setelah karsinoma mamae payudara, karsinoma serviks, karsinoma paru, dan karsinoma kolorektal Piasiska, 20 10 dan YKI.
Selama periode 2006 – 2010 dari data laboratorium Patologi Anatomi di RSUP.H. Adam Malik penderita karsinoma nasofaring paling banyak
ditemukan pada laki-laki73.1, kelompok umur 51 -60 tahun 26.5, suku Batak 57.1, bekerja sebagai petani 27.8, keluhan utama berupa
benjolan di leher 71, tipe histologi non-keratinizing squamous cell
carcinoma 46.6 dan penderita pada stadium klinis IV 45.1 Puspi tasari, 2011.
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring cukup tinggi di Indonesia. Oleh karena itu menjadi inspirasi
peneliti untuk melanjutkan penelitian sebelumnya mengenai profil penderita
karsinoma nasofaring.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah profil penderita karsinoma nasofaring di RSUP . H.
Adam Malik Medan tahun 2010 – 2012?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahuiu profil penderita karsinoma nasofaring sel ama tahun 2010–2012 di RSUP. H. Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan jenis
kelamin di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010 – 2012. 2. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan umur
di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010 – 2012. 3. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan
pekerjaan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010 – 2012.
4. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan suku di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010 – 2012.
5. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan jenis histopatologi di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010 – 2012.
6. Mengetahui distribusi frekuensi karsinoma nasofaring berdasarkan keluhan utama di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010 – 2012.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberik an manfaat untuk: 1. Peneliti akan mendapatkan informasi mengenai karakteristik penderita
karsinoma nasofaring. 2. Peneliti memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian. 3. Dapat memberikan sumber informasi bagi tenaga
kesehatan dalam upaya peningkatan kelengkapan data.
4. Memberikan informasi dan referensi bagi peneliti lain sebagai bahan penelitian selanjutnya khususnya karsinoma nasofaring.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral. Ke depan berhubungan dengan dinding kaku diatas, belakang dan lateral.
Ke depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering tim bul. Demikian juga penyebaran
tumor ke lateral akan menyumbat muara tuba ecustachius dan akan mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di telinga tengah. Ke arah belakang
dinding melengkung ke atas dan ke depan dan terletak di bawah korpus os sfenoid dan bagian basilar dari os oksipital. Di belakang atas torus tubarius terdapat
resesus faring atau fossa Rossenmuleri dan tepat di ujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Tumor dapat menjalar ke arah intrakranial dalam dua
arah, masing – masing menimbulkan gejala – gejala neurologik yang khas. Perluasan langsung melalui foramen laserum ke sinus kavernosus dan fossa kranii
media menyebabkan gangguan saraf otak III, IV, VI, dan kadang – kadang II. Sebaliknhya, penyebaran ke kelenja r faring lateral di dan sekitar selubung karotis
jugularis pada ruang retroparotis akan menyebabkan kerusakan saraf otak ke IX, X, XI dan XII. Saraf otak ke VII dan k e VIII biasanya jarang terkena Ballenger,
2009. Jaringan limfe. Di nasofaring terdapat banyak saluran limfe yag terutama
mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retofaring krause kelenjar Rouvire. Terdapat hubungan bebas melintasi garis tengah dan hubungan langsung dengan
mediastium melalui ruang retrofaring. Met astasis jauh sering terjadi Ballenger, 2009.