Patologi Manifestasi Klinis TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan fakta-fakta yang ada terdapat perbedaan frekuensi yang nyata diantara beberapa kelompok etnik, yaitu adanya peningkata n risiko pada keluarga penderita KNF, dan masih tingginya imigran Cina yang terkena KNF di daerah yang insiden KNF nya sangat rendah. Penelitian pertama tentang adanya kelainan genetik ras Cina yang dihubungkan dengan kejadian KNF adalah penelitian tentang Human Leucocyte Antigen HLA. Pada etnik Cina, KNF dihubungkan dengan ditemukannya HLA tipe A2 dan Bw46. Penelitian di Medan menemukan gen yang potensial sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak adalah gen HLA-DRB108 Munir, 2007. Lingkungan dan kebiasaan hidup Faktor lingkungan lain yang mempunyai risiko terhadap KNF adalah merokok, terpapar bahan dari industri seperti formaldehid, asap kayu bakar, asap dupa, tetapi hubungan yang jelas antara zat -zat tersebut dengan KNF belum dapa t dijelaskan. Penelitian matching case control di Semarang dilaporkan paparan formaldehid berbentuk uap dan asap yang terhirup berpeluang terbesar ter hadap terjadinya KNF. Perokok berat berisiko 2 -4 kali dibanding yang tidak merokok. Konsumsi alkohol yang tinggi tidak menunjukkan risiko pada masyarakat Cina, walaupun di Amerika Serikat menunjukkan adanya hubungan Yi dan Jhen,2009 . Radang Kronis Beberapa peneliti lain melaporkan adanya hubungan yang bermakna antara adanya infeksi kronis di hidung sepe rti rhinitis, sinusitis, atau polip nasi dan infeksi kronis di telinga tengah dengan timbulnya KNF. Adanya peradangan menahun di nasofaring maka mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen penyebab KNF Zahara,2007.

2.5. Patologi

Squamous cell carcinoma ada bermacam tingkatan berdasarkan perbedaannya, atau jenis transitional cell carcinoma and lymphoepithelioma biasanya 85. Lymphomas merupakan 10 dan 5 rhabdomyosarcoma, bersamaan dengan keganasan dan tumor saliva atau malignant chordoma Dhingra, 2010. Patogenesis Gambar2.2 Patogenesis Karsinoma Nasofaring Dikutip dari: Pathologi and Genetics of Head and Neck Tumours .2005. Gambar diatas menggambarkan perjalanan karsinoma nasofaring berawal dari terinfeksi virus ataupun karena genetik kemudian dari epitel yang normal berubah menjadi low grade dysplasia terjadi karena kehilangan pada kromosom 3p dan 9p kemudian menjadi high grade dysplasia terjadi karena inaktifasi dari P16RASSF1A, BCL2 overexpression, dan dysregulation telomerase kemudian menjadi invasive karsinoma terjadi karena kehilanagan kromosom 11q, 13q, 14q, 16q dan gen kromosom 8 dan 12 dan kemudian akan bermeta stasis. Gambar 2.3 Patogenesis Karsinoma Nasofaring Dikutip dari: Pathologi and Genetics of Head and Neck Tumours . 2005. Gambar diatas menerangkan berawal dari epitel normal nasofaring kemudian ada tiga cara terkena karsinoma yang pertama germline mutation mayor gene yang pertama kali terpajan kemudian terinfeksi EBV kemudian terjadi karsinoma nasofaring secara genetik. Yang kedua mengenai gene pholymorphism minor gene kemudian terinfeksiEBV terjadilah karsinoma nasofaring, inilah yang paling banyak terjadi. Yang ketiga langsung terkena EBV dan terpapar penyebab karsinogen terjadilah karsinoma nasofaring tetapi ini jarang.

2.6. Manifestasi Klinis

Gejalanya berupa, sumbatan hidung, epistaksis, atau otologik tuli, tinitus, atau nyeri telinga. Bila mengenai saraf bisa terjadi kebutaan dan nyeri kepala atau wajah. Tahun 1911 Trotter mengemukakan trias gejala tumor nasofaring; gangguan pendengaran akibat tertutupnya tuba Eustachius, neuralgia daerah cabang kedua saraf otak kelima dan asimetri pa latum mole Ballenger, 2009.

2.7. Diagnosis