Proses Interaksionisme Simbolik Pembahasan

dan disesuaikan dengan kebutuhan. Hukuman berupa penambahan kuota kewajiban untuk sirkulasi dan berita, kemudian di forum. Selain penghargaan dan hukuman, anekdot yang ada juga berpengaruh positif. Anekdot yang tengah banyak digunakan anggota Pers Mahasiswa SUARA USU adalah galau itu egois. Moto ‘realitas perspektif mahasiswa’ milik SURA USU juga sudah sangat sesuai karena anggota dan segmentasi SUARA USU adalah mahasiswa, maka mereka memberitakan sesuai keadaan yang berasal dari mata dan cara berpikir mahasiswa agar SUARA USU juga mampu menjangkau mahasiswa. SUARA USU juga menghargai sejarah organisasi mereka. Bagi ke enam pengurus, sejarah sangat berpengaruh positif pada SUARA USU karena membuat anggota menyadari sulitnya mendirikan SUARA USU hingga membuat mereka lebih menghargai SUARA USU dan memotivasi untuk memajukan SUARA USU. Maka begitulah bentuk penerapan simbol-simbol budaya organisasi terhadap efektivitas SUARA USU. Diterapkan dengan maksimal hingga berperan pada keefektifan SUARA USU. Simbol-simbol tersebut yang membuat budaya organisasi yang kuat hingga memberikan penekanan dalam seleksi dan sosialisasi para anggotanya. Kemudian menyisakan anggota- anggota yang kuat dan patuh terhadap simbol-simbol budaya organisasi serta budaya organisasi SUARA USU di dalamnya. Dengan paham dan patuhnya anggota terhadap hal tersebut, maka SUARA USU tetap mampu bertahan dan akhirnya menjadi sebuah organisasi yang efektif. Dari penilaian ke enam pengurus, dapat disimpulkan SUARA USU adalah sebuah organisasi yang efektif karena berjalan secara struktural, sistematis dan menerapkan dengan maksimal seluruh simbol budaya organisasi. Kemaksimalan tersebut yang kemudian mendatangkan berbagai keuntungan dan menjaga konsistensi SUARA USU hingga bisa mencapai efektivitas organisasi.

4.2.1 Proses Interaksionisme Simbolik

Bapak interaksionisme simbolik George Herbert Mead merangkum tiga konsep dalam teori interaksionisme simbolik. Yaitu pikiran mind, diri self dan masyarakat atau aksi sosial societysocial act. Dia mengatakan bahwa pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda da peristiwa yang dialaminya menerangkan asal muasal dan meramalkannya. Pikiran manusia menerobos dunia luar, seolah-olah mengenalnya dari balik penampilannya. Cara Universitas Sumatera Utara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan dengan erat dengan masyarakatnya Mufid, 2009: 160. Penerapan simbol-simbol budaya organisasi di Pers Mahasiswa SUARA USU dimaknai secara berbeda oleh masing-masing wartawannya. Atas penerapan simbol-simbol budaya organisasi ini peneliti mencoba menafsirkan tiga konsep Mead tentang interaksionisme simbolik. a. Mind Mead mendefenisikan mind sebagai fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang dalam proses sosial sebagai hasil dari interaksi. Mind dalam hal ini mirip dengan simbol. Mind terbentuk setelah terjadinya percakapan diri, yakni ketika seseorang melakukan percakapan diri yang juga disebut berpikir. Dari keenam pengurus Pers Mahasiswa SUARA USU yang peneliti jadikan informan, dapat dilihat mereka memiliki penilaian berbeda tentang simbol-simbol budaya organisasi yang ada. Misalnya tentang alasan kesesuaian moto SUARA USU yakni realitas perspektif mahasiswa, yang berbeda-beda. Renti mengatakan moto tersebut sangat sesuai dengan SUARA USU karena dapat melihat semua permasalahan dari mata mahasiswa dan dari cara berpikir mahasiswa. Sedangkan Mezbah menilai moto sesuai karena pemberitaan sesuai dengan keadaan yang ada. Alasan tersebut merupakan hasil dari proses berpikir yang mereka lalui selama 3 tahun berada di SUARA USU yang juga dipengaruhi dari jenjang jabatan yang mereka lalui. b. Self Self adalah proses yang tumbuh dari keseharian sosial yang membentuk identitas diri. Perkembangan self tergantung pada bagaimana seseorang melakukan pengambilan peran role taking dari orang lain. Dalam role taking seseorang mengimajinasikan tingkah laku dari sudut pandang orang lain. Seseorang merenungi ulang relasi dengan orang lain untuk kemudian memunculkan adopsi nilai dari orang lain. Hasil dari self dalam SUARA USU terlihat dari adanya anggota yang keluar sebelum masa keanggotannya habis. Responden Ferdiansyah menyimpulkan alasan anggota keluar karena masalah dengan diri sendiri. Tak jarang alasan tersebut muncul karena anggota yang keluar tersebut mengadopsi tingkah laku anggota yang sudah keluar sebelumnya, hingga surat peringatan ketiga harus dijatuhkan atau dipandang remeh oleh anggota lain. Contohnya ada anggota bernama X yang jarang datang rapat karena alasan izin orang tua namun diberi Universitas Sumatera Utara keringanan karena keadaannya yang memang tidak memungkinkan untuk datang. Kemudian, ada anggota bernama Y yang menggunakan alasan serupa hingga jarang datang rapat namun dianggap keadaannya tidak separah anggota X. Apalagi anggota Y sudah memegang jabatan tinggi yang harus menjadi panutan. Akhirnya ia menjadi bahan perbincangan anggota lain dan dianggap tidak pantas sebagai panutan. c. Society Society menurut Mead adalah kumpulan self yang melakukan interaksi dalam lingkungan yang lebih luas yang berupa hubungan personal, kelompok intim, dan komunitas. Proses hubungan timbal balik yang dilakukan oleh individu dengan individu, individu dengan kelompok, antara kelompok dengan individu, antara kelompok dengan dengan kelompok dalam kehidupan sosial. Interaksi tidak hanya berlangsung melalui gerak-gerik secara fisik saja, melainkan lambang-lambang yang maknanya perlu dipahami. Dari proses wawancara peneliti dapat disimpulkan bahwa informan dan anggota SUARA USU umumnya mengalami banyak interaksi dalam melakukan pekerjaan meliput berita, kepanitiaan, rapat harian, penerimaan anggota baru dan lain-lain. Tingginya intensitas interaksi antar anggota terwujud dari rasa nyaman dan sangat mampu para anggota bekerjasama satu sama lain. Banyaknya interaksi di SUARA USU juga dijaga dengan rapat harian yang rutin sebagai wadah anggota berkumpul dan membicarakan segala hal.

4.2.2 Perspektif Fenomenologi