Profil Penderita Karsinoma Nasofaringdi RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2010 – 2012
PROFIL PENDERITA KARSINOMA NASOFARING di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 –2012
Oleh:
INDAH KHAIRANI NASUTION 100100237
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
PROFIL PENDERITA KARSINOMA NASOFARING di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 –2012
KARYA TULIS ILMIAH
“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat penelitian untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran”
Oleh :
INDAH KHAIRANI NASUTION 100100237
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul :Profil Penderita Karsinoma Nasofaringdi RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2010 –2012
Nama :Indah Khairani Nasution
NIM :100100237
Pembimbing Penguji I
(dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked(PA), Sp.PA) (dr. Sri Amelia M. Kes)
NIP. 197601102008122002 NIP. 197409132003122001
Penguji II
(dr. Khairul P Surbakti, Sp. S) NIP.196212211990121001
Medan, Januari 2014 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Uatara
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD -KGEH) NIP. 195402201980111001
(4)
ABSTRAK
Karsinoma Nasofaring (KNF) sering berawal dari fossa Rosenmuller, dan dapat meluas kedalam atau keluar dari dinding lateral dan atau posterosuperior ke dasar otak atau ke palatum, kavum nasi atau orofaring. Angka kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7 kasus baru per tahun per 100.000 penduduk. Di Indonesia KNF merupakan tumor daerah kepala dan leher yang terbanyak. Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI), karsinoma nasofaring menempati urutan ke lima setelah karsinoma mamae (payudara), karsinoma serviks, karsinoma paru, dan karsinoma kolorektal.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan studi cross sectional yaitu melihat profil penderita KNF di RSUP. Haji Adam Malik Medan dari tahun 2010 - 2012. Jenis sampel yang digunakan adalah total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah laki – laki (78.9%) dan perempuan (21.1%). Kelompok umur yang paling banyak terkena 41 – 50 tahun (35.3%), sebanyak (31.9%) pasiennya bekerja sebagai petani, suku Batak merupakan suku yang paling banyak (70.6%), jen is histopatologi yang terbanyak adalah undifferentiated carcinoma (65.2%), dan keluhan utama yang paling banyak adalah benjolan di leher (65.7%).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa laki -laki lebih sering terkena KNF dengan usia diatas 41 tahun. Dengan keluhan utama adanya benjolan di leher diikuti hidung sumbat, hidung berdarah, tinitus, dan sulit menelan.
(5)
ABSTRACT
Nasopharyngeal carcinoma often begins with fossa Rossenmuller, and may extend into or out of the lateral wall and/ or posteriorsuperior to the base of the brain or to palatum cavity or oropharyng. The incidence of nasopharyngeal carcinoma in Indonesia is high, that is 4,7 new case of 100.000 people. In Indonesia Nasopharyng Carcinoma is the most common THT malignant tumor. According to Cancer Foundation Indonesia (YKI) nasopharyngeal carcinoma is the fifth after mamae carcinoma, cervical carcinoma, lung carcinoma, and colorectal carcinoma.
This research using descri ptive with cross sectional study which is aimed
patient’s profile of nasopharynx carcinoma at RSUP. H. Adam Malik on 2010 -2012 in Medan. Type of sample used is total sampling.
This research shows that the man (78.9%) and woman (21.1%). The most often of age from Nasopharyng carcinoma is 41 – 50 years (35,3%) and then, (31.9%) patient worked as a farmer, Batak ethnic is the large (70.6%), type of histophatology is the most is undifferentiated carcinoma (65.2%), and the main complaint in the form of lump in the neck (65.7%).
It is conclude that the man is most often get Nasopharyng carcinoma with age >41 years. And symptom with mass in the neck and is followed by flu, epistaksis , tinnitus, and dysphagia.
(6)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Judul yang dipilih adalah “ Profil Penderita Karsinoma Nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2010 – 2012, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menemui kesulitan dan hambatan. Namun, atas bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasi h yang sebesar –besarnya serta penghargaan yang setulus –tulusnya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M. Sc .(CTM), Sp. A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD, KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Lidya Imelda Laksmi, M. Ked (PA), Sp. PA, selaku dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi bimbingan dalam proses penulis karya tulis ilmiah ini.
4. dr. Sri Amelia M.kes dan dr. Khairul P Surbakti Sp.S, selaku dosen Penguji yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing karya tulis ilmiah ini.
5. Seluruh Dosen Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) yang telah mengajarkan tentang penulisan karya tulis ilmiah serta se luruh staf pengajar FK USU. 6. Seluruh staf RSUP. H. Adam Malik Medan.
(7)
7. Yang terhormat dan tercinta, kedua orang tua penulis, Ayahanda Indra Kesuma dan Ibunda Khoirida yang selalu memberikan segenap kasih say ang, dukungan, doa, dan semangatnya serta memberikan bantuan materil selama ini.
8. Yang tersayang, kepada Adik - Adik Penulis ( Indira, Irsan dan Indri). 9. Sahabat – sahabat penulis ( Dian, Ela, Eli, Ayu, Lucy, Dini, dan Indah
Permata ).
10. Teman satu bimbingan KTI Adja Nazlia yang membantu dalam sega la hal menyangkut karya tulis ilmiah ini
11. Teman – teman seperjuangan di FK USU angkatan 2010, perjuangan kita belum berakhir kawan!
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh kar ena itu, semua saran dan kritikakan menjadi sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
Medan, 09 Desember 2013
(8)
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan... ... ... i
Abstrak... ... ... ... ii
Abstract... ... ... ... iii
Daftar Isi... ... ... vi
Daftar Gambar... ... ... viii
Daftar Tabel... ... ... ix
Daftar Lampiran... ... ... x
Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ... ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... ... 2
1.3.1. Tujuan Umum ... ... 2
1.3.2. Tujuan Khusus ... ... 2
1.4.1 Manfaat Penelitian ... ... 3
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Anatomi Nasofaring ... ... 4
2.2. Definisi ... ... ... 5
2.3. Epidemiologi dan Distribusi Geografi ... 5
2.4. Etiologi... ... ... 6
2.5. Patologi ... ... ... 8
2.6. Manifestasi Klinis... ... 10
2.7. Diagnosis... ... ... 10
2.8. Penyebaran dan Stadiumnya ... ... 16
2.9. Penatalaksanaan ... ... 18
2.10. Pengobatan Pembedahan ... ... 18
2.11. Komplikasi ... ... . 18
(9)
Bab 3. Kerangka Konsep d an Definisi Operasional
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... ... 20
3.2. Definisi Operasional ... ... 20
Bab 4. Metode Penelitian 4.1. Jenis Penelitian ... ... 22
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... 22
4.2.1. Lokasi Penelitian ... ... 22
4.2.2. Waktu Penelitian ... ... 22
4.3. Populasi dan Sampel ... ... 23
4.4. Metode Pengumpulan Data ... ... 23
4.5. Metode Analisa Data ... ... 23
Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan 5.1. Hasil Penelitian ... ... 24
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... . 24
5.1.2. Karakteristik individu ... ... 24
5.2. Pembahasan ... ... .. 29
Bab 6. Kesimpulan dan Saran 6.1. Kesimpulan... ... ... 31
6.2. Saran ... ... ... 32
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Anatomi nasofaring ... ... 5
Gambar 2.2. Patogenesis Nasofaring ... ... 8
Gambar 2.3. Patogenesis Nasofaring ... ... 9
Gambar 2.4. SitologiSqumous Cell Carcinoma ... ...12
Gambar 2.5. SitologiUndifferentiated Carcinoma ... ...13
Gambar 2.6. Histopatologi Keratinizing Squamous Cell Carcinoma ...13
Gambar 2.7. Histopatologi Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma .14 Gambar 2.8. Histopatologi Undifferentiated Carcinoma ...15
Gambar 2.9. Histopatologi Undifferentiated Carcinoma “ Regaud type”.15 Gambar 2.10. Histopatologi Undifferentiated Carcinoma “ Schmincke type” ... ... ... ...16
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tabel Pengukuran ... ... ... 21
Tabel 4.1. Tabel Waktu Penelitian ... ... 22
Tabel 5.1. Tabel Distribusi Frekuen si Berdasarkan Jenis Kelamin ... 24
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur ... ... 25
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan ... . 26
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Suku ... ... 27
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Histopatologi ... 27
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. Ethical Clereance Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Lampiran 4. Hasil Uji Deskriptif Lampiran 5. Master Data
(13)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karsinoma nasofaring (KNF) pertama kali dilaporkan secara terpisah oleh Regaud dan Schminke pada tahun 1921 . KNF sering berawal dari fossa Rosenmuller, dan dapat meluas kedalam atau keluar dari dinding lateral dan/atau posterosuperior ke dasar otak atau ke palatum, kavum nasi atau orofaring (Brennan, 2006).
Pada tahun 1978 WHO mengklasifikasikan karsi noma nasofaring atas keratinizing squamous cell carcinoma (WHO-1), non keratinizing squamous cell carcinoma (WHO-2) dan undifferentiated carcinoma (WHO-3). Sedangkan klasifikasi WHO tahun1991 membagi karsinoma nasofaring menjadi keratinizing squamous cell carcinoma, non keratinizing squamous cell carcinoma terdiri atas differentiated dan undifferentiated dan basaloid carcinoma(Barneset al, 2005).
Frekuensi karsinoma nasofaring te rtinggi pada usia antara 40 sam pai 50 tahun dan lebih sering terjadi pada laki – laki daripada wanita. Yang mencolok dari tumor ini adalah tingginya angka kejadian (10 – 20/100.000) yang ditemukan pada orang Cina Selatan, terutama di provinsi Kwantung, Kwangsi, dan Fukien. Sering juga ditemukan pada orang yang bukan Cina di Vi etnam, Thailand, Indonesia, Singapura, dan Filipina. Pada orang Jepang dan India angka kejadiannya (0,5 – 1,0/100.000) lebih kurang sama dengan bangsa ku lit putih di Eropa dan Amerika Utara. Kira – kira 60% tumor termasu k jenis tidak berdiferensiasi , 30% sel sku amosa dan 8% limfoma (Ballanger, 2009) .
Angka kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7 kasus baru per tahun per 100.000 penduduk. Di Indonesia KNF merupakan tumor daerah kepala dan leher yang terbanyak. Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI), karsinoma nasofaring menempati urutan ke lima
(14)
setelah karsinoma mamae(payudara), karsinoma serviks, karsinoma paru, dan karsinoma kolorektal (Piasiska, 20 10 dan YKI).
Selama periode 2006–2010 dari data laboratorium Patologi Anatomi di RSUP.H. Adam Malik penderita karsinoma nasofaring paling banyak ditemukan pada laki-laki(73.1%), kelompok umur 51 -60 tahun (26.5%), suku Batak (57.1%), bekerja sebagai petani (27.8%), keluhan utama berupa benjolan di leher (71%), tipe histologi non-keratinizing squamous cell carcinoma(46.6%) dan penderita pada stadium klinis IV (45.1%) (Puspi tasari, 2011).
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring cukup tinggi di Indonesia. Oleh karena itu menjadi inspirasi peneliti untuk melanjutkan penelitian sebelumnya mengenai profil penderita karsinoma nasofaring.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah profil penderita karsinoma nasofaring di RSUP . H. Adam Malik Medan tahun 2010–2012?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahuiu profil penderita karsinoma nasofaring sel ama tahun 2010–2012 di RSUP. H. Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010–2012.
2. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan umur di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010–2012.
3. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan pekerjaan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010–2012.
(15)
4. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan suku di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010–2012.
5. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan jenis histopatologi di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010–2012. 6. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan
keluhan utama di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010–2012.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberik an manfaat untuk: 1. Peneliti akan mendapatkan informasi mengenai karakteristik penderita
karsinoma nasofaring.
2. Peneliti memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.
3. Dapat memberikan sumber informasi bagi tenaga kesehatan dalam upaya peningkatan kelengkapan data.
4. Memberikan informasi dan referensi bagi peneliti lain sebagai bahan penelitian selanjutnya khususnya karsinoma nasofaring.
(16)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral. Ke depan berhubungan dengan dinding kaku diatas, belakang dan lateral. Ke depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering tim bul. Demikian juga penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat muara tuba ecustachius dan akan mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di telinga tengah. Ke arah belakang dinding melengkung ke atas dan ke depan dan terletak di bawah korpus os sfenoid dan bagian basilar dari os oksipital. Di belakang atas torus tubarius terdapat resesus faring atau fossa Rossenmuleri dan tepat di ujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Tumor dapat menjalar ke arah intrakranial dalam dua arah, masing – masing menimbulkan gejala – gejala neurologik yang khas. Perluasan langsung melalui foramen laserum kesinus kavernosus danfossa kranii media menyebabkan gangguan saraf otak III, IV, VI, dan kadang – kadang II. Sebaliknhya, penyebaran ke kelenja r faring lateral di dan sekitar selubung karotis / jugularispada ruangretroparotisakan menyebabkan kerusakan saraf otak ke IX, X, XI dan XII. Saraf otak ke VII dan k e VIII biasanya jarang terkena (Ballenger, 2009).
Jaringan limfe. Di nasofaring terdapat banyak saluran limfe yag terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retofaring krause (kelenjar Rouvire). Terdapat hubungan bebas melintasi garis tengah dan hubungan langsung dengan mediastium melalui ruang retrofaring. Met astasis jauh sering terjadi (Ballenger, 2009).
(17)
Gambar2.1 Anatomi Nasofaring (Dikutip dari: Dhingra . (2010).
2.2. Definisi
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di
fosa Rossenmuller
dan atap nasofaring
(Mansjoer,
et al
2001).
2.3. Epidemiologi dan Distribusi Geografi
Frekuensi karsinoma nasofaring tertinggi pada usia antara 40 sampai 50
tahun dan lebih sering terjadi pada laki
–
laki daripada wanita. Yang mencolok
dari tumor ini ialah tingginya angka kejadian (10 -20/100.000) yang ditemukan
pada orang dari daerah Cina Selatan, terutama di provinsi Kwangtung, Kwangsi,
dan Fukien. Sering juga ditemukan pada orang yang bukan Cina di Vietnam,
Thailand, Indonesia, Singapura, dan Filipina (D hingra, 2010).
Insiden pada Amerika Utara adalah 0,25% dari semua penyakit karsinoma
yang ada, sedangkan pada
American Chinese
18%. Orang Cina yang lahir di
Amerika insidennya berkurang daripada orang Cina yang lahir dinegaranya
sendiri. Kemungkinan fa ktor kebiasaan di Cina seperti p embakaran dupa dari
kayu
(polyciclic hydrocarbon),
mengonsumsi ikan asin (
nitrosamines)
bersamaan
dengan defisiensi vitamin C (vitamin C memblok
nitrosification
dari
amine
dan
juga untuk melindungi) (Dhingra, 2010).
(18)
Karsinoma nasofaring di India terdapat 0,41% (0,66% pada laki – laki, dan 0,17 pada perempuan) dari semua karsinoma kecuali di daerah timur laut dimana orang – orang dominan berasal dari ras Mongoloid. Orang – orang Cina Selatan, Taiwan, dan Indonesia lebih mudah t erkena karsinoma nasofaring (Dhingra, 2010).
2.4. Etiologi
Dugaan adanya predisposisi genetik, disokong oleh berbagai faktor antara lain tingginya angka kejadian pada orang Cina bagian Selatan, faktor lingkungan (memasak dengan kayu bakar), dan virus Epstain barr (EBV) (Ballenger, 2009). Infeksi Virus Epstein-barr
Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein -protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protei n tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelang sungan virus di dalam sel host infeksi virus Epstein Barr (Brennan, 2006). Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik seperti antigen kapsid virus (VCA), antigen membran (MA), antigen dini (EA), antigen nuklir (EBNA) (Melani,2012). Konsumsi ikan asin
Beberapa peneliti epidemologi dan laboratorium menghubungkan ikan yang diasinkan yang merupakan makanan kegemaraan penduduk Cina selatan kemungkinan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan KNF. Hal ini didasariatas insiden KNF yang tinggi pada masyarakat nelayan di Hongkong yang makanannya banyak mengkonsumsi ikan yang diasinkan dan sedikit mengandung sayur dan buah. Kebiasaan memakan makan yang di asinkan juga di temukan pada penduduk keturunan Cina yang bermigrasi ke negara lain seperti Malaysia (Melani, 2012).
(19)
Berdasarkan fakta-fakta yang ada terdapat perbedaan frekuensi yang nyata diantara beberapa kelompok etnik, yaitu adanya peningkata n risiko pada keluarga penderita KNF, dan masih tingginya imigran Cina yang terkena KNF di daerah yang insiden KNF nya sangat rendah. Penelitian pertama tentang adanya kelainan genetik ras Cina yang dihubungkan dengan kejadian KNF adalah penelitian tentang Human Leucocyte Antigen (HLA). Pada etnik Cina, KNF dihubungkan dengan ditemukannya HLA tipe A2 dan Bw46. Penelitian di Medan menemukan gen yang potensial sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak adalah gen HLA-DRB1*08 (Munir, 2007).
Lingkungan dan kebiasaan hidup
Faktor lingkungan lain yang mempunyai risiko terhadap KNF adalah merokok, terpapar bahan dari industri seperti formaldehid, asap kayu bakar, asap dupa, tetapi hubungan yang jelas antara zat -zat tersebut dengan KNF belum dapa t dijelaskan. Penelitian matching case control di Semarang dilaporkan paparan formaldehid berbentuk uap dan asap yang terhirup berpeluang terbesar ter hadap terjadinya KNF. Perokok berat berisiko 2 -4 kali dibanding yang tidak merokok. Konsumsi alkohol yang tinggi tidak menunjukkan risiko pada masyarakat Cina, walaupun di Amerika Serikat menunjukkan adanya hubungan (Yi dan Jhen,2009 ).
Radang Kronis
Beberapa peneliti lain melaporkan adanya hubungan yang bermakna antara adanya infeksi kronis di hidung sepe rti rhinitis, sinusitis, atau polip nasi dan infeksi kronis di telinga tengah dengan timbulnya KNF. Adanya peradangan menahun di nasofaring maka mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen penyebab KNF (Zahara,2007).
(20)
Squamous cell carcinoma ada bermacam tingkatan berdasarkan perbedaannya, atau jenis transitional cell carcinoma and lymphoepithelioma biasanya 85%. Lymphomas merupakan 10% dan 5% rhabdomyosarcoma, bersamaan dengan keganasan dan tumor saliva atau malignant chordoma (Dhingra, 2010).
Patogenesis
Gambar2.2 Patogenesis Karsinoma Nasofaring (Dikutip dari: Pathologi and Genetics of Head and Neck Tumours .(2005).
Gambar diatas menggambarkan perjalanan karsinoma nasofaring berawal dari terinfeksi virus ataupun karena genetik kemudian dari epitel yang normal berubah menjadilow grade dysplasia terjadi karena kehilangan pada kromosom 3p dan 9p kemudian menjadi high grade dysplasia terjadi karena inaktifasi dari P16/RASSF1A, BCL2 overexpression, dan dysregulation telomerase kemudian
(21)
menjadi invasive karsinoma terjadi karena kehilanagan kromosom 11q, 13q, 14q, 16q dan gen kromosom 8 dan 12 dan kemudian akan bermeta stasis.
Gambar 2.3 Patogenesis Karsinoma Nasofaring (Dikutip dari: Pathologi and Genetics of Head and Neck Tumours . (2005).
Gambar diatas menerangkan berawal dari epitel normal nasofaring kemudian ada tiga cara terkena karsinoma yang pertama germline mutation (mayor gene) yang pertama kali terpajan kemudian terinfeksi EBV kemudian terjadi karsinoma nasofaring secara genetik. Yang kedua mengenai gene pholymorphism (minor gene) kemudian terinfeksiEBV terjadilah karsinoma nasofaring, inilah yang paling banyak terjadi. Yang ketiga langsung terkena EBV dan terpapar penyebab karsinogen terjadilah karsinoma nasofaring tetapi ini jarang.
(22)
2.6. Manifestasi Klinis
Gejalanya berupa, sumbatan hidung, epistaksis, atau otologik (tuli, tinitus, atau nyeri telinga). Bila mengenai saraf bisa terjadi kebutaan dan nyeri kepala atau wajah. Tahun 1911 Trotter mengemukakan trias gejala tumor nasofaring; gangguan pendengaran akibat tertutupnya tuba Eustachius, neuralgia daerah cabang kedua saraf otak kelima dan asimetri pa latum mole (Ballenger, 2009). 2.7. Diagnosis
1. Anamnesis / pemeriksaan fisik
Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita KNF. Gejalanya sangat bervariasi antara satu pasien denga n pasien yang lain (Munir, 2009 ). Pada anamnesis akan terdapat berupa gejala nasofaring, gejala telinga, gejala saraf, atau metasatasis.
2. Pemeriksaan nasofaring
Rinoskopi posterior tanpa menggunakan kateter
Pemeriksaan ini dilakukan pada penderita dewasa yang tidak sensitif, dilakukan dengan menggunakan kaca nasofaring. Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan tampak dengan mudah (Melani,2012).
Rinoskopi posterior dengan menggunakan kateter
Dua buah kateter dimasukkan masing -masing ke dalam rongga hidung kanan dan kiri. Setelah tampak di orofaring, ujung ka teter tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar, kemudian disatukan dengan masing -masing ujung kateter yang lainnya. Kedua ujung ini ditarik dengan keras agar palatum molle terangkat ke atas sehingga rongganya menjadi luas, selanjutnya dikunci deng an klem. Dengan kaca nasofaring rongga nasofaring tampak dengan jelas (Melani,2012).
(23)
Endoskopi
a. Nasofaringoskopi kaku (Rigid nasopharyngoscopy)
Alat yang digunakan terdiri dari teleskop dengan sudut bervariasi yaitu 0, 30, dan 70 derajat dengan tang biopsi.
Nasofaringoskopi dapat dilakukan dengan cara (Melani, 2012). 1. Transnasal, teleskop dimasukkan melalui hidung 2. Transoral, teleskop dimasukkan melalui rongga mulut. b. Nasofaringoskopi lentur (Flexible nasopharyngoscopy)
Alat ini bersifat lentur dengan ujungnya yang dilengkapi alat biopsi. Endoskopi fleksibel memungkinkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh terhadap nasofaring, meskipun masuknya hanya melalui satu sisi kavum nasi. Biopsi massa tumor dapat dilakukan dengan melihat langsung sasaran. Alat endoskopi fleksibel ini memiliki saluran khusus untuk suction dimana forsep biopsi dapat dimasukkan melaluinya, sehingga biopsi tetap dapat dilakukan dengan pandangan langsung (Melani,2012).
3. Biopsi nasofaring
Biopsi dilakukan melalui tuntunan naso faringoskopi kaku. Forseps biopsi harus selalu dimasukkan seiring dengan endoskopi agar dapat melakukan biopsi tumor dengan pandangan langsung ( Puspitasari, 2011).
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi a. Sitologi
SitologiSquamous Cell Carcinoma
Inti squamous cell carcinoma bentuknya lebih "spindel" dan lebih memanjangdengan khromatin inti yang padat dan tersebar tidak merata. Pleomorfisme dari inti dan membran inti lebih jelas. Selalu terlihat perbedaan (variasi) yang jelas dalam derajat khromasia di antara inti yang berdampingan. Nukleoli bervariasi dalam besar dan jumlahnya. Sitoplasma lebih padat, berwarna biru dan batas sel lebih mudah dikenal. Perbandingan inti, sitoplasma dan
(24)
nukleolus adalah inti lebih kecil. Keratinisasi merupakan indikasi yang paling dapat dipercaya sebagai tanda adanya diferensiasi ke arah squamous cell. Bila keratisasi tidak terlihat maka dijumpainya halo pada sitoplasma di sekitar inti dan kondensasi sitoplasma pada bagian pinggir sel merupakan penuntun yang sangat menolong untuk mengenal lesi tersebut sebagai squamous cell carcinoma (Lubis, 2009).
Gambar 2.4Squamous cell carcinoma, inti polimorfis, khromatin kasar, batas sel jelas, sitoplasma kebiruan (Dikutip dari: Lubis M. ND. (2009). Peran IHC dan
ICC dalam Pemeriksaan Sitologi dan Histopatologi Karsinoma Nasopharyx. Simposium Telinga Hidung Tenggorok, Medan).
SitologiUndifferentiated Carcinoma
Gambaran sitologi yang dapat dijumpai pada undifferentiated carcinoma berupa kelompokan sel-sel berukuran besar ya ng tidak berdiferensiasi, inti yangmembesar dan khromatin pucat, terdapat anak inti yang besar, sitoplasmasedang, dijumpai latar belakang sel sel radang limfosit diantara sel -selepitel.Dijumpai gambaran mikroskopis yang sama dari aspirat yang berasal darilesi primer dan metastase pada kelenjar getah bening regional (Cibas dan Ducatman, 2003; Koss et al,2006; Orell dan Sterret , 2005).
(25)
Gambar 2.5 Kelompokan sel -sel epitel
undifferentiated
,dengan latar belakang
limfosit. Tampak sitoplasma yang eosinofilik dan anak inti yang prominen
(Dikutip dari: Orell, SR, Philips, J. Fine -Needle Aspiration Cytology, Fourth
Edition Elsevier, 2005).
b. Histopatologi
Histopatologi
Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Pada
pemeriksaan
histopatologi
keratinizing
squamous
cell
carcinoma
memiliki kesamaan bentuk dengan ya ng terdapat pada lokasi lainnya
(Barnes,
et al
, 2005; Kumar
et al
, 2005). Dijumpai adanya diferensiasi dari sel
squamous dengan
intercellular bridge
atau keratinisasi (Mills
et all
, 2004).
Tumor tumbuh dalam bentuk pulau-pulau yang dihubungkan dengan stroma yang
desmoplastik dengan infiltrasi sel -sel radang limfosit, sel plasma, neutrofil dan
eosinofil yang bervariasi. Sel -sel tumor berbentuk poligonal dan stratified. Batas
antar sel jelas dan dipisah kan oleh
intercellularbridge
. Sel-sel pada bagian tengah
pulau menunjukkan sitoplasma eosinofilik yang banyak mengindikasikan
keratinisasi. Dijumpai adanya
keratin pearls
(Barnes
et al
, 2005).
Gambar 2.6
Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
(Dikutip dari: Rosai J. Rosai
and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia:
(26)
Histopatologi
Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Pada pemeriksaan histopatologi
non keratinizing squamous cell carcinoma
memperlihatkan gambaran stratified dan membentuk pulau -pulau (Mills
et all
,
2004; Josai dan Ackerman, 2004). Sel-sel menunjukkan batas antar sel yang jelas
dan terkadang dijumpai
intercellularbridge
yang samar-samar. Dibandingkan
dengan
undifferentiated carcinoma
ukuran sel lebih kecil, rasio inti sitoplasma
lebih kecil, inti lebih hiperkhromatik dan anak inti tidak menonjol (Barnes
et al
,
2005).
Gambar 2.7
Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
. (Dikutip dari: Rosai J.
Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volu me one, Ninth Edition,
Philadelphia: Mosby, 2004).
Histopatologi
Undifferentiated Carcinoma
Pada pemeriksaan
undifferentiated carcinoma
memperlihatkan gambaran
sinsitial dengan batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval dan vesikular,
dijumpai anak inti. Sel-sel tumor sering tampak terlihat tumpang tindih (Bailey
et
al,
2001). Beberapa sel tumor dapat berbentuk spindel. Dijumpai infiltrat sel
radang dalam jumlah banyak, khususnya limfosit, sehingga dikenal juga sebagai
lymphoepithelioma.
Dapat juga dijumpai sel -sel radang lain, seperti sel plasma,
eosinofil, epitheloid
dan
multinucleated giant cell
(walaupun jarang) (Mills,
et al
,
2004; Josai dan Ackerman, 2004).
(27)
Gambar 2.8.
Undifferentiated Carcinoma
. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and
Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby,
2004).
Terdapat dua bentuk pola pertumbuhan tipe
undifferentiated
yaitu tipe
regauds
, yang terdiri dari kumpulan sel -sel epiteloid dengan batas ya ng jelas yang
dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel -sel limfosit. Yang kedua tipe
schmincke
, sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan bercampur dengan sel -sel
radang. Tipe ini sering dikacaukan dengan
large cell malignant lymphoma
(Mills
et al
, 2004; Josai dan Ackerman, 2004).
Gambar 2.9
Undifferentiated Carcinoma
terdiri dari sel-sel yang membentuk
sarang-sarang padat
( “Regaud type”).
(Dikutip dari: Rosai J. Rosai and
Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia : Mosby,
(28)
Gambar 2.10
Undifferentiated
Carcinoma
terdiri sel-sel yang tumbuh membentukgambaran syncytial yang difus
(
Schmincke type).
(Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical
Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
5. Pemeriksaan radiologi
Persoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT
-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun
tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan foto tengkorak potongan
anteroposterior,lateral
dan
waters
menunjukan massa jaringan lunak di daerah
nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi tula ng di
daerah
fossa serebri media
(Barnes
et ll
, 2005).
6. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus
E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring.
Tetapi pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan
(Barnes
et al
, 2005).
2.8. Penyebarannya dan Stadiumnya
Penyebarannya
Karsinoma nasofaring terkenal akan keganasannya, dengan luas regional infiltrasi,
penyebarannya berawal dari limfatik, dan kejadian yang amat
tinggi dari
penyebaran hematogen. Erosi dasar tengkorak dan sinus paranasal, penyebarannya
(29)
intrakranial (melalui tulang terkikis atau foramen basal), infiltrasi kranial saraf, dan ekstensi untuk lebih jauh struktur (fossa infratemporal, orbit, hipofarin g) terjadi sebagai invasi tumor ( Barneset al, 2005).
Dengan banyak pleksus limfatik dalam nasofaring, awal penyebaran dikelenjar terjadi di limfatik. Pada pasien yang diperiksa oleh MR (magneticresonance), sekitar 20% pasien tidak ada kelenjar yang membesar, dan sekitar setengah ada mempu nyai retropharyngeal nodus. Jugulo-digastric node paling banyak ditemukan, dan keterlibatan rantai servikal posterior lebih sering dibandingkan dengan kepala dan kanker leher. Penyebaran melalui hematogen akan menurunkan fungs i dari tulang, paru-paru, hati (Barnes,et al, 2005).
Gambar 2.11Stadium Karsinoma Nasofaring (Dikutip dari: Pathologi and Genetics of Head and Neck Tumours . (2005).
Gambar diatas merupakan stadium dari karsinoma nasofaring untuk menentukan pengobatan dengan T(tumour),N(node),dan M(metastasis).
(30)
2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan utama adalah radioterapi. Sebagai tambahan dapat dilakukan diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus. Sebagai terapi ajuvan yang terbaik adalah kemoterapi dengan kombinasi Sis – platinum sebagai inti. Diseksi leher radikal dilakukan bila benjolan di leher tidak menghilang dengan radiasi atau timbul kembali, dengan syarat tumor induknya su dah hilang (Mansjoeret al, 2001). 2.10. Pengobatan Pembedahan
Tujuan dari pengobatan pembedahan adalah reseksi total pada kanker dengan batas tepi jaringan normal sedikitnya 2 cm. Tujuan kedua reseksi pembedahan ini adalah untuk mengembalikan kapasita s fungsi penderita. Tindakan rekonstruktif termasuk mengembalikan kesinambungan mandibula dengan cangkokan prostetik atau iga, krista iliaka, atau cangkokan bebas (Highler, 1997).
2.11. Komplikasi
1. Mukositosis dengan disertai rasa tidak enak pada faring. 2. Hilangnya nafsu makan.
3. Nausea.
4. Membran mukosa yang kering.
5. Gangguan hematopoetik ( jarang terjadi). 6. Mielitis transversa (jarang).
Selama terapi sebaiknya penderita diperiksa secara teratur oleh ahli r adioterapi maupun dokter bedah. Untuk itu, penderita yang akan mendapat radiasi, khususnya pada daerah mandibula, sebaiknya mendapat pemeriksaan gigi yang lengkap. Semua gigi yang diragukan ketahanannya sebaiknya dicabut, dan luka harus sembuh sebelum dimulainya terapi radiasi. Pengobatan fluoride dan pembersih mulut yang cermat dapat mencegah komplikasiseperti osteomielitis (Higler, 1997).
(31)
2.12. Prognosis
Hasil studi dari pasien tanpa penyebaran metastasis yang di terapi selama tahun 1996 – 2000 menunjukkan dapat bertahan hidup selama 5 tahun dari 81% dan secara menyeluruh 75%. Stadium sangat menentukan prognosis. Hasil studi 2002 stadium TNM menunjukkan bahwa 5 tahun dapat bertahan hidup pada stadium I 98%, stadiumII A -B 95%, stadium III 86%, and stadium IVA -B 73%. Sebagai tambahan volume tumor bisa bermanfaat untuk kontrol. Tergantung dari faktor si pasien karena setiap orang berbeda – beda. Umumnya umur yang muda dan perempuan prognosisnya lebih bagus (Barnes et al, 2005).
(32)
BAB 3
KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif.Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data dari rekam medis pasien yang menderita karsinoma nasofaring di RSUP. H. Adam Malik tahun 2010–2012.
3.2 Definisi Operasional Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Mansjoer,et al2001).
Rekam Medis Pasien Hasil Pemeriksaan Biopsi Histopatologi Karsinoma
Nasofaring
Jenis Kelamin Umur
Pekerjaan
Jenis histopatologi Keluhan utama
(33)
Tabel 3.1. Tabel pengukuran
No Variabel Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
1 Jenis kelamin Rekam medis 1. Laki–Laki 2. Perempuan
Nominal
2 Umur Rekam medis 1. <40 tahun 2. >40 tahun
Nominal
3 Pekerjaan Rekam medis 1. Petani 2. Nelayan 3. PNS
4. Ibu Rumah Tangga dan lain - lain
Nominal
4 Suku Rekam medis 1. Batak
2. Jawa 3. Melayu 4. Padang dan lain - lain
Nominal
5 Jenis histopatologi Rekam medis 1. Non-keratinizing squamous cell carcinoma 2.Keratinizing squamous cell carcinoma
3. Undifferentiated dan Basaloid carcinoma
Nominal
6 Keluhan utama Rekam medis 1. Benjolan di leher 2. Hidung berdarah 3. Tinitus
dan lain - lain
(34)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan studi cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui kejadian penyakit karsinoma nasofaring di dalam masyarakat.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RS UP. H. Adam Malik Medan. 4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret – Desember 2013 yang meliputi studi kepustakaan.
Tabel 4.1. Tabel waktu penelitian
Kegiatan
WAKTU PELAKSANAAN Mar
2013
April– Mei 2013
Jun 2013
Juli -Sep
Okt– Nov 2013
Des 2013 2013
Pengajuan judul Tinjauan Pustaka Pembacaan Proposal Pengumpulan data
Pengolahan data
Laporan hasil penelitian
(35)
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita karsinoma nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010 -2012 yang di lakukan pemeriksaan histopatol ogi pada bulan Januari 2010 sam pai dengan bulan Desember 2012.
Kriteria Inklusi:
Seluruh data pasien yang menderita karsinoma nasofaring yang dilakukan biopsi dilengkapi dengan ketarangan umur, jenis kelamin, tipe histolopatologi, suku, dan pekerjaan pada tahun 2010 sampai tahun 2012.
Kriteria Eksklusi:
Data rekam medis yang tidak lengkap.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu rekam medis yang ada di RSUP H.Adam Malik tahun 2010 – 2012.
4.5. Metode Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dianalisa dan diolah menggunakan komputer. Kemudian diolah dengan SPSS (Statistic Package for Social Science) hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.
(36)
BAB 5
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan jalan Bunga Lau no. 17 km 12 yang berada di wilayah kecamatan medan tuntungan kotamadya Medan, provinsi Sumatera Utara.
5.1.2. Karakteristik Individu
Dalam penelitian ini, data yang diperol eh berdasarkan rekam medis yang menderita karsinoma nasofaring pada tahun 2010 – 2012 berjumlah 204 orang. Distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring meliputi jenis kelamin, umur, pekerjaan, suku, jenis histopatologi, dan keluhan utama.
Adapun gambaran karakteristik individu penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin, umur, pekerjaan, suku, jenis histopatologi, dan keluhan utama.
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin
No
VARIABEL (JENIS KELAMIN)
N (ORANG)
PERSEN (%) 1.
2.
Laki–Laki Perempuan
161 43
78.9 21.1
(37)
Column 1 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
10 - 20 21 - 30 Series 1 11
11 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Berdasarkan tabe karsinoma nasofaring ter
Tabel 5.2.Distribusi Fre
No VARI ( 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
10–2 21–3 31–4 41–5 51–6 61–7 71–8
LAKI - LAKI PEREMPUAN
161 43
161
43
21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 61 - 70 71 - 80
13 30 72 52 23
13
30
72
52
23 abel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa terbanyak laki –laki.
Frekuensi Berdasarkan Umur VARIABEL (UMUR) N (ORANG) PERS (% –20 –30 –40 –50 –60 –70 –80 11 13 30 72 52 23 3 5. 6. 14. 35. 25. 11. 1.
Total 204 100.
71 - 80 3 3 hwa penderita
PERSEN (%) 5.4 6.4 14.7 35.3 25.5 11.3 1.5 100.0
(38)
29
1 2 65
3 6 6 6
22
1 4 1
58 0 10 20 30 40 50 60 70
Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring terbanyak pada umur 41–50.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan
No. VARIABEL (PEKERJAAN) N (ORANG) PERSEN (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 13.
Ibu Rumah Tangga Mahasiswa Nelayan Petani Pegawai Swasta Pelajar Pensiunan Pekerja Lapas Pegawai Negri Sipil Supir Tidak Bekerja TNI Wiraswasta 29 1 2 65 3 6 6 6 22 1 4 1 58 14.2 0.5 1.0 31.9 1.5 2.9 2.9 2.9 10.8 0.5 2.0 0.5 28.4
Total 204 100.0
Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring terbanyak pada pekerjaan petani.
(39)
BATAK JAWA ACEH NIAS TIONGHOA
Sales 144 34 24 1 1
144 34 24 1 1 0 20 40 60 80 100 120 140 160
Tabel 5.4.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Suku
No. VARIABEL (SUKU) N (ORANG) PERSEN (%) 1. 2. 3. 4. 5. Batak Jawa Aceh Nias Tionghoa 144 34 24 1 1 70.6 16.7 11.8 0.5 0.5
Total 204 100.0
Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring terbanyak pada suku Batak.
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Histopatologi
No. VARIABEL (JENIS HISTOPATOLOGI) N (ORANG) PERSEN (%) 1. 2. Undifferentiated carcinoma Keratinizing squamous cell carcinoma 133 6 65.2 2.9
(40)
3. 4. Squamous cell carcinoma Non keratinizing squamous cell carcinoma 11 54 5.4 26.5
Total 204 100.0
Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring terbanyak pada jenis histopatologi Undifferentiated carcinoma.
Tabel 5.6.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keluhan Utama
No. VARIABEL (KELUHAN UTAMA) N (ORANG) PERSEN (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Badan lemas Bengkak di leher Benjolan di leher Hidung berdarah Hidung sakit Hidung tersumbat Keluar darah dari mulut Leher terasa kering Mimisan Penurunan kesadaran 1 1 134 13 1 23 1 1 1 2 0.5 0.5 65.7 6.4 0.5 11.3 0.5 0.5 0.5 1.0
UC KSCC SCC NK SCC
Sales 133 6 11 54
133 6 11 54 0 20 40 60 80 100 120 140
(41)
11. 12. 13. 14. 15. 16. Pusing Sakit kepala Sakit menelan Suara serak Sulit menelan Tinitus 1 5 4 1 7 8 0.5 2.5 2.0 0.5 3.4 3.9
Total 204 100.0
Berdasarkan tabel dan diagram dapat diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring terbanyak pada keluhan utama adalah benjolan dileher. 5.2. Pembahasan
Padapenelitian ini memperlihatkan subjek penelitian dengan jenis kelamin laki –laki lebih banyak (78.9%) daripada perempuan (21.1%). Hal Ini sesuai dengan penelitian (Puspitasari, 2011) laki-laki(73.1%) juga sesuai dengan literatur bahwa penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah laki – laki (Ballenger, 2009) .Pada penelitian ini memperlihatkan penderit a karsinoma nasofaring berkisar antara umur 10 –80 tahun. Namun, penderita karsinoma nasofaring yang terbanyak berumur 41 – 50 berjumlah 72 orang (35.3%). (Melani, 2012) mendapatkan insidensi tertinggi 41-50 tahun (33.1%) sedangkan (Puspitasari, 2011) 51-60 tahun(26.5%).Perbedaan ini terjadi karena waktu
1 1 134
13 1
23
1 1 1 2 1 5 4 1 7 8 0 20 40 60 80 100 120 140 160
(42)
penelitian dan tempat penelitian berbeda. Subjek penelitian dengan distribusi pekerjaan yang paling tinggi adalah sebagai petani ada 65 orang (31.9%) berarti pekerjaan mempengaruhi terjadinya karsinoma nasofaring hal ini berhubungan dengan paparan terhadap substansi berbahaya dilingkungan kerja seperti formaldehid, formaldehid terdapat pada pupuk dan insektisida sehingga petani sering terpapar formaldehid (Munir, 2009). Padapenelitian ini memperlihatkan subjek penelitian dengan distribusi suku bahwa yang paling tinggi adalah suku Batak ada 144 orang (70.6%). (Dharishini, 2010) 39,2% pasiennya adalah suku Batakdan paling sedikit ditem ukan pada suku Tionghoa dan Nias 1 orang. Penelitian yang dilakukan pada suku batak di Medan, dijumpai kebiasaan makan ikan asin sebelum umur 10 tahun mempunyai risiko 6 kali akan menderita KNF pada usia dewasa dibanding yang tidak mempunyai kebiasaan ters ebut (Munir, 2009).
Padapenelitian ini memperlihatkan jenis histopatologi yang terbanyak adalah Undifferentiated carcinoma ada 133 orang (65.2%) dan kemudian diikuti non-keratinizing squamous cell carcinoma(26.5%). Hal ini sama dengan penelitian (Piasiska, 2010) yang paling tinggi undifferentiated carcinoma (51,63%) tapi berbeda dengan hasil penelitian (Puspitasari, 2011) non-keratinizing squamous cell carcinoma (46.6%). Berarti terjadi perbedaan di karenakan waktu penelitian yang berbeda dan tempat yang berbeda. Undifferentiated carcinom a pada penderita KNF merupakan tipe histopatologi yang paling sering dan endemik, terutama di Asia Tenggara(Munir, 2009). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring terbanyak pada keluhan utama benjolan dileher ada 134 orang (65.7%) diikuti hidung tersumbat 23 orang (11.3%), hidung berdarah 13 orang (6.4%), tinitus 8 orang (3.9%). Penelitian ini sama dengan (Melani, 2012) berupa benjolan dileher 89.4% kemudian hidung sumbat. Ditemukan benjolan dileher paling tinggi karena kebanyakan penderita KNF datang ke rumah sakit sudah stadium III.
(43)
BAB 6
KESIMPULAN dan SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2010 – 2012 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Distribusi frekuensi penderita nasofaring menurut jenis kelamin terbanyak adalah laki – laki 161 orang (78.9%).
2. Distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring menurut kelompok umur paling banyak dijumpai umur 4 1 – 50 tahun ada 72 orang (35.3%).
3. Distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring menurut pekerjaan dijumpai bahwa petani adalah pekerjaan yang paling banyak ditemukan sebanyak 65 orang (31.9%).
4. Distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring menurut suku yang terbanyak adalah batak ada 144 orang (70.6%).
5. Distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring menurut jenis histopatologi yang terbanyak adalah Undifferentiated carcinoma ada 133 orang (65.2%).
6. Distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring menurut keluhan utama yang paling banyak adalah benjolan di leher ada 134 orang (65.7%).
(44)
6.2. Saran
1. Diharapkan kepada tenaga medis dan masyarakat dapa t mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring agar prognosisnya lebih baik.
2. Diperlukan untuk penelitian selanjutnya tidak hanya melalui rekam medis, tetapi dilakukan wawancara atau kuesioner terhadap pasien sehingga di dapatkan hasil yang lebih baik.
3. Kepada petugas kesehatan terutama dokter yang bertugas sebaiknya menulis dengan lengkap rekam medis, dikarenakan sangat berguna bagi peneliti dan penderita klinis.
(45)
DAFTAR PUSTAKA
Ballenger, J. J., 2009. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Tanggerang: Binarupa Aksara.
Barnes, L., Eveson J.W., Reichart. P., and Sidransky D. 2005. Pathologi and Genetics of Head and Neck Tumours. France: Lyon.
Bailey, B. J., Johnson .J. T., and Newlands, S.D., 2006. Head and Neck Surgery Otolaryngology.Edisi 4. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Brennan, B., 2006. Review : Nasopharyngeal Carcinoma. Orphenet Journal of
Rare Disease; 1:23:1-5.
Cibas, E. S., and Ducatman B. S., 2003. Cytology Diagnostic Principles and Clinical Corellates.Edisi 2. Philadelphia: Saunders.
Dhingra, P. L.2010.Disease of Ear, Nose, and Throat. New Delhi: Elsevier. Highler, A.B.1997.Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakrta: EGC.
Koss, L. G., and Melamed, M. R., 2006. Koss Diagnostic Cytology and Its Histopatology Bases. Edisi 5. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Kumar, V., Abbas, A. K., and Fausto, N., 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.Edisi 7. Philadelphia: Saunders.
Lubis, M. ND. 2009. Peran IHC dan ICC dalam Pemeriksaan Sitologidan Histopatologi Karsinoma Nasopharyx. Medan: FK USU.
Mansjoer, A., Triyanti, k., S avitri, R., Wardhani, I.W., and Setiowulan, W. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Melani, W.2012.Profil Penderita Karsinoma Nasofaring di Laboratorium PA Kota Medan Tahun 2009.Medan: FK USU.
Mills, S. E., Carter, D., Greenson J. K ., Reuter, V.E., and Stoler, M. H., 2004. Stenberg’s Diagnostic Surgical Pathology.Edisi 4. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
(46)
Munir, D., 2007. Asosiasi Antara Alel Gen HLA DRB -DRB1 dan HLA-DQB1 dengan Kerentanan Timbulnya Karsinoma Nasofaring pada Suku Batak. Medan: FK-USU.
Munir, D., 2009. Karsinoma Nasofaring Kanker Tenggorok. Medan: FK -USU. Orell, S. R., and Sterret, G.F., 2005. Fine Needle Aspiration Cytology. Edisi 4.
Philadelphia: Elsevier.
Piasiska, H. 2010.Profil Penderita Karsinoma Nasofaring di Laboratorium PA Kota Medan Tahun 2009.Tesis. Medan: FK USU.
Puspitasari, D. 2011. Gambaran Penderita Karsinoma Nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2006 – 2010.Tesis. Medan: FK USU.
Rosai, J., 2004. Rosai and Ackermans Surgical Pathology . Edisi 9. Philadelphia: Mosby.
Sastroasmoro, S and Ismail S.2008. Dasar – Dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.
Wahyuni, A. S., 2007. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Communication.
Yayasan Kanker Indonesia.2012. YKI – Jakarta Race. Jakarta : Yayasan Kanker
Indonesia. Available from:
http://www.yayasankankerindonesia.org/2012/yki -jakarta-race /
Yi, S.L., Jhen, C.L., 2009. Carcinoma in the Pharynx: Nasopharynx, Oropharynx and Hypopharynx. J. Chinese Oncol. Soc, (25): 102 -13.
Zahara D. 2007. Ekspresi Epidermal Growth Factor Receptor pada Karsinoma Nasofaring. Medan: FK USU.
(47)
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Indah Khairani Nasution
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 15 April 1992
Alamat : Jl. Puri no. 156 Medan
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan : 1. TK Almina Rantau Prapat 2. SDN 112143 Rantau Prapat 3. SMP Al –Ulum Medan 4. SMA Harapan 1 Medan
(48)
(49)
(50)
Lampiran 4
HASIL UJI DESKRIPTIF
Frequencies
Statisticsjenis kelamin
N Valid 204
Missing 0
jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid laki - laki 161 78.9 78.9 78.9
perempuan 43 21.1 21.1 100.0
Total 204 100.0 100.0
Frequencies
Statistics
Kategori Umur
N Valid 204
(51)
Kategori Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 10-20 11 5.4 5.4 5.4
21-30 13 6.4 6.4 11.8
31-40 30 14.7 14.7 26.5
41-50 72 35.3 35.3 61.8
51-60 52 25.5 25.5 87.3
61-70 23 11.3 11.3 98.5
71-80 3 1.5 1.5 100.0
Total 204 100.0 100.0
Frequencies
Statistics
PEKERJAAN
N Valid 204
Missing 0
PEKERJAAN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid IRT 29 14.2 14.2 14.2
MAHASISWA 1 .5 .5 14.7
NELAYAN 2 1.0 1.0 15.7
P 65 31.9 31.9 47.5
PEGAWAI SWASTA 3 1.5 1.5 49.0
(52)
PENSIUNAN 6 2.9 2.9 54.9
PL 6 2.9 2.9 57.8
PNS 22 10.8 10.8 68.6
SUPIR 1 .5 .5 69.1
TIDAK BEKERJA 4 2.0 2.0 71.1
TNI 1 .5 .5 71.6
W 58 28.4 28.4 100.0
Total 204 100.0 100.0
Frequencies
Statistics
SUKU
N Valid 204
Missing 0
SUKU
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid batak 144 70.6 70.6 70.6
Jawa 34 16.7 16.7 87.3
Aceh 24 11.8 11.8 99.0
Nias 1 .5 .5 99.5
tionghoa 1 .5 .5 100.0
(53)
Frequencies
Statistics
jenis histopatologi
N Valid 204
Missing 0
jenis histopatologi
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid undifferentiated
carcinoma 133 65.2 65.2 65.2
keratinizing squamous
cell carcinoma 6 2.9 2.9 68.1
squamous cell
carcinoma 11 5.4 5.4 73.5
non keratinizing squamous cell carcinoma
54 26.5 26.5 100.0
(54)
Frequencies
Statistics
keluhan utama
N Valid 204
Missing 0
keluhan utama
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid badan lemas 1 .5 .5 .5
bengkak dileher 1 .5 .5 1.0
benjolan dileher 134 65.7 65.7 66.7
hidung berdarah 13 6.4 6.4 73.0
hidung sakit 1 .5 .5 73.5
hidung tersumbat 23 11.3 11.3 84.8
keluar darah dari mulut 1 .5 .5 85.3
leher terasa kering 1 .5 .5 85.8
mimisan 1 .5 .5 86.3
penurunan kesadaran 2 1.0 1.0 87.3
pusing 1 .5 .5 87.7
sakit kepala 5 2.5 2.5 90.2
sakit menelan 4 2.0 2.0 92.2
suara serak 1 .5 .5 92.6
sulit menelan 7 3.4 3.4 96.1
tinitus 8 3.9 3.9 100.0
(55)
Data Metah No. Jenis
Kelamin
Umur Pekerjaan Suku Jenis Histopatologi Keluhan Utama
1 2 38 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
2 1 49 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
sakit menelan
3 2 51 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
4 1 69 PL batak undifferentiated
carcinoma
sulit menelan
5 1 41 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
6 2 58 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
7 1 54 P batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
8 1 15 PELAJAR batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
9 1 10 PELAJAR batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
10 1 47 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
11 2 46 IRT aceh keratinizing
squamous cell carcinoma
hidung tersumbat
12 1 44 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
13 1 48 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
14 1 24 P batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
15 1 19 TIDAK
BEKERJA
jawa undifferentiated carcinoma
benjolan dileher
16 1 47 P batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
17 1 43 TIDAK
BEKERJA
jawa non keratinizing squamous cell carcinoma
benjolan dileher
18 2 55 IRT aceh undifferentiated
carcinoma
(56)
19 2 77 IRT batak undifferentiated carcinoma
hidung tersumbat
20 1 51 P batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
21 1 29 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
tinitus
22 1 48 NELAYAN batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
23 1 57 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
24 2 47 PENSIUNAN jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
25 1 61 P batak undifferentiated
carcinoma
penurunan kesadaran
26 1 50 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
27 1 65 P jawa non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
28 1 44 W batak undifferentiated
carcinoma
tinitus
29 1 48 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
30 1 43 W aceh non keratinizing
squamous cell carcinoma
sakit menelan
31 1 49 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
sakit kepala
32 1 41 W jawa non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
33 1 45 W jawa non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
34 1 48 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
35 2 45 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
36 1 51 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
37 1 41 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
(57)
carcinoma
39 1 18 TIDAK
BEKERJA
batak undifferentiated carcinoma
benjolan dileher
40 1 33 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
41 1 49 W jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
42 1 54 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
43 1 57 P batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
44 1 54 P batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
mimisan
45 1 32 W batak squamous cell
carcinoma
hidung tersumbat
46 1 47 W batak squamous cell
carcinoma
hidung tersumbat
47 1 27 PL jawa undifferentiated
carcinoma
hidung sakit
48 1 59 P batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
49 1 57 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
50 1 32 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
sulit menelan
51 1 45 P batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
52 1 23 TIDAK
BEKERJA
nias non keratinizing squamous cell carcinoma
tinitus
53 1 49 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
54 1 67 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
55 1 40 W aceh squamous cell
carcinoma
benjolan dileher
56 1 45 P aceh non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
57 1 48 W batak undifferentiated
carcinoma
(58)
58 1 40 W jawa undifferentiated carcinoma
benjolan dileher
59 1 59 PENSIUNAN batak squamous cell
carcinoma
benjolan dileher
60 2 62 IRT batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
tinitus
61 1 47 PNS batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
62 1 51 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
63 1 23 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
64 1 45 PNS batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
65 1 65 PNS batak keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
66 2 53 IRT aceh undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
67 1 68 W batak squamous cell
carcinoma
benjolan dileher
68 2 67 IRT batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
69 1 40 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
70 2 37 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
71 1 31 PEGAWAI
SWASTA
batak non keratinizing squamous cell carcinoma
benjolan dileher
72 1 50 PL batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
73 1 54 PNS batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
74 2 54 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher 75 1 57 PENSIUNAN batak undifferentiated
carcinoma
suara serak
76 2 44 IRT batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
hidung tersumbat
77 1 42 P batak undifferentiated
carcinoma
(59)
78 2 37 W batak undifferentiated carcinoma
sulit menelan
79 2 38 IRT batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
80 1 58 PENSIUNAN batak non keratinizing squamous cell carcinoma
benjolan dileher
81 1 59 PNS batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
82 2 53 IRT batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
83 2 40 IRT batak undifferentiated
carcinoma
tinitus
84 1 48 NELAYAN aceh non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
85 1 62 PL batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
86 2 42 IRT batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
hidung tersumbat
87 2 54 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
88 2 60 IRT batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
89 1 20 MAHASISWA aceh undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
90 1 46 TNI batak squamous cell
carcinoma
hidung tersumbat
91 1 44 W jawa non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
92 1 31 P batak squamous cell
carcinoma
benjolan dileher
93 1 69 PENSIUNAN jawa non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
94 1 61 PEGAWAI
SWASTA
aceh squamous cell carcinoma
sakit kepala
95 1 57 PNS aceh non keratinizing
squamous cell carcinoma
(60)
96 1 44 PNS batak undifferentiated carcinoma
keluar darah dari mulut
97 1 55 PNS batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
98 2 75 IRT batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
99 1 58 PNS batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
100 1 48 PNS batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
101 1 20 PL aceh non keratinizing
squamous cell carcinoma
hidung tersumbat
102 2 54 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
103 1 30 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
104 2 54 PL aceh undifferentiated
carcinoma
pusing
105 2 43 IRT batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
106 1 71 PENSIUNAN batak non keratinizing squamous cell carcinoma
benjolan dileher
107 1 69 PEGAWAI
SWASTA
batak undifferentiated carcinoma
badan lemas
108 2 50 IRT batak undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
109 1 50 P batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
110 2 57 IRT batak undifferentiated
carcinoma
sakit menelan
111 2 42 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
112 2 57 IRT batak undifferentiated
carcinoma
bengkak dileher
113 1 66 P batak squamous cell
carcinoma
sakit kepala
114 2 38 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
115 2 40 IRT batak non keratinizing
squamous cell
(61)
carcinoma
116 1 53 PNS batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
hidung tersumbat
117 1 39 W jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
118 1 53 P jawa non keratinizing
squamous cell carcinoma
sakit kepala
119 1 49 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
120 1 56 W batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
121 1 70 P batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
122 2 51 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
123 2 19 PELAJAR batak undifferentiated
carcinoma
leher terasa kering
124 1 40 PNS batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
125 2 53 IRT jawa non keratinizing
squamous cell carcinoma
hidung berdarah
126 1 45 SUPIR batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
127 1 43 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
128 1 41 P batak undifferentiated
carcinoma
tinitus
129 2 50 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
130 2 63 P batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
131 1 68 W tionghoa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
132 1 22 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
133 2 41 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
134 1 16 P aceh undifferentiated
carcinoma
(62)
135 1 57 PNS batak undifferentiated carcinoma
benjolan dileher
136 1 43 P jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
137 1 41 W aceh undifferentiated
carcinoma
sulit menelan
138 1 43 P batak undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
139 1 44 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
140 1 43 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
141 1 59 P jawa undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
142 1 49 PNS batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
143 1 36 W jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
144 1 44 PNS batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
145 1 50 P jawa undifferentiated
carcinoma
sulit menelan
146 1 63 W jawa undifferentiated
carcinoma
penurunan kesadaran
147 1 38 W batak undifferentiated
carcinoma
sakit kepala
148 1 67 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
149 1 48 PNS jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
150 2 69 W jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
151 1 46 W batak undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
152 1 69 P batak undifferentiated
carcinoma
sulit menelan
153 1 58 PNS batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
154 1 46 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
155 1 27 W aceh undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
156 2 56 W batak undifferentiated
carcinoma
sulit menelan
157 2 48 P batak undifferentiated
carcinoma
(63)
158 1 55 W batak undifferentiated carcinoma
benjolan dileher
159 2 62 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
160 1 53 P batak undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
161 1 44 W aceh undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
162 1 40 P jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
163 1 45 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
164 1 58 P batak undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
165 1 52 PNS aceh undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
166 1 18 PELAJAR batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
167 1 17 PELAJAR jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
168 1 49 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
169 1 50 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
170 1 31 P jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
171 1 23 W jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
172 1 40 P aceh undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
173 1 43 W aceh undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
174 1 27 W jawa undifferentiated
carcinoma
tinitus
175 1 45 PNS jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
176 1 51 PNS batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
177 1 42 PNS batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
178 1 26 P jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
179 1 31 P aceh undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
180 1 33 P batak undifferentiated
carcinoma
(64)
181 1 54 P batak undifferentiated carcinoma
benjolan dileher
182 1 49 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
183 1 62 P jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
184 1 39 P aceh undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
185 1 46 P aceh undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
186 1 53 P aceh undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
187 1 23 PNS batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
188 1 31 W batak undifferentiated
carcinoma
tinitus
189 1 43 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
190 1 42 P batak keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
191 1 21 W jawa undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
192 1 34 W batak keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
193 1 51 P batak squamous cell
carcinoma
benjolan dileher
194 1 54 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
195 1 65 W batak squamous cell
carcinoma
benjolan dileher
196 2 32 IRT jawa undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
197 2 38 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
198 1 52 P jawa undifferentiated
carcinoma
sakit menelan
199 1 55 P batak keratinizing
squamous cell carcinoma
hidung tersumbat
200 1 50 P batak keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
201 1 39 P batak undifferentiated
carcinoma
(65)
202 1 52 W jawa undifferentiated carcinoma
benjolan dileher
203 1 50 W aceh undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
204 1 54 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
(1)
96 1 44 PNS batak undifferentiated carcinoma
keluar darah dari mulut
97 1 55 PNS batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
98 2 75 IRT batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
99 1 58 PNS batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
100 1 48 PNS batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
101 1 20 PL aceh non keratinizing
squamous cell carcinoma
hidung tersumbat
102 2 54 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
103 1 30 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
104 2 54 PL aceh undifferentiated
carcinoma
pusing
105 2 43 IRT batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
106 1 71 PENSIUNAN batak non keratinizing squamous cell carcinoma
benjolan dileher
107 1 69 PEGAWAI
SWASTA
batak undifferentiated carcinoma
badan lemas
108 2 50 IRT batak undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
109 1 50 P batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
110 2 57 IRT batak undifferentiated
carcinoma
sakit menelan
111 2 42 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
112 2 57 IRT batak undifferentiated
carcinoma
bengkak dileher
113 1 66 P batak squamous cell
carcinoma
sakit kepala
114 2 38 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
(2)
116 1 53 PNS batak non keratinizing squamous cell carcinoma
hidung tersumbat
117 1 39 W jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
118 1 53 P jawa non keratinizing
squamous cell carcinoma
sakit kepala
119 1 49 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
120 1 56 W batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
121 1 70 P batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
122 2 51 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
123 2 19 PELAJAR batak undifferentiated
carcinoma
leher terasa kering
124 1 40 PNS batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
125 2 53 IRT jawa non keratinizing
squamous cell carcinoma
hidung berdarah
126 1 45 SUPIR batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
127 1 43 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
128 1 41 P batak undifferentiated
carcinoma
tinitus
129 2 50 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
130 2 63 P batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
131 1 68 W tionghoa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
132 1 22 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
133 2 41 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
(3)
135 1 57 PNS batak undifferentiated carcinoma
benjolan dileher
136 1 43 P jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
137 1 41 W aceh undifferentiated
carcinoma
sulit menelan
138 1 43 P batak undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
139 1 44 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
140 1 43 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
141 1 59 P jawa undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
142 1 49 PNS batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
143 1 36 W jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
144 1 44 PNS batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
145 1 50 P jawa undifferentiated
carcinoma
sulit menelan
146 1 63 W jawa undifferentiated
carcinoma
penurunan kesadaran
147 1 38 W batak undifferentiated
carcinoma
sakit kepala
148 1 67 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
149 1 48 PNS jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
150 2 69 W jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
151 1 46 W batak undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
152 1 69 P batak undifferentiated
carcinoma
sulit menelan
153 1 58 PNS batak undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
154 1 46 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
155 1 27 W aceh undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
156 2 56 W batak undifferentiated
carcinoma
sulit menelan
(4)
carcinoma
159 2 62 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
160 1 53 P batak undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
161 1 44 W aceh undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
162 1 40 P jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
163 1 45 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
164 1 58 P batak undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
165 1 52 PNS aceh undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
166 1 18 PELAJAR batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
167 1 17 PELAJAR jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
168 1 49 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
169 1 50 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
170 1 31 P jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
171 1 23 W jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
172 1 40 P aceh undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
173 1 43 W aceh undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
174 1 27 W jawa undifferentiated
carcinoma
tinitus
175 1 45 PNS jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
176 1 51 PNS batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
177 1 42 PNS batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
178 1 26 P jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
179 1 31 P aceh undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
(5)
181 1 54 P batak undifferentiated carcinoma
benjolan dileher
182 1 49 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
183 1 62 P jawa undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
184 1 39 P aceh undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
185 1 46 P aceh undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
186 1 53 P aceh undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
187 1 23 PNS batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
188 1 31 W batak undifferentiated
carcinoma
tinitus
189 1 43 P batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
190 1 42 P batak keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
191 1 21 W jawa undifferentiated
carcinoma
hidung tersumbat
192 1 34 W batak keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
193 1 51 P batak squamous cell
carcinoma
benjolan dileher
194 1 54 W batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
195 1 65 W batak squamous cell
carcinoma
benjolan dileher
196 2 32 IRT jawa undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
197 2 38 IRT batak undifferentiated
carcinoma
benjolan dileher
198 1 52 P jawa undifferentiated
carcinoma
sakit menelan
199 1 55 P batak keratinizing
squamous cell carcinoma
hidung tersumbat
200 1 50 P batak keratinizing
squamous cell carcinoma
benjolan dileher
(6)
carcinoma
203 1 50 W aceh undifferentiated
carcinoma
hidung berdarah
204 1 54 W batak non keratinizing
squamous cell carcinoma