Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Sejarah Perkembangan Kaligrafi

21. UIN Sultan Syarif Kasim Riau 22. UIN Syarif Hidayatullah Jakart Dari sekian banyak universitas di Indonesia khususnya di Sumatra Utara, Departemen Bahasa Arab sendiri merupakan salah satu departemen yang berada di Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Budaya. Departemen Bahasa Arab ini berdiri sejak pada tahun 1980. Departemen Bahasa Arab adalah disiplin ilmu linguistic. Departemen Bahasa Arab bertujuan menciptakan tenaga sarjana yang terampil, memiliki keterampilan dalam berbahasa Arab, baik lisan maupun tulisan,dan berwawasan dalam bidang sejarah, sastra dan budaya Arab. Hal ini menjadi perhatian peneliti untuk meneliti kesalahan dalam menulis kaligrafi Arab pada mahasiswai Departemen Bahasa Arab FIB USU tersebut untuk dijadikan objek penelitian skripsi untuk memenuhi syarat sebagai sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara. 1.2Alasan Pemilihan Judul 1. Ingin Mengetahui sejauh mana pemahaman atau potensi penulisan Kaligrafi Arab pada mahasiswa Bahasa Arab FIB USU. 2. Judul penelitian lapangan terhadap kaligrafi Arab masih sedikit di telitih oleh mahasiswa Bahasa Arab FIB USU.

1.3 Perumusan Masalah

Agar penelitian tidak menyimpang dari pokok pembahasan, maka dipandang perlu adanya batasan masalah yang meliputi: 1. Bagaimanakah pengetahuan mahasiswa Bahasa Arab FIB USU tentang penulisan Kaligrafi Arab? 2. Apa saja kesalahan mahasiswa Bahasa Arab FIB USU dalam penulisan Khat Naskhi, ṡulu ṡ , Riq’ah.

1.4 Tujuan Penelitian

Universitas Sumatera Utara 1. Untuk mengetahui pengetahuan mahasiswa Bahasa Arab FIB USU tentang Khat penulisan Kaligrafi Arab? 2. Untuk mengetahui kesalahan mahasiswa Bahasa Arab FIB USU dalam penulisan Khat Naskhi, ṡulu ṡ , Riq’ah

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Untuk menyumbang ilmu pengetahuan tentang pengembangan penulisan kaligrafi Arab bagi Departemen Bahasa Arab FIB USU. 2. Untuk menambah khazanah ilmu seni kaligrafi yang berguna bagi pembangunan ilmu dan teknologi dalam pembangunan bangsa. 3. Memberi masukan kepada Mahasiswa Bahasa Arab FIB USU bagaimana cara menulis Kaligrafi Arab sesuai kaidah yang benar dan tepat. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Kaligrafi

Kaligrafi berasal dari bahasa Yunani. kallos berarti indah dan graphe yang artinya tulisan. Seorang yang ahli dalam kaligafi disebut kaligrafer dan dia adalah seniman. Istilah kaligrafi digunakan untuk semua jenis tulisan, tetapi yang sering dikenal selama ini adalah semua jenis Latin. Israr. C 1985:135 Menurut huda 2003:3 Kaligrafi dalam bahasa Arab sering disebut khat yang berarti garis, tulisan indah, dan jamaknya bentuk plural adalah khuthuth. Ahli khat Arab disebut khatkhath. Di sisi lain, defenisi khat secara terminologi sebenarnya terungkap sesuai dengan pengalaman para kaligrafi itu sendiri sehingga setiap kaligrafi dapat memiliki corak tersendiri dalam memaknai kaligrafi atau khat Arab. Syaikh Syamsuddin Al Akhfani Dalam Irsyad Al Qoshid, 2000 Kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan cara-cara merangkai menjadi sebuah kalimat tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis mengubah ejaan yang perlu diubah dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya. Menurut Didin Sirojuddin 1988:1 Ungkapan kaligrafi dari bahasa Inggris yang disederhanakan, calligraphy diambil dari kata latin kalios yang berarti indah dan graph yang berarti tulisan atau aksara. Arti seutuhya kata kaligrafi adalah: kepandaian menulis elok, atau tulisan elok. Bahasa Arab sendiri menyebutnya khat yang berarti garis atau tulisan indah. Garis lintang equator atau khatulistiwa terambil dari kata Arab khattul istiwa, melintang elok membelah bumi jadi dua bagian yang indah. Penelitian para ahli menyatakan bahwa tulisan Arab merupakan proses lanjutan dari tulisan hieroglyph melalui tulisan Phunisia. Selanjutya dari tulisan Phunisia ini timbul lagi tulisan Arami dan tulisan Musnad dengan segala jenisnya Israr, 1985:33. Tulisan Musnad adalah tulisan yang huruf-hurufnya terpisah satu sama lain, tidak seperti tulisan Arab yang lahir kemudian. Dari tulisan Musnad tersebut lahir pula tulisan Shafawi, tulisan Tsamudi, tulisan Lihyany, dan tulisan Himyari. Universitas Sumatera Utara Israr 1985:34 menyatakan bahwa tulisan Himyari, Strangeli, dan Nabthi, mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan tulisan Arab sesudah kedatangan agama Islam. Tulisan Strangeli berkembang menjadi tulisan Kufi, sedangkan tulisan Nabyhi berkembang menjadi tulisan Naskhi. Setelah wilayah Islam meluas, dan jumlah kaum muslimin bertambah banyak tidak hanya orang Arab saja pengetahuan menulis pun semakin merata dan seni kaligrafi semakin dikenal dan digemari. Sampai akhir masa kekuasaan Khulafa Rasyidin dan kekuasaan Bani Ummayyah, Kaligrafi yang paling banyak dipakai dalam berbagai penulisan ialah Khat Khufi. Apalagi mushaf-mushaf Al-Qur’an hampir seleruhnya menggunakan tulisan Khufi sehingga Khat Kufi dinggap paling popular bahkan dianggap paling suci. Namun lama-kelamaan orang-orang meninggalklan Khat Khufi dikarenakan dianggap kurang praktis dan sangat kaku sehingga sangat sulit dituliskan, Khoiri 1999:54. Kemudian lahirlah Khat Naskhi, khat yang muda untuk digoreskan lebih gampang dipelajari bahkan hampir disetiap naskah-naskah banyak menggunakan tulisan Naskhi. Dijaman Bani Ummayyah banyak berkembang lagi jenis-jenis tulisan sehingga menambah khazanah penulisan kaligrafi, namun dari pilihan jenis tulisan ada 6 enam jenis tulisan yang sangat terkenal hingga sekarang yaitu: ṡ ulu ṡ , Naskhi, Muhaqqaq, Rayhani, Tawqi Munir, 1993: 34. Menurut Fadzoili dalam Huda, 2003:4 menjelaskan perkembangan kaligrafi Arab yang pesat terjadi setelah datangnya agama Islam, dan terbagi pada enam periode yaitu: Pertama, muncul gaya kufi mencapai tahap kesempurnaan. Pada abad ke-8 Masehi gaya Kufi mencapai keelokan bentuknya sehingga bertahan lebih dari tiga ratus tahun. Sampai pada abad ke-11 Masehi gaya Kufi telah memperoleh lebih banyak tambahan selain Ornamental. Kedua, periode ini mulai dari akhir kekhalifahan Bani Umayyah hingga pertengahan kekuasaan Bani Abbasiyah di Bagdad, yaitu pada masa Khalifa Al-Makmun. Pada masa ini muncul modifikasi dan pembentukan gaya-gaya lain selain gaya kufi sehingga dalam tahap perindahan dan pertumbuhan pada periode ini ditemukan enam rumusan pokok Al-aqlam Al- sittah, yaitu ṡ ulu ṡ , naskhi, muhaqqaq, raihani, riqa, dan tauqi. Selain itu, tercatat sekitar 24 gaya khat yang muncul dan berkembang pada periode ini, bahkan ada yang mencatat bahwa kaligrafi Arab sampai mencapai 36 gaya. Universitas Sumatera Utara Ketiga, periode penyempurnaan dan perumusan kaidah penulisan huruf oleh Abu’Ali Muhammad Bin Muqlah dan saudaranya, Abu Abdullah Hasan Bin Muqlah dengan metode Al- Khat Al-Mansub ukuran setandar ukuran kaligrafi. Ibnu Muqlah sangat berjasa dalam membangun gaya Naskhi dan ṡ ulu ṡ i. Disamping itu, ia juga memodifikasi sekitar 14 gaya kaligrafi serta menentukan 12 kaidah untuk pegangan seluruh aliran. Keempat, periode pengembangan dari rumusan Ibnu Muqlah oleh Ibnu Bawwab, yang nama asli Abu Hasan Bin Abi hilal, berhasil menemukan gaya lebih gemulai, pertautan yang indah gaya kesukaanya ialah naskhi dan muhaqqaq. Ia juga menambahkan zukhrufah hiasan pada 13 gaya kaligrafi yang menjadi eksperimen. Kelima, periode pengolahan khat dan pemikiran tentang metode hiasan baru dengan Jamaluddi Yaqut Al-Musta’shimi. Beliau juga mengola gaya Al-aqlam Al-sittah yang masyur pada periode kedua dengan sentuhan kehalusan penuh estektik serta mengembalikan hukum- hukum ibnu Muqlah dan Ibnu Bawwab pada dasar geometric dan titik Rhombic yang kemudian masyur dengan gaya Yaquti. Di masa inilah para ahli kaligrafi dengan penuh antusias mampu menghasilkan ciptan gaya baru, bahkan hingga ratusan gaya. Keenam, periode memunculkan tiga gaya baru pada masa Dinasty Mameluk di Mesir dan Dinasty Safawi di Persia, yaitu gaya ta’liq farisi yang disempurnakan oleh ahli kaligrafi Abdul Hayy, nasta’liq merupakan gabungan antara naskhi dan ta’liq oleh ahli kaligrafi yang bernama Mir’Ali, dan gaya Shikatse berbentuk terpecah-pecah oleh Darwisi Abdul Masjid. Dalam catatan Ibnu Nadim pada masa Dinasti Thulon. Lalu seiring berjalannya waktu semakin banyak penemuan jenis kaligrafi sendiri bukan hanya bersumber pada negeri Arab saja melainkan sampai daerah Afrika yang memiliki mayoritas muslim seperti jenis tulisan: thuman, tsulutsain, ghubar, nataliq, jalil, taliq, farisi, ṡulu ṡ , dan masih banyak lagi namun sampai sekarang khatjenis tulisan yang banyak digunakan ialah, naskhi, ṡulu ṡ , ryhani, diwani, diwani jail, farisi, khufi, riq’ah.

2.1.1 Sejarah Perkembangan Khat Naskhi

Walaupun Naskhi dapat diakarkan ke akhir abat VII Miladiyah, namun tulisan tersebut tidak menonjol pada banyak bentuk dan sistematika sampai penghujung abad kesembilan. Yang paling penting adalah, bahwa Naskhi menarik banyak orang sebab ditulis lebih muda dengan bentuk geometrikal cursif, tanpa macam-macam struktur yang kompleks. Universitas Sumatera Utara Orang-orang Arab pernah belajar seni membuat kertas dari Cina dan Mesir sekitar tahun 750-an dan pemakaiannya dikenalkan kepada seluruh negri Islam, sehingga kaum muslimin dapat menggunakan material tulisan lain semacam papirus dan kertas kulit. Ini memungkinkan pula tulisan Naskhi selalu siap dipakai dan dengan muda menyebar di seluruh kawasan negri Islam bagian Timur. Sejak tulisan Naskhi kurang bisa menyesuaikan diri, maka sistem Ibnu Muqlahlah yang membawanya ke arah kemajuan. Ibnu Muqlah sendiri kemudian merumuskan corak Naskhi pada proporsinya yang lebih uniuk dan elok, yang pada puncaknya bergabung pada ranking tulisan besar. Kemudian lebih di sempurnakan lagi oleh Ibnu Al-Bawab, yang memberi “cap jempol” bagi Naskhi dan mentransformasikannya kepada tulisan Alquran yang mengagumkan dan patut dihormati. Ini bisa dilihat pada Alquran yang masih bertahan sampai sekarang, hasil tangannya yang disalin menurut Naskhi dengan cover atau halaman sampul ṡ ulu ṡ , tahun 1001. Mushaf Alqran dalam Naskhi berukuran kecil, tertulis tahun 1036, hanya 14 tahun sepeningala Ibnu Al-Bawab, mencatat pengaruh yang cepat pada penulisan Alqurqn di kalangan tertentu. Kini Naskhi merupakan satu-satunya tulisan yang digunakan hampir pada seluruh naskah-naskah ilmia seperti buku, majalah, koran, atau brosur-brosur. Kecuali kepala-kepala tulisan, lebih sering menggunakan tulisan berhias seperti ṡ ulu ṡ , Diwani dan Farisi. Naskhi sendiri diambil dari kata Nuskha atau naskah, menurut bahasa Indonesia kita, sebab lebih banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan tersebut dan keadaannya memang lebih cocok untuk itu. Rumus-rumus yang digunakan dalam penulisan Khat Nasskhi, menurut tarikh klasik Islam, adalah sama dengan yang digunakan untuk ṡ ulu ṡ , dengan setandar empat sampai lima titik untuk alif. Persamaan jarak bagi setiap huruf Naskhi dengan ṡ ulu ṡ menurut Al-Ustaz Mahmud Yazir Turki, adalah karena akrabnya bentuk Naskhi kepada ṡ ulu ṡ . Ada kesepakatan umum, bahwa tulisan Naskhi menolong si penulis untuk menulis lebih cepat dibandingkan dengan ṡ ulu ṡ , sebab huruf-hurufnya yang lebih kecil dan tidak banyak dibebani aneka ragam corak hiasan, alias lebih praktis. Atas dasar itulah ia dipaksa luas untuk menyalin terjemahan dari naskah-naskah Yunani, India, Persia dan lain-lain pada zaman keemasan Islam. Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Sejarah Perkembangan Khat

ṡ ulu ṡ Dinamakan khat ṡ ulu ṡ karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatuknya dipotongdengan ukuran sepertiga ṡ ulu ṡ goresan kalam. Ada pula yang menamakannya khat Arab karena gaya ini merupakan sumber pokok aneka ragam kaligrafi Arab yang banyak jumlahnya setekah khat Kufi.Untuk menulis dengan khat ṡ ulu ṡ , pelatuk kalam dipotong dengan kemiringan kira-kirasetengah lebar pelatuk. Ukuran ini sesuai untuk khat ṡ ulu ṡ Adi dan ṡ ulu ṡ Jali. Khta ṡ ulu ṡ yang banyak digunakan untuk dekorasi dinding dan berbagai media karena kelenturannya, dianggap paling sulit dibandingkan gaya-gaya lain, baik dari segi kaedah ataupun proses penyusunanya yang menuntut harmoni dan seimbang. Dalam rentang perjalananya, khat ṡ ulu ṡ berkembang menjadi beberapa gaya, antara lain: 1.Khat ṭū m ā r ﺭ ﺎﻣﻮﻁ ﻂﺧ Khat yang diciptakan oleh Qutbah al-Muharrir yang tumbuh dan berkembang di masa Bani Umayyah ini biasa ditulis dalam ukuran besar dengan aturan-aturannya yang simple. Khat ini sangat cocok untuk dekorasi dinding atau media-media berukuran besar. Para khattat Turki menamakannya Jali ṡ ulu ṡ atau ṡ ulu ṡ Besar. ṭ ūmār atau Tamur jamaknya Tawamir bermakna sahifah lembaran atau manuskrip. Khat ṭ ūmār artinya khat yang ditulis di lembaran atau manuskrip. 2.Khat Muhaqqaq ﻖﻘﺤﻣ ﻂﺧ Penciptanya adalah Ibnu Bawab w.413 H. Ibnu Bawab adalah kaligrafer masyhur setelah Ibnu Muqlah. Khat ini hampir mirip dengan khat ṡ ulu ṡ karena perbedaan keduanya sangat samar dan hanya dapat diketahui oleh ahli khat yang cermat. Pada perkembangannya, khat ini semakin redup dan jarang sekali digunakan sehingga posisinya digeser oleh khat ṡ ulu ṡ . 3.Khat Raih ā ni ﻥﺎﺤﻳﺭ ﻂﺧ Pencipta khat ini adalah Ibnu Bawab juga, namun berhubungan erat dengan Ali ibn Al-Ubaydah Al-Rayhan w. 834 M sehingga namanya diambil untuk nama khat ini. Universitas Sumatera Utara Pendapat lain menjelaskan Raih ā ni dengan kata Rayhan yang berarti harum semerbak karena keindahan dan popularitasnya. 4.Khat Tawq ī’ ﻊﻴﻗﻮﺗ ﻂﺧ Tawqi’ artinya tanda tangan, karena para khalifah dan perdana menteri senantiasa menggunakan Tawqi’ untuk menandatangani perbagai naskah mereka. Diciptakan oleh Yusuf al-Syajari w.210825M. Lalu berkembang di tangan Ahmad ibn Muhammad yang dikenal dengan Ibnu Khazin w.1124 M sebagai murid generasi kedua Ibnu Bawab. Yang membedakan ṡ ulu ṡ dengan Tawqi ‟ adalah ukuran Tawqi’ yang selalu ditulis sangat kecil. Bentuk yang menyerupai Tawqi’ adalah Tugra’ atau Tur’rah yang pada awalnya berfungsi sebagai cap dan lambang sultan-sultan Usmani dengan ukuran bervariasi. 5.Khat Riq’ah atau Ruq’ah’ ﺔﻌﻗﺭ ﻂﺧ Riq’ah jamaknya Ruq’ah artinya lembaran daun kecil halus yang digunakan untuk menuliskhat tersebut. Gaya ini diciptakan oleh Al-Ahwal al-Muharrir yang diolahnya dari Khat ṡ ulu ṡ . Sebagian sejarawan menamakan gaya ini dengan khat Tawqi’, namun yang lebih benar adalah bahwa Riq’ah pun diolah pula dari Tawqi’. Ukuran Riq’ah lebih kecil dari Tawqi’ dan digunakan khusus untuk menyalin teks-teks kecil dan penyajian kisah. 6.Khat ṡ ulu ṡ ain ﻦﻴﺜﻠﺛ ﻂﺧ Diciptakan oleh saudara Yusuf Al-Syajari bernama Ibrahim Al-Syajari w.20an H dizaman Bani Abbas. Ibrahim membuat kaedah ṡ ulu ṡ ain dari khat yang suda ada semenjak dahulu yaitu khat Jalil. ṡ ulu ṡ ain berarti dua pertiga karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatukya dipotong seukuran dua pertiga lebar goresan kalam. sedikit lebih kecil dari khat ṭ ūmār yang ditulis sangat besar.

7. Khat Musalsal ﻞﺴﻠﺴﻣ ﻂﺧ

Diciptakan oleh Al-Ahwal Al-Muharrir dari keluarga Barmak di zaman Bani Abbas. Sebagian huruf-huruf khat ini saling berhubungan, oleh karena itu beberapa sejarawan modern menamakannya khat Mutarabit yang berarti saling ikat atau berikatan. Universitas Sumatera Utara 8.Khat ṡulut ṡ Ᾱd ī ﻱﺩﺎﻋ ﺚﺘﻠﺛ ﻂﺧ Pencipta khat ini adalah Ibrahim Al-Syajari diawal abad ke-3 H di zaman Bani Abbas.Dalam beberapa kamus bahasa Arab disebutkan, “anna Al-sulusiyya min Al- khuttut huwa Al-galizal-huruf” sepertiga dari khat adalah huruf yang sulit. 9.Khat ṡ ulu ṡ J ā l ī ﻲﻠﺟ ﺚﻠﺛ ﻂﺧ Jālī artinya wadih jelas. Kejelasan dalam hal ini terletak pada lebar anatomi hurufnya yang lebih dominan daripada jaraknya, dibandingkan dengan jarak yang lebih dominan daripada lebar anatomi hurufnya dalam ṡ ulu ṡ Adi. Dengan demikian, dalam ṡ ulu ṡ Jali akan tampak dengan jelas komposisi huruf yang bertumpuk memadati ruang media yang ditulis. Khat ini banyak digunakan untuk menulis judul-judul dan media seni yang permanen. 10.Khat ṡulu ṡ Mahb ū k ﻙﻮﺒﺤﻣ ﺚﻠﺛ ﻂﺧ Mahb ū k artinya terstruktur atau tersusun rapi, yang diukur menurut keindahan pembagianhusn Al-tawzi ‟ dan aturan komposisi ihkam Al-tartib. Keindahan pembagian dicirikan dengantidak adanya kelompok huruf yang bertumpuk di satu tempat sementara tempat lain terlalu kosong sehingga mendorong khat memperbanyak dan mengisinya dengan syakal dan hiasan untuk mencari keseimbangan. Sedangkan aturan komposisi adalah ketepatan memposisikan kata, huruf, dan titik di tempat-tempat yang strategis. 11.Khat ṡulu ṡ Muta’assir bil Rasm ﻢﺳﺭ ﻞﺑ ﺮﺴﻌﺘﻣ ﺚﻠﺛ ﻂﺧ Beberapa khattat atau kaligrafer berusaha menggubah aksara Arab kepada bentuk visual yang bisa berbicara biar lebih bervariasi sekaligus untuk menyeimbangkan antara ketaatan terhadap ajaran agama dengan kesenangan menggambar, karena dalam Islam visualisasi makhluk hidup secara jelas berlawanan dengan semangat dakwah agama tersebut untuk selalu menjaga ketauhidan dan menjauhi kesyirikan. Potensi huruf Arab yang sangat lentur dan mudah dibentuk mendorong para khattat menciptakan gambar- Universitas Sumatera Utara gambar simbol yang mengungkap kalimat-kalimat suci dan tauhid, sehingga kaligrafi diolah menjadi sarana menggambar yang terbebas dari visualisasi makhluk hidup secara terang-terangan. Khat yang dipengaruhi gambar ini akhirnya diterima dan populer di kalangan seniman muslim. Banyak ragam dan variasi aliran khat ini, yang secara bebas mengambil pola figural atau simbolik berupa gambar manusia, binatang, tumbuhan dan benda-benda. 12.Khat ṡulu ṡ Handas ī ﻲﺳ ﺪﻨﻫ ﺚﻠﺛ ﻂﺧ Gaya ini merupakan ṡulu ṡ yang menyusun huruf dan kata secara geometris handasi dan indah berdasarkan rasa seni, sehingga menjadi dasar kekompakan, keserasian, dan penyatuan sebuahkarya. 13.Khat ṡulu ṡ Mutana ẓ ir ﺮﻅ ﺎﻨﺘﻣ ﺚﻠﺛ ﻂﺧ Mutana ẓ ir artinya saling memantul. Dinamakan pula khat ṡulu ṡ Mir’ah cermin, dimana yang berada disamping kanan memantul ke samping kirinya, sehingga seolah diantara dua sisi tersebut ada cermin. Khat ini dinamakan juga dengan gaya Ma’kus memantul, musanna AC-DC atau dua dimensi, dan Aynali saling tatap. Gaya ini tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan muslim yang saling berbalas kebaikan dalam kehidupan sehari-hari seperti memberi salam dan menjawabnya.

2.1.3 Sejarah Perkembangan Khat Riq’ah

Riq’ah jamaknya Ruq’ah, artinya “lembaran daun kecil halus”, dari mana nama tersebut didapatkan. Diduga berasar dari Naskhi dan ṡ ulu ṡ . Bentuk-bentuk asalnya sama dengan huruf- huruf ṡ ulu ṡ dan Tawqi, baik dalam keadaan tunggal ataupun ketika berada dalam bentuk susunan, kecuali, bahwa Riq’ah memiliki kelainan-kelainan dalam beberapa hal: 1. Tulisan Riq’ah lebih cenderung kepada bulatan-bulatan daripada tulisan Tawqi yang lebih cenderung kepada bulatan-bulatan daripada tuisan ṡ ulu ṡ . 2. Huruf-huruf riq’ah lebih halus daripada huruf-huruf Tawqi. 3. Tarwis atau “janggut” sangat jarang atau hanya sedikit sekali di dapat pada kepala alif tunggal dan saudara-saudaranya. Hal itu berbeda sekli dengan ṡ ulu ṡ dan Tawqi di mana tarwis menjadi kelajiman. Universitas Sumatera Utara 4. Pusat garis lingkaran ‘ain tengah dan akhir kerap kali terkatup tanpa lubang, demikian pula fa, qaf dan wawu. Adapun sad, ta’, ain tunggal dan awal senantiasa terbuka. 5. Ada beberapa huruf yang tak terdapat dalam tulisan lainnya, seperti alif yang agak condong ke kanan Ada keterangan yang menambahkan ciri-ciri lain tulisan tersebut, misalya, bahwa garis- garis horizontalnya sangat pendek dan simpul-simpul pengikat atau spasinya berstruktur tebal, dengan huruf-huruf penghabisan dari kata-kata pendahuluan kerapkali bersambungan atau bertabrakan dengan huruf-huruf awal kata-kata berikutnya. Ciri-ciri ini dan ciri-ciri yang terapat pada nomor 3 dan 4 di atas adalah ciir-ciri yang benar-benar terdapat pada tulisan Riq’ah yang kita kenal sekarang. Pada masa Daulat Usmaniyah, Riq’ah tumbuh menjadi bentuk-bentuk yang beranekaragam. Namun semuanya hampir tidak pernah terpakai untuk penulisan naskah-naskah “suci” seumpama Alquran atau teks-teks keagamaan. Ini disebabkan karena Riq’ah akan menjadi “kurang sedap” dipandang jika dibubuhin tanda-tanda harakat tidak seperti khat-khat Arab lainnya. Justru, masyarakat umumnya memerlukan bacaan lengkap dengan tanda-tanda penjelasannya. Pada tahun 1225H, yang bertepatan dengan lahirnya Abu bakar Mumtaz ibn Mustafa Afandi, Khat Riq’ah sangat luas terpakai di seluruh kawasan kerajaan Turki Usmani. Mumtaz mengkhususkan diri menekuni jenis tulisan tersebut kemudian mendesain rumus-rumus Riq’ah dengan timbangan “titik” dan ukuran huruf-hurufnya menurut gaya-gaya rumus yang diterapkan kepada tulisan-tulisan Arab semisal ṡ ulu ṡ dan lain-lain. Sejak itu Riq’ah mencapai puncak keindahannya yang mengagumkan. Betetapan degan itu, Mumtaz sendiri sempat “mengursus” Sultan Abdul Mjid Khat Al-Usmani, mempelajari jenis tulisan yang dikuasainya itu. Sedangkan Khat Riq’ah yang juga menjadi salah satu tulisan kesukaan para kaligrafi Usmani, mendapat banyak perbaikan dan penyepurnaan di tangan seseorang kaligrafer kenamaan, Syeikh Hamdullah Al-Amasi w 1520. Akhirnya disempurnakan lebih maju lagi oleh para kaligrafer berikutnya, sehingga menjadilah kelak satu di antara sejumlah tulisan yang sangat populer dan banyak dipakai. Demikian pula Riq’ah, tulisan tersebut sangat luas pemakaiannya sebagai tulisan tangan hand writimg yang sangat digemarin di seluruh dunia Arab. Universitas Sumatera Utara

2.2 Jenis-Jenis Kaligrafi