2.3 Fraksinasi Logam Berat dalam Sedimen
Logam dalam lingkungan perairan akan berasosiasi dengan berbagai ligan organik dan anorganik terlarut sebaliknya fraksi yang lain akan berasosiasi dengan
bahan partikulat melalui proses adsorpsi, presipitasi, copresipitasi atau oleh proses uptake
oleh organisme plankton. Proses kimia, fisika dan biologi yang kompleks menyebabkan fraksi utama dari logam akan masuk dan berasosiasi ke dalam
sedimen perairan hal ini dapat dilihat pada gambar 1 Tessier dan Campbell, 1987.
L-organisme L-teradsorpsi
L-berasosiasi dengan Fe dan
Mn oksida dan fase padat
lainnya
L: Logam Sumber: Tessier dan Campbell, 1987
Gambar 1. Skema pembagian logam di lingkungan perairan Sedimen merupakan campuran kompleks hasil dari pelapukan dan erosi
seperti alumosilikat dan besi, alumunium oksihidroksida dan sulfida, dan substansi yang dihasilkan oleh aktivitas biologi baik organik mikroorganisme,
Kompleks organik
Kompleks anorganik
L
Z+
L
Y+
L-organisme
detritus dan substansi humus maupun inorganik karbonat, fosfat, dan silikat Tessier, 1992 in Škvarla, 1998. Ketersediaan logam berat dalam sedimen
dipengaruhi oleh hubungan logam - logam berat dengan satu atau lebih dari komponen penyusun sedimen, karenanya konsentrasi logam berat dalam fraksi
sedimen memberikan gambaran tentang ketersediaan logam berat bagi biota. Penentuan ketersediaan logam dalam fraksi sedimen telah banyak dikaji.
Tessier et al 1979 membagi fraksi-fraksi di dalam sedimen yang menyebabkan berikatannya logam, diantaranya ;
1. Fraksi exchangeable ; Komponen utama pada fraksi ini muliputi lempung clay, Oksigen hidrat dari besi dan mangan, dan asam humus. Fraksi ini
memiliki mobilitas yang tinggi. Perubahan dari komposisi kation dapat menyebabkan terlepasnya logam seperti di lingkungan estuari.
2. Fraksi yang berikatan dengan karbonat ; Logam dapat berasosiasi dengan karbonat. Fraksi ini mudah berubah dengan perubahan pH.
3. Fraksi berikatan dengan besi dan mangan oksida ; Terdiri dari logam yang diadsorpsi atau dilapisi oleh Fe-Mn oksida. Fraksi ini memiliki mobilitas
yang relatif tinggi, tergantung pada perubahan kondisi redoks. Perubahan ini menyebabkan terlepasnya logam tetapi sebagian lagi mengendap jika
terdapat mineral mineral sulfide. Bongkahan atau nodul mangan Mn dan besi Fe yang terbentuk di dasar laut adalah bentuk dari sedimen
hydrogeneous yang dihasilkan melalui reaksi kimia dalam air laut. 4. Fraksi yang berikatan dengan bahan organik ; Logam dapat berikatan
dengan berbagai bentuk bahan organik seperti organisme hidup, detritus, atau partikel mineral, dan lain sebagainya. Di bawah kondisi oksidasi
dalam perairan alami, bahan organik dapat terdegradasi dan terjadi pelepasan logam terlarut.
5. Fraksi residual ; Fase residual terdiri dari mineral utama atau kedua primary and secondary minerals dimana logam berada pada struktur
kristal. Logam tidak akan berubah ke dalam bentuk terlarut pada jangka waktu tertentu di bawah kondisi normal.
Ketersediaan logam berat dalam sedimen sangat berkaitan erat dengan sifat- sifat dan ukuran sedimen. Sedimen yang mengandung jumlah mineral lempung
clay dan bahan organik akan cenderung mengakumulasi logam lebih tinggi, karena senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat mengikat logam
Tack et. al., 1997 in Arifin, 2006
.
Menurut Thomas dan Bendell –Young 1998 komponen hasil oksida besi dan magnesium dan bahan organik merupakan komponen
geokimia yang paling penting dalam mengontrol pengikatan logam - logam berat dari sedimen estuari. Oleh karena itu, pengetahuan tentang pembagian logam-
logam utama diantara tiga komponen sedimen ini hasil oksida besi dan magnesium dan bahan organik sangat penting untuk mengestimasi ketersediaan
logam-logam berat dalam sedimen. Ukuran partikel sedimen grain size merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi konsentrasi dan proses adsorpsi logam berat dalam sedimen. Afinitas logam berat umumnya lebih besar pada sedimen yang berukuran lebih
halus Penny, 1984 dan Gaw, 1997 in Parera 2004 sehingga konsentrasi logam berat lebih besar pada permukaan sedimen yang memiliki ukuran partikel lebih
kecil Penny, 1984; Gaw, 1997; Burden, 2002 in Parera 2004.
Menurut Bernhard 1981 in Erlangga 2007 konsentrasi logam berat tertinggi terdapat dalam sedimen
yang berupa lumpur, tanah liat, pasir berlumpur dan campuran dari ketiganya dibandingkan dengan yang berupa pasir murni.
Tabel 4 menunjukkan hubungan konsentrasi logam berat Cu, Pb dan Zn terhadap ukuran butiran sedimen.
Tabel 4. Hubungan antara ukuran butiran sedimen µm dan konsentrasi logam Cu, Pb dan Zn µgg
Ukuran butiran sedimen µm
Konsentrasi logam µgg Cu
Pb Zn
1-10 39
78 1067
11-30 43
60 623
31-60 28
41 479
61-150 23
27 308
Sumber: Gaw 1997 in Parera 2004 Faktor lain yang mempengaruhi kandungan logam berat adalah kandungan
bahan organik. Gaw 1997 in Parera 2004 menemukan hubungan yang positif antara kandungan materi organik dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen
walaupun bahan organik bukan merupakan faktor utama yang mengatur konsentrasi logam berat dalam sedimen khususnya di daerah estuari. Keberadaan
bahan organik mampu mengikat 5-20 atau lebih dari kandungan logam dalam sedimen Campbell et al., 1988.
Mangan oksida dan besi oksida dalam sedimen mempengaruhi kandungan dan asosiasi logam berat dalam sedimen. Besi oksida yang hidrous, mangan dan
alumunium terutama Fe dan Mn oksida pada keadaan dapat mengoksidasi, dapat menyerap atau mengkopresipitasi kation dan anion dari larutan dan dapat
menyerap logam-logam dalam air terutama logam runutan. Dalam keadaan reduksi logam yang terserap dapat diremobilisasi kembali ke larutan dan bertindak
sebagai sumber logam dalam perairan, namun logam yang terikat oleh fraksi
sedimen akan mengalami diagenesis melibatkan peningkatan bobot molekul dan hilangnya gugus fungsi. Terbentuknya cadangan logam berat dalam sedimen
perairan umumnya relatif stabil dan kurang reaktif, namun demikian mobilisasi dapat terjadi melalui proses mikrobial Connel dan Miller, 1995. Menurut
Campbell et al. 1988 keberadaan mangan dan besi oksida dalam sedimen mampu mengikat logam 10-50 bahkan lebih dari total logam dalam sedimen
walaupun fraksi Mangan dan besi oksida tersebut jarang sekali ditemukan banyak sebagai material penyusun sedimen terrigenous. Kandungan logam pada beberapa
fraksi sedimen laut dalam dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Mn- Fe dan beberapa logam pada fraksi-fraksi laut dalam,
satuan µgg Logam
Karbonat laut dalam
Lempung clay pada Laut dalam
Atlantik Lempung clay
Pada laut dalam Pasifik
Bongkahan nodul-nodul
besi-mangan Cr
11 86
77 10
Cu 30
130 570
3300 Pb
9 45
162 1500
Zn 35
130 -
3500 Mn
1000 4000
12500 220000
Fe 9000
82000 65000
140580 Sumber: Chester 1990
Pembagian logam berat logam dalam sedimen bergantung pada banyak faktor diantaranya; lingkungan dan konsentrasi ligan di perairan, konsentrasi padatan
subsrat, Eh, pH. Perbedaan faktor lingkungan seperti pengadukan sedimen anoksik atau proses acidifikasi di kolom perairan dapat merubah pembagian
logam di sedimen Tessier dan Campbell, 1987. Pembagian logam berat dalam air dan sedimen juga sangat dipengaruhi kondisi redoks selain keberadaan bahan
organik serta faktor lingkungan lainnya.
pH merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses spesiasi logam berat, kelarutan dari mineral, transport dan kemampuan logam berat dapat diserap
oleh organisme. pH berpengaruh terhadap kemampuan daya larut logam berat dan proses adsorpsi-desorpsi. Kebanyakan logam berat mineral hydroxide
memiliki kelarutan yang sangat rendah di bawah kondisi pH perairan alami, karena aktivitas ion hydroxide secara langsung berhubungan dengan pH,
kelarutan mineral logam hydroxide akan bertambah seiring dengan penurunan pH, dan kemudian logam berat yang terlarut sangat potensial dapat dimanfaatkan
dalam proses biologi saat kondisi pH turun Salomon, 1995 in John dan Leventhal, 1995.
Faktor lain yang mempengaruhi proses spesiasi logam berat adalah temperatur. Pada lingkungan perairan, reaksi kimia sangat sensitif terhadap
perubahan temperatur. Temperatur juga dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang diserap organisme, karena rata-rata proses biologi akan meningkat dua
kali pada tiap kenaikan temperatur 10 C. Kenaikan temperatur mempengaruhi
tingkat pemasukan dan pengeluaran logam berat, bioakumulasi mungkin meningkat atau tidak Luoma, 1983 in John dan Leventhal, 1995.
3. BAHAN DAN METODE