spektroskopi nyala suatu persyaratan penting adalah bahwa nyalayang dipakai hendaknya menghasilkan temperatur lebih dari 2000 K.

Tabel 2.2 Temperatur nyala dengan berbagai bahan bakar

Gas pembakar Temperatur (T/K)

Udara Dinitrogen oksida Asetilena 2400 3200 Hidrogen 2300 2900 Propana 2200 3000 Gas kota 2100 -

Sejauh susunan nyala itu dipentingkan, dapatlah dicatat bahwa suatu campuran asetilena-udara sesuai untuk penetapan sekitar tiga puluh logam, tetapi suatu nyala propilena-udara haruslah dipilih untuk logam yang mudah diubah menjadi keadaan


(35)

uap atom. Untuk logam seperti alumunium dan titanium yang membentuk oksida tahan api, temperatur nyala asetilena-nitrogen oksida yang lebih tinggi itu mutlak perlu dan nyata kepekaan bertambah bila nyala kaya akan asetilena (Vogel, A.I, 1994).

2.7.4 Gangguan pada SSA dan Cara Mengatasinya

Gangguan nyata pada SSA adalah seringkali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah faktor matriks sampel, faktor kimia adanya gangguan molekuler yang bersifat radiasi.

Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi sumber kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi oleh ion jauh berbeda dengan spektrum absorpsi atom netral yang memang akan ditentukan. Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan jalan:

1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan

temperatur yang tinggi.

2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya, penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam, yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu.

3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara eksitasi. (Mulja, M. 1995)


(36)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

- Alu dan Lumpang

- Ayakan Mesh

- Corong

- Gelas Beaker Pyrex 500 mL

- Gelas Beaker Pyrex 250 mL

- Gelas Ukur Pyrex 50 mL

- Hotplate Cimarec

- Kertas Saring Whatman No 4

- Labu Takar Pyrex 100 mL

- Labu Takar Pyrex 50 mL

- Magnetik Bar

- Neraca Analitis AND

- Oven

- Pipet Skala Pyrex 5 mL

- Pipet Tetes

- Pipet Volum Pyrex 10 mL

- Pipet Volum Pyrex 5 mL

- Spatula

- Statif dan Klem


(37)

3.1.2 Bahan-bahan

- Bentonit alam Kec. Hamparan Perak

- Bentonit komersil Kec. Hamparan Perak

- H2SO4(p) p.a. (E. Merck)

- Akuades

- Larutan standar Cu 1000 mg/L p.a. (E. Merck)

- Larutan standar Cd 1000 mg/L p.a. (E. Merck)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu) 100 mg/L (SNI 06-6989.6-2004)

Sebanyak 5 mL larutan induk Tembaga 1000 mg/L dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.2 Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu) 10 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan standar Tembaga 100 mg/L dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Tembaga (Cu) 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan 3,0 mg/L

Sebanyak 0,0; 0,5; 2,5; 5; 10; dan 15 mL larutan standar Tembaga 10 mg/L dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.4 Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cu) 100 mg/L (SNI 06-6989.16-2004)

Sebanyak 5 mL larutan induk Kadmium 1000 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.


(38)

3.2.5 Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd) 10 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan standar Kadmium 100 mg/L dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.6 Pembuatan Larutan Seri Standar Kadmium (Cd) 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan 3,0 mg/L

Sebanyak 0,0; 0,5; 2,5; 5; 10; dan 15 mL larutan standar Kadmium 10 mg/L dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.7 Pembuatan Kurva Standar Tembaga (Cu)

Larutan blanko diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik 324,8 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang

sama untuk larutan seri standar Tembaga 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan 3,0 mg/L

3.2.8 Pembuatan Kurva Standar Kadmium (Cd)

Larutan blanko diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik 228,8 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang

sama untuk larutan seri standar Kadmium 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan 3,0 mg/L.

3.2.9 Aktivasi Bentonit

Sampel bentonit alam dihaluskan hingga 200 mesh. Selanjutnya ditimbang sebanyak 25 g. Dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 mL. Ditambahkan 100 mL H2SO4 0,4

M. Diaduk dengan magnetik bar selama 24 jam dan disaring. Dicuci endapan dengan akuades hingga pH 7, kemudian disaring. Dipanaskan endapan di dalam oven pada suhu 100-110oC. Dihaluskan, dan disimpan hasilnya di dalam desikator. Dilakukan hal yang sama untuk konsentrasi H2SO4 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M.


(39)

3.2.10 Variasi Konsentrasi H2SO4

Sebanyak 30 mL larutan seri standar Kadmium 3 mg/L dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL. Ditambahkan 5 g bentonit alam yang telah diaktivasi dengan H2SO4

0,4 M. Diaduk dengan menggunakan magnetik bar selama 6 jam. Disaring, dan filtrat diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer SerapanAtom pada λspesifik 228,8 nm.

Diulangi perlakuan yang sama untuk konsentrasi H2SO4 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M.

Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3 mg/L λspesifik

324,8 nm.

3.2.11 Variasi Berat Bentonit Alam Teraktivasi

Sebanyak 30 mL larutan seri standar Kadmium 3 mg/L dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL. Ditambahkan 1 g bentonit alam yang telah diaktivasi dengan H2SO4

1,2 M. Diaduk dengan menggunakan magnetik bar selama 6 jam. Disaring, dan filtrat diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer SerapanAtom pada λspesifik 228,8 nm.

Diulangi perlakuan yang sama untuk berat bentonit alam tearaktivasi 2, 3, 4, dan 5 g. Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3 mg/L dengan λspesifik 324,8 nm.

3.2.12 Variasi Berat Bentonit Komersil

Sebanyak 30 mL larutan seri standar Kadmium 3 mg/L dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL. Ditambahkan 1 g bentonit komersil. Diaduk dengan menggunakan magnetik bar selama 6 jam. Disaring, dan filtrat diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer SerapanAtom pada λspesifik 228,8 nm. Diulangi perlakuan yang sama

untuk berat bentonit komersil 2, 3, 4, dan 5 g. Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3 mg/L pada λspesifik 324,8 nm.


(40)

Sebanyak 2,1739 mL H2SO4(p) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL secara

perlahan-lahan. Ditambahkan akuades secara perlahan-lahan sampai garis tanda. Di tunggu sampai larutan benar-benar dingin. Setelah dingin, kemudian dihomogenkan.

3.2.14 Pembuatan H2SO4 0,8 M

Sebanyak 4,3478 mL H2SO4(p) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL secara

perlahan-lahan. Ditambahkan akuades secara perlahan-lahan sampai garis tanda. Di tunggu sampai larutan benar-benar dingin. Setelah dingin, kemudian dihomogenkan.

3.2.15 Pembuatan H2SO4 1,2 M

Sebanyak 6,5217 mL H2SO4(p) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL secara

perlahan-lahan. Ditambahkan akuades secara perlahan-lahan sampai garis tanda. Di tunggu sampai larutan benar-benar dingin. Setelah dingin, kemudian dihomogenkan.

3.2.16 Pembuatan H2SO4 1,6 M

Sebanyak 8,6956 mL H2SO4(p) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL secara

perlahan-lahan. Ditambahkan akuades secara perlahan-lahan sampai garis tanda. Di tunggu sampai larutan benar-benar dingin. Setelah dingin, kemudian dihomogenkan.

3.2.17 Pembuatan H2SO4 2,0 M

Sebanyak 10,8696 mL H2SO4(p) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL secara

perlahan-lahan. Ditambahkan akuades secara perlahan-lahan sampai garis tanda. Di tunggu sampai larutan benar-benar dingin. Setelah dingin, kemudian dihomogenkan.


(41)

3.3 Bagan Penelitian 3.3.1 Aktivasi Bentonit

Dihaluskan

Diayak hingga 200 mesh

Ditimbang 25 g

Dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 mL Ditambahkan 100 mL H2SO4 0,4 M

Diaduk dengan magnetik bar selama 24 jam Disaring

Dicuci dengan akuades hingga pH 7 Disaring

Dikeringkan dalam oven pada suhu 100-110oC Dihaluskan

Disimpan dalam desikator

Catatan : Diulangi perlakuan yang sama untuk konsentrasi H2SO4 0,8; 1,2; 1,6;

dan 2,0 M

Bentonit alam 200 mesh

Endapan Filtrat

Endapan Filtrat

Hasil


(42)

3.3.2 Pembuatan Larutan Seri Standar dan Kurva Kalibrasi Tembaga (Cu) (SNI 06-6989.6-2004)

Dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda Diaduk hingga homogen

Dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda Diaduk hingga homogen

Dipipet sebanyak 0,0; 0,5; 2,5; 5; 10; dan 15 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda Diaduk hingga homogen

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik 324,8 nm

Larutan standar Tembaga 1000 mg/L

Larutan standar Tembaga 100 mg/L

Larutan standar Tembaga 10 mg/L

Larutan seri standar tembaga 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan 3,0 mg/L


(43)

3.3.3 Pembuatan Larutan Seri Standar dan Kurva Kalibrasi Kadmium(Cd) (SNI 06-6989.16-2004)

Dipipet sebanyak 5 mL larutan dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda Diaduk hingga homogen

Dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda Diaduk hingga homogen

Dipipet sebanyak 0,0; 0,5; 2,5; 5; 10; dan 15 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda Diaduk hingga homogen

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik 228,8 nm

Larutan standar Kadmium 1000 mg/L

Larutan standar Kadmium 100 mg/L

Larutan standar Kadmium 10 mg/L

Larutan seri standar Kadmium 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan 3,0 mg/L


(44)

3.3.4 Variasi Konsentrasi H2SO4

Diukur sebanyak 30 mL dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL

Ditambahkan 5 g bentonit alam yang telah diaktivasi menggunakan H2SO4 0,4 M

Diaduk dengan menggunakan magnetik bar selama 6 jam Disaring

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer SerapanAtom pada λspesifik 228,8 nm

Diulangi perlakuan yang sama untuk konsentrasi H2SO4

0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M.

Catatan : Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3

mg/L dengan λspesifik 324,8 nm

Larutan seri standar Kadmium 3 mg/L

filtrat Residu


(45)

3.3.5 Variasi Berat Bentonit Alam Teraktivasi

Diukur sebanyak 30 mL dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL

Ditambahkan 1 g bentonit alam yang telah diaktivasi menggunakan H2SO4 1,2 M

Diaduk dengan menggunakan magnetik bar selama 6 jam Disaring

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer SerapanAtom pada λspesifik 228,8 nm

Diulangi perlakuan yang sama untuk konsentrasi bentonit alam teraktivasi 2, 3, 4, dan 5 g

Catatan : Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3

mg/L dengan λspesifik 324,8 nm

Larutan seri standar Kadmium 3 mg/L

filtrat Residu


(46)

3.3.6 Variasi Berat Bentonit Komersil

Diukur sebanyak 30 mL dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL

Ditambahkan 1 g bentonit komersil

Diaduk dengan menggunakan magnetik bar selama 6 jam Disaring

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik 228,8 nm

Diulangi perlakuan yang sama untuk berat bentonit komersil 2, 3, 4, dan 5 g

Catatan : Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3

mg/L dengan λspesifik 324,8 nm

Larutan seri standar Kadmium 3 mg/L

filtrat Residu


(47)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Logam Kadmium (Cd)

Kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada pengukuran konsentrasi logam Kadmium (Cd) dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kondisi alat SSA Merek Shimadzu tipe AA-6300 pada pengukuran konsentrasi logam Kadmium (Cd)

No Parameter Logam Kadmium (Cd) 1

2 3 4 5 6

Panjang gelombang (nm) Tipe nyala

Kecepatan aliran gas pembakar (L/min) Kecepatan aliran Udara (L/min)

Lebar Celah (nm) Ketinggian tungku (mm)

228,8 Udara-C2H2

1,8 15,0

0,7 7

Tabel 4.2 Data absorbansi larutan standar Kadmium (Cd)

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-rata 0,0000 0,0003

0,1000 0,0252 0,5000 0,1362 1,0000 0,2638 2,0000 0,4954 3,0000 0,7069


(48)

Gambar 4.1 Kurva kalibrasi larutan standar Kadmium (Cd). 4.1.2 Pengolahan Data Logam Kadmium (Cd)

4.1.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar logam Kadmium (Cd) pada tabel 4.2. diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier. Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat diturunkan dengan metode least square dengan data pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Penurunan persamaan garis regresi logam Kadmium (Cd berdasarkan pengukuran absorbansi larutan standar Kadmium (Cd)

No Xi Yi (Xi-X) (Yi-Y) (Xi-X)2 (Yi-Y)2 (Xi-X)(Yi-Y) 1 0,0000 0,0003 -1,1000 -0,271 1,2100 0,0734 0,2981 2 0,1000 0,0252 -1,0000 -0,2461 1,0000 0,0605 0,2461 3 0,5000 0,1362 -0,6000 -0,1351 0,3600 0,0182 0,0810 4 1,0000 0,2638 -0,1000 -0,0075 0,0100 5,6250.10-5 0,0007 5 2,0000 0,4954 0,9000 0,2241 0,8100 0,0502 0,2016 6 3,0000 0,7069 1,9000 0,4356 3,6100 0,1897 0,8276 ∑ 6,6000 1,6278 0,0000 0,0000 7,0000 0,3922 1,6553

X = = 1,1

R² = 0,9990 y = 0,2363x + 0,0112

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5

A b sor b a n si l oga m C d


(49)

Y = = 0,2713

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

dimana :

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan mengunakan metode least square sebagai berikut :

Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel 4.3. pada persamaan ini maka diperoleh :

a = a = 0,2365

b = 0,2713 – (0,2365)(1,1) b = 0,2713 – 0,2601 b = 0,0112

Maka pesamaan garis yang diperoleh adalah :

4.1.2.2 Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :


(50)

Koefisien korelasi untuk logam Kadmium (Cd) adalah:

r =

r =

r = 0,9990

4.1.2.3 Persentasi (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd)

Persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

x 100%

Maka persentasi (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi adalah :

x 100% = 83,85%

Dengan cara yang sama dapat dihitung persentasi (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi. Data selengkapnya pada tabel 4.4., tabel 4.5., dan tabel 4.6.


(51)

Tabel 4.4 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teaktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4

Konsentrasi H2SO4

(M)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%) penurunan konsentrasi Sebelum

Penambahan

Setelah penambahan

0,4 2,9998 0,4845 83,84

0,8 2,9998 0,4485 85,05

1,2 2,9998 0,2743 90,85

1,6 2,9998 0,3202 89,33

2,0 2,9998 0,3796 87,34

Tabel 4.5 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dengan konsentrasi H2SO4 1,2 M

Berat bentonit alam teraktivasi

(g)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%) penurunan konsentrasi Sebelum

Penambahan

Setelah penambahan

1 2,9998 0,4357 85,47

2 2,9998 0,3964 86,78

3 2,9998 0,3521 88,26

4 2,9998 0,3141 89,52


(52)

Tabel 4.6 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit komersil

Berat bentonit komersil(g)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%) penurunan konsentrasi Sebelum Penambahan Setelah penambahan

1 2,9998 0,4452 85,15

2 2,9998 0,4087 86,37

3 2,9998 0,3614 87,95

4 2,9998 0,3241 89,19

5 2,9998 0,2837 90,54

4.1.3 Logam Tembaga (Cu)

Kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada pengukuran konsentrasi logam Tembaga (Cu) dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Kondisi alat SSA Merek Shimadzu tipe AA-6300 pada pengukuran konsentrasi logam Tembaga (Cu)

No Parameter Logam Tembaga (Cu) 1 2 3 4 5 6

Panjang gelombang (nm) Tipe nyala

Kecepatan aliran gas pembakar (L/min) Kecepatan aliran Udara (L/min)

Lebar Celah (nm) Ketinggian tunggku (mm)

324,8 Udara-C2H2

1,8 15,0

0,7 7


(53)

Tabel 4.8 Data absorbansi larutan standar Tembaga (Cu)

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-rata 0,0000 0,0002

0,1000 0,0093 0,5000 0,0491 1,0000 0,1036 2,0000 0,1986 3,0000 0,3040

Gambar 4.2 Kurva kalibrasi larutan standar Tembaga (Cu)

4.1.4 Pengolahan Data Logam Tembaga (Cu)

4.1.4.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar logam Tembaga (Cu) pada Tabel 4.7. diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier. Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat diturunkan dengan metode least square dengan data pada Tabel 4.9.

R² = 0,9998 y = 0,1010x - 0,0003

-0,05 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50

A b sor b a n si l oga m C u


(54)

Tabel 4.9 Penurunan persamaan garis regresi logam Tembaga (Cu) berdasarkan pengukuran absorbansi larutan standar Tembaga (Cu)

No Xi Yi (Xi-X) (Yi-Y) (Xi-X)2 (Yi-Y)2 (Xi-X)(Yi-Y) 1 0,0000 0,0002 -1,1000 -0,1106 1,2100 0,0122 0,1216 2 0,1000 0,0093 -1,0000 -0,1015 1,0000 0,0103 0,1015 3 0,5000 0,0491 -0,6000 -0,0617 0,3600 0,0038 0,0370 4 1,0000 0,1036 -0,1000 -0,0072 0,0100 5,1840.10-5 0,0007 5 2,0000 0,1986 0,9000 0,0878 0,8100 0,0077 0,0790 6 3,0000 0,3040 1,900 0,1932 3,6100 0,0373 0,3670 ∑ 6,6000 0,6648 0,0000 0,0000 7,0000 0,0714 0,7070

X = = 1,1

Y = = 0,1108

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

dimana :

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan mengunakan metode least square sebagai berikut :

Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel 4.11. pada persamaan ini maka diperoleh :


(55)

a = a = 0,1010

b = 0,1108 – (0,1010)(1,1) b = 0,1108 – 0,1111 b = - 0,0003

Maka pesamaan garis yang diperoleh adalah :

4.1.4.2 Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

r =

Koefisien korelasi untuk logam Tembaga (Cu) adalah:

r =

r =

r = 0,9998

4.1.4.3 Persentasi (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu)

Persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :


(56)

Maka persentasi (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi.

x 100% = 83,16 %

Dengan cara yang sama dapat dihitung persentasi (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) dalam larutan standar setelah penambahan bentonit teraktivasi dan komersial. Data selengkapnya pada tabel 4.10., tabel 4.11., dan 4.12.

Tabel 4.10 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4

Konsentrasi H2SO4

(M)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%) penurunan konsentrasi Sebelum

Penambahan

Setelah penambahan

0,4 2,9996 0,5049 83,16

0,8 2,9996 0,4563 84,78

1,2 2,9996 0,2901 90,32

1,6 2,9996 0,3486 88,37


(57)

Tabel 4.11 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dengan konsentrasi H2SO4 1,2 M

Berat bentonit alam teraktivasi(g)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%) penurunan konsentrasi Sebelum Penambahan Setelah penambahan

1 2,9996 0,4765 84,11

2 2,9996 0,4145 86,18

3 2,9996 0,3743 87,52

4 2,9996 0,3325 88,91

5 2,9996 0,2901 90,32

Tabel 4.12 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit komersil

Berat bentonit komersil(g)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%) penurunan konsentrasi Sebelum Penambahan Setelah penambahan

1 2,9996 0,4957 83,47

2 2,9996 0,4309 85,63

3 2,9996 0,3834 87,21

4 2,9996 0,3468 88,43

5 2,9996 0,2986 90,04

4.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa persentase (%) konsentrasi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M mengalami penurunan.

Untuk logam Kadmium (Cd) larutan standar sebelum penambahan bentonit alam teraktivasi memiliki konsentrasi sebesar 2,9998 mg/L dan setelah penambahan


(58)

bentonit teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M

masing-masing berkurang menjadi 0,4845; 0,4485; 0,2743; 0,3202; 0,3796 mg/L. Dengan kata lain, konsentrasi logam Kadmium (Cd) berkurang setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0

M masing – masing sebesar 83,85%, 85,05%, 90,85%, 89,33% dan 87,34% (Tabel 4.4.).

Hal yang serupa juga terjadi pada logam Tembaga (Cu). Sebelum penambahan bentonit alam teraktivasi memiliki konsentrasi sebesar 2,9998 mg/L dan setelah penambahan bentonit teraktivasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M

masing-masing berkurang menjadi 0,5049; 0,4563; 0,2901; 0,3486; 0,3942 mg/L. Dengan kata lain, konsentrasi logam Tembaga (Cu) berkurang setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0

M masing – masing sebesar 83,16%, 84,78%, 90,32%, 88,37% dan 86,85% (Tabel 4.10).

Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dengan menggunakan bentonit alam teraktivasi lebih besar daripada bentonit komersil. Untuk logam Kadmium (Cd) dalam dalam larutan standar, sebelum penambahan bentonit alam teraktivasi dan komersil memiliki konsentrasi sebesar 2,9996 mg/L dan setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan bentonit komersial 1, 2, 3, 4, dan 5 g berkurang masing – masing menjadi 0,4357; 0,3964; 0,3521; 0,3241; dan 0,2743 mg/L untuk benonit alam teraktivasi dan 0,4765; 0,4145; 0,3743; 0,3225 dan 0,2901 mg/L untuk bentonit komersil. Dengan kata lain, konsentrasi Kadmium (Cd) berkurang setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan bentonit komersil masing – masing sebesar 85,47; 86,78; 88,20; 89,52 dan 90,85% untuk bentonit alam teraktivasi dan 84,11; 86,18; 87,52; 88,91; dan 90,32% untuk bentonit komersil (Tabel 4.5. dan tabel 4.6.).

Hal yang serupa juga terjadi pada logam Tembaga (Cu). Sebelum penambahan bentonit alam teraktivasi dan komersil memiliki konsentrasi sebesar 2,9996 mg/L dan setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan komersil 1, 2, 3, 4, dan 5 g berkurang masing – masing menjadi 0,4452; 0,4087; 0,3614; 0,3241; dan 0,2837 mg/L untuk benonit alam teraktivasi dan 0,4957; 0,4309; 0,3034; 0,3468 dan 0,2986


(59)

mg/L untuk bentonit komersil. Dengan kata lain, konsentrasi Kadmium (Cd) berkurang setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan bentonit komersil masing-masing sebesar 85,15; 86,37; 87,95; 89,19 dan 90,54% untuk bentonit alam teraktivasi dan 83,47; 85,63; 87,21; 88,43; dan 90,04% untuk bentonit komersil (Tabel 4.11. dan 4.12.).

Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan aktivasi bentonit menggunakan H2SO4, salah satunya adalah konsentrasi asamnya. . Dari penelitian ini

diperoleh konsentrasi H2SO4 yang optimum adalah 1,2 M, sehingga konsentrasi yang

terlalu rendah, yaitu dibawah 1,2 M menyebabkan tidak sempurnanya pembentukan situs aktif, sehingga kemampuan adsorpsi dari bentonit tidak optimum, sebaliknya konsentrasi yang terlalu besar, yaitu diatas 1,2 M asam akan menghidrolisa alumunium dari kerangka bentonit yang menyebabkan struktur menjadi rusak.

Tujuan dari aktivasi dengan penambahan asam adalah untuk menukar kation Ca+ yang ada dalam Ca-bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe, dan Mg dan pengotor-pengotor lainnya pada kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik bentonit tersebut menjadi aktif. Untuk keperluan tersebut asam sulfat dan asam klorida adalah zat kimia yang umum digunakan. Selama proses bleaching tersebut, Al, Fe, dan Mg larut dalam larutan, kemudian terjadi penyerapan asam ke dalam struktur bentonit, sehingga rangkaian struktur mempunyai area yang lebih luas.

Atom-atom Al yang tersisa masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral dengan empat atom oksigen tersisa. Perubahan dari gugus oktahedral menjadi tetrahedral membuat kisi kristal bermuatan negatif pada permukaan kristal, sehingga dapat dinetralisir oleh ion hidrogen. Bagian inilah yang disebut sisi aktif (active site) dari bentonit dimana bagian ini dapat mengadsorpsi kation dari senyawa-senyawa organik atau dari ion-ion senyawa logam.

Proses adsorpsi dapat berlangsung ketika permukaan padatan pada molekul adsorbat (zat yang akan diserap) membentur permukaan padatan, sehingga sebagian akan menempel di permukaan padatan dan terserap. Pada awalnya, laju adsorpsi cukup besar karena seluruh permukaan masih kosong. Namun setelah waktu kontak semakin lama, permukaan yang terisi oleh molekul semakin banyak dan luas daerah kosong semakin menurun, sehingga laju adsorpsinya ikut menurun. Gaya yang terlibat


(60)

dalam proses adsorpsi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) hanya melibatkan gaya Van der Waals antara adsorbat dan bentonit.


(61)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari data yang diperoleh pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi H2SO4 1,2 M adalah yang terbaik, yang dapat mengadsorpsi logam

Kadmium (Cd) sebesar 90,85% dan logam Tembaga (Cu) sebesar 90,32%. Bentonit alam teraktivasi dapat mengadsorpsi logam Kadmium (Cd) sebesar 85,47% - 90,85% dan logam Tembaga (Cu) sebesar 84,11% - 90,32%. Sedangkan bentonit komersil dapat mengadsorpsi logam Kadmium (Cd) sebesar 85,15% - 90,54% dan logam Tembaga (Cu) sebesar 83,47% - 90,04%. Persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dengan menggunakan bentonit alam teraktivasi lebih besar daripada bentonit komersil.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini hanya memberikan informasi persentase (%) penurunan kadar logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dengan menggunakan bentonit alam teraktivasi dan komersil. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan menggunakan variasi waktu pengadukan dan logam berat lainnya, seperti : Hg, As, Se, Pb, dan Bi.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Barrow, G. M. 1979. Physical Chemistry. Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Book Company.

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Cetakan Pertama. Jilid 2. Jakarta: Paradnya Paramita.

Clark, D. V. 1979. Approach to Atomic Absorption Spectroscopy. Sidney-Australia: Anal. Chem Consultants Pty. Ltd.

Darmono. 1994. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan

Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI Press.

Day, R.A.Jr., Underwood, A.L. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga.

http//:www.dim.esdm.go.id. Diakses Tanggal 28 Juli 2011.

Johnson, W. M., dan Maxwell, J. A. 1981. Rock and Mineral Analysis. Edisi kedua. New York: John Wiley & Sons Inc.

Karna, W dan Tahir, I. 2002. Sintesis Lempung Terpilar Cr2O3 Dan pemanfaatannya

Sebagai Inang Senyawa p-Nitroanilin. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Notohadiprawiro, T. 1993. Logam Berat dalam Pertanian

Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Pusat Penelitian dan Pegembanan Teknologi Mineral. Bentonit.

http//:www.tekmira.esdm.go.id. Diakses tanggal 28 juli 2011.

Putra, J. A. 2006. Bioremoval, Metode Alternatif Untuk Menanggulangi Pencemaran

Logam Berat

Metode alternative untuk menanggulangi pencemaran logam berat. Diakses Tanggal 29 Maret 2011.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Rineka Cipta.

Slamet, J. S. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(63)

Soedjoko, T. S. 1987. Penelitian Pemanfaatan Bentonit Di Indonesia. Bull PPTM. Suarya, P. 2008. Adsorpsi Pengotor Minyak Daun Cengkeh Oleh Lempung

Teraktivasi Asam. Bali : Universitas Udayana.

Supeno, M dan Sembiring, S. B. 2007. Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material

Katalis/Co-katalis Pembuatan Gas Hidrogen dan Oksigen dari Air. Disertasi.

Medan: USU.

Supeno, M. 2009. Interaksi Asam Basa. Cetakan Pertama. Medan : USU Press.

Vogel, A.I. 1994. Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.Edisi Kelima. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.

Walsh, A. 1955. Application of Absorbtion Spectra to Chemical Analysis. Spectrochemica. Acta. Vol.7.

Widowati, W., Sastiono. A., Jusuf. R. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan


(1)

bentonit teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M masing-masing berkurang menjadi 0,4845; 0,4485; 0,2743; 0,3202; 0,3796 mg/L. Dengan kata lain, konsentrasi logam Kadmium (Cd) berkurang setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M masing – masing sebesar 83,85%, 85,05%, 90,85%, 89,33% dan 87,34% (Tabel 4.4.).

Hal yang serupa juga terjadi pada logam Tembaga (Cu). Sebelum penambahan bentonit alam teraktivasi memiliki konsentrasi sebesar 2,9998 mg/L dan setelah penambahan bentonit teraktivasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M masing-masing berkurang menjadi 0,5049; 0,4563; 0,2901; 0,3486; 0,3942 mg/L. Dengan kata lain, konsentrasi logam Tembaga (Cu) berkurang setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M masing – masing sebesar 83,16%, 84,78%, 90,32%, 88,37% dan 86,85% (Tabel 4.10).

Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dengan menggunakan bentonit alam teraktivasi lebih besar daripada bentonit komersil. Untuk logam Kadmium (Cd) dalam dalam larutan standar, sebelum penambahan bentonit alam teraktivasi dan komersil memiliki konsentrasi sebesar 2,9996 mg/L dan setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan bentonit komersial 1, 2, 3, 4, dan 5 g berkurang masing – masing menjadi 0,4357; 0,3964; 0,3521; 0,3241; dan 0,2743 mg/L untuk benonit alam teraktivasi dan 0,4765; 0,4145; 0,3743; 0,3225 dan 0,2901 mg/L untuk bentonit komersil. Dengan kata lain, konsentrasi Kadmium (Cd) berkurang setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan bentonit komersil masing – masing sebesar 85,47; 86,78; 88,20; 89,52 dan 90,85% untuk bentonit alam teraktivasi dan 84,11; 86,18; 87,52; 88,91; dan 90,32% untuk bentonit komersil (Tabel 4.5. dan tabel 4.6.).

Hal yang serupa juga terjadi pada logam Tembaga (Cu). Sebelum penambahan bentonit alam teraktivasi dan komersil memiliki konsentrasi sebesar 2,9996 mg/L dan setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan komersil 1, 2, 3, 4, dan 5 g berkurang masing – masing menjadi 0,4452; 0,4087; 0,3614; 0,3241; dan 0,2837 mg/L untuk benonit alam teraktivasi dan 0,4957; 0,4309; 0,3034; 0,3468 dan 0,2986


(2)

mg/L untuk bentonit komersil. Dengan kata lain, konsentrasi Kadmium (Cd) berkurang setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan bentonit komersil masing-masing sebesar 85,15; 86,37; 87,95; 89,19 dan 90,54% untuk bentonit alam teraktivasi dan 83,47; 85,63; 87,21; 88,43; dan 90,04% untuk bentonit komersil (Tabel 4.11. dan 4.12.).

Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan aktivasi bentonit menggunakan H2SO4, salah satunya adalah konsentrasi asamnya. . Dari penelitian ini diperoleh konsentrasi H2SO4 yang optimum adalah 1,2 M, sehingga konsentrasi yang terlalu rendah, yaitu dibawah 1,2 M menyebabkan tidak sempurnanya pembentukan situs aktif, sehingga kemampuan adsorpsi dari bentonit tidak optimum, sebaliknya konsentrasi yang terlalu besar, yaitu diatas 1,2 M asam akan menghidrolisa alumunium dari kerangka bentonit yang menyebabkan struktur menjadi rusak.

Tujuan dari aktivasi dengan penambahan asam adalah untuk menukar kation Ca+ yang ada dalam Ca-bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe, dan Mg dan pengotor-pengotor lainnya pada kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik bentonit tersebut menjadi aktif. Untuk keperluan tersebut asam sulfat dan asam klorida adalah zat kimia yang umum digunakan. Selama proses bleaching tersebut, Al, Fe, dan Mg larut dalam larutan, kemudian terjadi penyerapan asam ke dalam struktur bentonit, sehingga rangkaian struktur mempunyai area yang lebih luas.

Atom-atom Al yang tersisa masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral dengan empat atom oksigen tersisa. Perubahan dari gugus oktahedral menjadi tetrahedral membuat kisi kristal bermuatan negatif pada permukaan kristal, sehingga dapat dinetralisir oleh ion hidrogen. Bagian inilah yang disebut sisi aktif (active site) dari bentonit dimana bagian ini dapat mengadsorpsi kation dari senyawa-senyawa organik atau dari ion-ion senyawa logam.

Proses adsorpsi dapat berlangsung ketika permukaan padatan pada molekul adsorbat (zat yang akan diserap) membentur permukaan padatan, sehingga sebagian akan menempel di permukaan padatan dan terserap. Pada awalnya, laju adsorpsi cukup besar karena seluruh permukaan masih kosong. Namun setelah waktu kontak semakin lama, permukaan yang terisi oleh molekul semakin banyak dan luas daerah kosong semakin menurun, sehingga laju adsorpsinya ikut menurun. Gaya yang terlibat


(3)

dalam proses adsorpsi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) hanya melibatkan gaya Van der Waals antara adsorbat dan bentonit.


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari data yang diperoleh pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi H2SO4 1,2 M adalah yang terbaik, yang dapat mengadsorpsi logam Kadmium (Cd) sebesar 90,85% dan logam Tembaga (Cu) sebesar 90,32%. Bentonit alam teraktivasi dapat mengadsorpsi logam Kadmium (Cd) sebesar 85,47% - 90,85% dan logam Tembaga (Cu) sebesar 84,11% - 90,32%. Sedangkan bentonit komersil dapat mengadsorpsi logam Kadmium (Cd) sebesar 85,15% - 90,54% dan logam Tembaga (Cu) sebesar 83,47% - 90,04%. Persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dengan menggunakan bentonit alam teraktivasi lebih besar daripada bentonit komersil.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini hanya memberikan informasi persentase (%) penurunan kadar logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dengan menggunakan bentonit alam teraktivasi dan komersil. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan menggunakan variasi waktu pengadukan dan logam berat lainnya, seperti : Hg, As, Se, Pb, dan Bi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Barrow, G. M. 1979. Physical Chemistry. Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Book Company.

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Cetakan Pertama. Jilid 2. Jakarta: Paradnya Paramita.

Clark, D. V. 1979. Approach to Atomic Absorption Spectroscopy. Sidney-Australia: Anal. Chem Consultants Pty. Ltd.

Darmono. 1994. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI Press.

Day, R.A.Jr., Underwood, A.L. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga.

http//:www.dim.esdm.go.id. Diakses Tanggal 28 Juli 2011.

Johnson, W. M., dan Maxwell, J. A. 1981. Rock and Mineral Analysis. Edisi kedua. New York: John Wiley & Sons Inc.

Karna, W dan Tahir, I. 2002. Sintesis Lempung Terpilar Cr2O3 Dan pemanfaatannya Sebagai Inang Senyawa p-Nitroanilin. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Notohadiprawiro, T. 1993. Logam Berat dalam Pertanian

Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Pusat Penelitian dan Pegembanan Teknologi Mineral. Bentonit. http//:www.tekmira.esdm.go.id. Diakses tanggal 28 juli 2011.

Putra, J. A. 2006. Bioremoval, Metode Alternatif Untuk Menanggulangi Pencemaran Logam Berat Metode alternative untuk menanggulangi pencemaran logam berat. Diakses Tanggal 29 Maret 2011.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Rineka Cipta.

Slamet, J. S. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(6)

Soedjoko, T. S. 1987. Penelitian Pemanfaatan Bentonit Di Indonesia. Bull PPTM.

Suarya, P. 2008. Adsorpsi Pengotor Minyak Daun Cengkeh Oleh Lempung Teraktivasi Asam. Bali : Universitas Udayana.

Supeno, M dan Sembiring, S. B. 2007. Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/Co-katalis Pembuatan Gas Hidrogen dan Oksigen dari Air. Disertasi. Medan: USU.

Supeno, M. 2009. Interaksi Asam Basa. Cetakan Pertama. Medan : USU Press.

Vogel, A.I. 1994. Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.Edisi Kelima. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.

Walsh, A. 1955. Application of Absorbtion Spectra to Chemical Analysis. Spectrochemica. Acta. Vol.7.

Widowati, W., Sastiono. A., Jusuf. R. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: Penerbit Andi.


Dokumen yang terkait

Analisis Kadar Logam Kadmium (Cd) pada Air Minum Dalam Kemasan Galon Isi Ulang dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom

14 123 47

Penentuan Kadar Logam Kadmium (Cd), Tembaga (Cu ), Besi (Fe) Dan Seng (Zn) Pada Air Minum Yang Berasal Dari Sumur Bor Desa Surbakti Gunung Sinabung Kabupaten Karo Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (Ssa)

7 136 74

Analisis Kadar Logam Kadmium (Cd), Kromium (Cr), Timbal (Pb), Dan Besi (Fe) Pada Hewan Undur-Undur Darat (myrmeleon Sp.) Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

9 131 82

Pengaruh Konsentrasi H2SO4 Dan HCL Pada Zeolit Alam Teraktivasi Serta PH Larutan Terhadap Adsorbsi Logam Kobal (Co) DAN Nikel (N) Dalam Larutan Standar Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom

2 83 65

Penggunaan Kitosan Magnetik Nanopartikel Untuk Menyerap Logam Kadmium (Cd) Dan TembagA (Cu) Dengan Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom(SSA)

3 49 61

Analisis Logam Berat Cadmium (Cd), Cuprum (Cu), Cromium (Cr), Ferrum (Fe), Nikel (Ni), Zinkum (Zn) Pada Sedimen Muara Sungai Asahan Di Tanjung Balai Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

5 89 98

Penentuan Kadar Logam Cadmium(Cd), Tembaga (Cu), Crom (Cr), Besi (Fe), Nikel (Ni), dan Zinkum (Zn) dari beberapa Jenis Kerang Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom ( SSA)

5 52 92

Analisis Kadar Unsur Nikel (Ni), Kadmium (Cd) Dan Magnesium (Mg) Dalam Air Minum Kemasan Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

5 65 81

Analisis Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam Ketam Batu, dan Lokan Segar yang Berasal dari Perairan Belawan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

4 64 6

Penentuan Kandungan Logam Kadmium (Cd), Tembaga (Cu), dan Zink (Zn) di Dalam Produk Ikan Tuna Kemasan Kaleng Berdasarkan Waktu Penyimpanan Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

0 1 13