0,15 mm, dan 0,063 mm. Pengayakan dilakukan dengan metode pengayakan basah. Butiran sedimen diklasifikasi berdasarkan klasifikasi Wenworth, 1922 in
Wibisono, 2005. Klasifikasi ini memisahkan sedimen ke dalam fraksi ukuran butiran yang berbeda yaitu kerakal 8-16 mm, kerikil 2-8 mm, pasir sand 0,063-2
mm, lanau silt 0,004-0,063 mm, lumpur mud 0,063 dan lempung clay 0,004 mm. Pada penelitian ini data grain size sedimen hanya didapatkan pada
fraksi kerikil, pasir dan lumpur Lampiran 5. Analisis ukuran butiran sedimen dikerjakan pada gabungan sampel dari 3 kali
ulangan tiap masing-masing stasiun yang dilakukan di Laboratorium Geologi, P2O- LIPI. Hasil analisis butiran sedimen dapat dilihat pada Lampiran 11.
3.4.6 Analisis fraksinasi logam berat dalam sedimen
Analisis pengukuran logam berat dalam fraksi sedimen menggunakan metode ekstraksi secara simultan yang dikembangkan Bendell-Young et al. 1992 in
Thomas dan Bendell-Young 1998 seperti pada Gambar 9 dan Lampiran 7. Prosedur ekstraksi secara simultan menghitung konsentrasi logam berat yang
secara operasional dibagi kedalam komponen-komponen geokimia sedimen: easily reducible
berasosiasi dengan fase sedimen mangan oksida; easily reducible+reducible
berasosiasi dengan fase sedimen mangan oksida dan besi oksida; organik fraksi sedimen yang berikatan dengan bahan organik; dan aqua
regia mendekati konsentrasi logam berat total dalam sedimen.
Sebanyak 4,5 – 6 gram berat basah contoh sedimen diambil untuk mengukur konsentrasi logam berat pada setiap fraksi sedimen tersebut. Ekstraksi logam
pada fraksi easily reducible menggunakan 10 ml 0,1N NH
2
OH HCl in 0.01N HNO
3
. Ekstraki dari easily reducible+reducible dengan menggunakan 10 ml
0.1N NH
2
OH HCl in 25 HOAc dengan pemanasan pada suhu 95 C selama 6
jam, sedangkan ekstraksi logam pada fraksi organik dengan menggunakan 20 ml 1N NH
4
OH ke dalam contoh sedimen kemudian dibiarkan selama seminggu Gambar 3.
Pada penelitian ini, dilakukan beberapa modifikasi terhadap metode Bendell- Young et al., 1992 in Thomas and Bendell-young, 1998, analisis bahan organik
total TOM pada sedimen yang dinyatakan dengan persentase lost on ignition LOI dianalisis menurut APHA 1992 yaitu dengan pembakaran sampel
sedimen pada suhu 500
o
C selama 4 jam, dapat dilihat pada Lampiran 5. Selain itu, terdapat perbedaan terhadap penentuan klasifikasi logam berat
dalam fraksi resistan dan non-resistan berdasarkan metode yang digunakan Thomas dan Bendell-young 1998. Pada metode Thomas dan Bendell-young,
fraksi reducible dan easy reducible termasuk ke dalam fraksi non-resistan dapat diserap oleh biota, sedangkan fraksi organik dan residual termasuk ke dalam
resistan tidak dapat diserap oleh biota. Pada penelitian ini fraksi organik termasuk ke dalam fraksi non-resistan, dengan alasan tahapan destruksi pada
fraksi organik tidak menggunakan asam kuat HNO
3
HCl seperti pada prosedur menurut Bendell-Young dan Harvey 1992. Perbedaan klasifikasi fraksi resistan
dan non-resistan dapat dilihat pada Tabel 7.
Sumber : Bendell-Young et al., 1992 in Thomas dan Bendell-Young, 1998
Gambar 3. Skema analisis fraksinasi geokimia logam berat pada sedimen Tabel 7. Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non resistan antara yang
digunakan dalam skripsi dengan Thomas dan Bendell-Young 1998
Fraksi sedimen Thomas dan Bendell-
Young 1998 Skripsi
Non resistan dapat diserap oleh biota
Easily Reducible Reducible
Easily Reducible Reducible
Organik Resistan tidak dapat
diserap oleh biota Organik
Residual Residual
Contoh sedimen 4,5 – 6 gram gram
LOI Acid
extractable Mn
oxides
Sentrifuge pada 6500 RPM,
pipet bagian supernantan Organik
Bakar pada 600
o
C, selama 1
jam Aqua Regia
3:1 campuran cHCl:cHNO
3
pada 70
o
C selama 8 jam
Easily Reducible+
Reducible 0.1N
NH
2
OH HCl in
25 HOAc pada
95
o
C selama Mn+Fe
oxides Keringkan
pada 60
o
C, 24 jam Easily
Reducible 0.1N
NH
2
OH HCl in
0.01N HNO
3
selama 0.5 jam
Organik 1N
NH
4
OH selama 1
minggu
Ukur Cd, Cu dengan AAS
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kualitas Perairan Delta Berau Kondisi perairan Delta Berau berdasarkan hasil pengamatan dipengaruhi oleh
masukan 2 aliran sungai utama yaitu aliran Sungai Kelay dan dan Sungai Segah. Rincian data parameter kualitas air yang diamati disajikan pada Lampiran 8.
Suhu stasiun pengamatan perairan Delta Berau, April 2008 memiliki kisaran antara 26,3
C – 29,7 C, dengan suhu terendah berada pada stasiun 1 dan suhu
tertinggi pada stasiun 8 Gambar 4. Pada wilayah sungai suhu perairan berkisar antara 26,3
o
C – 28,6
o
C dengan rata-rata 27,4
o
C, untuk wilayah muara suhu perairan berkisar 27,5
o
C – 29,7
o
C dengan rata-rata 28,4
o
C, sedangkan untuk wilayah laut suhunya berkisar antara 28,1
o
C – 29,1
o
C dengan rata-rata 28,4
o
C. Menurut Nontji 1987, suhu air permukaan di perairan Indonesia berkisar antara
28
o
C – 31
o
C dan dalam setahun terdapat dua suhu maksimum yaitu pada musim pancaroba awal tahun April – Mei dan pancaroba akhir tahun November,
sedangkan pada penelitian sebelumnya kisaran suhu untuk perairan Delta Berau berkisar antara 29,4
o
C – 32,1
o
C. Suhu di perairan Delta Berau pada saat pengamatan dan penelitian sebelumnya tidak jauh berbeda sehingga dapat
dikatakan suhu Perairan Delta Berau masih dalam kondisi normal. Temperatur memiliki pengaruh penting dalam spesiasi logam, karena
kebanyakan tingkat reaksi kimia sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Temperatur juga dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang diserap
organisme, karena rata-rata proses biologi akan meningkat dua kali lipat pada tiap kenaikan temperatur 10
o
C. Karena kenaikan temperatur mempengaruhi tingkat